Ada dua artikel medik yang saya akan rujuk untuk post ini. Keduanya mengupas seluk-beluk vitamin D3 sebagai imunomodulator, yakni sebagai bahan atau senyawa kimiawi yang berfungsi untuk meningkatkan daya dan kinerja sistem imun.
Artikel pertama ditulis Michelino Di Rosa, Lucia Malaguamera, et al., "Vitamin D3: A helpful immunomodulator", Immunology 134 (2): 123-39, Oct 2011.
Ini linknya.
https://www.researchgate.net/publication/51620253_Vitamin_D3_A_helpful_immuno-modulator.
Di bawah ini saya berikan abstrak (dalam bahasa Inggris) dari artikel yang pertama. Kenapa hanya abstraknya? Ya karena jika saya mau masuk ke keseluruhan artikel, saya perlu mengajukan permintaan dulu. Saya enggan melakukannya. Silakan seluruh abstrak ini dibaca sendiri.
Ada bagian yang saya kutip lebih dulu dari abstrak itu, dan saya telah terjemahkan. Berikut ini.
"Peran vitamin D3 dalam regulasi imunitas ("immunoregulation") telah menghasilkan konsep tentang suatu fungsi dual/ganda baik sebagai hormon sekosteroid yang meregulasi homeostasis kalsium dalam tubuh maupun sebagai suatu senyawa organik yang esensial yang telah diperlihatkan memiliki efek yang krusial pada respons-respons imun (atau sel-sel imun)."
Sekarang abstraknya saya salin. Berikut ini.
Abstract
The active metabolite of vitamin D, 1α, 25-dihydroxyvitamin D3 [1,25(OH)(2) D3], is involved in calcium and phosphate metabolism and exerts a large number of biological effects. Vitamin D3 inhibits parathyroid hormone secretion, adaptive immunity and cell proliferation, and at the same time promotes insulin secretion, innate immunity and stimulates cellular differentiation. The role of vitamin D3 in immunoregulation has led to the concept of a dual function as both as an important secosteroid hormone for the regulation of body calcium homeostasis and as an essential organic compound that has been shown to have a crucial effect on the immune responses.
Altered levels of vitamin D3 have been associated, by recent observational studies, with a higher susceptibility of immune-mediated disorders and inflammatory diseases. This review reports the new developments with specific reference to the metabolic and signalling mechanisms associated with the complex immune-regulatory effects of vitamin D3 on immune cells."
Selanjutnya, uraian bersumber pada artikel yang lain yang dimuat dalam jurnal Nutrient.
Francesca Sassi, Cristina Tamone, Patrizia D'Amelio, "Vitamin D: Nutrient, Hormone, and Immunomodulator", Nutrient 10 (11): 1656, 3 Nov 2018.
Ini link ke artikelnya.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6266123/.
Sekian poin berikut saya sarikan dari artikel persis di atas (yang sangat padat informasi).
1. Beberapa studi memperlihatkan adanya suatu peran penting vitamin D sebagai modulator; dan data yang kuat menunjukkan peran molekul aktif vitamin D, yaitu 1,25 (OH)2D3, dalam meningkatkan sistem imun bawaan kelahiran ("innate") untuk memerangi patogen-patogen (seperti virus dan bakteri patogenik).
Tapi, data efek molekul aktif vitamin D dalam modulasi (= peningkatan daya dan kinerja sistem imun) terhadap sistem imun "adaptif" atau sistem imun "acquired" (yang dapat mengembangkan kemampuannya lewat pembelajaran terhadap patogen-patogen lantaran sistem imun ini memiliki suatu memori imunologis) lebih menimbulkan perbedaan pendapat.
2. Observasi-observasi dan studi-studi eksperimental menunjukkan suatu peran penting vitamin D dalam peningkatan dan pemeliharaan fungsi sistem imun. Molekul aktif vitamin D, yaitu 1,25 (OH)2 D3, dapat mengontrol fungsi imun pada level-level yang berlainan.
Vitamin D dan reseptor vitamin D (VDR) bersama-sama memiliki suatu peran penekan/supresif pada otoimunitas dan suatu efek anti-inflamasi.
Studi pada hewan-hewan memperlihatkan suatu peran penting suplementasi molekul aktif 1,25 (OH)2 D3 dalam mengendalikan penyakit-penyakit otoimun eksperimental seperti encefalomylitis (EAE) dan arthritis yang ditimbulkan kolagen (CIA). Dalam dua kondisi penyakit ini, molekul aktif vitamin D mencegah timbulnya penyakit-penyakit ini dan mengurangi peningkatan atau progres keduanya.
3. Vitamin D adalah salah satu faktor dari relasi-relasi yang ruwet antara mikrobiota perut atau gut microbiota (yaitu mikroorganisme yang berdiam dan hidup dalam perut manusia) dan modulasi sistem imun. Pemberian vitamin D mempengaruhi komposisi mikrobiota perut; dan dalam data in vitro diperlihatkan bahwa vitamin D meningkatkan kemampuan makrofag untuk membunuh bakteri E. coli.
4. Pasien-pasien IBD (Inflamatory Bowel Disease, atau penyakit radang perut) mengalami reduksi yang signifikan pada ekspresi reseptor VDR (kurang lebih 50%) dalam epithelium usus besar (colon). Reduksi besar ini timbul dari efek yang berbeda pada komposisi mikrobiota perut di saat dosis oral tinggi vitamin D3 diberikan ke pasien-pasien penyakit Crohn (salah satu penyakit IBD). Vitamin D yang diberikan sebagai suplemen ke pasien-pasien IBD berefek pada mikrobiota perut, dan juga menimbulkan bakteri-bakteri yang bersifat anti-inflamasi.
Pasien penyakit sistik fibrosis mengalami kekurangan atau defisiensi vitamin D, terkait dengan mikrobiota yang berbeda, yang hidup dalam perut dan pada saluran pernafasan. Pemberian oral vitamin D sebanyak 50.000 IU per minggu berpengaruh signifikan pada komposisi mikrobiota.
5. Molekul pasif ("bentuk terhidroksilat") vitamin D, yakni 25 (OH) D3, mensupres imunitas adaptif. Dalam eksperimen-eksperimen, molekul ini menurunkan level respons imun yang diperantarai sel-sel "T-helper (Th)1"; dengan demikian, menghambat produksi sitokin-sitokin yang pro-inflamasi atau pro-peradangan.
Itu lima poin yang dapat saya bagikan, yang saya lihat penting dalam artikel medik di atas. Artikel medik yang menjadi sumber acuan lima point tersebut masih lebih kompleks dari yang dapat saya sajikan di sini. Jadi anda masih harus membaca sendiri keseluruhannya.
Silakan post ini anda share jika dirasa bermanfaat untuk orang lain di masa pandemi Covid-19. Minumlah vitamin D3 dengan teratur dan dalam dosis yang pas untuk memperkuat imunitas.
☆ ioanes rakhmat
9 November 2020