Saturday, March 27, 2021

Romulus dan Remus dan "Serigala-Mama": Antara Fakta dan Mitografi Pendirian Kota Roma


Romulus, pendiri dan raja pertama kota Roma


Sudah lama saya ingin membagi kisah legendaris Romulus dan Remus yang terkait dengan pendirian kota Roma di abad ke-8 SM. Baru sekarang saya dapat menyajikannya untuk melengkapi kisah-kisah epik sosok-sosok besar dunia Yunani-Romawi yang dinamakan aretalogi, yang sudah saya tulis sebelumnya. Bacalah ARETALOGI YUNANI-ROMAWI.

Selanjutnya ikuti pemaparan di bawah ini. Jika anda pencinta dan penikmat sastra-sastra besar, kisah tentang Romulus dan Remus ini pasti menawan hati dan pikiran anda. 

Diselamatkan oleh "Serigala-Mama"

Romulus dan Remus adalah dua anak lelaki kembar yang dilahirkan oleh Puteri Rhea Silvia yang bersuami Mars, dewa perang Roma.

Karena suatu nubuat, sang raja di negeri dua anak kembar ini takut kalau nanti dua anak kembar tersebut akan menjatuhkannya dan merebut takhtanya. Maka, atas perintah si raja ini, Romulus dan Remus diletakkan dalam sebuah keranjang lalu dihanyutkan di Sungai Tiber supaya cepat mati tenggelam.

Tetapi seekor serigala betina (dikenal sebagai "She-wolf" atau "Serigala-Mama") menemukan dua anak kembar tersebut yang sedang terapung hanyut dalam sebuah keranjang. Lalu "She-wolf" menyelamatkan keduanya (mungkin lewat bantuan seorang pengasuh) ke dalam sebuah goa di pinggiran Sungai Tiber.

Lalu si "Serigala-Mama" ini melindungi dua anak lelaki kembar itu dari ancaman hewan-hewan buas lain, dan memelihara Romulus dan Remus dengan meneteki mereka dari susu-susunya sendiri. Seekor burung pelatuk yang berparuh panjang yang baik hati ikut membantu mencarikan makanan tambahan bagi si kembar tersebut.




Patung perunggu "Serigala-Mama" yang bersikap waspada sementara meneteki Romulus dan Remus. Patung ini ditempatkan dalam museum Capitolini, Roma, Italia, dan menjadi emblem/lambang kota Roma atau bahkan negara Italia. Patung ini banyak replikanya di banyak negara lain hingga sekarang.


Akhirnya, beberapa gembala menemukan Romulus dan Remus yang sedang dipelihara si "Serigala-Mama". Salah seorang dari mereka (bernama Faustulus) mengambil dan membawa pulang dua kanak-kanak kembar ini dan, bersama isterinya, membesarkan mereka seperti anak mereka sendiri.


Gembala Faustulus membawa pulang Romulus dan Remus untuk dibesarkan


Setelah dewasa, Romulus dan Remus memperlihatkan kemampuan memimpin sebagai bakat alam. Pada suatu hari, Remus ditangkap dan dibawa ke sang raja yang berkuasa di negeri kelahirannya, yang kemudian mengetahui identitas dirinya yang sebenarnya. Segera, saudara kembarnya, Romulus, mengumpulkan para gembala untuk menyelamatkan saudaranya. Akhirnya, mereka berhasil membunuh si raja yang lalim itu, dan Remus dapat diselamatkan.

Ketika penduduk kota tahu siapa sebenarnya Romulus dan Remus, mereka memasang mahkota pada kepala mereka masing-masing sebagai dua raja gabungan yang bekerjasama. Mereka diminta menjadi penguasa negeri mereka sendiri.

Namun, Romulus dan Remus mencopot mahkota yang telah dipasangkan pada kepala mereka karena mereka mau membangun sebuah kota baru bagi mereka sendiri. Lalu keduanya meninggalkan tanah kelahiran mereka untuk mencari lokasi yang sempurna untuk kota yang mereka mau dirikan. Akhirnya, mereka menemukan suatu area yang mereka sukai, yang menjadi lokasi kota Roma yang sekarang.

Romulus dan Remus menyukai area itu pada umumnya. Tapi masing-masing ingin menempatkan kota yang baru pada sebuah bukit yang berbeda. Romulus  memilih Bukit Palatinus, sedang Remus menjatuhkan pilihannya pada Bukit Aventinus.

Karena keduanya saudara kembar, maka senioritas tidak bisa dipakai untuk menentukan bukit yang mana, apa nama kota yang akan dibangun, dan siapa yang akan jadi penguasanya setelah selesai dibangun.

Selanjutnya, kedua saudara kembar itu sepakat untuk mendatangi dewa pelindung mereka untuk meminta tanda-tanda dewata yang meramalkan masa depan, terkait rencana pembangunan sebuah kota baru yang besar.

Remus lebih dulu mendapatkan suatu tanda dewata: enam ekor burung hering (atau burung pemakan bangkai) menampakkan diri di hadapannya. Disusul oleh penampakan dua belas ekor burung hering di hadapan Romulus. Masing-masing mengklaim diri sebagai pemenang.

Lalu, siapakah yang akan menjadi raja atas kota yang akan dibangun?

Baik Romulus maupun Remus diberi ucapan selamat oleh para pendukung masing-masing, dan disanjung sebagai raja oleh para pendukung masing-masing.

Para pendukung Remus mengakui Remus sebagai raja berdasarkan pertimbangan bahwa Remus duluan yang menerima tanda dewata. Sebaliknya, para pendukung Romulus menetapkan Romulus sebagai raja lantaran dia mendapatkan tanda dewata dua kali lipat banyaknya dari tanda yang diterima Remus.

Romulus bergerak cepat lebih dulu. Dia mulai membangun tembok-tembok di sekeliling Bukit Palatinus. Nah, Remus jadi iri hati, lalu mulai memperolok-olok tembok-tembok yang telah dibangun Romulus, dengan melompati tembok-tembok Romulus. Remus bermaksud menunjukkan, betapa mudah melewati tembok-tembok yang telah dibangun Romulus. Tentu saja, Romulus naik pitam.

Remus dibunuh Romulus

Maka, timbullah percekcokan di antara Remus dan Romulus di depan umum. Ambisi keduanya memanas dan makin berkobar. Akhirnya terjadi keributan dan perkelahian antara Remus dan Romulus, yang bermuara pada kematian Remus di tangan Romulus saudara kembarnya. Demi pembangunan sebuah kota yang baru, saudara membunuh saudaranya sendiri.

Setelah membunuh Remus, maka Romulus bersumpah bahwa "Barangsiapa yang selanjutnya melompati tembok-tembokku, mereka juga akan aku bunuh."

Begitulah, Romulus menjadi sang penguasa tunggal, dan kota yang sedang dibangun diberi nama Roma mengikuti nama Romulus si pendirinya.

Setelah Remus mati, Romulus melanjutkan pembangunan kota Roma, resmi pada 21 April 753 SM, dan menobatkan dirinya sebagai raja. Tentu saja, hemat saya, tanggal itu harus dilihat sebagai saat peletakan batu pertama pembangunan kota Roma, sebab tidak ada satu pun kota di dunia ini, kapanpun juga, yang dapat selesai dibangun dengan sempurna dalam satu hari sekalipun pembangunannya andaikanlah dibantu oleh ribuan "manusia dewa", demigod atau semideus atau hēmitheos, atau oleh "dewa-dewa perkasa".

Seterusnya, Romulus mulai mengorganisir kota Roma. Pasukannya dibagi dalam satuan-satuan legion yang masing-masing terdiri atas 3.300 orang pasukan berkuda dan pasukan pejalan kaki. Dia memberi sebutan "Patrician" bagi 100 orang warga Roma yang termulia, dan menyebut kolektivitas para penatua kota Roma sebagai Senat. Kota Roma pun berkembang dan makmur. Lebih dari 1.000 tahun Roma menjadi salah satu kota terkuat dunia.

Diangkat ke sorga

Setelah mencapai prestasi-prestasi adiinsani sebagai seorang "raja superhero", Romulus di suatu saat meninjau ulang bala tentaranya di Caprae Palus di dalam Campus Martius dalam suatu persidangan.

Tiba-tiba di lokasi itu terdengar badai guntur yang keras dan awan-awan yang gelap padat menutupi sang raja sehingga tubuhnya tak terlihat lagi oleh para peserta sidang. Sejak saat itu Romulus tidak terlihat lagi di Bumi.

Lalu cahaya Matahari muncul, dan memberi rasa tenang setelah cuaca yang menakutkan tadi berubah begitu rupa.

Ketika rasa takut yang melanda orang-orang muda kota Roma teratasi dan berubah menjadi keceriaan, mereka melihat takhta kerajaan telah kosong. Romulus telah raib. Ke mana?

Sementara mereka percaya sepenuhnya pada penegasan para Senator yang tadi berdiri di dekat sang raja bahwa raja Romulus telah diangkat ke sorga lewat angin puting beliung, namun, seperti layaknya orang yang tiba-tiba kehilangan, rasa gentar dan duka yang dalam membuat mereka tidak bisa berkata-kata selama beberapa waktu.

Lama kemudian, setelah beberapa orang mengambil inisiatif untuk pemulihan, seluruh orang yang hadir memuliakan dan menyanjung Romulus sebagai "suatu dewa, anak Dewa, sang Raja dan Bapak Kota Roma".

Mereka pun meminta kasih karunia dan perkenan Romulus, dan berdoa agar sang Raja yang sudah dimuliakan mau bermurahhati ke anak-anak mereka dan menyelamatkan serta melindungi mereka.

Tak diragukan lagi, kini telah menjadi suatu tradisi yang dipercaya umum bahwa, karena kekaguman dan hormat kepada Romulus, sang Raja ini telah membangkitkan pemahaman dan kepercayaan orang Roma bahwa dia tidak ada lagi di Bumi karena telah diangkat ke dunia para dewa. Oleh pujangga Ovid dikisahkan bahwa setelah Romulus menjadi seorang dewa yang diberi nama Quirinus, selanjutnya dia menyatu dengan ayahnya, dewa perang Mars, di Gunung Olympus.

Tradisi itu telah berkembang dan mengakar karena Proculus Julius, seorang yang berotoritas kuat dalam perkara-perkara yang paling penting, telah memainkan suatu peran besar.

Romulus menampakkan diri

Karena melihat betapa dalam rasa kehilangan yang berkepanjangan yang sedang melanda komunitas orang Roma berhubung raja mereka telah lenyap, dan betapa marahnya mereka terhadap para Senator yang (menurut suatu tradisi lain yang tidak kuat) dicurigai telah menghilangkan Romulus lewat penculikan dan pembunuhan, Proculus Julius mendatangi persidangan lalu berkata,

"Quirites! Ketika fajar datang hingga siang ini, sang Bapak pendiri kota Roma tiba-tiba turun dari sorga dan menampakkan dirinya kepadaku. Sementara aku tercekam rasa takjub, aku berdiri rapat di hadapannya dan sujud memuliakannya dengan sangat dalam, dan aku berdoa agar aku diampuni karena telah memandang wajahnya.

Lalu sang Raja bersabda, 'Pergilah. Beritahu penduduk Roma bahwa adalah kehendak sorga bahwa kota Roma yang telah kubangun harus menjadi pemimpin seluruh dunia. Hendaklah mulai saat ini mereka mengembangkan kecakapan dan seni berperang. Dan hendaklah mereka tahu dengan yakin dan pasti, dan mewariskan pengetahuan ini ke generasi-generasi mendatang, bahwa tidak ada seorang manusia pun yang dapat bertahan terhadap bala tentara Roma.'"

Memang kisah di atas, yang lahir dari penghargaan tinggi yang diberikan kepada sang Raja pertama kota Roma, sangat menawan hati. Kedukaan rakyat dan bala tentara Roma diredakan dan diteduhkan oleh kepercayaan yang telah dibangun dalam mitografi Romawi tentang Romulus yang hidup abadi di antara para dewa dan tidak pernah mengecap kematian.

Ihwal tidak mengalami kematian, pengangkatan ke sorga dan penampakan diri kembali, adalah kejadian-kejadian yang umum dikisahkan dalam aretalogi dunia Yunani-Romawi kuno terkait sosok-sosok adiinsani yang dinamakan demigod atau semideus atau hēmitheos atau "manusia dewa" atau "manusia ilahi", theios anēr.

Temuan arkeologis mutakhir dan pertanyaan yang muncul

Para sejarawan dan pengkaji sastra dalam zaman modern umumnya menggolongkan kisah-kisah tentang Romulus yang dipandang sebagai pendiri kota Roma sebagai mitografi, sebagai kisah legendaris yang menawan, yang sudah mengalami sekian penyuntingan dan peredaksian.

Namun, di tahun 2007, seorang arkeolog sekaligus sejarawan Italia, Dr. Andrea Carandini dari Universitas Roma, bersama kolega-koleganya, telah menarik kesimpulan-kesimpulan yang berani./1/

Dr. Carandini dkk, dalam majalah Archaeology 2007, dalam artikel yang berjudul "Origins of Rome"/2/ melaporkan bahwa mereka telah menemukan goa yang telah lama hilang yang berada di bawah Bukit Palatinus yang dipercaya orang Roma kuno sebagai suatu tempat sakral di mana dua anak lelaki kembar, Romulus dan Remus, dipelihara oleh sang "Serigala-Mama".

Menurut Dr. Carandini, "Kisah tentang kelahiran kota Roma sebagian adalah kisah mitologis dan sebagian lagi kebenaran sejarah." Kesimpulan ini tidak mengejutkan. Sangat mungkin akan ada suatu "inti sejarah" dalam banyak kisah-kisah mitologis, meski memisahkan keduanya sudah sangat sulit.

Selain penemuan tersebut, Dr. Carandini juga telah menemukan sisa-sisa sebuah tembok kuno dan parit dan juga reruntuhan sebuah istana yang, menurutnya, dibangun pada abad ke-8 SM. Dia mengatakan, "Ketika aku mengekskavasi tembok yang berasal dari zaman Romulus pada Bukit Palatinus, aku menyadari bahwa aku sedang melihat ke asal-usul kota Roma sendiri sebagai suatu negara-kota."

Dr. Carandini menegaskan bahwa tembok yang dibangun di lereng-lereng yang dipadati gubuk-gubuk hunian yang sudah ada sebelum kota Roma didirikan, diketahui dibangun kira-kira 775 SM - 750 SM berdasarkan peninggalan-peninggalan fondasinya yang teridentifikasi. Tembok ini mungkin adalah batas sakral yang dikisahkan dalam legenda pendirian kota Roma." Lalu dia menyimpulkan bahwa tembok tersebut adalah "bukti arkeologis kehidupan Romulus dan Remus."

Berpijak pada semua temuan arkeologis yang ada, tentang pendirian kota Roma Dr. Carandini menegaskan bahwa "segala sesuatu lahir" setelah tahun 750 SM. "Tidak ada perluasan dan pengembangan tahap demi tahap dari suatu kota kuno sebagai titik pusatnya. Yang terjadi adalah evolusi dadakan sebuah kota yang di zaman dulu sudah besar dan akan selalu besar." Nah, ini sebuah kesimpulan yang mengejutkan, lebih dekat ke kesimpulan mitografis ketimbang sebagai suatu kesimpulan ilmiah.

Tentu saja dukungan Dr. Carandini terhadap legenda Romulus dan Remus "telah membuat dirinya layak dikagumi oleh penduduk kota Roma, tetapi sekaligus juga ditolak oleh kolega-koleganya." Albert Ammerman, misalnya, seorang arkeolog Universitas Colgate yang juga telah melakukan penggalian terhadap reruntuhan kota Roma, dalam majalah Archaeology yang sama menyatakan bahwa "sisa-sisa bangunan fisik tidak harus mengabsahkan tradisi-tradisi sastrawi kuno tentang pendirian kota Roma dan kehidupan sosok yang bernama Romulus."

Serupa kisah Musa?

Jika anda pembaca yang cermat atas kisah legendaris Romulus dan Remus di atas, dan anda mengenal Tenakh Yahudi (atau Perjanjian Lama gereja), niscaya anda menemukan paralel-paralel jauh antara si dua anak lelaki kembar tersebut dan sosok Musa.

Mungkin anda menemukan perbedaan tajam antara Romulus dan Musa. Ya, Romulus raib, diangkat ke sorga lewat badai angin puyuh (seperti kisah pengangkatan ke sorga nabi Elia), sedangkan Musa, seperti dikisahkan dalam Tenakh, mati dan dikuburkan di Bumi.

Tetapi, dalam karya Philo yang berjudul Life of Moses, ketika menceritakan akhir perjalanan kehidupan nabi Musa, Philo pada bagian 2.288 karyanya itu memuat sebuah deskripsi tentang kenaikan Musa ke sorga lalu hidup abadi. Saya kutipkan bagian itu sepenuhnya.

"Setelah itu, tibalah waktunya untuk dia [Musa] harus membuat perjalanan panjang dari Bumi ke sorga, dan untuk melepaskan kehidupan fana di dunia ini demi memperoleh kehidupan abadi. Sang Bapa memanggilnya dari Bumi ini dengan menjadikan satu kesatuan tunggal kodrat rangkap dua tubuh dan jiwanya, lalu mengubah keseluruhan keberadaannya menjadi pikiran, murni seperti cahaya Mentari."

Tapi, tampaknya Philo juga masih bimbang apakah betul Musa raib, diangkat ke sorga, dan tidak mengalami kematian, tetapi berubah menjadi sosok cahaya, menjadi pikiran yang bebas dan abadi. Dalam bagian 2.291, Philo masih menyebut kematian dan penguburan Musa./3/

Dalam Ulangan 34:5-8, ditulis bahwa Musa mati dan dikuburkan di sebuah lembah di tanah Moab meskipun tidak ada orang yang tahu di mana lokasi kuburan Musa. Ketidaktahuan ini menimbulkan spekulasi bahwa Musa tidak pernah mati, tetapi diangkat langsung ke sorga. 

Jangan lupa, dalam Injil-injil Sinoptik Perjanjian Baru, nabi Musa bersama nabi Elia dikisahkan "turun kembali", lalu bertemu dan bercakap-cakap dengan Yesus di atas sebuah gunung yang tinggi (Markus 9:2-8; Matius 17:1-8; Lukas 9:28-36). Pada pertemuan mereka bertiga, Yesus dikisahkan "berubah rupa" (Yunani: metamorfē), menjadi sosok cahaya. Jelaslah bahwa para penulis kisah-kisah injil PB ini mengenal kisah spekulatif "pengangkatan Musa ke sorga", lalu memanfaatkannya dengan kreatif. Tentang metamorfē Yesus dalam kisah Injil Markus dan par, baca tulisan saya APA MAKSUD METAMORFĒ YESUS?.


Penutup

Kisah-kisah epik besar orang Yunani-Romawi yang dinamakan aretalogi sudah ditulis jauh sebelum Perjanjian Baru ditulis, dan juga selama dan setelah era Perjanjian Baru. 

Kisah-kisah besar tentang Yesus Kristus dalam Perjanjian Baru lahir dalam lingkungan dunia sastra aretalogi Yunani-Romawi. 

Adalah lazim, jika para penulis kisah-kisah besar dalam suatu kebudayaan memperhatikan dan memanfaatkan jenis-jenis sastra yang ada dalam "literary environment" mereka, yang mencakup sastra-sastra kebudayaan-kebudayaan lain di luar kebudayaan mereka sendiri. 

Intertekstualitas, yakni tenunan dan relasi kait-mengait antara suatu teks dan teks lain, dibangun bukan hanya oleh para penulis dan pujangga zaman dulu, tetapi juga oleh para penulis dan pujangga masa kini dan seterusnya. 

Sastra-sastra termashyur dunia kapan pun dan di mana pun selalu berisi intertekstualitas. Serupa halnya dengan teori-teori besar ilmu pengetahuan yang juga berisi intertekstualitas. 

Semua teks tentang organisme-organisme terinterkoneksi, termasuk teks-teks yang disusun dengan kreatif dan imajinatif, dengan tetap berpijak pada fakta-fakta, oleh Homo sapiens, manusia cerdas dan arif.


Sumber-sumber

/1/ John Noble Wilford, "More Clues in the Legend (or Is It Fact?) of Romulus", The New York Times, June 12, 2007, https://www.nytimes.com/2007/06/12/science/12rome.html.

/2/ Andrew Slayman, Marco Merola, Andrea Candarini, and Albert Ammerman, "Origins of Rome", Archaelogy Vol. 60, No. 4, July/August 2007, JSTOR, pp. 22-27, https://www.jstor.org/stable/41780263.

/3/ Lihat H. Chadwick, "St. Paul and Philo of Alexandria", BJRL 48 (1966), 301. Juga LCL, 2.288; juga L. Ginzberg (Legends, 6.152 n. 904) yang berpendapat bahwa ketika T. Moses (1.15) dan Ps.Philo (Bib.Ant, 19-20 d) menekankan bahwa Musa dikuburkan di area pemakaman umum, ini dimaksudkan untuk menggempur pandangan bahwa Musa tidak mati tetapi diangkat ke sorga.