Sunday, February 14, 2021

APA PESAN KISAH MARKUS tentang "Yesus berubah rupa" (Markus 9:2-13)?



Tadi, mulai pukul 9 pagi, Minggu, 14 Feb 2021, saya mengikuti kebaktian online GKI Kepa Duri lewat tayangan Youtube. Pengkhotbahnya Pdt. Cordelia Gunawan. Saya menikmati seluruh rangkaian ibadah ini, termasuk khotbah di dalamnya.

Sekarang saya ingin mengetengahkan apa sebenarnya maksud dan pesan Markus 9:2-13, yang saya berhasil temukan. Baca kisah paralelnya juga dalam Matius 17:1-13 dan Lukas 9:28-36 yang sudah mengalami penyuntingan oleh penulis masing-masing Injil ini.

Pesan saya kepada Pdt. Cordelia, kalahkanlah kecenderungan yang ada dalam diri para rohaniwan umumnya untuk dengan berapi-api membenturkan akal dan ilmu pengetahuan dengan teks-teks kitab suci yang mengisahkan hal-hal "luar biasa" seperti teks khotbahnya.

Kata "transfigurasi" (dari kata Latin transfiguratio) tidak dipakai dalam teks Markus tersebut dalam terjemahan LAI. Yang dipakai LAI frasa "berubah rupa". Kata Yunaninya metamorfē, artinya: perubahan wujud ("morfē"), melampaui ("meta") sosok ragawi, berubah menjadi sosok cahaya, "the light figure".

Artinya, di suatu momen kehidupan aktif Yesus di masa dewasa, "di atas sebuah gunung yang tinggi", Yesus mengalami pencahayaan ilahi, menampakkan kemuliaan ilahi, mengalami penerangan sorgawi atau "divine enlightenment". Ini menjadi sumber kekuatan spiritual besar bagi Yesus dalam menjalani alur kehidupan-Nya yang akan diwarnai penderitaan, lalu berakhir dalam kematian di kayu salib (Markus 9:9-13).

Pada momen pencerahan itu, "datanglah awan" menaungi mereka. Maksudnya: "awan kemuliaan ilahi", "wujud kehadiran Allah dalam kemuliaan-Nya". Dalam sastra-sastra rabbinik, setelah tahun 70, manifestasi kemahahadiran ilahi yang agung dan mulia ini dinamakan "Shekinah" (Ibrani: Šekīnahשכינה).

Lalu terdengar suara dari awan kemuliaan ilahi itu, suara Allah sang Bapa, "Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia." 

Penyingkapan status Yesus ini paralel dengan penyingkapan yang telah terjadi sebelumnya, ketika "langit terbuka" sesaat sesudah Yesus dibaptis, yang didengar oleh Yesus saja: "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan." (Markus 1:9-11).

Peristiwa metamorfē, saat Yesus mentransendir wujud ragawi, menjadi wujud cahaya---"wajah-Nya berubah, bercahaya seperti Matahari" (Matius 17:2; Lukas 9:29), dengan pakaian-Nya terlihat sangat putih bercahaya-cahaya--- adalah peristiwa yang sangat mendasar bagi Yesus. Ini peristiwa pencerahan budi, yang menjadi sumber inspirasi kata-kata Yesus yang patut manusia "dengarkan" karena Yesus berbicara sebagai sang Anak Allah yang diperkenan Allah, yang menjadi suatu manifestasi Shekinah.

Metamorfē sebagai momen "enlightenment", momen penerangan budi, yang selanjutnya menjadi sumber pengetahuan dan kebijaksanaan dan kekuatan spiritual, lazim dialami para sosok besar yang mulia dan agung, pengubah sejarah dunia, juga para sosok besar religius. Frasa lain yang paralel adalah "fotisme", "pencahayaan dari kawasan lain". Ini adalah suatu fenomena antropologis lintasbudaya. 

Ya, kita tentu teringat juga pada nabi Musa. Dikisahkan, ketika dia telah turun dari Gunung Sinai setelah berjumpa dengan Allah, "kulit wajahnya bercahaya-cahaya oleh karena dia telah berbicara dengan Tuhan" (Keluaran 34:29-35; disinggung juga oleh rasul Paulus pada 2 Korintus 3:7, 13). Cahaya kemuliaan Tuhan menguasai wajah Musa. Sang nabi utama bangsa Yahudi ini mengalami penerangan budi ilahi. Inilah yang memampukan dia, dalam kepercayaan Yahudi, untuk menjadi pemimpin yang tangguh, nabi tersuci, pemberi hukum Allah, dan peletak fondasi legal awal agama Yahudi.

Dalam karya Philo yang berjudul Life of Moses, di saat menceritakan akhir perjalanan kehidupan nabi Musa, Philo pada bagian 2.288 karyanya itu memuat sebuah deskripsi tentang kenaikan Musa ke sorga lalu hidup abadi setelah tubuh dan jiwanya disatukan, berubah menjadi "pikiran" yang "murni seperti cahaya Matahari". Baik, saya kutipkan bagian itu sepenuhnya.

"Setelah itu, tibalah waktunya untuk dia [Musa] harus membuat perjalanan panjang dari Bumi ke sorga, dan untuk melepaskan kehidupan fana di dunia ini demi memperoleh kehidupan abadi. Sang Bapa memanggilnya dari Bumi ini dengan menjadikan satu kesatuan tunggal kodrat rangkap dua tubuh dan jiwanya, lalu mengubah keseluruhan keberadaannya menjadi pikiran, murni seperti cahaya Mentari."

Philo juga bimbang apakah betul Musa raib, diangkat ke sorga, dan tidak mengalami kematian, tetapi berubah menjadi sosok cahaya, menjadi pikiran yang bebas dan abadi. Dalam bagian 2.291 karyanya itu, Philo masih menyebut kematian dan penguburan Musa./*/

Dalam Ulangan 34:5-8, ditulis bahwa Musa mati dan dikuburkan di sebuah lembah di tanah Moab meskipun tidak ada orang yang tahu di mana lokasi kuburan Musa. Ketidaktahuan ini menimbulkan spekulasi bahwa Musa tidak pernah mati, tetapi diangkat langsung ke sorga dengan tubuh yang sudah diubah.

Tapi, oleh injil-injil PB, Yesus digambarkan lebih tinggi dan lebih unggul dari Musa. Yesus telah mengalami penerangan ilahi dua kali, saat Dia dibaptis di sungai Yordan oleh Yohanes Pembaptis dan saat Dia mengalami metamorfē di atas sebuah gunung yang dilihat oleh tiga murid terdekat-Nya.

Bagi penulis Injil Markus, pencerahan yang dialami Yesus ini menempatkan Yesus pada posisi sejajar dengan Elia dan Musa. Tapi Yesus juga melampaui dua nabi PL ini. Yesus bukan hanya nabi, tapi juga "Anak yang dikasihi Allah". Bangsa Israel sebagai "anak Allah" (tradisi PL) direpresentasi oleh satu sosok yang tercerahkan dan memancarkan kemilau kehadiran ilahi, Yesus sang Anak Allah yang disenangi sang Bapa, Yesus sang Shekinah.

Teks Markus 9:9 penting diperhatikan. Pada teks ini, diisyaratkan bahwa "metamorfē" Yesus di atas gunung itu akan dapat dipahami umum setelah Yesus ("Anak manusia") "dibangkitkan dari antara orang mati".

Maksudnya, kebangkitan Yesus yang dikerjakan oleh sang Bapa ("dibangkitkan") adalah juga peristiwa "metamorfē" yang ketiga dan definitif, peristiwa Yesus melampaui kefanaan ragawi-Nya, berubah, masuk ke dalam kondisi tidak lagi dikuasai kefanaan, menjadi Tuhan yang hidup, yang hadir melampaui ruang dan waktu, kapan saja dan di mana pun, Yesus dalam "rupa yang lain" (Yunani: hē hetera morfē) seperti ditulis pada Markus 16:12, bagian dari Markus 16:8b-20.

(Markus 16:8b-20 lazim dipandang sebagai pelengkap penutup tambahan setelah teks asli Injil Markus berakhir pada 16:8a. Tambahan pelengkap penutup pendek ada pada Markus 16:8b dan tambahan pelengkap penutup panjang ada pada Markus 16:9-20. Dua tambahan belakangan ini dirasa perlu oleh editor belakangan mengingat Injil Markus ditutup semula pada 16:8a yang bernada negatif pesimistik, "Lalu mereka keluar dan lari meninggalkan kubur itu, sebab gentar dan dahsyat menimpa mereka. Mereka tidak mengatakan apa-apa kepada siapa pun juga karena takut.").

Yesus yang telah dibangkitkan, adalah Yesus yang mengambil rupa yang lain, Yesus yang telah mengalami "metamorfē", bertubuh sorgawi, yang tak tunduk pada batasan ruang dan waktu, menjadi Tuhan yang hidup di segala zaman dan tempat. Perubahan ke wujud yang lain ini, lewat kebangkitan-Nya, telah diantisipasi dalam peristiwa pencerahan ilahi yang dialami Yesus di atas gunung sebelumnya.

Nah, sebagai murid Yesus, kita juga perlu mempunyai pengalaman pencerahan budi, pengalaman diterangi oleh cahaya ilahi, dan wajah kita menjadi "bercahaya kemilau", dipenuhi aura kehadiran Allah dalam kemuliaan-Nya. Memakai kata-kata Paulus, kita perlu "diubah menjadi serupa (Yunani: metamorphousthai) dengan gambar Yesus, dalam kemuliaan yang makin besar." (2 Korintus 3:18).

Metamorfē kita ini akan menjadi sumber hikmat, pengetahuan dan kekuatan spiritual besar bagi kita semua dalam pelayanan dan kehidupan kita yang berliku-liku. Bahkan sumber kekuatan besar untuk kita bangkit kembali dari genangan lumpur penderitaan dan kesukaran berat.

Baiklah. Happy Sunday. Selamat hari Minggu. Selamat beribadah.

Jakarta, 14 Feb 2021
ioanes rakhmat

Catatan

/*/ Lihat H. Chadwick, "St. Paul and Philo of Alexandria", BJRL 48 (1966), 301. Juga LCL, 2.288; juga L. Ginzberg (Legends, 6.152 n. 904) yang berpendapat bahwa ketika T. Moses (1.15) dan Ps.Philo (Bib.Ant, 19-20 d) menekankan bahwa Musa dikuburkan di area pemakaman umum, ini dimaksudkan untuk menggempur pandangan bahwa Musa tidak mati tetapi diangkat ke sorga.