Thursday, December 30, 2021

Sedikitnya 70 planet pengembara, tanpa bintang inang, baru ditemukan dalam Bima Sakti

 



Ilustrasi planet yang mengembara. Sumber ilustrasi: Video SciTechDaily.


N.B. diedit 3 Januari 2022


Suatu tim astronom, yang dipimpin Hervé Bouy, astronom dari Laboratoire d’Astrophysique de Bordeaux, Universitas Bordeaux, Prancis, baru-baru ini telah berhasil menemukan 70 sampai 170 planet pengembara (selanjutnya ditulis singkatan Inggrisnya FFPs, free-floating planets, planet-planet yang mengapung bebas, atau wandering planets) yang tidak mengorbit bintang-bintang inang di kawasan sejauh 420 tahun cahaya dari Bumi. 

FFPs yang baru ditemukan ini tergolong planet-planet besar seukuran Jupiter, dan merupakan sampel terbesar FFPs yang terlokalisasi dalam satu kelompok.

Kawasan lokasi penemuan FFPs ini dikenal sebagai kawasan asosiasi perbintangan Upper Scorpius OB dan Ophiucus, dalam galaksi Bima Sakti. Kawasan ini berisi sejumlah awan atau nebulae, dan yang paling dikenal adalah awan Rho Ophiuci, Nebula Pipe, Barnard 68, dan Coalsack.

Laporan penelitian mereka telah diterbitkan di jurnal Nature Astronomy, 22 Desember 2021. Penulis utama artikel riset ini adalah Núria Miret-Roig, juga dari Laboratoire d’Astrophysique de Bordeaux.

Kita sudah tahu, tentu saja, bahwa planet Bumi bukan sebuah FFP, yang mengapung dan bergerak bebas di angkasa luar, tetapi planet yang terikat pada, dan mengorbit, bintang Matahari sebagai bintang inang.

Dalam sistem Matahari kita, ada 8 planet yang mengorbit bintang inang Matahari, yakni Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus. Selain itu, ada juga objek-objek lain yang karena gravitasi terikat pada bintang Matahari, yakni planet-planet cebol (dwarf planets), misalnya Pluto (ditemukan 18 Februari 1930), juga berlusin-lusin bulan, jutaan asteroid, komet dan meteoroid.


Sistem Matahari kita. Sumber: Bigmamaearthacademy. Klik gambar untuk memperbesar.

Kita katakan, Bumi masuk dalam sistem Matahari. Planet-planet lain yang tidak masuk dalam sistem Matahari kita, dinamakan eksoplanet-eksoplanet.


Image Pluto yang pada 2006 dicopot dari statusnya sebagai planet, lalu digolongkan sebagai sebuah planet cebol./*/ Sumber image: NBCNews.

Nah, paling sedikit 70 FFPs di kawasan Upper Scorpius dan Ophiucus yang baru ditemukan itu tidak mengorbit bintang inang manapun. Saya mau menyebut mereka planet-planet yatim, orphaned planets, karena tidak memiliki bintang-bintang induk untuk diorbiti. Kasihan juga ya. Poor planets.

Tetapi saya jadi berpikir-pikir, apakah akhirnya FFPs tidak akan terdampar di suatu kawasan langit, menjadi anggota-anggota dari sistem- sistem eksoplanet yang memiliki satu atau lebih bintang inang? 

Baiklah kita bertanya, bagaimana FFPs dapat ada?

Sejumlah astronom yakin bahwa FFP terbentuk dari rontoknya suatu awan gas yang terlampau kecil untuk membentuk sebuah bintang. Alih-alih menjadi sebuah bintang, mereka berubah menjadi planet-planet (gas) pengembara. 

Atau, FFP adalah sebuah planet yang “ditendang ke luar” (“kicked out) atau dilontarkan atau diejeksi (“ejected) dari sistem bintang inang mereka yang masih dinamis dan tidak stabil, di dalam sistem-sistem eksoplanet-eksoplanet raksasa. Ejeksi kerap terjadi dalam 10 juta tahun pertama kehidupan suatu sistem eksoplanet.

Tetapi, ihwal bagaimana mekanisme pembentukan FFPs yang sebenarnya, masih belum diketahui.

Jika model ejeksi yang dipakai, maka mungkin ada lebih banyak FFPs yang seukuran Bumi dalam galaksi kita. 

Planet besar seukuran Jupiter (yang memiliki radius 69.911 km, atau 11 kali lebih lebar dibandingkan Bumi) sukar untuk ditendang ke luar dari sistem Mataharinya. Jadi, mungkin ada jauh lebih banyak FFPs yang seukuran Bumi yang sedang berkelana bebas dalam galaksi Bima Sakti.

Bagaimana FFPs dapat ditemukan dan citra atau image mereka diambil?

FFPs paling banyak ditemukan lewat survei-survei mikrolensing. Yakni, para astronom mengamati dalam waktu yang sangat singkat suatu eksoplanet ketika planet ini berada dalam satu garis pengamatan (dalam posisi “alignment”) dengan sebuah bintang yang melatarbelakanginya. 

Karena kejadian mikrolensing berlangsung hanya satu kali (lantaran planetnya berkelana tanpa tujuan), observasi-observasi lanjutan terhadap satu FFP tidak mungkin dilakukan.

Lazimnya, image suatu FFP mustahil dapat diperoleh lewat teleskop-teleskop berhubung planet ini tidak memantulkan cahaya yang diterimanya dari bintang manapun. Tetapi ada cara kedua, yang dipakai tim Núria Miret-Roig.

Astronom Núria Miret-Roig dan timnya berhasil memanfaatkan fakta bahwa beberapa juta tahun setelah pembentukan FFPs, planet-planet pengelana ini masih cukup panas untuk memancarkan cahaya sehingga dapat terdeteksi langsung oleh kamera-kamera yang sangat peka yang terpasang pada teleskop-teleskop besar.

Tim Núria Miret-Roig menggunakan 80.000 observasi (hasil kerja para astronom dari seluruh dunia selama 20 tahun) untuk mengukur cahaya semua anggota FFPs di kawasan Upper Scorpius dan Ophicus dengan menggunakan panjang gelombang optikal dan near-infrared.


Image di atas adalah lokasi 115 FFPs atau free-floating planets atau wandering planets, yang ditampilkan sebagai lingkaran-lingkaran kecil merah di kawasan langit Upper Scorpius dan Ophicus, Bima Sakti. Sumber gambar: SciTechDaily, 28 Desember 2021.

Sesudah itu, pengukuran dengan dua panjang gelombang itu digabung oleh mereka dengan pengukuran-pengukuran atas bagaimana FFPs tersebut bergerak melintasi langit, dalam hal ini gerakan-gerakan kecil, warna-warna dan pancaran cahaya puluhan juta sumber-sumber di kawasan langit yang luas diukur. Cara pengukuran gabungan ini memungkinkan pengidentifikasian yang stabil atas objek-objek yang paling samar di kawasan.

Temuan 70-170 FFPs ini dimungkinkan karena tim astronom tersebut memanfaatkan hasil-hasil observasi dan Arsip Astro Data observatorium NOIRLab NSF, Astro Data Lab Science Platform yang dioperasikan Community Science and Data Center (CSDC). Juga hasil-hasil observasi dari teleskop-teleskop di seluruh dunia yang berbasis di Bumi (seperti European Southern Observatory, Canada-France-Hawaii Telescope, and Subaru Telescope) dan yang mengorbit Bumi. 

Perlu diketahui, kamera Energi Gelap, dan kamera NEWFIRM (di Observatorium Kitt Peak National di Arizona), luar biasa membantu tim Núria Miret-Roig berhubung kedua kamera ini terhitung sebagai kamera-kamera widefield yang paling peka di dunia.

Sebetulnya, FFPs ditemukan pertama kali di tahun 1990-an. Tapi, temuan-temuan termutakhir di atas hampir mendobelkan jumlah FFPs yang hingga kini sudah ditemukan.

Sebagai penutup, saya ajak anda untuk membayangkan hal-hal apa yang akan terjadi jika planet Bumi ditendang mental, misalnya oleh Dewa Thor, dari sistem Matahari, lalu berubah menjadi sebuah planet pengembara yang luntang-lantung, tak jelas mau bergerak bebas ke mana, bergantung interaksi gravitasi-gravitasi yang dialaminya. 

Maka, apakah yang akan terjadi dengan semua bentuk kehidupan dan semua peradaban yang sudah dibangun manusia di planet Bumi? Tetapi, jangan khawatir, bayangan ini tidak akan terjadi sebab sistem Matahari kita sudah stabil dinamis, di usianya yang sudah mencapai 4,5 milyar tahun.

Jakarta, 30 Desember 2021
ioanes rakhmat



/*/ Catatan tentang Pluto

Pada 2006, International Astronomical Union (IAU) memutuskan mencopot status planet dari Pluto, lalu menggolongkannya sebagai sebuah planet cebol atau a dwarf planet.

Keputusan IAU itu didasarkan definisinya tentang sebuah planet. Yakni, sebuah planet harus berbentuk bulat, mengorbit bintang Matahari dan telah secara gravitasional “membersihkangaris orbitnya dari benda-benda langit lain. Dua syarat pertama dipenuhi Pluto; tapi karena garis orbital Pluto juga menjadi garis orbital objek-objek lain yang dinamakan plutino”, maka Pluto tidak lagi diberi status sebuah planet.

Namun, jika yang dipakai definisi dari abad ke-16 bahwa sebuah planet adalah suatu objek yang memiliki geologi yang aktif di ruang antariksa, maka bukan saja Pluto, tetapi juga asteroid-asteroid seperti Ceres dan Makemake, dan bulan-bulan Europa, Enceladus, Titan dan Triton, tergolong planet.

Tetapi juga ada masalah dengan definisi dari abad ke-16 tersebut, khususnya terkait kajian-kajian terhadap eksoplanet-eksoplanet yang lazimnya mustahil untuk ditentukan apakah memiliki geologi yang aktif atau nonaktif.

Lihat Tom Metcalfe, Should Pluto be a planet again? The debate rages on”, NBCNews, 30 December 2021, https://www.nbcnews.com/science/space/pluto-planet-debate-rages-rcna8848.


References

Association of Universities for Research in Astronomy (AURA), Largest Collection of Free Floating Planets Found in the Milky Way, Phys.org, 26 December 2021, https://phys.org/news/2021-12-largest-free-floating-planets-milky.html.

AURA, “At Least 70 Free-Floating Planets Discovered in a Nearby Region of the Milky Way”, SciTechDaily, 28 December 2021, https://scitechdaily.com/at-least-70-free-floating-planets-discovered-in-a-nearby-region-of-the-milky-way/.

Lihat artikel riset Núria Miret-Roig, Hervé Bouy, Sean N. Raymond, Motohide Tamura, Emmanuel Bertin, David Barrado, Javier Olivares, Phillip A. B. Galli, Jean-Charles Cuillandre, Luis Manuel Sarro, Angel Berihuete and Nuria Huélamo, “A rich population of free-floating planets in the Upper Scorpius young stellar association”, Nature Astronomy, 22 December 2021, https://www.nature.com/articles/s41550-021-01513-x.

Ikuti juga video Free Floating Planets Youtube STDaily 1 dan video Youtube STDaily 2.

Tom Metcalfe, Should Pluto be a planet again? The debate rages on”, NBCNews, 30 December 2021, https://www.nbcnews.com/science/space/pluto-planet-debate-rages-rcna8848.




Saturday, December 25, 2021

The Face of God



The loving God dwells amid humans. In His majesty and humbleness. Image source: Wikimedia Commons.


The Face of God

Are you men searching for God?
Yes, we are looking for Him
Have you found God?
Where to find Him?

Some people say
God is above the sky
If so, the birds have met Him
The clouds have touched Him

God is in the sea, others say
If so, waters've enveloped God
Fishes are swimming with God
The waves're dancing cheerfully

Other people believe firmly
God does exist
He is invisible, yet
He is formless anyway

For unbelievers God is only an idea
A cognitive projection
Of the human idea
About things in sheer perfection

Let angels tell you humans
God is among you creatures
God is visible and touchable
God is not an imaginary figure

Then, where is God?
Look at the man Jesus
If you gaze at the face of Jesus
You will see the face of God

Jesus is the human face of God
Let's know the human God
In Jesus, humans meet God
And become one with God

If you and Jesus are one
You then belong to God
And the Kingdom of God
Becomes your own home

The bright angels accompany you
Wherever you go and go
Whatever you do and do
Darkness can't overshadow you

The glorious star of Bethlehem
Shines down on you too
Tell, tell very clearly to them
The babe Jesus is so human too

The loving God dwells amid humans
In His majesty and humbleness
My tears roll down my cheeks
In quietness I love you, Jesus


Jakarta, December 25, 2021

We wish you a blissful Christmas all the time.



Friday, December 24, 2021

Zazen: Jalan menuju pencerahan (3)

 


Filsuf Heraklitus. Sumber gambar: npr.org.



Memoles batu bata


Ketika ditanya mengapa dia berlatih zazen, sang murid menjawab, “Karena aku ingin menjadi seorang Buddha.”

Maka, gurunya mengambil sebuah batu bata, dan mulai memolesnya. Sang murid pun bertanya, “Apa yang sedang engkau kerjakan?” Sang guru menjawab, “Saya sedang mencoba membuat sebuah cermin.”

“Bagaimana engkau dapat membuat sebuah cermin dengan memoles sebuah batu bata?”

“Bagaimana engkau dapat menjadi Buddha dengan berlatih zazen?

Jika engkau mengerti Zen duduk, maka engkau akan mengetahui bahwa Zen bukanlah tentang duduk atau berbaring.

Jika engkau ingin belajar Buddha yang duduk, ketahuilah bahwa Buddha yang duduk tidaklah memiliki bentuk yang sudah pasti apapun. 

Janganlah membeda-bedakan dharma yang tidak abadi. 

Jika engkau berlatih duduk sebagai Buddha, engkau harus membunuh Buddha. 

Jika engkau melekat pada bentuk duduk, engkau masih belum menguasai prinsip yang mendasar.”

Di saat sang murid mendengar nasihat itu, dia merasa seolah dia telah mengecap madu bunga yang manis.

-- Dōgen Zenji


Sudahkah anda membaca koan/1/ di atas dengan cermat, lalu merenunginya dalam-dalam?

Jika anda sedang merenunginya, perhatikanlah ke mana pikiran anda bergerak. Ikutilah, amatilah, perhatikan seberapa jauh horison-horison pikiran anda makin terbuka dan makin jernih.

Sang murid berlatih duduk bersila, berlatih zazen, supaya dia akhirnya dapat menjadi Buddha. Dia punya target, punya tujuan yang dibuatnya sudah pasti, sudah tetap, sudah difiksasi, sehingga tidak akan berubah lagi.

Segala latihan zazen duduk yang dijalankan sang murid dilekatkannya pada satu tujuan akhir, yakni menjadi Buddha.

Siapa atau apa itu Buddha? Buddha adalah orang yang mengalami pencerahan akal dan batin, orang yang sudah diterangi, dan memberi terang lewat ajaran, karya, kebajikan, keheningan, dan budi pekerti.

Begitu sang guru tahu bahwa muridnya itu melekatkan diri pada target menjadi Buddha, segera sang guru memperagakan suatu tindakan simbolik memoles sebuah batu bata.

Tentu saja, tindakan simbolik sang guru ini membuat sang murid bertanya keheranan, tidak paham.

Ya, sangatlah tidak mungkin untuk sebuah batu bata berubah menjadi sebuah cermin sekalipun telah dipoles sampai licin selicin-licinnya. Batu bata yang licin ya tetap sebuah batu bata, yang tidak bisa digunakan sebagai sebuah cermin.

Selain itu, mustahil membuat sebuah batu bata licin dan mengkilap, karena sifatnya yang rapuh, terbuat dari tanah liat yang dikeraskan lewat pemanasan, dan tidak terbuat dari bahan logam atau kaca.

Bagaimanapun juga, pertanyaan sang murid menjadi suatu pintu masuk bagi sang guru untuk membimbing sang murid ke hal-hal yang mendasar, yang esensial.

Ide utama yang diungkap sang guru dalam nasihatnya itu, dalam kata Sanskrit dikenal sebagai nekkhamma, ketidaklekatan, detachment.

Setiap insan Buddhis diajar, dididik dan dilatih untuk tidak melekatkan diri kepada hal apapun yang ada dalam dunia dan kehidupan manusia, termasuk dalam kehidupan religius dan pelatihan spiritual.

Jika kita melekatkan diri pada sesuatu, dan sesuatu itu jadi terlekat, attached, pada kita, sesungguhnya kita menambah besar peluang untuk didera lebih banyak kedukaan dan kesengsaraan.

Tetapi, jika kita sanggup tidak melekat pada sesuatu, kita mengambil posisi berjarak, atau posisi detached, maka apapun yang terjadi pada sesuatu itu--- misalnya hilang atau mati atau rusak atau busuk atau turun harganya dengan drastis---- kita tidak akan dibuat sengsara atau berduka atau tertekan berat.

Ketidaklekatan atau detachment hanya bisa menjadi sikap mental kita atau lambat-laun menjadi kebiasaan kita yang baik, jika kita juga menerima hukum impermanensi untuk segala hal dalam jagat semesta ini.

Tidak ada yang permanen, atau menetap abadi, tanpa perubahan, atau tanpa kepunahan, dalam alam semesta ini. Termasuk juga hal-hal yang menjadi bagian dari diri kita sebagai insan-insan biologis, dan semua hal yang mengiringi perjalanan kehidupan kita, sejak dilahirkan hingga wafat, sejalan dengan gerak panah waktu ke depan.

Tapi, apakah betul tidak ada yang permanen dalam jagat raya ini? Apakah benar tidak ada yang tidak berubah dalam kehidupan ini?

Menurut filsuf Yunani kuno, pra-Sokrates, Heraklitus (hidup sekitar 535-475 SM), ya ada hal yang tidak berubah. Katanya, Tidak ada sesuatupun yang permanen, kecuali perubahan itu sendiri.

Ya, yang permanen adalah impermanensi. Yang tidak berubah adalah perubahan. Yang abadi bukanlah keabadian itu sendiri, tetapi perubahan yang tidak pernah berakhir.

Kalau diibaratkan air, kehidupan ini adalah air yang terus-menerus mengalir, dari hulu sungai di puncak-puncak gunung atau dataran tinggi, hingga masuk ke muara di lelautan, lalu menguap, membubung ke atas, membentuk awan-awan di angkasa.

Pada waktunya, awan-awan pun turun atau jatuh lagi ke darat sebagai hujan. Air hujan pun mengalir lagi ke tempat-tempat yang lebih rendah, atau mengalir lebih lanjut lewat sungai-sungai.

Aliran air di sungai-sungai tak pernah berhenti, dan tidak pernah sama. Satu arus lewat, diteruskan oleh arus yang lain, terus demikian. 

Kata Heraklitus lagi, “Anda tidak dapat melangkah dua kali ke dalam sungai-sungai yang sama, sebab arus-arus air yang lainnya terus-menerus mengalir ke anda.”

Jika tidak ada satu hal pun yang permanen dalam jagat raya, termasuk kehidupan anda sendiri, dan hal-hal yang anda yakini sekarang, maka mengapa anda harus melekatkan diri anda habis-habisan pada sesuatu yang akan berubah, rusak, atau punah? 

Nah, prinsip nekkhamma dan impermanensi itulah yang menjadi dasar sang guru untuk sang murid membunuh Buddha jika dia sudah terfiksasi atau melekat kuat pada target pelatihan zazennya, yaitu menjadi Buddha yang duduk bersila.

Apapun ideal-ideal anda tentang Buddha, tentang sosok-sosok yang sudah mengalami penerangan budi, ideal-ideal anda itu tidak boleh difiksasi, diabsolutkan, dipaku mati, dibuat statis dan membeku.

Tak ada bentuk Buddha yang mutlak, yang tak berubah lagi. 

Buddha adalah sebuah kata kerja yang kontinual, bukan sebuah kata benda yang statis.

Buddha adalah suatu perjalanan, a voyage, bukan suatu tempat tujuan akhir atau a final destination.

Dengan demikian, menjadi Buddha adalah usaha-usaha yang terus-menerus, tanpa akhir, lewat latihan-latihan, untuk mengalami kemajuan-kemajuan dalam pencerahan budi.

Menjadi Buddha adalah panggilan untuk terus-menerus mengalami pencerahan-pencerahan baru, yang selalu dibarui, tanpa pernah selesai.

Ketika sang murid memahami ucapan-ucapan sang guru, dia merasakan betapa manisnya ucapan-ucapan sang guru, bak madu bunga.

Ya, sang murid kini telah paham bahwa sesuatu yang hidup itu, termasuk pelatihan spiritual, selalu berubah dan mengalir, tak dapat dikekang, tak dapat dibendung. Selalu mengalir, sebagai arus, dari momen ke momen, dari saat ke saat, yang terus-menerus memerlukan pengamatan, peninjauan, sekaligus kemajuan. Jika tidak begitu, maka sesuatu itu telah mati, mati kaku.


Jakarta, 24 Desember 2021
ioanes rakhmat


N.B. Ditulis di saat ibadah malam Natal gereja. 

Natal adalah datangnya sang Terang, datangnya Pencerahan ke dalam akal budi, hati, dan kehidupan setiap hari yang selalu datang.


Nikmati juga:

Zazen: Jalan menuju pencerahan (1)

Zazen: Jalan menuju pencerahan (2)

-------------


/1/ Koan adalah sebuah kisah atau sebuah dialog atau sebuah debat yang digunakan sebagai sebuah wahana sastra oleh para guru Zen untuk membimbing murid-murid mereka dalam pelatihan olah pikiran dan olah intuisi untuk tiba pada pencerahan budi.

Biasanya pelatihan semacam ini dilangsungkan para murid Zen dalam posisi duduk bersila, posisi teratai/lotus, dengan pikiran dibiarkan bergerak sendiri, dan mereka tinggal hanya mengikuti gerak pikiran ini. Titik awal untuk membuat pikiran selanjutnya bergerak sendiri adalah konsentrasi meditatif terhadap sebuah koan. Pelatihan semacam ini disebut zazen, yang bisa berlangsung berjam-jam lamanya, bergantung pada banyak koan yang mereka sedang renungi.

Zen adalah sebuah aliran dalam Buddhisme Mahayana, yang fokus ritual terpentingnya adalah olah pikiran dan konsentrasi pikiran dalam suatu zazen, dan bagi Zen Buddhisme pengalaman religius tertinggi adalah olah pikiran. Kata Zen sendiri berarti meditasi (Sanskrit: samādhidhyāna).

Dalam Zen Buddhisme, tak dikenal konsep teologis antropomorfik tentang Allah Yang Maha Esa/Kuasa, suatu konsep terpenting dalam agama-agama monoteistik. Keselamatan, bagi Zen Buddhisme, adalah penguasaan pikiran dan pencerahan akal budi, dan siapa diri kita ini ditentukan oleh apa yang ada dalam pikiran kita.

Menurut Zen Buddhisme, pikiran manusia adalah segalanya, dan mengendalikan pikiran adalah tugas paling mulia dalam kehidupan seorang manusia. Beragama, dalam Zen Buddhisme, bukanlah menyembah suatu Allah, melainkan mengontrol pikiran, dan lewat pikiran yang benar dan berani, orang disanggupkan melakukan kebajikan.



Thursday, December 9, 2021

Goodbye, Mr. Columbus! Lalu, siapa sebetulnya penemu benua Amerika?

 




Gambar 1. Lukisan di atas menggambarkan para pelaut Viking sedang berlayar, melintasi Laut Atlantik, menuju benua Amerika. Image credit: Hulton Archive/Getty Images. Sumber image: Inverse.


N.B. Diedit 31 Desember 2021


Dalam tulisan di blog ini yang berjudul Pohon Usia Tua di Dunia dan Studi Perubahan Iklimyang saya publikasi 30 November 2021, telah saya beberkan ilmu pengetahuan yang mengkaji cincin-cincin tahunan pepohonan, dan kegunaannya khususnya bagi studi-studi tentang perubahan iklim dunia dan global warming.

Ilmu pengetahuan itu dinamakan dendrokronologi, yang menjadi bagian dari ilmu baru yang lebih luas, yang dinamakan paleoklimatologi, yang mengkaji iklim-iklim di zaman-zaman kuno.

Well, sekarang saya mau memaparkan manfaat dendrokronologi dalam penentuan siapa dan kapan benua Amerika (Utara dan Selatan) ditemukan.

Tentu anda akan memberi reaksi cepat: Loh, bukankah penemu benua Amerika adalah Christopher Columbus?

Ya, itu pandangan lama, yang sudah lama diterima sebagai sejarah. Sekarang tidak lagi.

Kalau bukan Columbus, lalu siapa, dan kapan? 

Tentu anda penasaran, bukan?

Baiklah, saya mau membagi pengetahuan baru ini ke anda. Bacalah terus tulisan ini dengan gembira.

Sekilas tentang badai Matahari

Kita mulai dengan solar storm atau badai Matahari sebagai suatu peristiwa radiasi kosmik. Solar storms adalah wujud ekstrim dari solar winds, angin-angin Matahari. Bandingkan, angin sejuk sepoi-sepoi dengan angin topan atau angin puting-beliung atau angin badai.

Menurut NASA, badai-badai Matahari adalah anekaragam letupan massa dan energi dari permukaan Matahari. Ketika badai Matahari terjadi, energi magnetik terlepas tiba-tiba yang membuat gas-gas panas yang ada dekat permukaan Matahari atau yang ada di dalam korona Matahari terakselerasi, lalu gas yang terionisasi ini, yang disebut plasma, terlontar dengan sangat kuat./1/



Gambar 2. Ilustrasi badai Matahari. Image credit: Getty Images|Science Photo Library RF. Sumber gambar: DailyStar.



Badai Matahari memiliki kekuatan untuk mengalahkan medan magnetik Bumi yang sebetulnya berfungsi sebagai suatu perisai yang menyelubungi Bumi, dan badai ini juga mampu menyelimuti kawasan-kawasan lintang Bumi yang lebih rendah dengan partikel-partikel proton yang termagnetisasi dengan sangat kuat--- inilah yang dinamakan badai magnetik Bumi atau badai geomagnetik.

Kerusakan infrastruktur elektronik/2/

Para pakar belum lama ini memperingatkan bahwa badai Matahari yang dahsyat ----sebagai bagian dari kejadian yang lebih menyeluruh yang dinamakan Coronal Mass Ejections, atau lontaran-lontaran massa korona, pada permukaan bola bintang Matahari ---- yang menerjang Bumi (peluang terjadinya 1,6% hingga 12% per dekade) akan membuat jejaring Internet terputus bisa sampai berbulan-bulan lamanya.

Ya, karena infrastruktur elektronik yang kita telah bangun di Bumi ---- di dasar lelautan tempat meletakkan kabel-kabel tembaga Internet lintas benua, dan transformer-transformer elektronik, dan lain-lain ---- belum siap untuk menghadapi badai Matahari yang besar.

Selain itu, kita juga belum bisa memahami sepenuhnya berapa besar kerusakan yang akan ditimbulkan badai Matahari besar pada sistem telekomunikasi global lewat Internet dan satelit-satelit telkom yang mengorbit dekat Bumi.

Kita juga belum bisa memperkirakan kerusakan maksimal yang akan ditimbulkan pada ekonomi global oleh matinya Internet karena badai Matahari yang dahsyat. Diestimasi, jika Internet global terputus, kondisi ini akan menimbulkan kerugian lebih dari 7 milyar USD per hari di Amerika saja.

Ya, ihwalnya serupa dengan tidak siapnya kita dalam menghadapi pandemi Covid-19 di akhir 2019, lalu di tahun 2020 hingga ujung tahun 2021 ini. 

Tetapi, kata para pakar epidemiologi, kini, setelah dua tahun lebih pandemi ini berlangsung, kita sudah lebih siap dalam menghadapi varian-varian baru SARS-CoV-2, misalnya varian Omicron (yang memiliki mutasi sampai 50, kurang lebih dobel atau tripel jumlah mutasi pada varian Delta)./3/

Ya, kini kita, yang akan segera masuk ke tahun 2022, sudah lebih siap karena vaksin-vaksin yang ampuh sudah diproduksi dan dapat disetel kembali untuk melawan varian-varian baru. Juga obat-obatan baru, berbagai metode diagnostik dan terapi-terapi yang efektif, sudah tersedia. 

Yang paling mutakhir diberitakan adalah bahwa obat eksperimental antivirus produksi Pfizer, yang dinamakan pil Paxlovid, terbukti mampu memangkas risiko masuk rumah sakit dan kematian sampai 89%. Dr. Anthony Fauci menyatakan kepada CNN bahwa pil ini potensial menyelamatkan nyawa setiap orang, baik yang sudah divaksinasi maupun yang belum./4/

Dan, patut diingat, kekebalan relatif terhadap virus corona sekarang ini sudah dimiliki sangat banyak orang di dunia, yang juga mempunyai sel-sel limfosit T dan sel-sel memori B dalam tubuh mereka. Tapi, hingga saat ini, seluk-beluk sel-sel T dan sel-sel memori B, terkait virus corona, belum banyak diketahui.

Tentu, faktanya ada jauh lebih banyak orang yang belum divaksinasi, dus rentan terinfeksi. Kita sudah mengetahui bahwa pandemi Covid-19 akan signifikan tertanggulangi jika 75% hingga 80% penduduk dunia sudah memiliki imunitas, dus herd immunity pada tingkat global tercapai. Namun, sekarang ini para epidemiolog sudah melepaskan harapan bahwa herd immunity lokal, regional dan global akan dapat dicapai, lantaran hal-hal yang disebut dalam bagian ini dari tulisan ini./5/

Yang sedang serius diteliti sekarang ini adalah sampai seberapa jauh varian Omicron dapat berkelit dan menghindar dari antibodi-antibodi yang sudah terbentuk. Sejumlah riset, kini makin menguatkan fakta bahwa Omicron memang mampu mengelak dari imunitas yang dihasilkan vaksin-vaksin atau yang didapat lewat kesembuhan.

Selain itu, kini makin terkonfirmasi bahwa varian Omicron yang telah mengalami banyak mutasi memperlemah kekuatan-kekuatan antibodi-antibodi yang dihasilkan sistem imun untuk melawan infeksi virus.

Tapi, terbentuknya antibodi-antibodi --- setelah sekian minggu menerima dosis lengkap vaksin mRNA Pfizer, misalnya --- masih mampu mencegah penyakit Covid-19 yang parah pada orang yang telah terinfeksi atau terinfeksi kembali varian Omicron; juga mencegah hospitalisasi dan kematian.

Maka, sekarang ini, dilihat keperluan untuk orang menerima suntikan booster (dosis ketiga penguat) secara berkala--- dus Covid-19 makin jelas sedang menjadi suatu penyakit endemik./6/

Direktur Jendral WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, baru saja menyatakan bahwa dampak varian Omicron masih sulit diketahui. Tetapi, lanjutnya, fitur-fitur tertentu Omicron (misalnya, mampu berkelit dari antibodi-antibodi penetralisir yang sudah dihasilkan, dan menyusutkan proteksi oleh antibodi-antibodi yang sudah dihasilkan oleh, misalnya, vaksin mRNA Pfizer-BioNTech), dan penyebarannya yang cepat ke seluruh dunia (kini sudah ditemukan di 57 negara), menyarankan bahwa varian Omicron dapat berdampak besar pada arah jalan pandemi di depan ini./7/

Jika sekarang keadaannya begitu dengan pandemi Covid-19, apakah kita juga perlu mencemaskan ancaman badai Matahari yang dahsyat?

Tak perlu dicemaskan. Tetaplah happy dalam menjalani kehidupan kita ke depan. 

Meski kita tidak bisa mengontrol bintang Matahari kita, kita tahu pasti bahwa badai Matahari yang besar tidak akan menimbulkan kerusakan yang menyeluruh jika jejaring Internet lokal dan regional sudah menggunakan kabel-kabel optik fiber.

Selain itu, badai Matahari yang dahsyat tidak akan menimbulkan dampak dan ancaman serius langsung terhadap berbagai bentuk kehidupan di muka Bumi. Yang ada, risiko-risiko tidak langsung.

Badai Matahari dan cincin pohon

Oleh suatu tim ilmuwan yang memakai dendrokronologi dalam hubungan dengan level radiokarbon pada suatu cincin pohon, badai Matahari dipahami sebagai suatu peristiwa pancaran dan lontaran sangat kuat (burst) partikel-partikel sinar-sinar kosmik (cosmic rays), yang masuk ke atmosfir Bumi, lalu bertabrakan dengan atom-atom. Alhasil, volume carbon di atmosfir Bumi mengalami peningkatan.

Sebetulnya, badai Matahari adalah bagian dari peristiwa kosmik yang lebih besar dan dahsyat yang dinamakan sinar-sinar kosmik atau cosmic rays (pertama kali ditemukan oleh fisikawan Victor Hess tahun 1912, yang kemudian dibuktikan oleh fisikawan Robert Millikan). 

Cosmic rays adalah partikel-partikel berenergi besar yang bermuatan (lazimnya proton-proton), yang terlontar bergerak melanglang jagat raya dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya, dengan gerak yang makin dipercepat oleh medan magnit dalam awan-awan gas di dunia antarbintang.

Partikel-partikel sinar-sinar kosmik yang berenergi besar ini ada di mana-mana. Sebagian berasal dari aktivitas Matahari kita. Sebagian dari bintang-bintang yang meledak (supernovae), dan dari kawasan sekitar lubang-lubang hitam dan quasar-quasar. Sebagian lagi dari peristiwa-peristiwa lain yang melepaskan energi sangat besar di dunia antarbintang dan antargalaksi./8/

Nah, sinyal-sinyal radiokarbon yang terkonsentrasi akibat sinar-sinar kosmik ini, yang datang dari atmosfir, akan terekam pada cincin-cincin pohon di seluruh dunia, yang terlihat pada anomali peningkatan Carbon-14 (¹⁴C) pada suatu cincin pohon.

Pengkajian atas cincin-cincin pohon tua yang merekam sinyal-sinyal radiokarbon atmosferik yang timbul dari badai Matahari, akan menghasilkan pengetahuan-pengetahuan tentang artefak-artefak dan usia mereka, kejadian-kejadian dalam lingkungan alam, dan peristiwa-peristiwa kultural di masa lampau.

Temuan di situs L’Anse aux Meadows

Dengan bertolak dari pengetahuan yang sudah dihasilkan di tahun 2013 bahwa di tahun 992 M telah terjadi peristiwa badai besar Matahari,/9/ dan lewat pengkajian cincin-cincin pohon yang terlihat pada tiga bilah artefak batang kayu yang ditebang para pelaut Viking (bangsa Skandinavia kuno, dengan masa jaya 793-1066 M) yang terdapat pada lapisan-lapisan permukaan tanah di situs arkeologis cagar budaya PBB yang ditemukan 1960, L’Anse aux Meadows (selanjutnya ditulis singkat saja: situs LAMed), provinsi Newfoundland, sebelah timur Kanada, suatu tim ilmuwan berhasil menentukan kapan bangsa Viking dari Eropa, dalam pelayaran transatlantik mereka, tiba di Amerika, di Newfoundland. 

Artikel riset tim ilmuwan ini, yang dipimpin dua geolog Michael W. Dee dan Margot Kuitems dari Universitas Groningen, Belanda, sudah dipublikasi di jurnal Nature, edisi 20 Oktober 2021./10/




Gambar 3. Peta pelayaran para pelaut Viking, bertolak dari Islandia, sampai tiba di pulau Newfoundland, dan lokasi situs LAMed. Tercantum, kronologi yang lama, yang sudah perlu direvisi. Image credit: Terry Curbishley. Sumber gambar: Pinterest.com. Klik gambar untuk memperbesar.



Situs LAMed berada pada ujung terutara pulau Newfoundland yang menyembul dari Kanada timur (lihat peta di atas ini). Di kawasan ini, pada masa itu, di tahun 1.000-an, sudah ada penduduk bumiputeranya, yakni Inuit, Innu, dan Mi'kmaq.




Gambar 4. Suatu rekonstruksi sebuah pemukiman para pelaut bangsa Viking di Newfoundland. Berlokasi dekat situs LAMed. Credit: Glenn Nagel Photography. Sumber gambar: Inverse.


Selain tiga bilah artefak kayu tersebut, dari situs LAMed para peneliti juga menemukan artefak-artefak bangsa Viking lainnya, seperti paku-paku, jarum-jarum, lempengan-lempengan perunggu, dan gelendong-gelendong benang/tali yang berdesain khas Viking. Semua artefak lainnya ini dibuat dengan menggunakan mata-mata pisau logam yang tidak dibuat dan tidak dipunyai penduduk-penduduk asli di kawasan itu.



Gambar 5. Foto gubuk Viking hasil rekonstruksi, berlokasi dekat situs LAMed. Credit: Glenn Nagel Photography. Sumber: ScienceNewsFS.


Ya, para pelaut Viking tiba di Newfoundland pada tahun 1021 M, seribu tahun lalu, dan 471 tahun sebelum Christopher Columbus. 

Kita tahu, bahwa Columbus adalah seorang penjelajah dan pelaut Italia, yang memulai pelayaran pertamanya Agustus 1492 (lalu menginjakkan kaki di Amerika 12 Oktober 1492) dari keseluruhan empat pelayarannya menyeberangi Laut Atlantik.

Mengapa tahun 1021?

Bagaimana tahun 1021 bisa ditentukan oleh tim ilmuwan tersebut?




Gambar 6. Bilah-bilah kayu/pepohonan yang terlihat sekarang, yang berasal dari tahun 1021, yang telah dianalisis para dendrokronolog dengan sangat cermat. Image credit: Michael W. Dee et al./Nature. Sumber gambar: Inverse


Tim peneliti memakai tahun radiasi kosmik 992 sebagai “penanda waktu” atau “time marker” ketika mereka mau menentukan usia bilah-bilah potongan kayu yang diperoleh dari situs LAMed, dengan memakai teknik yang dinamakan spektrometri massa akselelator presisi tinggi” (high-precision accelelator mass spectrometry).

Nah, mereka menemukan sinyal-sinyal peningkatan atau anomali radiokarbon pada cincin-cincin tiga bilah artefak kayu tersebut, dengan waktu cincin ketiganya jatuh pada tahun 993 M (setahun dibutuhkan untuk sinyal radikarbon terbentuk pada cincin pohon setelah peristiwa badai Matahari tersebut).




Gambar 7. Image mikrokospik salah satu potongan kayu yang diekstrasi dan dianalisis tim ilmuwan. Image credit: Petra Doeve. Sumber image: Inverse.


Selain itu, dengan mengkaji kondisi perkembangan sel-sel muda dan sel-sel tua pada sisi tepi luar artefak-artefak kayu yang dipakai, para dendrokronolog juga dapat menentukan dengan persis kapan sebuah pohon ditebang atau kapan musim penebangan pohon tiba.

Setelah semua cincin ditelusuri ke pinggir dengan bertolak dari cincin tahun 993, masih diperoleh 29 cincin sebelum penebangan pohon oleh bangsa Viking tersebut. Dari situ, diperoleh angka 1021 sebagai tahun tibanya mereka di Amerika, lalu membangun pemukiman dari batang-batang pohon yang ditebang.

Jadi, tahun 1021 M ditetapkan oleh para ilmuwan peneliti tersebut sebagai tahun penemuan benua Amerika oleh para pelaut Viking.

Dua kisah epik Islandia

Temuan mereka juga selaras dengan info-info yang terdapat dalam kisah-kisah epik atau saga-saga bangsa Islandia, seperti The Saga of Erik the Red, dan The Saga of the Greenlanders.

Dua saga itu menuturkan petualangan-petualangan bangsa pelaut Viking hingga mencapai benua Amerika, dan interaksi mereka dengan orang-orang bumiputera setempat. 

Dilihat dari sudut tertentu, penentuan tahun 1021 juga mendukung kebenaran kejadian-kejadian yang dikisahkan dalam saga-saga tersebut, setelah sebelumnya saga-saga ini diasalkan oleh para pakar peneliti pada kurang lebih tahun 1.000.

Tahun 1021, penting!

Kini, tahun 1021 menjadi momen pertama yang diketahui, saat di mana manusia pertama kali berhasil penuh mengelilingi Bumi lewat pelayaran lelautan. Inilah pelayaran sirkumnavigasi pertama.

Lebih penting lagi, tahun 1021 sekarang menjadi titik pengikat dan pembatas yang definitif bagi riset-riset selanjutnya tentang aktivitas-aktivitas pelayaran transatlantik, seperti transfer pengetahuan, pertukaran info-info genetik yang potensial terjadi, biota, dan patologi-patologi.

Penutup

Jadi, pohon-pohon (tua) memberi kita banyak info penting, misalnya tentang apakah perubahan iklim itu terjadi alamiah ataukah akibat perbuatan manusia dalam membangun peradaban tanpa memelihara kelestarian lingkungan alam, dan juga tentang gambaran sejarah yang harus diubah.

Dalam buku-buku sejarah dunia, nama Christopher Columbus kini harus diganti dengan nama bangsa Viking sebagai penemu benua Amerika. Kecuali, muncul kajian-kajian tandingan yang mengajukan falsifikasi terhadap temuan tim ilmuwan di atas.

Kita niscaya sepakat bahwa pepohonan (tua) menyimpan banyak pengetahuan dan kearifan, yang jika ditemukan dan dimanfaatkan, akan membuat manusia makin berpengetahuan luas dan makin arif. 

Jadi, sayangi pepohonan sama seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Learn, learn, learn from our Mother Nature!


Jakarta, 9 Desember 2021
ioanes rakhmat


N.B. diedit 31 Desember 2021


References

/1/ Sten Odenwald, What are solar storms and how they affect the Earth?, NASA,
https://image.gsfc.nasa.gov/poetry/ask/a10624.html.

/2/ John Loeffer, “The Internet could go down for months the next time our Sun has a tantrum”, TechRadar, 8 September 2021, https://www.techradar.com/uk/news/the-internet-could-go-down-for-months-the-next-time-our-sun-has-a-tantrum.

Lihat juga Robin Cottle, Severe solar storm could cause ‘Internet Apocalypse’ for months, experts warn, DailyStar, 8 September 2021, https://www.dailystar.co.uk/news/latest-news/severe-solar-storm-could-cause-24934100.

/3/ Lihat Helen Branswell, “A reason for optimism on Omicron: our immune systems are not blank slates”, StatNews, 1 December 2021, https://www.statnews.com/2021/12/01/a-reason-for-optimism-on-omicron-our-immune-systems-are-not-blank-slates/.

/4/ Maggie Fox, “Studies add to evidence Omicron sneaks past vaccines but may cause milder disease”, CNN, 14 December 2021, https://edition.cnn.com/2021/12/14/health/omicron-variant-south-africa-details/index.html.

/5/ Sheldon H. Jacobson, Why COVID-19 herd immunity now looks unattainable, Cleveland.com, 10 December 2021, https://www.cleveland.com/opinion/2021/12/why-covid-19-herd-immunity-now-looks-unattainable-sheldon-h-jacobson.html.

/6/ Michaeleen Doucleff, Studies suggest sharp drop in vaccine protection vs. Omicron---- Yet cause for optimism”, NPR, 8 December 2021, https://www.npr.org/sections/goatsandsoda/2021/12/08/1062352212/studies-suggest-sharp-drop-in-vaccine-protection-v-omicron-yet-cause-for-optimis.

/7/ Annika Kim Constantino, “WHO says Omicron variant could change the course of the Covid pandemic”, CNBC, 8 December 2021, https://www.cnbc.com/2021/12/08/who-says-omicron-covid-variant-could-change-the-course-of-the-pandemic.html.

/8/ John P. Millis, Cosmic Rays”, ThoughtCo, updated 10 January 2020, https://www.thoughtco.com/history-and-sources-of-cosmic-rays-3073300.

/9/ Lihat artikel riset Fusa Miyake, Kimiaki Masuda and Toshio Nakamura, Another rapid event in the carbon-14 content of tree rings”, Nature Communications 4, article number 1748 (2013), 23 April 2013, https://www.nature.com/articles/ncomms2783.

Lihat juga Allison Eck, Evidence of ancient solar storms in tree rings could pinpoint major historical events”, Nova, 19 August 2016, https://www.pbs.org/wgbh/nova/article/evidence-of-solar-storms-in-tree-rings-could-help-pinpoint/

Lihat juga Allison Eck, Space Archaelogists Used Infrared Imaging to Find New Viking Site”, Nova, 5 April 2016, https://www.pbs.org/wgbh/nova/article/space-archaeologists-used-infrared-imaging-to-find-new-viking-site/

/10/ Tim peneliti dipimpin oleh Michael W. dee dan Margot Kuitems. Untuk artikel riset mereka, lihat Margot Kuitems, Birgitta L. Wallace,..., Michael W. Dee, Evidence for European presence in the Americas in AD 1021”, Nature, 20 October 2021, https://www.nature.com/articles/s41586-021-03972-8.

Laporan populernya, lihat Sarah Sloat, Viking Discovery Changes History And Supports Ancient Lore”, Inverse, 21 October 2021,
https://www.inverse.com/innovation/viking-discovery-changes-history.

Baca juga Will Dunham (edited by Rosalba OBrien), Goodbye, Colombus: Vikings crossed the Atlantic 1,000 years ago, Reuters, via news.yahoo.com, 20 October 2021, https://news.yahoo.com/goodbye-columbus-vikings-crossed-atlantic-151018702.html.



Tuesday, November 30, 2021

Pohon Usia Tua di Dunia dan Studi Perubahan Iklim

 


Pohon OLD TJIKKO


Apakah anda menyukai pohon-pohon tua, bahkan sangat tua, berusia ribuan tahun? Jika ya, apa perasaan yang muncul di hati anda ketika berhadapan dengan, misalnya, sebuah pohon tua usia kurang lebih 5.000 tahun? 

Kalau saya, ya akan saya peluk lebih dulu pohon tua itu untuk merasakan (kalau bisa) energinya yang besar. Lalu menyapanya dengan kata-kata dalam hati. Di saat melakukan hal-hal ini, saya percaya bahwa saya sedang berkomunikasi dengan sebuah pohon tua yang juga mampu berkomunikasi.

Apakah anda pernah merasakan bahwa diri anda begitu kecil dibandingkan pohon-pohon sangat tua? Saya merasakannya berulangkali.

Nah, saya bertanya lagi. Apakah anda sudah pernah mendengar sebuah pohon tua yang diberi nama Old Tjikko oleh penemunya, seorang pakar geografi fisikal dari Universitas Umeå, Departemen Ekologi dan Sains Lingkungan, Swedia, Prof. Leif Kullman? Nama Old Tjikko diambil dari nama almarhum anjing kesayangan sang profesor.


Old Tjikko

Pohon Old Tjikko adalah pohon cemara Norwegia yang tumbuh di Gunung Fulufjället (di ketinggian 910 m), di provinsi Dalarna, Swedia, dengan tinggi batangnya mencapai 5 m.

Semula, pohon cemara Old Tjikko yang batangnya terlihat tinggi menjulang termashyur sebagai “pohon tertua di dunia dengan usia 9.550 tahun. Tetapi, sebetulnya batang pohon Old Tjikko yang sekarang terlihat ini (lihat gambar di atas) berusia masih muda, baru beberapa ratus tahun saja, sekitar 375 tahun. Kenapa bisa begitu?

Ya, karena Old Tjikko bukanlah sebuah pohon tua individual tunggal, melainkan sebuah pohon cemara klonal yang batang barunya muncul ketika batang-batang sebelumnya telah mati, tetapi masih meninggalkan sistem akar yang masih hidup.


Kloning vegetatif dan “layering

Dari sistem akar yang masih hidup ini, selalu tumbuh sebatang pohon cemara baru (lengkap dengan cabang-cabang dan ranting-ranting) yang dapat bertahan hidup hanya antara 500-600 tahun sebelum diganti batang pohon yang baru lagi. Proses bertahan hidup semacam ini dinamakan kloning vegetatif.

Pohon Old Tjikko juga dapat bertahan hidup dalam usia panjang lewat proses yang dinamakan “layering” atau “pelapisan”. Lewat proses ini, sebuah atau lebih akar baru muncul ketika di musim dingin cabang-cabang pohon menyentuh tanah karena bobot tekanan dari salju yang menumpuk pada ranting-ranting dan cabang-cabang pohon. Sistem akar yang baru muncul ini menumbuhkan batang-batang pohon cemara yang baru.

Lewat proses kloning vegetatif dan proses “layering” inilah, pohon Old Tjikko telah bertahan hidup ribuan tahun sejak sistem akar tertuanya muncul dari bibit yang jatuh di permukaan tanah pegunungan, dengan lingkungan hidup primordial yang ekstrim keras, diterjang angin yang keras dan sangat dingin. Untuk bisa bertahan hidup dalam habitat yang keras ini, pepohonan berlindung pada timbunan salju, atau berlindung pada tumpukan bebatuan.

Jadi, formasi asli pohon cemara Old Tjikko dulu bukanlah sebagai sebatang pohon tunggal yang menjulang tinggi ke atas, melainkan sebagai semak atau belukar cemara-cemara cebol merunduk yang berbatang kecil dan pendek. Formasi ini disebut juga formasi krummholz, dari dua kata Jerman krumm (artinya: tertekuk, merunduk, bengkok, melengkung) dan Holz (artinya: pohon atau kayu).


Carbon-14 dating dan dendrokronologi

Lewat teknik carbon-14 dating terhadap material tetumbuhan yang memiliki kecocokan genetik yang dikumpulkan dari lapisan-lapisan tanah di bawah pohon Old Tjikko, ditemukan sistem-sistem akar yang berusia 375 tahun, 5.660 tahun, 9.000 tahun, dan yang tertua 9.550 tahun.

Selain teknik carbon dating, juga ada teknik lain pengukuran usia sebuah pohon tua, yang dinamakan teknik dendrokronologis, yang berpatokan pada cincin-cincin (“rings”) konsentris yang terbentuk pada penampang batang pohon tahun demi tahun sepanjang usia pohon.

Setiap cincin pohon menandakan satu tahun kehidupan sebuah pohon, dan lebar cincin dapat mengindikasikan stresor-stresor lingkungan.



Cincin-cincin pohon dapat menjadi penanda waktu terjadinya badai Matahari. Image credit: Kathleen Tyler Conklin. Sumber image: Nova, 19 Agustus 2016. 


Tetapi, teknik dendrokronologis tidak dapat dipakai untuk menentukan usia sebuah pohon klonal tua seperti pohon cemara Old Tjikko.

Diakui, penentuan usia sebuah pohon lewat carbon dating memang tidak cukup akurat. Tetapi, dari hasil pengukuran carbon-14 dating yang sudah dilakukan terhadap sistem-sistem akar pohon Old Tjikko, para peneliti dapat mengestimasi bahwa sistem akar tertua pohon Old Tjikko telah menumbuhkan pohon cemara pertamanya pada kurun sekitar 7.550 SM. Lebih tua dari usia 9.550 tahun untuk usia suatu pohon tidak dimungkinkan di Swedia karena lapisan-lapisan es menutupi negara ini sampai berakhirnya zaman es terakhir sekitar 11.000 tahun lalu.

Melihat kenyataan sekarang bahwa pohon cemara Old Tjikko terus tumbuh tegak makin tinggi, tidak lagi dalam formasi semak belukar yang merunduk, Prof. Leif Kullman menyimpulkan bahwa kondisi ini terjadi karena iklim sedang berubah lantaran pemanasan global.


Pohon pinus bristlecone

Mari sekarang kita menuju White Mountains atau “Pegunungan Putih” di California, Amerika, yang lingkungan alamnya keras sehingga pepohonan sulit tumbuh di sana. Tetapi ada sejenis pohon yang cocok tumbuh di sana, yaitu pohon pinus bristlecone yang batangnya tumbuh meliuk-liuk, tak beraturan (gnarled bristlecone pine”).

Pohon pinus jenis ini masuk dalam keluarga Pinaceae, genus Pinus. Ada tiga spesies, yakni Pinus longaeva, Pinus aristata, dan Pinus balfouriana. Salah satunya, spesies Pinus longaeva, adalah salah satu bentuk kehidupan individual tertua di Bumi.


Pohon Methuselah



Pohon Methuselah, usia 4.800 tahun. Spesies Pinus longaeva. Image credit: Piriya Photography|Getty Images. Sumber gambar: The Guardian.


Sejauh diketahui, pohon pinus bristlecone tertua yang tumbuh di White Mountains sudah berusia 4.800 tahun sebagai sebuah pohon individual yang diberi nama Pohon Methuselah. Pohon ini tumbuh di dalam Inyo National Forest, di lokasi yang dirahasiakan untuk mencegah vandalisme.


The Patriarch Tree

Selain itu, juga ada pohon sejenis yang diberi nama Pohon Bapak Leluhur atau Patriarch Tree, yang berusia lebih muda, kurang lebih 1.500 tahun.


Pohon Bapak Leluhur, Patriarch Tree, usia 1.500 tahun. Sumber gambar: CbsNews.


Dua pohon pinus tua tersebut mampu tumbuh di lingkungan alam yang keras, tanpa hujan, di mana tanaman lain tak dapat tumbuh sehingga keduanya tidak memiliki kompetitor, dan juga tidak diganggu manusia. Pohon pinus jenis ini cenderung menduduki tanah terbuka yang baru.


Pohon Pinus aristata



Di atas ini, foto pohon Pinus aristata (atau bristlecone Rocky Mountain), yang tumbuh di Scenic Area Pike National Forest, Black Mountain, Colorado, Amerika. Diestimasi, usianya pada 1992 sudah mencapai 2.480 tahun. Jika masih hidup (semoga saja), di tahun 2021 usianya mencapai 2.509 tahun. Image credit: David Rasch. Sumber gambar: American Conifer Society.

Usia pohon-pohon pinus bristlecone itu diketahui lewat teknik dendrokronologis. 

Teknik ini jangan anda bayangkan dijalankan dengan menggergaji batang sebuah pohon sampai tumbang untuk bisa melihat penampangnya yang padanya cincin-cincin pohon terlihat. Bukan begitu. 



Sampel inti pohon

Perhatikan foto di atas. Dua orang sedang mengambil sampel inti sebatang pohon tua, lewat sebuah pipa kecil sebagai sebuah bor kecil yang diputar dengan tangan, lalu masuk ke dalam batang pohon. Sumber gambar: CbsNews.

Para dendrokronolog mengumpulkan sampel-sampel inti pohon-pohon cuma selebar batangan pinsil, dengan mengebor secara manual batang pohon dengan sebatang pipa kecil yang diputar yang akan berisi bagian dalam batang pohon ketika sudah dicabut. 




Pada foto di atas ini terlihat sampel inti bagian dalam sebatang pohon, yang berukuran sebesar batang pinsil. Sampel ukuran kecil ini, yang diambil dengan cara yang tidak membahayakan pohon, memperlihatkan cincin-cincin pohon. Sumber gambar: CbsNews.


Kapsul waktu

Menurut Matt Salzer, dendrokronolog dari Laboratorium Riset Cincin-Pohon, Universitas Arizona (lab cincin-pohon yang tertua di dunia dan paling terkenal), “setiap cincin pohon tahunan menyerupai sebuah kapsul waktu lingkungan hidup untuk tahun terkait yang darinya setiap cincin terbentuk. Dan cincin ini berisi banyak jenis informasi yang berbeda, yakni informasi kimiawi, informasi pertumbuhan, informasi iklim.


Perhatikan dengan cermat foto di atas, foto sebuah penampang pohon yang memperlihatkan alur sebagian cincin-cincin tahunan dan pada tahun berapa cincin-cincin ini terbentuk. Dipamerkan di Gedung Bryant Bannister Tree-Ring, Universitas Arizona, Tucson, 15 Oktober 2021. Image credit: Melanie Stetson Freeman. Sumber image: csMonitor. Klik gambarnya untuk memperbesar.

Sebetulnya, ilmu dendrokronologi adalah bagian dari bidang keilmuan yang baru yang lebih luas, yang dinamakan paleoklimatologi, yakni suatu kajian ilmiah iklim di zaman-zaman kuno. 


Manfaat dendrokronologi

Dendrokronologi, atau paleoklimatologi, sangat relevan bagi kajian-kajian perubahan iklim dan pemanasan global.

Dari studi-studi dendrokronologi, yang meneliti cincin-cincin pohon-pohon tua dari berbagai bagian dunia, akan diketahui hal-hal berikut.

• Kebakaran hutan dan waktu terjadinya

• Banjir-banjir yang melanda

• Cuaca kering yang membuat air sangat langka tersedia

• Pola-pola cuaca yang ekstrim

• Stresor-stresor yang datang dari lingkungan terhadap pepohonan, misalnya kurun kekeringan selama satu tahun, atau kurun satu tahun yang sangat dingin (misalnya, karena abu yang disemburkan oleh letusan besar sebuah gunung berapi menutupi atmosfir Bumi sehingga cahaya Matahari terhalang masuk ke Bumi), atau air yang berlimpah, atau suhu udara yang hangat, atau kebakaran, atau kehadiran serangga-serangga yang berbahaya, atau bahkan radiasi dan kejut gelombang panas dari angkasa, misalnya badai Matahari atau solar storm, atau cosmic rays yang jauh lebih dahsyat, yang meninggalkan sinyal-sinyal radiokarbon pada cincin-cincin pohon bagi generasi-generasi yang akan datang.

• Sistem-sistem alamiah Bumi yang menentukan iklim dan suhu udara jauh sebelum manusia mengembangkan instrumen-instrumen perekam suhu udara

• Perubahan-perubahan iklim yang pernah dan sedang terjadi

• Dampak molekul-molekul yang tak terlihat yang disebarkan udara ke seluruh dunia

• Densitas atau kepadatan dan kepekatan batang pohon hingga komposisi isotopik kimiawi pohon

• Liniwaktu (“timeline”) iklim-iklim beribu-ribu tahun ke belakang sebelum Revolusi Industri (c. 1760-1820/1840)

Liniwaktu ini dapat menyediakan jawaban-jawaban terhadap satu pertanyaan pokok yang muncul dalam percakapan tentang perubahan iklim di zaman modern, misalnya apakah temperatur dunia, global warming, bersama peristiwa-peristiwa cuaca ekstrim (seperti kekeringan, banjir besar, salju yang turun ekstrim banyak), adalah bagian dari suatu pola alamiah, ataukah disebabkan perilaku manusia.

Sampel-sampel cincin-cincin pepohonan dari seluruh dunia yang dikumpulkan para dendrokronolog akan memadukan dan mempertemukan liniwaktu-liniwaktu global.

• Hubungan dan interseksi antara klimatologi, ekologi, dan sejarah insani

• Pola-pola “arus jet” (“jet stream”) yang berfluktuasi dinamis, terjadi apakah sebagai akibat dari perubahan iklim yang dibuat manusia di masa kini, atau karena penyebab-penyebab alamiah

“Arus jet” adalah hembusan yang dinamis fluktuatif arus angin di atmosfir yang lebih tinggi, yang membentuk perbatasan antara kawasan Arktik (kawasan kutub, kawasan paling utara Bumi) yang lebih dingin dan kawasan tropis yang lebih hangat

Atau, pola-pola “arus jet” yang datang dari barat yang berpengaruh pada suhu udara di seluruh dunia

• Bagaimanakah “arus jet” dapat telah berubah di masa lalu, khususnya sebelum Revolusi Industri, sebelum kita mulai memasok terlalu banyak gas CO2 ke dalam atmosfir

• Tiba pada suatu kepastian bahwa perubahan iklim yang sedang terjadi adalah akibat perbuatan manusia

• Pengetahuan yang mendasar tentang bagaimana manusia masa kini harus bertempur melawan perubahan iklim.

Direktur Laboratorium Cincin-Pohon Columbia, Edward Cook, menyatakan bahwa “cincin-cincin pohon dapat membantu kita setidaknya untuk mengurangi ketidakpastian tentang apa yang dapat kita katakan tentang ihwal bagaimana suhu hangat dewasa ini berkaitan dengan masa lalu, sebelum desakan gas rumah kaca menjadi isu yang kini signifikan.


Intermeso: Dendrokronologi dan bangsa Viking

Stresor yang berupa badai Matahari, saya perlu uraikan lebih lanjut, karena penelitian suatu cincin pohon yang dihasilkan badai ini baru saja mengubah sejarah siapa penemu benua Amerika yang pertama. Kini bukan lagi Christopher Columbus, penjelajah dan navigator Italia, yang pernah tiba di benua Amerika 1492. Lantas, siapa? Ya, teruskan membaca tulisan ini.

Badai Matahari (solar storm) adalah suatu peristiwa pancaran sangat kuat (burst) partikel-partikel sinar-sinar kosmik (cosmic rays), yang masuk ke atmosfir Bumi, lalu bertabrakan dengan atom-atom. Akibatnya, volume karbon atmosferik meningkat. Nah, sinyal-sinyal radiokarbon yang terkonsentrasi ini, yang datang dari atmosfir, akan terekam pada cincin-cincin pohon di seluruh dunia, yang terlihat pada peningkatan Carbon-14 (¹⁴C) pada suatu cincin pohon.

Nah, pengkajian atas cincin-cincin pohon tua yang merekam sinyal-sinyal radiokarbon atmosferik yang timbul dari badai Matahari, akan menghasilkan pengetahuan-pengetahuan tentang artefak-artefak dan usia mereka, kejadian-kejadian dalam lingkungan alam, dan peristiwa-peristiwa kultural di masa lampau.

Dengan bertolak dari pengetahuan yang sudah ada, bahwa di tahun 992 M telah terjadi peristiwa badai besar Matahari, dan lewat pengkajian cincin-cincin pohon yang terlihat pada tiga artefak batang kayu yang ditebang para pelaut Viking (ras Skandinavia kuno, dengan masa jaya 793-1066 M) yang ditemukan di situs arkeologis L’Anse aux Meadows, Newfoundland, Kanada, suatu tim ilmuwan berhasil menentukan kapan bangsa Viking dari Eropa, dalam pelayaran transatlantik mereka, tiba di Amerika, di Newfoundland, Kanada. Yakni, pada tahun 1021 M, seribu tahun lalu, dan 471 tahun sebelum Columbus memulai pelayaran pertamanya (Agustus 1492, kemudian menginjakkan kaki di Amerika 12 Oktober 1492).

Tim peneliti menemukan sinyal-sinyal peningkatan radiokarbon pada cincin-cincin tiga belahan artefak kayu tersebut, dengan waktu cincin ketiganya jatuh pada tahun 993 M (setahun dibutuhkan untuk sinyal radikarbon terbentuk pada cincin pohon setelah peristiwa badai Matahari tersebut). 

Setelah semua cincin ditelusuri ke pinggir, ke arah luar, melanjutkan cincin tahun 993, masih diperoleh 29 cincin sebelum penebangan pohon oleh bangsa Viking tersebut. Dari situ, diperoleh angka 1021 sebagai tahun tibanya mereka di Amerika, lalu membangun pemukiman dari batang-batang pohon yang ditebang. Jadi, tahun 1021 M ditetapkan oleh para ilmuwan peneliti tersebut sebagai tahun ditemukannya Amerika oleh para pelaut Viking. 

Lebih jauh tentang bangsa Viking menemukan benua Amerika, bacalah tulisan saya Goodbye, Mr. Columbus! di blog ini. 

Nyata bukan, bahwa studi dendrokronologis dapat mengubah sejarah yang sudah diterima selama ini? Ya, tentu.


Penutup

Apapun juga, makin jelas bagi kita, dan makin penting untuk kita ketahui, bahwa kajian-kajian ilmiah terhadap cincin-cincin pohon berperan besar dalam usaha serius global untuk mengatasi perubahan iklim. 

Pada saatnya nanti, jika tak tertanggulangi, perubahan iklim akan menimbulkan disrupsi-disrupsi global yang besar dan mengerikan dalam penataan kehidupan manusia dan organisme-organisme sentien lain di segala bidang.

Jangan anda ikut-ikutan dalam menyebarkan teori-teori konspirasi yang naif dan kekanak-kanakan yang mengklaim bahwa perubahan iklim itu tidak ada, tetapi diisukan dengan sengaja oleh para elit global untuk kepentingan-kepentingan politik, ekonomi, militer dan iptek mereka.

Perubahan iklim itu real, dan pohon-pohon (tua) menjadi saksi-saksinya yang utama, dan kita perlu mendengarkan suara-suara pepohonan. Mereka bersuara untuk menyelamatkan manusia, sementara, ironisnya, manusia terus-menerus membunuhi pepohonan. Stop killing the trees!


Jakarta, 30 November 2021
ioanes rakhmat

Diedit 16 Desember 2021



References

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Old_Tjikko.

James Owen, “Oldest Living Tree Found in Sweden”, National Geographic News, 14 April 2008, https://web.archive.org/web/20081224084539/http://news.nationalgeographic.com/news/pf/33944715.html.

Anthony Laudato, “The oldest trees on Earth”, cbsNews, 28 November 2021, https://www.cbsnews.com/news/the-oldest-trees-on-earth/.

Robin McKie, The Methuselah tree and the secrets of Earths oldest organisms”, The Guardian, 2 August 2020, https://amp.theguardian.com/environment/2020/aug/02/the-methuselah-tree-and-the-secrets-of-earths-oldest-organisms.

“Bristlecone Pines: California’s Trees That Easily Predate The Roman Empire”, Escalon Times, 6 February 2020, https://www.escalontimes.com/209-living/bristlecone-pines-californias-trees-that-easily-predate-the-roman-empire/. Author is unknown.

R. Kral, Pinus Aristata/Rocky Mountain bristlecone pine”, American Conifer Societyhttps://conifersociety.org/conifers/pinus-aristata/.

Stephanie Hanes, The tales trees tell--- from history to climate change”, csMonitor, 17 November 2021, https://www.csmonitor.com/Environment/2021/1117/The-tales-trees-tell-from-history-to-climate-change.

Tentang studi terhadap sebuah cincin pohon yang memuat sinyal peningkatan radiokarbon dan penulisan ulang sejarah siapa penemu benua Amerika, yang harus dialihkan dari Columbus ke bangsa Viking, lihat artikel riset Margot Kuitems, Birgitta L. Wallace,..., Michael W. Dee, Evidence for European presence in the Americas in AD 1021”, Nature, 20 October 2021,
https://www.nature.com/articles/s41586-021-03972-8.

Laporan populernya, lihat Sarah Sloat, Viking Discovery Changes History And Supports Ancient Lore”, Inverse, 21 October 2021,
https://www.inverse.com/innovation/viking-discovery-changes-history.

Baca juga Will Dunham (edited by Rosalba OBrien), Goodbye, Colombus: Vikings crossed the Atlantic 1,000 years agoReuters, via news.yahoo.com, 20 October 2021, https://news.yahoo.com/goodbye-columbus-vikings-crossed-atlantic-151018702.html.