Thursday, December 9, 2021

Goodbye, Mr. Columbus! Lalu, siapa sebetulnya penemu benua Amerika?

 




Gambar 1. Lukisan di atas menggambarkan para pelaut Viking sedang berlayar, melintasi Laut Atlantik, menuju benua Amerika. Image credit: Hulton Archive/Getty Images. Sumber image: Inverse.


N.B. Diedit 31 Desember 2021


Dalam tulisan di blog ini yang berjudul Pohon Usia Tua di Dunia dan Studi Perubahan Iklimyang saya publikasi 30 November 2021, telah saya beberkan ilmu pengetahuan yang mengkaji cincin-cincin tahunan pepohonan, dan kegunaannya khususnya bagi studi-studi tentang perubahan iklim dunia dan global warming.

Ilmu pengetahuan itu dinamakan dendrokronologi, yang menjadi bagian dari ilmu baru yang lebih luas, yang dinamakan paleoklimatologi, yang mengkaji iklim-iklim di zaman-zaman kuno.

Well, sekarang saya mau memaparkan manfaat dendrokronologi dalam penentuan siapa dan kapan benua Amerika (Utara dan Selatan) ditemukan.

Tentu anda akan memberi reaksi cepat: Loh, bukankah penemu benua Amerika adalah Christopher Columbus?

Ya, itu pandangan lama, yang sudah lama diterima sebagai sejarah. Sekarang tidak lagi.

Kalau bukan Columbus, lalu siapa, dan kapan? 

Tentu anda penasaran, bukan?

Baiklah, saya mau membagi pengetahuan baru ini ke anda. Bacalah terus tulisan ini dengan gembira.

Sekilas tentang badai Matahari

Kita mulai dengan solar storm atau badai Matahari sebagai suatu peristiwa radiasi kosmik. Solar storms adalah wujud ekstrim dari solar winds, angin-angin Matahari. Bandingkan, angin sejuk sepoi-sepoi dengan angin topan atau angin puting-beliung atau angin badai.

Menurut NASA, badai-badai Matahari adalah anekaragam letupan massa dan energi dari permukaan Matahari. Ketika badai Matahari terjadi, energi magnetik terlepas tiba-tiba yang membuat gas-gas panas yang ada dekat permukaan Matahari atau yang ada di dalam korona Matahari terakselerasi, lalu gas yang terionisasi ini, yang disebut plasma, terlontar dengan sangat kuat./1/



Gambar 2. Ilustrasi badai Matahari. Image credit: Getty Images|Science Photo Library RF. Sumber gambar: DailyStar.



Badai Matahari memiliki kekuatan untuk mengalahkan medan magnetik Bumi yang sebetulnya berfungsi sebagai suatu perisai yang menyelubungi Bumi, dan badai ini juga mampu menyelimuti kawasan-kawasan lintang Bumi yang lebih rendah dengan partikel-partikel proton yang termagnetisasi dengan sangat kuat--- inilah yang dinamakan badai magnetik Bumi atau badai geomagnetik.

Kerusakan infrastruktur elektronik/2/

Para pakar belum lama ini memperingatkan bahwa badai Matahari yang dahsyat ----sebagai bagian dari kejadian yang lebih menyeluruh yang dinamakan Coronal Mass Ejections, atau lontaran-lontaran massa korona, pada permukaan bola bintang Matahari ---- yang menerjang Bumi (peluang terjadinya 1,6% hingga 12% per dekade) akan membuat jejaring Internet terputus bisa sampai berbulan-bulan lamanya.

Ya, karena infrastruktur elektronik yang kita telah bangun di Bumi ---- di dasar lelautan tempat meletakkan kabel-kabel tembaga Internet lintas benua, dan transformer-transformer elektronik, dan lain-lain ---- belum siap untuk menghadapi badai Matahari yang besar.

Selain itu, kita juga belum bisa memahami sepenuhnya berapa besar kerusakan yang akan ditimbulkan badai Matahari besar pada sistem telekomunikasi global lewat Internet dan satelit-satelit telkom yang mengorbit dekat Bumi.

Kita juga belum bisa memperkirakan kerusakan maksimal yang akan ditimbulkan pada ekonomi global oleh matinya Internet karena badai Matahari yang dahsyat. Diestimasi, jika Internet global terputus, kondisi ini akan menimbulkan kerugian lebih dari 7 milyar USD per hari di Amerika saja.

Ya, ihwalnya serupa dengan tidak siapnya kita dalam menghadapi pandemi Covid-19 di akhir 2019, lalu di tahun 2020 hingga ujung tahun 2021 ini. 

Tetapi, kata para pakar epidemiologi, kini, setelah dua tahun lebih pandemi ini berlangsung, kita sudah lebih siap dalam menghadapi varian-varian baru SARS-CoV-2, misalnya varian Omicron (yang memiliki mutasi sampai 50, kurang lebih dobel atau tripel jumlah mutasi pada varian Delta)./3/

Ya, kini kita, yang akan segera masuk ke tahun 2022, sudah lebih siap karena vaksin-vaksin yang ampuh sudah diproduksi dan dapat disetel kembali untuk melawan varian-varian baru. Juga obat-obatan baru, berbagai metode diagnostik dan terapi-terapi yang efektif, sudah tersedia. 

Yang paling mutakhir diberitakan adalah bahwa obat eksperimental antivirus produksi Pfizer, yang dinamakan pil Paxlovid, terbukti mampu memangkas risiko masuk rumah sakit dan kematian sampai 89%. Dr. Anthony Fauci menyatakan kepada CNN bahwa pil ini potensial menyelamatkan nyawa setiap orang, baik yang sudah divaksinasi maupun yang belum./4/

Dan, patut diingat, kekebalan relatif terhadap virus corona sekarang ini sudah dimiliki sangat banyak orang di dunia, yang juga mempunyai sel-sel limfosit T dan sel-sel memori B dalam tubuh mereka. Tapi, hingga saat ini, seluk-beluk sel-sel T dan sel-sel memori B, terkait virus corona, belum banyak diketahui.

Tentu, faktanya ada jauh lebih banyak orang yang belum divaksinasi, dus rentan terinfeksi. Kita sudah mengetahui bahwa pandemi Covid-19 akan signifikan tertanggulangi jika 75% hingga 80% penduduk dunia sudah memiliki imunitas, dus herd immunity pada tingkat global tercapai. Namun, sekarang ini para epidemiolog sudah melepaskan harapan bahwa herd immunity lokal, regional dan global akan dapat dicapai, lantaran hal-hal yang disebut dalam bagian ini dari tulisan ini./5/

Yang sedang serius diteliti sekarang ini adalah sampai seberapa jauh varian Omicron dapat berkelit dan menghindar dari antibodi-antibodi yang sudah terbentuk. Sejumlah riset, kini makin menguatkan fakta bahwa Omicron memang mampu mengelak dari imunitas yang dihasilkan vaksin-vaksin atau yang didapat lewat kesembuhan.

Selain itu, kini makin terkonfirmasi bahwa varian Omicron yang telah mengalami banyak mutasi memperlemah kekuatan-kekuatan antibodi-antibodi yang dihasilkan sistem imun untuk melawan infeksi virus.

Tapi, terbentuknya antibodi-antibodi --- setelah sekian minggu menerima dosis lengkap vaksin mRNA Pfizer, misalnya --- masih mampu mencegah penyakit Covid-19 yang parah pada orang yang telah terinfeksi atau terinfeksi kembali varian Omicron; juga mencegah hospitalisasi dan kematian.

Maka, sekarang ini, dilihat keperluan untuk orang menerima suntikan booster (dosis ketiga penguat) secara berkala--- dus Covid-19 makin jelas sedang menjadi suatu penyakit endemik./6/

Direktur Jendral WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, baru saja menyatakan bahwa dampak varian Omicron masih sulit diketahui. Tetapi, lanjutnya, fitur-fitur tertentu Omicron (misalnya, mampu berkelit dari antibodi-antibodi penetralisir yang sudah dihasilkan, dan menyusutkan proteksi oleh antibodi-antibodi yang sudah dihasilkan oleh, misalnya, vaksin mRNA Pfizer-BioNTech), dan penyebarannya yang cepat ke seluruh dunia (kini sudah ditemukan di 57 negara), menyarankan bahwa varian Omicron dapat berdampak besar pada arah jalan pandemi di depan ini./7/

Jika sekarang keadaannya begitu dengan pandemi Covid-19, apakah kita juga perlu mencemaskan ancaman badai Matahari yang dahsyat?

Tak perlu dicemaskan. Tetaplah happy dalam menjalani kehidupan kita ke depan. 

Meski kita tidak bisa mengontrol bintang Matahari kita, kita tahu pasti bahwa badai Matahari yang besar tidak akan menimbulkan kerusakan yang menyeluruh jika jejaring Internet lokal dan regional sudah menggunakan kabel-kabel optik fiber.

Selain itu, badai Matahari yang dahsyat tidak akan menimbulkan dampak dan ancaman serius langsung terhadap berbagai bentuk kehidupan di muka Bumi. Yang ada, risiko-risiko tidak langsung.

Badai Matahari dan cincin pohon

Oleh suatu tim ilmuwan yang memakai dendrokronologi dalam hubungan dengan level radiokarbon pada suatu cincin pohon, badai Matahari dipahami sebagai suatu peristiwa pancaran dan lontaran sangat kuat (burst) partikel-partikel sinar-sinar kosmik (cosmic rays), yang masuk ke atmosfir Bumi, lalu bertabrakan dengan atom-atom. Alhasil, volume carbon di atmosfir Bumi mengalami peningkatan.

Sebetulnya, badai Matahari adalah bagian dari peristiwa kosmik yang lebih besar dan dahsyat yang dinamakan sinar-sinar kosmik atau cosmic rays (pertama kali ditemukan oleh fisikawan Victor Hess tahun 1912, yang kemudian dibuktikan oleh fisikawan Robert Millikan). 

Cosmic rays adalah partikel-partikel berenergi besar yang bermuatan (lazimnya proton-proton), yang terlontar bergerak melanglang jagat raya dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya, dengan gerak yang makin dipercepat oleh medan magnit dalam awan-awan gas di dunia antarbintang.

Partikel-partikel sinar-sinar kosmik yang berenergi besar ini ada di mana-mana. Sebagian berasal dari aktivitas Matahari kita. Sebagian dari bintang-bintang yang meledak (supernovae), dan dari kawasan sekitar lubang-lubang hitam dan quasar-quasar. Sebagian lagi dari peristiwa-peristiwa lain yang melepaskan energi sangat besar di dunia antarbintang dan antargalaksi./8/

Nah, sinyal-sinyal radiokarbon yang terkonsentrasi akibat sinar-sinar kosmik ini, yang datang dari atmosfir, akan terekam pada cincin-cincin pohon di seluruh dunia, yang terlihat pada anomali peningkatan Carbon-14 (¹⁴C) pada suatu cincin pohon.

Pengkajian atas cincin-cincin pohon tua yang merekam sinyal-sinyal radiokarbon atmosferik yang timbul dari badai Matahari, akan menghasilkan pengetahuan-pengetahuan tentang artefak-artefak dan usia mereka, kejadian-kejadian dalam lingkungan alam, dan peristiwa-peristiwa kultural di masa lampau.

Temuan di situs L’Anse aux Meadows

Dengan bertolak dari pengetahuan yang sudah dihasilkan di tahun 2013 bahwa di tahun 992 M telah terjadi peristiwa badai besar Matahari,/9/ dan lewat pengkajian cincin-cincin pohon yang terlihat pada tiga bilah artefak batang kayu yang ditebang para pelaut Viking (bangsa Skandinavia kuno, dengan masa jaya 793-1066 M) yang terdapat pada lapisan-lapisan permukaan tanah di situs arkeologis cagar budaya PBB yang ditemukan 1960, L’Anse aux Meadows (selanjutnya ditulis singkat saja: situs LAMed), provinsi Newfoundland, sebelah timur Kanada, suatu tim ilmuwan berhasil menentukan kapan bangsa Viking dari Eropa, dalam pelayaran transatlantik mereka, tiba di Amerika, di Newfoundland. 

Artikel riset tim ilmuwan ini, yang dipimpin dua geolog Michael W. Dee dan Margot Kuitems dari Universitas Groningen, Belanda, sudah dipublikasi di jurnal Nature, edisi 20 Oktober 2021./10/




Gambar 3. Peta pelayaran para pelaut Viking, bertolak dari Islandia, sampai tiba di pulau Newfoundland, dan lokasi situs LAMed. Tercantum, kronologi yang lama, yang sudah perlu direvisi. Image credit: Terry Curbishley. Sumber gambar: Pinterest.com. Klik gambar untuk memperbesar.



Situs LAMed berada pada ujung terutara pulau Newfoundland yang menyembul dari Kanada timur (lihat peta di atas ini). Di kawasan ini, pada masa itu, di tahun 1.000-an, sudah ada penduduk bumiputeranya, yakni Inuit, Innu, dan Mi'kmaq.




Gambar 4. Suatu rekonstruksi sebuah pemukiman para pelaut bangsa Viking di Newfoundland. Berlokasi dekat situs LAMed. Credit: Glenn Nagel Photography. Sumber gambar: Inverse.


Selain tiga bilah artefak kayu tersebut, dari situs LAMed para peneliti juga menemukan artefak-artefak bangsa Viking lainnya, seperti paku-paku, jarum-jarum, lempengan-lempengan perunggu, dan gelendong-gelendong benang/tali yang berdesain khas Viking. Semua artefak lainnya ini dibuat dengan menggunakan mata-mata pisau logam yang tidak dibuat dan tidak dipunyai penduduk-penduduk asli di kawasan itu.



Gambar 5. Foto gubuk Viking hasil rekonstruksi, berlokasi dekat situs LAMed. Credit: Glenn Nagel Photography. Sumber: ScienceNewsFS.


Ya, para pelaut Viking tiba di Newfoundland pada tahun 1021 M, seribu tahun lalu, dan 471 tahun sebelum Christopher Columbus. 

Kita tahu, bahwa Columbus adalah seorang penjelajah dan pelaut Italia, yang memulai pelayaran pertamanya Agustus 1492 (lalu menginjakkan kaki di Amerika 12 Oktober 1492) dari keseluruhan empat pelayarannya menyeberangi Laut Atlantik.

Mengapa tahun 1021?

Bagaimana tahun 1021 bisa ditentukan oleh tim ilmuwan tersebut?




Gambar 6. Bilah-bilah kayu/pepohonan yang terlihat sekarang, yang berasal dari tahun 1021, yang telah dianalisis para dendrokronolog dengan sangat cermat. Image credit: Michael W. Dee et al./Nature. Sumber gambar: Inverse


Tim peneliti memakai tahun radiasi kosmik 992 sebagai “penanda waktu” atau “time marker” ketika mereka mau menentukan usia bilah-bilah potongan kayu yang diperoleh dari situs LAMed, dengan memakai teknik yang dinamakan spektrometri massa akselelator presisi tinggi” (high-precision accelelator mass spectrometry).

Nah, mereka menemukan sinyal-sinyal peningkatan atau anomali radiokarbon pada cincin-cincin tiga bilah artefak kayu tersebut, dengan waktu cincin ketiganya jatuh pada tahun 993 M (setahun dibutuhkan untuk sinyal radikarbon terbentuk pada cincin pohon setelah peristiwa badai Matahari tersebut).




Gambar 7. Image mikrokospik salah satu potongan kayu yang diekstrasi dan dianalisis tim ilmuwan. Image credit: Petra Doeve. Sumber image: Inverse.


Selain itu, dengan mengkaji kondisi perkembangan sel-sel muda dan sel-sel tua pada sisi tepi luar artefak-artefak kayu yang dipakai, para dendrokronolog juga dapat menentukan dengan persis kapan sebuah pohon ditebang atau kapan musim penebangan pohon tiba.

Setelah semua cincin ditelusuri ke pinggir dengan bertolak dari cincin tahun 993, masih diperoleh 29 cincin sebelum penebangan pohon oleh bangsa Viking tersebut. Dari situ, diperoleh angka 1021 sebagai tahun tibanya mereka di Amerika, lalu membangun pemukiman dari batang-batang pohon yang ditebang.

Jadi, tahun 1021 M ditetapkan oleh para ilmuwan peneliti tersebut sebagai tahun penemuan benua Amerika oleh para pelaut Viking.

Dua kisah epik Islandia

Temuan mereka juga selaras dengan info-info yang terdapat dalam kisah-kisah epik atau saga-saga bangsa Islandia, seperti The Saga of Erik the Red, dan The Saga of the Greenlanders.

Dua saga itu menuturkan petualangan-petualangan bangsa pelaut Viking hingga mencapai benua Amerika, dan interaksi mereka dengan orang-orang bumiputera setempat. 

Dilihat dari sudut tertentu, penentuan tahun 1021 juga mendukung kebenaran kejadian-kejadian yang dikisahkan dalam saga-saga tersebut, setelah sebelumnya saga-saga ini diasalkan oleh para pakar peneliti pada kurang lebih tahun 1.000.

Tahun 1021, penting!

Kini, tahun 1021 menjadi momen pertama yang diketahui, saat di mana manusia pertama kali berhasil penuh mengelilingi Bumi lewat pelayaran lelautan. Inilah pelayaran sirkumnavigasi pertama.

Lebih penting lagi, tahun 1021 sekarang menjadi titik pengikat dan pembatas yang definitif bagi riset-riset selanjutnya tentang aktivitas-aktivitas pelayaran transatlantik, seperti transfer pengetahuan, pertukaran info-info genetik yang potensial terjadi, biota, dan patologi-patologi.

Penutup

Jadi, pohon-pohon (tua) memberi kita banyak info penting, misalnya tentang apakah perubahan iklim itu terjadi alamiah ataukah akibat perbuatan manusia dalam membangun peradaban tanpa memelihara kelestarian lingkungan alam, dan juga tentang gambaran sejarah yang harus diubah.

Dalam buku-buku sejarah dunia, nama Christopher Columbus kini harus diganti dengan nama bangsa Viking sebagai penemu benua Amerika. Kecuali, muncul kajian-kajian tandingan yang mengajukan falsifikasi terhadap temuan tim ilmuwan di atas.

Kita niscaya sepakat bahwa pepohonan (tua) menyimpan banyak pengetahuan dan kearifan, yang jika ditemukan dan dimanfaatkan, akan membuat manusia makin berpengetahuan luas dan makin arif. 

Jadi, sayangi pepohonan sama seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Learn, learn, learn from our Mother Nature!


Jakarta, 9 Desember 2021
ioanes rakhmat


N.B. diedit 31 Desember 2021


References

/1/ Sten Odenwald, What are solar storms and how they affect the Earth?, NASA,
https://image.gsfc.nasa.gov/poetry/ask/a10624.html.

/2/ John Loeffer, “The Internet could go down for months the next time our Sun has a tantrum”, TechRadar, 8 September 2021, https://www.techradar.com/uk/news/the-internet-could-go-down-for-months-the-next-time-our-sun-has-a-tantrum.

Lihat juga Robin Cottle, Severe solar storm could cause ‘Internet Apocalypse’ for months, experts warn, DailyStar, 8 September 2021, https://www.dailystar.co.uk/news/latest-news/severe-solar-storm-could-cause-24934100.

/3/ Lihat Helen Branswell, “A reason for optimism on Omicron: our immune systems are not blank slates”, StatNews, 1 December 2021, https://www.statnews.com/2021/12/01/a-reason-for-optimism-on-omicron-our-immune-systems-are-not-blank-slates/.

/4/ Maggie Fox, “Studies add to evidence Omicron sneaks past vaccines but may cause milder disease”, CNN, 14 December 2021, https://edition.cnn.com/2021/12/14/health/omicron-variant-south-africa-details/index.html.

/5/ Sheldon H. Jacobson, Why COVID-19 herd immunity now looks unattainable, Cleveland.com, 10 December 2021, https://www.cleveland.com/opinion/2021/12/why-covid-19-herd-immunity-now-looks-unattainable-sheldon-h-jacobson.html.

/6/ Michaeleen Doucleff, Studies suggest sharp drop in vaccine protection vs. Omicron---- Yet cause for optimism”, NPR, 8 December 2021, https://www.npr.org/sections/goatsandsoda/2021/12/08/1062352212/studies-suggest-sharp-drop-in-vaccine-protection-v-omicron-yet-cause-for-optimis.

/7/ Annika Kim Constantino, “WHO says Omicron variant could change the course of the Covid pandemic”, CNBC, 8 December 2021, https://www.cnbc.com/2021/12/08/who-says-omicron-covid-variant-could-change-the-course-of-the-pandemic.html.

/8/ John P. Millis, Cosmic Rays”, ThoughtCo, updated 10 January 2020, https://www.thoughtco.com/history-and-sources-of-cosmic-rays-3073300.

/9/ Lihat artikel riset Fusa Miyake, Kimiaki Masuda and Toshio Nakamura, Another rapid event in the carbon-14 content of tree rings”, Nature Communications 4, article number 1748 (2013), 23 April 2013, https://www.nature.com/articles/ncomms2783.

Lihat juga Allison Eck, Evidence of ancient solar storms in tree rings could pinpoint major historical events”, Nova, 19 August 2016, https://www.pbs.org/wgbh/nova/article/evidence-of-solar-storms-in-tree-rings-could-help-pinpoint/

Lihat juga Allison Eck, Space Archaelogists Used Infrared Imaging to Find New Viking Site”, Nova, 5 April 2016, https://www.pbs.org/wgbh/nova/article/space-archaeologists-used-infrared-imaging-to-find-new-viking-site/

/10/ Tim peneliti dipimpin oleh Michael W. dee dan Margot Kuitems. Untuk artikel riset mereka, lihat Margot Kuitems, Birgitta L. Wallace,..., Michael W. Dee, Evidence for European presence in the Americas in AD 1021”, Nature, 20 October 2021, https://www.nature.com/articles/s41586-021-03972-8.

Laporan populernya, lihat Sarah Sloat, Viking Discovery Changes History And Supports Ancient Lore”, Inverse, 21 October 2021,
https://www.inverse.com/innovation/viking-discovery-changes-history.

Baca juga Will Dunham (edited by Rosalba OBrien), Goodbye, Colombus: Vikings crossed the Atlantic 1,000 years ago, Reuters, via news.yahoo.com, 20 October 2021, https://news.yahoo.com/goodbye-columbus-vikings-crossed-atlantic-151018702.html.