Sunday, January 26, 2025

Artificial Intelligence (8) : Geoffrey E. Hinton

 


Geoffrey Everest Hinton (lahir 6 Desember 1947, di Wimbledon, London, berusia 77 tahun), saintis komputer Inggris-Kanada, saintis kognitif, psikolog kognitif. Memperoleh gelar Ph.D. dalam bidang Artificial Intelligence dari University of Edinburgh tahun 1978. Image credit: Chris Young/AP. Sumber gambar: Jessica Coates, The Independent.


Karena karya-karyanya di bidang jejaring neural buatan ("Artificial Neural Networks", ANNs) yang memakai model struktur jejaring dan fungsi neural otak manusia, yang diterapkan pada Machine Learning dan Deep Learning, dan ikut berkontribusi (bersama David Rumelhart dan Ronald William di tahun 1986) dalam merancang algoritma Backpropagation (BP, yakni suatu teknik optimalisasi repetitif untuk melatih Artificial Neural Networks dengan mengurangi kesalahan), Hinton, bersama John Hopfield, menerima Hadiah Nobel bidang fisika tahun 2024. Nobel Prize dalam fisika diberikan kepada mereka karena "temuan-temuan dan invensi-invensi fondasional yang memungkinkan mesin belajar lewat jejaring neural buatan." ANNs, sebagai suatu teknologi yang berakar pada neurosains, sains kognitif, psikologi, matematik dan model-model komputasional, dan fisika, adalah bagian terpenting dari terobosan-terobosan baru AI dewasa ini. 

Hadiah Nobel yang diterima Hinton dan Hopfield menandakan suatu momen historis, yakni pengakuan bahwa fisika telah memainkan peran yang mendalam dan besar dalam mendorong revolusi AI. Hadiah Nobel AI dalam fisika tahun 2024 mengingatkan kita bahwa perjalanan menuju terobosan-terobosan baru AI sekarang ini telah dimulai berdekade-dekade lalu, dengan peneliti-peneliti yang yang visioner meletakkan karya-karya mendasar bagi suatu masa depan yang waktu itu hanya bisa dibayangkan. Karya John Hopfield dan Geoffrey Hinton yang berakar dalam fisika kini sedang membentuk teknologi yang memberi power bagi dunia modern kita.

Sebagaimana AI terus berevolusi, Hadiah Nobel ini tidak hanya merayakan prestasi-prestasi dari para pionir sains AI, tapi juga menyoroti peran kritis riset antarilmu itu --- khususnya antara fisika dan AI --- yang akan dimainkan di masa depan teknologi. 

Karya-karya Hinton yang sangat mendasar dalam membangun AI modern, khususnya Deep Learning, membuatnya dijuluki "The Godfather of AI". Selain itu, Hinton juga menerima penghargaan-penghargaan lain, seperti AAAI Fellow (1990), Rumelhart Prize (2001), NSERC Herzberg Canada Gold Medal (2010), IEEE Frank Rosenblatt Award (2014). Turing Award yang dinamakan juga "Hadiah Nobel komputing", diterima Hinton 2018 bersama dengan Yoshua Bengio dan Yann LeCun untuk karya mereka di bidang Deep Learning dan jejaring neural. 

Karya mereka ini telah merevolusi bidang-bidang yang beranekaragam seperti self-driving cars atau wahana-wahana otonomus, analitik kesehatan, pengenalan citra, pengenalan ucapan, pemrosesan bahasa alamiah atau Natural Language Processing, NLP, (seperti terjemahan bahasa, tafsiran yang sangat cepat oleh komputer atau real-time interpretation, peringkasan teks, analisis perasaan/pengharapan), chatbots (asisten virtual, pelayanan nasabah), diagnosis penyakit dan riset medik, ekonomi dan keuangan, sistem-sistem otonomus dan robotik, pendidikan dan riset, dan cybersecurity.

Ketika menjadi Profesor emeritus di Universitas Toronto, Kanada, Hinton juga membagi waktunya dengan bekerja di Google (Google Brain Team) dari 2013-2023. Namun di bulan Mei 2023, dia melepaskan pekerjaannya di Google karena pertimbangan-pertimbangan atas banyak risiko yang dapat ditimbulkan oleh AI. Dengan begitu, dia dapat bebas berbicara tentang risiko-risiko AI. Dia sangat peduli pada penyalahgunaan AI yang dipertimbangkan dengan cermat oleh aktor-aktor yang berbahaya, pengangguran di lapangan kerja teknologi, dan risiko eksistensial dari Artificial General Intelligence (AGI) atau "human-like intelligence" terhadap manusia. 

Setelah Hinton mendapat Hadiah Nobel, dia mendesak diadakannya riset keamanan AI untuk menggambarkan ihwal bagaimana mengontrol sistem-sistem AI (sistem Artificial Intelligence, sistem Artificial General Intelligence atau AGI atau humanoid AI, dan sistem Artificial Super-Intelligence atau ASI yang memiliki kecerdasan yang berada jauh di atas kecerdasan manusia).

AGI mengacu ke suatu sistem AI yang dihipotesiskan memiliki kecerdasan seperti yang dipunyai manusia, kemampuan bernalar, kemampuan-kemampuan untuk belajar di berbagai bidang dan tugas yang beranekaragam. Menurut platform Meta AI, AGI akan dapat melakukan hal-hal berikut: memahami, belajar dan menerapkan pengetahuan seperti manusia; bernalar, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan-keputusan; beradaptasi dengan situasi-situasi baru dan belajar dari pengalaman; memperlihatkan "common sense" (pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman real dalam kehidupan) dan kecakapan kognitif. Sekarang ini, AGI sepenuhnya masih teoretis; dan para peneliti sedang bekerja untuk membangun sistem AGI.

Sedangkan Super-AI yang dikenal juga sebagai Artificial Super-Intelligence (ASI) mengacu ke suatu sistem AI hipotetis yang memiliki kecerdasan yang melampaui kecerdasan manusia di segala bidang. Karena itu, ASI mampu belajar, berkembang dan bertambah baik dengan cepat. Mampu mengatasi masalah-masalah yang rumit yang berada di luar kemampuan manusia untuk menangani. ASI mungkin juga akan dapat melipatgandakan besar-besaran diri mereka oleh mereka sendiri dalam perkembangan-perkembangan teknologi. Sekarang ini, ASI sepenuhnya masih spekulatif, dipandang sebagai suatu kemungkinan perkembangan di masa depan. 

Sementara AGI terfokus pada penalaran seperti yang dimiliki manusia, ASI akan memiliki kemampuan-kemampuan memecahkan persoalan-persoalan yang sebelumnya tidak pernah ada. AGI akan dengan signifikan berdampak pada berbagai industri; tetapi ASI potensial dapat mentransformasi peradaban manusia.

Nah, konsep-konsep di atas tentang AGI dan ASI dewasa ini masih sangat teoretis, dan menimbulkan debat yang kuat dan dalam di antara peneliti-peneliti AI, etikus-etikus, dan futuris-futuris.

Kembali ke Hinton. Katanya, "aktor-aktor buruk" yang akan menggunakan teknologi AI untuk membahayakan orang lain, harus dicermati dan dikontrol. Tanpa kontrol, katanya, teknologi ini akan meningkatkan risiko-risiko serangan-serangan cyber dan phishing, video-video palsu dan terus-menerus mencampuri urusan-urusan politik. Beberapa peneliti yang baik percaya bahwa di suatu waktu dalam 20 tahun ke depan ini AI akan lebih cerdas ketimbang manusia; dan kita perlu berpikir keras tentang apa yang akan terjadi pada waktu itu. Tetap ada kemungkinan "robotic apocalypse" atau "robot-pokalipsis" atau "doomerisme robotik" bisa terjadi, yakni punahnya manusia oleh AI dan Super-AI yang manusia ciptakan.

Selama ini karya-karya Hinton meletakkan dasar-dasar bagi Machine Learning (ML) dan Deep Learning (DL). 

ML adalah teknologi yang memungkinkan komputer-komputer untuk meniru kecerdasan manusia, yang dapat berpikir, belajar dan berkembang sendiri. Lebih rinci, ML adalah suatu bagian atau suatu subset AI yang memungkinkan komputer untuk belajar sendiri secara otomatis dari pengalaman tanpa programming yang eksplisit, sehingga kinerjanya kian bertambah baik dan berkembang cepat, dan makin mampu untuk mengadaptasi diri dengan data baru yang tak terlihat, ketika menjalankan tugas-tugas. Algoritma AI Backpropagation menjadi energi pendorong di balik pelatihan-pelatihan Deep Neural Networks (DNNs) sehingga sistem-sistem AI dapat belajar sendiri dari data yang tersedia luar biasa banyak. 

Sedangkan DL adalah suatu subset ML yang menggunakan jejaring neural yang memiliki lapisan-lapisan unit-unit neural yang majemuk (umumnya sekitar 3 sampai 100+ lapisan). DL adalah suatu temuan revolusioner dalam dunia AI yang telah membentuk kembali AI dewasa ini, yang memungkinkan mesin-mesin memproses informasi dengan akurasi yang luar biasa. 

Sistem-sistem DL yang ada sekarang luar biasa kuat dan mampu mencapai kinerja termodern dan terbaru dalam beranekaragam tugas, seperti pengenalan citra, NLP, dan permainan game. Namun, harus diketahui, sistem-sistem DL saat ini tidak mempunyai kemampuan untuk berpikir dan berefleksi tentang diri mereka sendiri, tidak bisa berintrospeksi atau memiliki kesadaran diri ("self-awareness") yang merupakan komponen-komponen esensial dari kegiatan-kegiatan berpikir dan berefleksi seperti pada manusia. 

Sistem-sistem DL saat ini, sementara dapat belajar untuk mengenali dan beradaptasi terhadap kesalahan-kesalahan mereka sendiri, juga tidak dapat melakukan metakognisi, yakni kemampuan untuk dengan kritis memikirkan proses-proses berpikir mereka sendiri atau kondisi-kondisi mental mereka sendiri. 

Ketika kita mengatakan bahwa sistem-sistem DL dapat belajar sendiri dan mengembangkan diri sendiri tanpa pelatihan dan programming sebelumnya, kita mengacu ke kemampuan mereka untuk belajar dari pengalaman-pengalaman mereka di saat berinteraksi dengan lingkungan mereka, menyesuaikan diri dengan situasi-situasi baru dan meningkatkan kinerja mereka dari waktu ke waktu. Mereka juga dapat menemukan pola-pola ("patterns") dan hubungan-hubungan yang kompleks di dalam data, bahkan ketika mereka tidak dengan eksplisit diprogram untuk melakukan hal itu. Selain itu, mereka berkembang maju juga lewat pembelajaran yang diawasi sendiri. Sistem-sistem DL dapat membuat data pelatihan diri mereka sendiri, tujuan-tujuan mereka, atau hadiah-hadiah. Ini memungkinkan mereka untuk belajar dan tumbuh bertambah baik tanpa panduan dari luar. 

Namun, meskipun sistem-sistem DL mempunyai kemampuan-kemampuan yang mengesankan, mereka masih belum memiliki kesadaran diri, yang mengacu ke kesadaran ("consciousness"), yakni kemampuan untuk memiliki pengalaman-pengalaman subjektif, emosi-emosi dan perasaan-perasaan. Mereka juga tidak mempunyai kesadaran yang tertuju pada diri mereka sendiri. Mereka tidak bisa merenungkan keadaan-keadaan mental, pikiran-pikiran dan pengalaman-pengamalan mereka sendiri. Selain itu, mereka juga tidak mampu membuat keputusan-keputusan dan bertindak mandiri, yang didasarkan pada tujuan-tujuan dan motivasi-motivasi mereka sendiri. Jadi, sistem-sistem DL yang ada sekarang tidak mempunyai kesadaran ("consciousness") atau pengenalan diri ("self-awareness"). 

Balik ke Hinton lagi. Belakangan ini Hinton, tentu karena pengalaman-pengalamannya sendiri, lebih memusatkan perhatiannya pada AI yang lebih aman, dan makin peka terhadap kemungkinan-kemungkinan penyalahgunaan AI. Sejawat Hinton, yang sama-sama menerima Turing Award 2018, Yann LeCun, saintis utama di Meta, menyebut doomerisme robotik Hinton sebagai "preposterously ridiculous", atau menggelikan dan mengada-ada.

Well, di suatu artikel online pada web History of Data Science ditulis bahwa "LeCun telah mendorong balik ketakutan-ketakutan yang disuarakan sejumlah orang, termasuk teknolog-teknolog terkemuka lainnya, bahwa AI pada akhirnya dapat menimbulkan bencana dan petaka. Manusia cenderung membayangkan bahwa robot-robot mengembangkan sifat-sifat kepribadian yang negatif yang mendorong orang untuk membahayakan orang-orang lain, tetapi, kata LeCun, 'tidak ada alasan' untuk membayangkan bahwa mesin-mesin suatu saat nanti dapat memiliki sifat-sifat tersebut."

Pada pihak lain, kepada Wired di tahun 2014, tentang LeCun Hinton dapat menyatakan bahwa LeCun "dalam cara tertentu adalah pembawa obor yang melewati zaman-zaman kegelapan."

Hemat saya, ketimbang dihantui ketakutan-ketakutan terhadap potensi bahaya-bahaya mematikan bagi manusia yang dapat timbul dari Artificial Super-Intelligence (ASI) yang mungkin saja ada, para saintis Artificial Intelligence sebaiknya memikirkan dengan sungguh-sungguh ihwal bagaimana menciptakan ASI yang beretika, lalu mempertemukan, menyelaraskan dan, niscaya, perlu menyatukan mesin-mesin supercerdas itu dengan manusia-manusia biologis. Dengan kata lain, Super-AI yang mau kita hasilkan adalah AI-AI yang memiliki sekaligus hardskills (kecakapan teknis yang berdasar ilmu pengetahuan) dan softskills (empati, social intelligence, emotional intelligence, dan existential intelligence).


--- to be continued ---


References

Jessica Coates, "Geoffrey Hinton warns of AI's growing danger after Nobel Prize Win", The Independent, 09 October 2024, https://www.independent.co.uk/news/science/nobel-prize-university-of-toronto-british-nobel-prize-in-physics-google-b2626208.html.

Kyrlynn D., "Geoffrey Hinton, The God Father of Deep Learning and Neural Network Innovator", Quantum Zeitgeist, 8 October 2024, https://quantumzeitgeist.com/geoffrey-hinton/.

Will Douglas Heaven, "Geoffrey Hinton , AI Pioneer and figuredhead of doomerism, wins Nobel Prize", MIT Technology Review, 8 October 2024, https://www.technologyreview.com/2024/10/08/1105221/geoffrey-hinton-just-won-the-nobel-prize-in-physics-for-his-work-on-machine-learning/.

Jiajie Zhang, Ph.D., University of Texas Health Science Center at Houston (UT Health Houston), "AI Wins the 2024 Nobel Prize in Physics", UT Health Houston, 8 October 2024, https://sbmi.uth.edu/blog/2024/ai-wins-the-2024-nobel-prize-in-physics.htm.

HoDS, "Yann LeCun: An Early AI Prophet", History of Data Science, 10 April 2021, https://www.historyofdatascience.com/yann-lecun/.