Friday, January 11, 2008

Pesan Injil Thomas: Kembali ke Eden Perdana

Kalau dunia yang sekarang manusia diami ini dipandang sudah sangat buruk, jahat dan mengecewakan, apa jalan keluarnya untuk kehidupan manusia? 

Biasanya, orang akan mencari penyelesaiannya pada Apokalipsis, yakni pada suatu Dunia Baru yang sama sekali berbeda, suatu dunia yang sempurna, suatu utopi, yang akan didatangkan di ujung waktu, di akhir zaman, dari langit, di hari kiamat, ketika dunia lama telah dilenyapkan dalam suatu bencana jagat raya. 

Kapan dan bagaimana caranya Dunia Baru ini akan didatangkan, jawabannya diberikan Allah lewat "wahyu" atau "penyingkapan ilahi" atau "divine disclosure" (Yunani: apokalypsis). 

Dipercaya bahwa lewat wahyu-Nya, Allah menyingkapkan hal-hal yang akan terjadi di hari terakhir (Yunani: eskhatos, "akhir" atau "ujung"). Keyakinan inilah yang dinamakan eskatologi apokaliptik.




Sendirian saja, tidak berdua...


Orang-orang yang menganut apokaliptisisme pada umumnya sangat mempercayai bahwa mereka wajib melakukan segala sesuatu yang dapat mempercepat kedatangan Dunia Baru itu. Usaha menarik orang sebanyak-banyaknya untuk masuk ke dalam suatu agama apokaliptik, diyakini para penganut apokaliptisisme sebagai suatu usaha yang dapat mempercepat kedatangan Dunia Baru itu. 

Pada sisi lain, usaha apapun juga yang dapat mempercepat kehancuran dan kebinasaan total dunia lama, misalnya terror, bom bunuh diri, atau pun perang dunia dengan menggunakan weapons of mass destruction, dipandang oleh semua kalangan keagamaan apokaliptik radikal dalam berbagai agama sebagai usaha-usaha mempercepat tibanya Dunia Baru di ujung waktu. Inilah doomsday theology atau teologi kiamat, suatu teologi yang buruk, dus lebih tepat disebut ideologi kiamat.

Adakah jalan keluar lainnya? Kalau apokaliptisisme mencari dan menemukan penyelesaian atas kemelut, kegundahan, kekosongan makna, dan kebobrokan dunia ini pada Dunia Baru di akhir zaman, di ujung waktu, atau pada eskatologi apokaliptik, jalan keluar lainnya dapat ditemukan pada titik sebaliknya, yakni pada titik permulaan kehidupan, pada keadaan paling awal dari kehidupan manusia dan dunia ini, atau pada protologi, pada hal-hal yang ada di permulaan kehidupan. 

Injil Thomas yang memuat 114 “ucapan rahasia” Yesus menawarkan bukan suatu eskatologi apokaliptik, tetapi protologi sebagai suatu jalan untuk manusia dapat keluar dari kemalangan, kegelapan dan kesekaratan dunia ini. 

Prolog injil ini menegaskan bahwa semua ucapan Yesus di dalamnya adalah ucapan-ucapan rahasia dan tersembunyi dari Yesus yang hidup, yang Yudas Thomas si Kembar telah tulis. 

Kemudian, logion (ucapan) pertamanya (#1) menyatakan barangsiapa menemukan penafsiran atau maksud ucapan-ucapan ini, orang itu tidak akan mengecap kematian. 

Penafsiran yang cerdas telah berhasil membuka “rahasia” 114 ucapan Yesus dalam injil ini. 

Protologi adalah “rahasia” yang disembunyikan oleh 114 ucapan Yesus dalam injil ini. 

Bila orang menganut protologi yang ditawarkannya, penyusun injil ini yakin bahwa orang itu telah dan sedang mengalami keselamatan, dunia tidak berkuasa lagi atasnya, dan tidak akan mengecap kematian.

Protologi disodorkan sebagai suatu jalan keluar dari dunia yang dipandang sudah tidak berharga lagi. 

Dunia ini, bagi penyusun Injil Thomas, sudah seperti mayat, tidak ada harganya: 

"Barangsiapa telah memahami dunia ini, dia telah menemukan mayat. Dan barangsiapa telah mendapatkan mayat ini, baginya dunia tidak berharga." (#56). 

Dunia ini dipenuhi oleh orang-orang yang tidak memiliki kesadaran, penglihatan dan kepemilikan spiritual yang benar, orang-orang yang “mabuk,” “buta” dan “miskin” (##28,3). 

Ke dalam dunia yang semacam itu, Yesus telah datang untuk “memeranginya” dengan “pedang” dan membakarnya dengan “api” (##10,16). 

Murid-murid-Nya diminta untuk “berjaga-jaga” terhadap dunia semacam ini (#21), “berpuasa darinya” (#27) dengan melepaskan keterikatan mereka pada hal-hal duniawi, “menyangkalinya” (##110,111) dan menempatkan diri mereka di dalamnya sebagai musafir atau orang yang hanya lewat saja, pengelana (#42).

Ketika murid-murid Yesus memandang ke masa depan, kepada kedatangan kerajaan Allah dari langit di akhir dunia, sebagai penyelesaian apokaliptik atas semua keadaan buruk dunia ini, Yesus menegaskan bahwa jika kerajaan itu akan datang dari langit, maka burung-burung di udara akan mendahului mereka; juga seandainya kerajaan itu akan datang di laut, maka ikan-ikan akan mendahului mereka (#3). 

Jadi, Yesus dalam Injil Thomas menolak suatu penyelesaian apokaliptik, dan, sebaliknya, menekankan bahwa kerajaan itu sudah datang, sudah ada “di dalam dan di luar” diri murid-murid-Nya (#3), meliputi muka bumi kendati pun orang tidak melihatnya (#113). Yesus menegaskan bahwa “Dunia Baru” yang ditunggu para murid telah datang (#51).

Murid-murid yang mencari penyelesaian apokaliptik, bertanya kepada Yesus, “Katakan kepada kami bagaimana akhir kami akan datang.” 

Yesus menjawab mereka,

“Apakah kamu sudah menemukan awal, sehingga kamu mencari akhir? Di tempat di mana ada awal, di situ akan ada akhir. Diberkatilah orang yang berdiri di awal: dia akan mengetahui akhir dan tidak akan mengecap kematian” (#18). 

Jelas, bagi Yesus, yang terpenting adalah “menemukan awal”, menemukan titik yang dinamakan “awal”; pada titik berharga inilah penyelesaian atas semua keadaan buruk dunia ini ditemukan. 

Barangsiapa menemukan awal, dia menemukan akhir, keselamatan, dan tidak akan mengecap kematian. Inilah protologi yang ditawarkan penyusun Injil Thomas. 

Menemukan “awal” sebagai jalan masuk ke dalam kerajaan! “Awal” yang bagaimana? 

Dalam logion #22 (lihat juga ## 23,61,106,114) “awal” ini dengan jelas digambarkan:

Yesus melihat anak-anak yang sedang menyusu, dan Dia berkata kepada murid-murid-Nya, “Anak-anak ini seperti orang-orang yang masuk ke dalam kerajaan.”

Mereka bertanya kepada-Nya, “Jika kami anak-anak, akankah kami masuk ke dalam kerajaan?” 

Yesus menjawab mereka, 

“Pada waktu kamu membuat dua menjadi satu, dan pada waktu kamu membuat bagian yang batiniah seperti bagian yang lahiriah, dan yang lahiriah seperti yang batiniah, dan bagian sebelah atas seperti bagian sebelah bawah, dan ketika kamu membuat yang laki-laki dan yang perempuan menjadi satu tunggal sehingga yang laki-laki bukan lagi laki-laki dan yang perempuan bukan lagi perempuan, ketika kamu menjadikan mata menggantikan mata, tangan menggantikan tangan, kaki menggantikan kaki, dan sebuah gambar menggantikan sebuah gambar, maka kamu akan masuk ke dalam kerajaan.”

“Anak-anak yang sedang menyusu” (lihat juga ## 4,46) adalah suatu model yang sempurna bagi mereka yang akan masuk ke dalam kerajaan Allah, yaitu mereka yang menemukan kembali kodrat aseksual, sebagai bukan laki-laki dan juga bukan perempuan. 

Itulah yang dimaksud dengan ucapan Yesus “ketika kamu membuat yang laki-laki dan yang perempuan menjadi satu tunggal sehingga yang laki-laki bukan lagi laki-laki dan yang perempuan bukan lagi perempuan.” 




Menjadi "satu tunggal". Reunion Adam Hawa, kembali menjadi satu sosok androginik. Itulah jalan keselamatan yang disampaikan Injil Thomas.


Sesuatu yang “satu tunggal” ini mengacu pada keadaan paling awal dari kehidupan manusia, ketika “Adam” (= manusia) ditempatkan di Taman Eden dan belum dipecah menjadi dua: manusia laki-laki dan manusia perempuan; ketika Adam masih dalam kodrat “androginik”, kodrat bukan-laki-laki dan bukan perempuan, atau sekaligus laki-laki (andros) dan perempuan (gynē ); ketika “dua menjadi satu”; ketika Adam belum jatuh ke dalam dosa yang ditimbulkan oleh adanya dua makhluk manusia, laki-laki dan perempuan (bdk. Injil Filipus 64, 71). 

Ituah keadaan perdana atau keadaan paling awal dari Taman Eden, the earliest Eden, ketika arketipe sorgawi (“bagian sebelah atas”) dan manifestasi duniawi (“bagian sebelah bawah”) dari makhluk Adam masih bersifat androginik.

Dengan kembali pada keadaan Eden perdana, manusia masuk ke dalam keselamatan, ke dalam kerajaan. 

Bagi penyusun Injil Thomas, adalah sangat baik, bahkan sangat ideal, jika manusia (masih) sendirian, sebagai makhluk yang secara kodrati tidak mengenal gender. 

Ketika keadaan androginik ini dimasuki, maka fungsi-fungsi indra mengalami perubahan. Mata menggantikan mata; tangan menggantikan tangan, dan kaki menggantikan kaki. Dan citra manusia pun berubah; gambar menggantikan gambar.
 
Tetapi bagaimana caranya, dalam kehidupan nyata, manusia dapat kembali ke dalam kehidupan Eden perdana, ketika Adam masih sebagai makhluk androginik, belum terpecah menjadi dua? 

Taman Eden selamanya adalah mitos. Asal-usul historis Homo sapiens, menurut sains, adalah Afrika Selatan, 300.000 tahun yang lalu. 

Penyusun Injil Thomas memberi petunjuk, yakni dengan cara menempuh kehidupan asketik selibat, hidup “sendirian” (## 49,75), baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan, dan menjauhkan diri dari kehidupan duniawi dan menyangkali dunia ini sama sekali. Di dunia ini, orang harus memperlakukan dirinya hanya sebagai musafir yang hanya lewat saja:

“Jika engkau tidak berpuasa dari dunia ini, engkau tidak akan menemukan kerajaan itu. Jika engkau tidak memelihara sabat
sebagai sabat, maka engkau tidak akan melihat sang bapa” (#27).

“Jadilah musafir!” (#42)

“Hendaklah barangsiapa yang telah menemukan dunia ini dan menjadi kaya raya, menyangkali dunia ini.” (#110).

Sabat tidak dipahami sebagai kewajiban keagamaan seminggu sekali, melainkan sebagai sabat primordial, saat ketika Allah pada awalnya, dalam penciptaan dunia, beristirahat. Mengalami kembali “sabat primordial” ini, yaitu saat rehat, rest, primordial, adalah sesuatu yang didambakan (#50; bdk #51).

Dihadapkan pada tuntutan kehidupan asketik selibat radikal, bentuk-bentuk kesalehan religius lainnya menjadi tidak berharga, bahkan menjadi sesuatu yang menghancurkan:

Murid-murid-Nya bertanya kepadanya, 

“Apakah Engkau ingin kami berpuasa? Bagaimanakah kami berdoa? Haruskah kami memberi sedekah? Pantangan apakah yang harus kami perhatikan?” (#6a)

Yesus berkata kepada mereka, 

“Jika kalian berpuasa, kalian akan mendatangkan dosa atas diri kalian sendiri. Dan jika kalian berdoa, kalian akan menghukum diri kalian sendiri, dan jika kalian memberi sedekah, kalian akan melakukan yang jahat terhadap roh kalian sendiri.” (#14a)

Sunat lahiriah pun ditolak:

Murid-murid-Nya berkata kepada-Nya,

“Bermanfaat atau tidakkah sunat itu?” 

Dia berkata kepada mereka, 

“Seandainya bermanfaat, maka ayah mereka akan telah melahirkan mereka dalam keadaan bersunat dari dalam kandungan ibu mereka. Tetapi sunat sejati di dalam roh itu lebih berharga dari segala sesuatunya.” (#53)
 
Jadi, Injil Thomas menawarkan suatu jalan lain yang bukan Apokalipsis dalam orang berusaha menghadapi dunia yang dipandang sudah tidak memiliki kegunaan dan kebaikan lagi. 

Jalan yang ditawarkannya adalah protologi, jalan kembali ke dalam kehidupan Eden perdana, ketika Adam masih berkodrat androginik, ketika dosa dan pelanggaran serta ketidaktaatan belum terjadi dan maut belum berkuasa. 

Untuk tiba di dunia Eden yang semacam ini, orang harus menjalani kehidupan asketik selibat, hidup sendirian, menjadi androginik, dan, alhasil, tidak akan diancam kematian. 

Terkait hal-hal yang feminin, kalangan maskulin perlu mencukupkan diri mereka dengan diri mereka sendiri. Terkait hal-hal yang maskulin, kalangan feminin harus juga mencukupkan diri mereka dengan diri mereka sendiri. Alhasil, hal maskulin dan hal feminin tidak lagi mendefinisikan apa dan siapa itu manusia.

Di saat kembali menjadi manusia androginik, menjadi "penuh", maka orang akan "diisi terang". Tetapi jika tetap "terbagi", yang maskulin tidak menyatu dengan yang feminin dalam diri satu orang, maka orang akan "dipenuhi kegelapan" (#61).

Dalam Injil ini, Yesuslah yang menawarkan jalan ini, melalui 114 ucapan “rahasia”-Nya; yang kerahasiaannya ternyata bisa disibak, sehingga orang tidak akan mengecap kematian seperti yang dijanjikan-Nya. Mereka telah keluar dari "kegelapan", lalu masuk ke dalam "terang".

Return to the earliest Eden for salvation and purity! Itulah pesan Yesus menurut Injil Thomas. 

Tentu saja, dalam era modern, jalan protologi ini juga tidak menyelesaikan persoalan dunia. 

Persoalan dunia kita sekarang sudah sangat kompleks; agama-agama apapun tidak akan bisa tuntas menyelesaikannya; atau bahkan agama-agama kini juga malah menjadi bagian dari persoalan-persoalan berat dunia. 

Yang kita perlu lakukan adalah kerjasama global, dan penggunaan pendekatan lintasilmu, "soft skills" dan "hard skills" sekaligus, kalau kita mau bisa mengatasi persoalan-persoalan modern, tahap demi tahap, dari waktu ke waktu. Esosterisisme tidak memberi sumbangan apapun.


Baca juga:

11 Januari 2008
Diperiksa kembali 14 Agustus 2021