Hampir semua orang Kristen mengenal kekristenan dan doktrin-doktrin penting agama Kristen lewat tulisan-tulisan Rasul Paulus dan murid-muridnya setelahnya.
Karena kondisi-kondisi sosial-politik yang menguntungkan dirinya, dan menguntungkan juga para bapak gereja yang berpikir dalam jalur pemikiran Paulinian, maka ajaran-ajaran Paulus ditahbiskan menjadi ajaran-ajaran ortodoks kekristenan, dan karenanya dipandang sebagai ajaran satu-satunya yang benar dan lurus buat gereja Kristen di Eropa (kekristenan Barat) masa abad-abad pertama Masehi, bahkan buat gereja-gereja pada abad ke-21 ini, khususnya gereja-gereja aliran Reformed.
Tak banyak orang tahu, apalagi warga gereja biasa yang telah menerima indoktrinasi ajaran-ajaran kekristenan ortodoks (Barat), bahwa sebetulnya Rasul Paulus sangat ditentang dan dilawan dengan sengit dan tajam oleh suatu bentuk kekristenan lain yang dibangun oleh Rasul Yakobus si Adil, saudara Yesus, bersama dua atau tiga orang sekutunya.
Kekristenan alternatif yang melawan kekristenan Rasul Paulus ini adalah kekristenan Yahudi, atau yang biasa disebut Jewish Christianity, yang memiliki fundamen-fundamen doktrinal yang sangat berbeda dari fundamen-fundamen doktrinal yang dibangun dan disebarluaskan oleh Rasul Paulus dan para bapak gereja sesudahnya.
Sebagai contoh, kalau Rasul Paulus menentang dan menolak Taurat Yahudi (disebut anti-nomian), maka kekristenan yang dibangun oleh Yakobus si Adil, adalah kekristenan yang berfondasi pada Taurat sepenuh-penuhnya (disebut kekristenan nomian).
Kalau Rasul Paulus membangun doktrin pendamaian dosa lewat penebusan Yesus di kayu salib dengan berpijak pada ritual pendamaian dosa Yahudi (yang dilaksanakan pada Yom Kippur, Hari Pendamaian), Rasul Yakobus si Adil menolak sama sekali ritual Yahudi ini.
Rasul Paulus tak pernah berjumpa tatap muka dengan Yesus dari Nazaret; dia tak kenal pribadi siapa pemuda Yahudi yang bernama Yesus dari Nazaret. Tetapi, Yakobus si Adil adalah saudara Yesus. Mana yang lebih dekat ke jantung Yesus, kekristenan Paulus atau kekristenan Yakobus? Kita tentu bisa menyimpulkannya sendiri.
Nah, dalam buku ini saya memperlihatkan ada banyak segi doktrinal lain dari kekristenan Yakobus, yang bertentangan dengan doktrin-doktrin ortodoks Paulinian. Sejumlah besar dokumen kekristenan Yahudi ini, yang nyaris semuanya tidak masuk ke dalam kanon Perjanjian Baru (kanon milik kekristenan proto-ortodoks pemenang!), dikupas dan dikuak dalam buku ini.
Jika teman-teman ingin lebih jauh mengenal beranekaragam corak kekristenan pada tahap-tahap formatifnya, yang bisa kita sebut kekristenan perdana, buku ini memberi sebuah pintu masuk yang sangat berharga.
Salam,
Ioanes Rakhmat