MUTANT COVID yang "transmission rate"-nya 70% lebih tinggi atau "lebih cepat menular", kita tahu, sudah diidentifikasi di Inggris (dilabeli varian B117, sebelumnya sudah ada mutant D614G---perhatikan gambar terlampir persis di bawah ini). Sejauh ini, si mutant virus Inggris ini diketahui sudah masuk ke Asia, yakni Singapura, Malaysia (strain A701B) dan Hongkong.
Di Afrika Selatan, si Mutant Covid ini menular cepat di kawasan-kawasan pantai dan menimbulkan simtom-simtom yang lebih berat lantaran "viral load" atau "muatan virus" pada orang yang sudah terinfeksi sangat tinggi. Jadi, lebih infeksius.
Dan... tentu akan teridentifikasi lebih banyak varian mutant lainnya di bagian lain dunia. Tinggal menunggu waktu saja.
Yang perlu diwaspadai, anak-anak akan lebih banyak terdampak oleh mutant-mutant coronavirus ini. Kalau terhadap mutant Ninja anak-anak bisa akrab bermain, kali ini mereka malah harus lebih terlindungi dari mutant-mutant Covid. Anak-anak akan jadi sama rentan dengan orang dewasa ("as equally susceptible as adults") ketika si Mutant Covid ini menyebar lebih cepat, dus lebih luas.
Harus diantisipasi, mutant-mutant SARS-CoV-2 yang lebih cepat menular dan mungkin lebih berbahaya, khususnya bagi anak-anak, akan teridentifikasi di lebih banyak negara. Ini bergantung kemampuan teknologi sekuensing genetik masing-masing negara (dalam hal ini, Inggris berada di posisi terdepan) dan kesigapan para ilmuwan medik dan peneliti epidemi setempat.
Bagaimana bisa tercipta mutant-mutant Covid-19 ini? Ada banyak jalan dan cara.
Virus-virus corona baru bermutasi dalam "inang-inang spesial", khususnya dalam diri orang-orang yang memiliki sistem imun yang lemah sehingga virus-virus dapat bertahan hidup sangat lama, berbulan-bulan, dalam sel-sel tubuh mereka, lalu membuat banyak mutasi sementara memperbanyak diri.
Orang-orang itu dikatakan sebagai "immunocompromised patients", pasien-pasien yang karena sistem imun mereka lemah (lantaran telah ditekan oleh obat-obatan imunosupresan dalam menangani penyakit otoimun mereka) telah dimanfaatkan si virus sebagai inang-inang empuk untuk bertahan lama dan bermutasi besar.
Berbagai bentuk seleksi alam ("natural selection"), misalnya kompetisi antar strain virus untuk merebut dominasi di suatu kawasan baru, atau makin banyak spesies hewan non-manusia yang telah ikut tertular, juga berperan dalam melahirkan mutant-mutant Covid-19 yang dapat mengelakkan diri dari respons penangkal sistem imun manusia.
Mutasi besar virus juga dipicu oleh imunitas manusia yang timbul karena kesembuhan lewat obat-obatan dan terapi (misalnya, obat antibodi monoklonal, terapi plasma konvalesen, obat-obat antiradang kortikosteroid seperti Dexamethasone, dan kapsul herbal Lian Hua Qingwen, dll) dan karena vaksin-vaksin. Mutasi besar si virus inilah yang mengharuskan vaksin-vaksin di-"update" dan di-"setel kembali" berulang-ulang sepanjang waktu.
Mutasi besar pada virus-virus juga terjadi pada populasi besar hewan-hewan yang ditemukan terinfeksi virus, misalnya cerpelai yang pertama kali teridentifikasi di Belanda. Setelah bermutasi dalam sel-sel inang hewan-hewan, si virus "lompat kembali" ("spill-over") ke inang manusia, atau lebih dulu ke spesies lain sebelum ke manusia. Alur perpindahan ini dinamakan "horizontal gene transfer". Nah, reservoa hewan-hewan kini makin banyak diperhatikan lantaran makin banyak hewan yang terinfeksi juga oleh virus SARS-CoV-2.
Apakah mutasi-mutasi besar virus corona baru yang melahirkan Mutant Covid (bisa jadi akan jadi Super Covid yang jauh lebih berbahaya--- semoga tidak!) akan membuat vaksin-vaksin yang ada tidak efektif lagi, "out of date"?
Diberitakan, vaksin-vaksin mRNA yang sudah ada akan terbukti efektif juga dalam menangkal mutant-mutant SARS-CoV-2. Optimisme tampaknya ada.
Dinyatakan oleh eksekutif kepala perusahaan BioNTech, Dr. Ugur Sahin, bahwa "Ditinjau dari sudut keilmuan, sangatlah mungkin bahwa respons imun oleh vaksin (-vaksin mRNA) dapat juga mentekel varian baru coronavirus."
Ya, dengan me-reenjinir atau men-"adjust" material genetik vaksin mRNA yang membutuhkan waktu 6 minggu, vaksin mRNA yang baru di-"adjust" manapun dipercaya dapat mematahkan juga mutant-mutant Covid-19 yang kini sedang meresahkan banyak orang di seluruh dunia. Vaksin-vaksin tradisional (vaksin "inactivated" dan vaksin "adenovirus") juga dapat direenjinir untuk kebutuhan yang sama, tapi membutuhkan waktu lebih lama.
Vaksin mRNA Pfizer mengandung 1.270 asam amino, dan hanya 8 atau 9 (dari 17 atau 23) dari seluruh asam amino tersebut yang harus di-"adjust" atau "diubah" sejalan dengan jumlah mutasi virus Mutant Covid Inggris pada 8 atau 9 (dari 17 atau 23 mutasi genetik) protein gen "spike" pada morfologi luar si virus. Artinya, 99% protein pada vaksin mRNA masih akan tetap sama. Waahhh... ini suatu kabar baik, meski dunia belum punya pengalaman sama sekali sebelumnya dengan vaksin teknologi baru ini.
Sekarang ini, vaksin mRNA yang sudah dapat persetujuan otorisasi penggunaan darurat (oleh Inggris dan Amerika) adalah vaksin Pfizer-BioNTech dan vaksin Moderna. Ada satu lagi yang minggu lalu mulai masuk uji klinis tahap akhir, yaitu vaksin mRNA yang dikembangkan perusahaan Jerman CureVac. Berbeda dari Inggris dan Amerika, Uni Eropa akan segera di akhir 2020 mengeluarkan "otorisasi pemasaran bersyarat" bagi vaksin mRNA Pfizer.
Perusahaan-perusahaan vaksin mRNA kini sedang bersiap melakukan "adjustment" atau "penyetelan kembali" vaksin-vaksin mereka untuk menghadapi mutasi-mutasi besar SARS-CoV-2. Setelah itu, mereka harus melakukan banyak uji klinis lagi yang akan menghabiskan waktu 2 minggu di luar waktu ekstra untuk menunggu lagi pemberian ulang otorisasi penggunaan darurat dari lembaga-lembaga pemerintahan yang berwenang. Waaahhh... mutant-mutant Covid-19 memang sangat menyusahkan dan bikin repot. Berengsek mereka tuh! Beraninya mutasi.
Terkait Indonesia, kita tak bisa lagi pakai dalih atau argumen "doa akan menjaga Indonesia" dari mutasi-mutasi besar virus SARS-CoV-2!
Saya belum bisa menjawab pertanyaan apakah vaksinasi penduduk Indonesia lebih baik menunggu Mutant Covid Indonesia ditemukan, dan vaksin-vaksin yang menjadi pilihan pemerintah Indonesia sudah "disetel kembali" sebagai respons.
Saya mengemukakan hal itu hanya untuk diantisipasi mengingat jumlah kasus positif terinfeksi di Indonesia terus meningkat dengan cepat dan luas. Hal ini dapat terjadi mungkin saja karena virus-virus di kawasan-kawasan yang paling berat terdampak sudah bermutasi besar, alhasil mereka jadi lebih agresif dan lebih cepat menular. Kemungkinan ini harus diteliti, jangan ditepis.
Yang sudah pasti, sikap dan gerakan menolak vaksin apapun adalah salah besar. Kalangan yang menolak vaksin, harus jeli: tolaklah vaksin yang tidak tepat, yang tidak "up-to-date", yang tidak aman, tidak manjur, dan yang serokonversinya rendah. Lalu, dukunglah program vaksinasi pemerintah yang memakai vaksin-vaksin yang tepat, up-to-date, aman, manjur dan memperlihatkan serokonversi tinggi.
Begitu juga, adalah salah jika orang menolak vaksin apapun lalu mendukung hanya prokes 3M sebagai ganti vaksinasi.
Sebab, prokes 3M yang dijalankan jangka sangat panjang, tanpa vaksinasi, akan menimbulkan dampak berat dan buruk pada psikologi manusia dan kegiatan sosial ekonomi yang luas. Kita sudah tahu dampak psikologis negatif dari prokes 3M pada anak-anak yang harus terlalu lama menjalankan "online schooling"; juga pada orang dewasa tertentu yang harus jangka panjang bekerja online dari rumah, "working from home".
Selain itu, harus juga diwaspadai reservoa hewan-hewan non-manusia yang menjadi salah satu tempat virus corona baru bermutasi besar. Jadi, perlu diselidiki dan ditemukan.
Harus diwaspadai bahwa di samping keteledoran penduduk Indonesia dalam menjalankan prokes 3M, pemasangan ventilasi ruang indoor publik, dan penjagaan kinerja sistem imun untuk tetap prima, kasus positif terinfeksi yang meningkat pesat di Indonesia mungkin juga terhubung dengan hewan-hewan yang dekat dengan manusia (tak harus pet) yang sudah terinfeksi dan menularkan virus ke spesies-spesies yang berbeda. Who knows?
Kita sedang berada dalam labirin pandemi Covid-19. Memang melelahkan. Virus kelelahan juga berbahaya dan bisa cepat menular.
ioanes rakhmat25 Desember 2020