Di tahun 2007, terbit dalam dua bulan berturut-turut (5 April 2007, dan 31 Mei 2007) dua serial tulisan saya di ruang satu halaman penuh Bentara koran Kompas tentang kontroversi temuan makam keluarga Yesus di Talpiot, Yerusalem Timur. Dua tulisan saya ini ternyata waktu itu menimbulkan kontroversi tajam dan panjang di kalangan gereja-gereja di Indonesia, khususnya dalam lingkungan kekristenan evangelikal.
Bagaimana tidak kontroversial, lantaran oleh gereja-gereja sedunia Yesus dengan tubuhnya lengkap dipercaya telah diangkat ke sorga, dus jasadnya, tulang-belulangnya, tidak akan ada di dunia ini! Dogma keagamaan apapun, memang begitu, selalu mengeras, dan selalu bersikap negatif terhadap temuan-temuan ilmiah yang merongrongnya. Padahal, seharusnya, dogma itu dinamis dan terus berubah, karena sebuah dogma pada dasarnya adalah sebuah formulasi kepercayaan keagamaan sebagai tanggapan terhadap suatu situasi dan kondisi kehidupan yang terus berubah.
Ujung-ujung kontroversi itu adalah saya tidak diperbolehkan lagi mengajar di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta karena di dalam yayasan sekolah teologi ini terdapat beberapa orang Kristen evangelikal yang sangat memusuhi saya dan mereka telah menekan gereja pengutus saya untuk menarik saya dari sekolah teologi itu. Saya sih adem-adem saja meninggalkan sekolah teologi ini.
Kalau anda ingin membaca dua serial tulisan saya itu, anda dapat menemukannya pada The Freethinker Blog saya. Dua tulisan tersebut telah saya jadikan satu dan padatkan, berjudul “Kontroversi Temuan Makam Keluarga Yesus”. Ini link-nya http://ioanesrakhmat.blogspot.com/2008/01/kontroversi-temuan-makam-keluarga-yesus.html.
Osuarium Yakobus (kiri) dan osuarium Yesus (kanan)
Dalam minggu
pertama bulan April 2015, muncul berita-berita mutakhir di sekitar isu makam
Talpiot, terkait dengan osuarium (peti tulang yang terbuat dari batu kapur) yang
bertuliskan nama “Yakobus, putra Yusuf, saudara Yesus”. Osuarium ini ternyata
telah menimbulkan masalah hukum berkaitan dengan tuduhan bahwa si pemiliknya telah
memalsukan inskripsi itu. Proses pengadilannya berjalan panjang, melibatkan
instansi pengadilan Israel, si pemilik osuarium Yakobus ini, para saintis dan
sejumlah orang lainnya.
Ada tiga reportase mutakhir mengenai perkara ini dan apa kesimpulan akhirnya, yakni lewat kajian-kajian saintifik telah terbukti bahwa inskripsi pada osuarium Yakobus itu (“Yakobus, putra Yusuf, saudara Yesus”) asli dan bahwa adalah benar makam Talpiot adalah makam keluarga Yesus dan di dalam makam inilah osuarium Yakobus semula berada. Di dalam makam ini telah ditemukan sejumlah osuarium, di antaranya, selain osuarium Yakobus, osuarium-osuarium yang bertuliskan nama “Yesus, putra Yusuf”, “Mariamene e Mara” (= “Maria sang Master” = Maria Magdalena), dan “Yudas, anak Yesus”.
Silakan anda ikuti beritanya di tiga koran online ini:
Ada tiga reportase mutakhir mengenai perkara ini dan apa kesimpulan akhirnya, yakni lewat kajian-kajian saintifik telah terbukti bahwa inskripsi pada osuarium Yakobus itu (“Yakobus, putra Yusuf, saudara Yesus”) asli dan bahwa adalah benar makam Talpiot adalah makam keluarga Yesus dan di dalam makam inilah osuarium Yakobus semula berada. Di dalam makam ini telah ditemukan sejumlah osuarium, di antaranya, selain osuarium Yakobus, osuarium-osuarium yang bertuliskan nama “Yesus, putra Yusuf”, “Mariamene e Mara” (= “Maria sang Master” = Maria Magdalena), dan “Yudas, anak Yesus”.
Silakan anda ikuti beritanya di tiga koran online ini:
1. The New York Times. Reportasenya
ditulis oleh Isabel Kershner, “Findings Reignite Debate on the Claim of Jesus’
Bones”, The New York Times, 4 April
2015, pada http://www.nytimes.com/2015/04/05/world/middleeast/findings-reignite-debate-on-claim-of-jesus-bones.html.
2. The Jerusalem Post. Laporannya disusun
oleh Ariel Cohen, “Geologists Claim Stats, Science, Prove Jesus Buried in
Jerusalem with Wife and Supposed Son”, The
Jerusalem Post, 5 April 2015, pada http://www.jpost.com/Christian-News/Geologists-claim-statistical-findings-science-prove-Jesus-buried-in-Jlem-with-wife-supposed-son-396262.
3. NBC News. Laporannya ditulis oleh Alan Boyle,
“Geologist Revives the Controversy over ‘Jesus Family Tomb’”, NBC News, 6 April 2015, pada http://www.nbcnews.com/science/science-news/geologist-revives-controversy-over-jesus-tomb-n336251.
Oh ya, Prof.
James D. Tabor, sebagai seorang pakar Alkitab, juga telah lama ikut serta dalam
pengkajian makam Talpiot, dan setidaknya telah menulis dua buku terkait makam
ini dan gerakan Yesus dari Nazareth.
Beberapa
hari lalu, Prof. Tabor juga telah menurunkan sebuah tulisan pada blognya
berkaitan dengan berita-berita mutakhir di sekitar penyelidikan atas makam
Talpiot dan osuarium “Yakobus, putra Yusuf, saudara Yesus”. Judul post-nya “Breaking
News: The Controversial James Ossuary and the Talpiot Tomb”, Tabor Blog, 4 April 2015, pada http://jamestabor.com/2015/04/04/breaking-news-the-controversial-james-ossuary-and-the-talpiot-tomb/.
Setelah lama
mengikuti perkembangan penyelidikan atas makam Talpiot, saya melihat bahwa hal
yang paling kontroversial dari semua penyelidikan ini adalah uji DNA yang masih
ditunggu, untuk menemukan kecocokan atau ketidakcocokan antara DNA Yesus (yang
sudah dimiliki para saintis) dan DNA seorang yang bernama Panthera (prajurit Roma, orang Sidon, yang
dianggap sebagai ayah sebenarnya Yesus) yang makamnya sudah diketahui berada di
negeri Jerman. Tetapi, untuk dapat mencapai tujuan ini, kita memerlukan DNA nuklir
Yesus, bukan hanya mtDNA Yesus. Jalan ke situ tampak akan sangat
panjang. Saya sudah bertanya kepada Prof. Tabor tentang uji DNA ini,
tetapi hingga kini saya belum mendapatkan jawabannya.
Sejauh ini Prof. Ben Witherington III adalah penulis Kristen konservatif yang pertama memberi reaksi evangelikal terhadap perkembangan penyelidikan atas makam Talpiot, khususnya atas konfirmasi geolog Dr. Aryeh Shimron bahwa osuarium “Yakobus, putra Yusuf, saudara Yesus” adalah bagian dari osuarium-osuarium yang terdapat dalam makam Talpiot. Tulisan Ben itu berjudul “Once More with Feeling―Did the James Ossuary Come Out of the Talpiot Tomb?”, terpasang di The Bible and Culture, 7 April 2015, pada http://www.patheos.com/blogs/bibleandculture/2015/04/07/once-more-with-feeling-did-the-james-ossuary-come-out-of-the-talpiot-tomb/.
Sayangnya, Ben dalam tulisannya itu membuat banyak kekeliruan pemahaman dan kesalahan penafsiran. Prof. James D. Tabor telah menanggapi tulisan Ben itu dengan sangat detail dan teliti pada blognya. Tanggapan Tabor ini diberi judul “Ben Witherington on the James Ossuary and the Talpiot ‘Jesus’ Tomb”, Tabor Blog, 7 April 2015, pada http://jamestabor.com/2015/04/07/ben-witherington-on-the-james-ossuary-and-the-talpiot-jesus-tomb/.
Silakan anda menilai, bagaimana dogma-dogma dan kepercayaan-kepercayaan Ben Witherington III sebagai seorang Kristen evangelikal berpengaruh kuat pada reaksinya terhadap penelitian makam Talpiot. Sebaliknya, Prof. Tabor tampak mempertahankan dengan konsisten sikap ilmiahnya.
Saya melihat iman keagamaan yang kuat bisa berfungsi positif, misalnya, anda menjadi tabah karena kepercayaan anda kepada Tuhan saat anda sedang mengalami azab. Tetapi, iman keagamaan yang kuat, saya lihat, juga kerap berfungsi negatif, ketika anda membenci dan menolak sains lantaran anda memilih beriman kuat-kuat ketimbang membuka diri anda pada sains.
Sejauh yang sudah saya temukan, tanggapan berikutnya datang dari Prof. Joel Baden (guru besar Kitab Suci Yahudi dari Universitas Yale) dan Prof. Candida Moss (guru besar PB dan kekristenan perdana Universitas Notre Dame). Mereka berdua bersama-sama menulis sebuah artikel yang berjudul “Jesus’ tomb story: Does the evidence add up?”, CNN News, April 10, 2015, terpasang online pada http://edition.cnn.com/2015/04/09/living/jesus-tomb-talpiot-evidence/.
Baden dan Moss menyatakan bahwa “menghubungkan osuarium Yakobus dengan Makam Talpiot―yakni dengan menyediakan bukti saintifik bahwa osuarium ini pasti pernah berada di dalam Makam Talpiot―menambah bobot lebih besar pada teori bahwa sesungguhnya di dalam makam ini Yesus dan keluarganya (termasuk istri dan anak-anaknya) dimakamkan. Ini adalah sebuah kisah yang menarik dan kuat, tapi sekaligus juga rapuh. Sekelompk kecil para sarjana, saintis dan pembuat film telah memberikan kepada kita sebuah puzzle yang rumit dengan semua kepingannya telah dengan sempurna disatukan. Tetapi jika kita mengangkat satu saja kepingannya yang manapun untuk memeriksanya dengan lebih teliti, maka puzzle ini seluruhnya runtuh menjadi debu.” Di akhir tulisan mereka, sebuah pernyataan ditulis bahwa “perhatian media yang sangat besar terhadap kisah ini cukup mudah untuk dijelaskan: sekarang ini Yesus sedang menjadi sebuah topik panas; dan ini dapat menjadi sebuah bom yang besar seandainya kisah ini benar. Sayangnya, bukti-bukti yang ada ternyata salah dan bercacat dan kisah tentangnya tidak masuk akal.”
Saya melihat, tampak bahwa Baden dan Moss sebetulnya tidak sedang mengkaji sejarah, tetapi sedang mempertahankan sebuah teologi, yakni teologi tentang kebangkitan Yesus. Mereka mengklaim sedang mengkaji sejarah, padahal sebetulnya mereka sedang berteologi. Hal ini sangat nyata dalam pernyataan mereka menjelang akhir tulisan mereka, bahwa
Kembali James D. Tabor telah menulis sebuah tinjauan sangat kritis terhadap pendapat-pendapat Baden dan Moss, yang dimuatnya pada blognya dengan judul “The ‘Jesus’ Tomb Story: Does the Evidence Add Up?”, terpasang online pada http://jamestabor.com/2015/04/16/the-jesus-tomb-story-does-the-evidence-add-up/.
Prof. Tabor memberi tanggapan poin demi poin (seluruhnya ada tujuh poin) atas pendapat-pendapat Prof. Baden dan Prof. Moss. Pertama-tama Prof. Tabor menyatakan bahwa “tidak satupun dari tujuh poin pernyataan Baden dan Moss bertahan. Alih-alih roboh menjadi debu, hal sebaliknyalah yang terjadi. Baden dan Moss celakanya telah salah memahami dan salah menyatakan masing-masing dari tujuh poin pernyataan mereka sendiri yang mereka ajukan untuk mereka teliti.” Selanjutnya, mari kita perhatikan dengan detail sanggahan-sanggahan Prof. Tabor terhadap tujuh pendapat Baden dan Moss.
(belum sempat diselesaikan....! Maaf ya.)
Sejauh ini Prof. Ben Witherington III adalah penulis Kristen konservatif yang pertama memberi reaksi evangelikal terhadap perkembangan penyelidikan atas makam Talpiot, khususnya atas konfirmasi geolog Dr. Aryeh Shimron bahwa osuarium “Yakobus, putra Yusuf, saudara Yesus” adalah bagian dari osuarium-osuarium yang terdapat dalam makam Talpiot. Tulisan Ben itu berjudul “Once More with Feeling―Did the James Ossuary Come Out of the Talpiot Tomb?”, terpasang di The Bible and Culture, 7 April 2015, pada http://www.patheos.com/blogs/bibleandculture/2015/04/07/once-more-with-feeling-did-the-james-ossuary-come-out-of-the-talpiot-tomb/.
Sayangnya, Ben dalam tulisannya itu membuat banyak kekeliruan pemahaman dan kesalahan penafsiran. Prof. James D. Tabor telah menanggapi tulisan Ben itu dengan sangat detail dan teliti pada blognya. Tanggapan Tabor ini diberi judul “Ben Witherington on the James Ossuary and the Talpiot ‘Jesus’ Tomb”, Tabor Blog, 7 April 2015, pada http://jamestabor.com/2015/04/07/ben-witherington-on-the-james-ossuary-and-the-talpiot-jesus-tomb/.
Silakan anda menilai, bagaimana dogma-dogma dan kepercayaan-kepercayaan Ben Witherington III sebagai seorang Kristen evangelikal berpengaruh kuat pada reaksinya terhadap penelitian makam Talpiot. Sebaliknya, Prof. Tabor tampak mempertahankan dengan konsisten sikap ilmiahnya.
Saya melihat iman keagamaan yang kuat bisa berfungsi positif, misalnya, anda menjadi tabah karena kepercayaan anda kepada Tuhan saat anda sedang mengalami azab. Tetapi, iman keagamaan yang kuat, saya lihat, juga kerap berfungsi negatif, ketika anda membenci dan menolak sains lantaran anda memilih beriman kuat-kuat ketimbang membuka diri anda pada sains.
Sejauh yang sudah saya temukan, tanggapan berikutnya datang dari Prof. Joel Baden (guru besar Kitab Suci Yahudi dari Universitas Yale) dan Prof. Candida Moss (guru besar PB dan kekristenan perdana Universitas Notre Dame). Mereka berdua bersama-sama menulis sebuah artikel yang berjudul “Jesus’ tomb story: Does the evidence add up?”, CNN News, April 10, 2015, terpasang online pada http://edition.cnn.com/2015/04/09/living/jesus-tomb-talpiot-evidence/.
Baden dan Moss menyatakan bahwa “menghubungkan osuarium Yakobus dengan Makam Talpiot―yakni dengan menyediakan bukti saintifik bahwa osuarium ini pasti pernah berada di dalam Makam Talpiot―menambah bobot lebih besar pada teori bahwa sesungguhnya di dalam makam ini Yesus dan keluarganya (termasuk istri dan anak-anaknya) dimakamkan. Ini adalah sebuah kisah yang menarik dan kuat, tapi sekaligus juga rapuh. Sekelompk kecil para sarjana, saintis dan pembuat film telah memberikan kepada kita sebuah puzzle yang rumit dengan semua kepingannya telah dengan sempurna disatukan. Tetapi jika kita mengangkat satu saja kepingannya yang manapun untuk memeriksanya dengan lebih teliti, maka puzzle ini seluruhnya runtuh menjadi debu.” Di akhir tulisan mereka, sebuah pernyataan ditulis bahwa “perhatian media yang sangat besar terhadap kisah ini cukup mudah untuk dijelaskan: sekarang ini Yesus sedang menjadi sebuah topik panas; dan ini dapat menjadi sebuah bom yang besar seandainya kisah ini benar. Sayangnya, bukti-bukti yang ada ternyata salah dan bercacat dan kisah tentangnya tidak masuk akal.”
Saya melihat, tampak bahwa Baden dan Moss sebetulnya tidak sedang mengkaji sejarah, tetapi sedang mempertahankan sebuah teologi, yakni teologi tentang kebangkitan Yesus. Mereka mengklaim sedang mengkaji sejarah, padahal sebetulnya mereka sedang berteologi. Hal ini sangat nyata dalam pernyataan mereka menjelang akhir tulisan mereka, bahwa
“Mengingat betapa berbahayanya keberadaan situs pemakaman Yesus―dan tulang-tulangnya―bagi kepercayaan tradisional Kristen, bahkan sangat lebih awal lagi, maka kita seyogianya akan terkejut atas fakta bahwa tidak seorangpun, dalam tahun-tahun di mana mereka harus kembali terus-menerus ke makam itu untuk menempatkan tulang-tulang setiap orang lainnya, tidak berpikir untuk menghancurkan bukti terbaik yang menunjukkan bahwa klaim dan kepercayaan mereka yang terpenting ternyata hanya dusta saja.”Anda pasti akan setuju jika saya menyatakan bahwa jika anda mau membaca lengkap kisah sejarah Yesus dari Nazareth, anda tentu memerlukan tulang-belulangnya ditemukan di suatu tempat. Tanpa tulang-belulangnya ditemukan, setiap kisah sejarah tentang Yesus tidaklah lengkap dan tuntas.
Kembali James D. Tabor telah menulis sebuah tinjauan sangat kritis terhadap pendapat-pendapat Baden dan Moss, yang dimuatnya pada blognya dengan judul “The ‘Jesus’ Tomb Story: Does the Evidence Add Up?”, terpasang online pada http://jamestabor.com/2015/04/16/the-jesus-tomb-story-does-the-evidence-add-up/.
Prof. Tabor memberi tanggapan poin demi poin (seluruhnya ada tujuh poin) atas pendapat-pendapat Prof. Baden dan Prof. Moss. Pertama-tama Prof. Tabor menyatakan bahwa “tidak satupun dari tujuh poin pernyataan Baden dan Moss bertahan. Alih-alih roboh menjadi debu, hal sebaliknyalah yang terjadi. Baden dan Moss celakanya telah salah memahami dan salah menyatakan masing-masing dari tujuh poin pernyataan mereka sendiri yang mereka ajukan untuk mereka teliti.” Selanjutnya, mari kita perhatikan dengan detail sanggahan-sanggahan Prof. Tabor terhadap tujuh pendapat Baden dan Moss.
(belum sempat diselesaikan....! Maaf ya.)
Jakarta, 8 April 2015
Ioanes rakhmat