Are we alone in the universe? Absolutely NOT! But, where are they if they exist? Until now, the universe keeps silent! This condition is called Silentium Universi or The Universe Keeps Silent or The Great Silence.
Gulungan-gulungan melingkar warna jingga pada gambar di atas ini, yang mengisi lengan-lengan spiral galaksi Andromeda, pada satu segi bisa ditafsirkan sebagai gundukan-gundukan debu antariksa yang menerima panas dari bintang-bintang.
Citra gulungan-gulungan ini yang diberi warna jingga dihasilkan oleh teleskop angkasa NASA yang diberi nama WISE dengan menggunakan cahaya mid-infrared. WISE adalah nama yang berasal dari singkatan Wide-field Infrared Survey Explorer.
Tetapi, dari segi lain, citra-citra semacam ini juga dapat potensial menyingkapkan limbah energi panas yang terbuang ke angkasa luar dari peradaban-peradaban maju yang mengisi galaksi ini.
Perburuan terhadap alien-alien cerdas di angkasa
luar yang jauh makin intensif dan ekstensif dilakukan para saintis.
Kita
semakin maju dalam sains yang dinamakan astrobiologi. Kita, manusia, memang
sedang mencari teman-teman dan saudara-saudara yang punya kecerdasan yang
mendiami planet-planet dalam galaksi-galaksi yang dekat, termasuk dalam galaksi
kita sendiri Bima Sakti, sampai galaksi-galaksi yang lebih jauh, galaksi
tetangga kita Andromeda misalnya.
Mungkin sekali, isi pikiran kita tentang
alien-alien cerdas dan sifat peradaban mereka selama ini keliru, sehingga kita
memang harus berpikir secara baru tentang mereka dan peradaban mereka!
Lee Billings
baru saja menulis sebuah telaah yang bagus dan inspiratif tentang ihwal kenapa
hingga saat ini kita belum menemukan tanda-tanda keberadaan alien-alien cerdas
dan peradaban-peradaban mereka, dan dia mengajak kita untuk berpikir lain sama
sekali tentang mereka, dan meninggalkan pikiran kita yang biasa tentang mereka.
Artikel Billings berjudul “Alien Supercivilizations Absent from 100,000 Nearby
Galaxies”, terbit online di Scientific American edisi 17
April 2015./1/ Artikel Billings ini memanfaatkan suatu
kajian ilmiah atas 100.000 galaksi terdekat yang dilakukan oleh Roger L. Griffith, Jason T. Wright , Jessica
Maldonado, et all., yang terbit di The
Astrophysical Journal Supplement Series, 15 April 2015./2/
Sejak
astronom kebangsaan Rusia, Nikolai Kardashev, di tahun 1963 mengajukan teorinya
tentang tiga tipe peradaban cerdas, kita umumnya berpikir bahwa alien-alien
cerdas telah mencapai peradaban tipe 3 yang memiliki kemampuan teknologis
menguasai dan menyerap seluruh energi yang tersedia dalam galaksi-galaksi
mereka.
Peradaban tipe 3 ini dicirikan keharusan sebuah peradaban bersikap
rakus terhadap alam, menguasai dan menundukkan alam, demi ketahanan kehidupan
mereka dan peradaban mereka sendiri. Ketika energi dari seluruh planet mereka
sudah dimanfaatkan (peradaban tipe 1) lalu habis, mereka selanjutnya menguras
seluruh energi dari bintang matahari mereka (peradaban tipe 2). Ketika energi matahari mereka sudah terkuras habis, mereka selanjutnya menjadikan seluruh bintang dalam galaksi mereka sebagai sumber energi, alhasil jadilah mereka suatu peradaban galaktik (peradaban tipe 3).
Tetapi,
Billings mengajak kita berpikir lain, bahwa mungkin sekali alien-alien cerdas
yang sudah memiliki peradaban-peradaban maju tidak berpikir dan bertindak
demikian, melainkan mereka mengembangkan peradaban mereka sebagai peradaban
yang menyatu dan harmonis dengan alam, justru demi ketahanan kehidupan mereka
sebagai organisme dan sebagai peradaban. Itulah sebabnya hingga kini proyek
pencarian alien-alien cerdas yang diberi nama SETI (the Search for Extraterrestrial Intelligence), yang dijalankan
dalam bingkai pemikiran Kardashev, belum membuahkan hasil apapun.
Selain itu, penting untuk dicatat, bahwa kini sejauh
sudah dikaji dengan luas, ternyata dari 100.000 galaksi yang dekat, yang
dipantau lewat WISE, yang baru saja sudah dikaji kembali dengan mendalam oleh
Roger L. Griffith, Jason T. Wright, dkk, tidak satupun menampakkan
indikasi-indikasi memuat peradaban alien cerdas apapun.
Dus, karena
alien-alien cerdas itu hidup dan membangun peradaban maju mereka dengan tidak bisa
dibedakan dari alam, maka hingga kini kita belum menemukan satupun bukti bahwa
mereka ada, berhubung kita berpikir bahwa kita harus menemukan mereka sebagai
organisme cerdas yang hidup sudah jauh di atas alam dan sudah menguasai dan mengeksploitasi alam
dengan rakus lewat teknologi mereka.
Mungkin sekali mereka, sebaliknya,
memegang sebuah filosofi bijak bahwa untuk bertahan hidup, setiap organisme
harus hidup dan berkarya sejalan dengan alam. Jika kondisi ini benar, maka kita
yang kini mendiami Bumi musti melakukan definisi ulang apa itu teknologi,
sebelum alam berbalik memusnahkan spesies kita di masa depan!
Ancaman serius dari perubahan iklim global yang sedang berlangsung sekarang ini di planet kita, yang akan dapat melemahkan Homo sapiens dan merongrong peradaban spesies ini, bukan datang dari alam sendiri pada dirinya sendiri, tetapi dari meningkatnya kandungan CO2 di atmosfir Bumi yang berasal dari berbagai bentuk kegiatan dan benda-benda teknologis spesies ini yang menggunakan bahan bakar fosil!!
Jakarta, 21 April 2015
Ioanes rakhmat
○ Dibaca kembali 17 Juni 2023