oleh Ioanes Rakhmat
Dalam renungan kedua tentang kapitalisme global dan agama-agama, marilah kita awali juga dengan sebuah pertanyaan berikut, yang lalu akan disusul dengan jawaban-jawaban analitisnya.
Mengapa kaum kapitalis Kristen tak mendukung Islam fundamentalis, padahal mereka pendukung dana kuat kekristenan fundamentalis?
Di seluruh dunia yg sudah mengalami demokratisasi, Islam fundamentalis dipandang sebagai sebuah ancaman serius bagi kekristenan fundamentalis.
Karena liberalisasi ekonomi dunia sama dengan Westernisasi dan sama dengan kristenisasi, maka kaum kapitalis Kristen hanya mendukung kekristenan yang agresif dan ekspansif.
Di mana-mana dan kapanpun juga, lembaga keagamaan yang agresif dan ekspansif selalu bermental fundamentalis dengan misi menaklukkan dunia di kakinya.
Westernisasi, yang sama dengan demokratisasi yang juga sama dengan liberalisasi ekonomi dunia, jauh mudah dilakukan dalam suatu wilayah yang sudah dikristenkan. Ini logis!
Karena dunia dewasa ini diisi juga oleh umat-umat beragama lain, kaum kapitalis Kristen mau tak mau juga harus memperhitungkan eksistensi mereka.
Berkaitan dengan Islam, kapitalis Kristen tak akan bekerjasama dengan Islam fundamentalis yang dipersepsi sebagai suatu ancaman besar bagi Kristen fundamentalis.
Ketika Islam fundamentalis bertemu dengan Kristen fundamentalis di lapangan terbuka, yang selalu terjadi adalah bentrokan, fisik dan ideologis.
Islam fundamentalis bertujuan islamisasi dunia, sama seperti Kristen fundamentalis bermisi mengkristenkan dunia. Keduanya tak akan berdamai.
Islam fundamentalis pro dunia Arab dan ekonomi Arab. Kristen fundamentalis pro dunia Barat dan ekonomi Barat. Dus, benturan dua peradaban.
Mustahil kapitalisme global pro dunia Arab dan ekonomi Arab. Hanya ada satu pilihan buat mereka: pro dunia Barat dan ekonomi Barat!
Setelah menolak Islam fundamentalis, kapitalis Kristen mencari-cari segmen Islam mana yg mereka bisa support dan jadikan kawan demi mencapai tujuan mereka.
Kaum kapitalis Kristen tentu mencari segmen Islam yang memungkinkan kekristenan fundamentalis hidup aman dan leluasa dalam menjalankan misi mereka.
Islam yang mana? Jelas, Islam yang berwajah toleran, eirenik, hanif, pembela HAM, pembela kaum minoritas, pluralist, sekularist, dan liberal.
Islam yang eirenik, yang berwajah damai, memiliki segala sifat yang dipandang kaum kapitalis sejalan atau sama dengan nilai-nilai yang dibela Barat.
Tapi hal ini tidak berarti bahwa Islam yang hanif dan liberal mengambilalih begitu saja Western values supaya mereka dapat dukungan dari kapitalisme global.
Islam yang eirenik dan liberal tahu bahwa gerakan mereka tak akan dapat dukungan ideologis dan finansial dari Arab Saudi yang teokratis dan kikir meskipun kaya raya karena minyak.
Malah dalam hampir semua agenda perjuangan ideologis mereka, Islam yang hanif dan liberal melawan negeri tempat kelahiran agama Islam sendiri.
Kalau Kristen fundamentalis dikenal dengan Westernisasi-nya, maka Islam fundamentalis dikenal giat melakukan Arabisasi atas negeri-negeri non-Arab.
Dus, Islam yang hanif, liberal dan eirenik sangat jelas mengfungsikan diri sebagai sebuah bendungan kokoh atas arus deras Arabisasi dunia non-Arab.
Pada sisi lain, Islam fundamentalis terang-terangan menjadikan diri mereka sebuah bendungan kuat terhadap usaha Westernisasi atas negeri-negeri non-Arab.
Bendungan versus bendungan! Mana bendungan yang tak akan jebol, bergantung pada made in apa.
Nah, supaya tak dituduh bahwa Islam yang eirenik dan liberal hanyalah “kaki-tangan” Barat, mereka mencari dasar-dasar Quranik Islami dari nilai-nilai yang mereka bela.
Tak sedikit kaum Muslim yang eirenik, penjunjung HAM dan pembela pluralisme, berhasil memberikan landasan Islami dan Quranik pada gerakan mereka.
Dus, tuduhan bahwa kaum Muslim yang liberal dan eirenik hanyalah kaki-tangan kapitalisme global berhasil mereka patahkan dan anulir! Plok, plok, plok! Dua jempol untuk mereka!
Jadi, harus ditegaskan bahwa Islam yang berwajah liberal, pluralis dan pendukung HAM adalah Islam yang otentik dan tak kurang sejatinya.
Tapi meskipun gerakan kaum Muslim liberal dan eirenik memiliki dasar kuat dalam Quran dan tradisi Islami (Sunnah), tak berarti mereka adalah Islam puritan.
Islam liberal dan eirenik sama sekali bukan Islam puritan, tapi Islam pembaharu dalam arti sebenarnya kata ini: membaharui Islam!
Kalangan Muslim fundamentalis dan puritan di mana-mana menyebut diri mereka Muslim pembaharu. Ini adalah sebuah penyesatan semantik!
Di mana-mana dan kapanpun juga, setiap puritanisme religius sama sekali bukan gerakan pembaharu, tapi gerakan menghentikan sama sekali gerak maju agama.
Kaum puritan religius, yang dengan keliru sering menyebut diri “pembaharu” (reformer), membuat agama menjadi tumpukan fosil belaka, yang hanya harus dimuseumkan.
Karena dunia kini di mana-mana mengalami pembaruan konstan, tak terbendung, maka Islam masa depan adalah Islam pembaharu dalam arti sebenarnya kata ini.
Meskipun Islam liberal yang eirenik menghadapi perlawanan dan penghambatan kuat dari Islam fundamentalis, masa depan tetap ada di tangan mereka.
So, meskipun kapitalisme global mendukung Islam liberal yang eirenik, juga secara finansial, Islam liberal tetap sebuah gerakan yang berintegritas.
Meskipun membela kelompok-kelompok minoritas religius, Islam liberal tentu sadar dan tahu bahwa banyak agenda gerakan kelompok-kelompok ini yang tak sejalan dengan visi liberal mereka.
Jadi, kelompok-kelompok minoritas religius juga harus tahu diri untuk tidak memperalat Islam liberal demi kepentingan-kepentingan sempit mereka sendiri.
Tapi susah dicegah: kelompok-kelompok minoritas religus akan memakai segala cara untuk menyelamatkan diri mereka, termasuk memperalat kelompok-kelompok lain yang powerful.
Jadi, diperlukan kesadaran kuat dan kecerdasan dalam diri Muslim liberal: tetap bersahabat dengan kapitalisme global dan kaum minoritas, tapi tak diperalat mereka!