Lewat olah akal, masuk ke dalam pengalaman mistik, masuk ke, dan berdiam di dalam, Tuhan yang mahatahu, erat saling mencintai.
GOD EXISTS, THEREFORE I THINK
Sungguh tak paham saya apa itu agama, baik atau buruk, berguna atau malah menyusahkan, bajik atau jahat, jika untuk beragama dengan saleh si penganut harus membunuh akalnya sendiri.
Saya lama hidup dalam kepercayaan pada sebuah agama yang memerintahkan saya untuk mencintai Tuhan dengan segenap akal budi saya. Tapi hal yang memprihatinkan adalah banyak sekali orang di dalamnya yang mengabaikan perintah yang bagus ini.
Mungkin mereka bersikap demikian karena mereka tidak tahu atau bingung bagaimana bentuk menjalankan perintah ini. Mereka biasa beriman, tak pernah berpikir, atau bahkan mereka takut berpikir, karena mereka beranggapan: berpikir akan membawa mereka ke dalam kesesatan. Tak terpikir oleh mereka bahwa justru dengan tanpa berpikir, mereka akan pasti tersesat.
Karena itu, saya dengan bebas ingin menyebut sekian poin apa artinya hidup dengan mencintai Tuhan dengan segenap akal budi.
Harapan saya, setelah membaca poin-poin berikut ini, banyak orang akan tercerahkan, lalu memasuki kehidupan beragama dalam suatu perspektif yang baru, yang di dalamnya akal budi mendapat tempat yang terhormat sebagaimana patutnya.
Mencintai Tuhan dengan segenap akal budi berarti sangatlah tidak cukup jika orang hanya beriman dalam beragama, apalagi beriman tanpa diterangi akal budi, beriman dengan membuta yang kerap menimbulkan bencana, azab, penderitaan dan malapetaka, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan masyarakat dan dunia.
Mencintai Tuhan dengan segenap akal budi haruslah berarti membangun suatu hubungan dialektis terus-menerus antara hidup beriman dan hidup berpikir, antara perasaan dan nalar, antara cita-cita atau angan-angan dan realitas faktual, antara mitos-mitos dan kisah-kisah teologis skriptural dan kenyataan-kenyataan objektif.
Mencintai Tuhan dengan segenap akal budi berarti mencapai kedamaian yang langgeng antara kemauan hati dan kemauan akal, dan hidup bersumber serentak dari hati dan akal. Hati memberi kita puisi dan madah, akal memberi kita matematika dan aljabar, dan kita jadi hidup sehat berkat keduanya.
Pernah diteorikan bahwa otak kiri kita memberi logika dan kemampuan bernalar, otak kanan kita memberi rasa, cinta, empati dan belarasa. Otak kiri dan otak kanan membentuk otak kita yang utuh. Meski pemisahan fungsi mental otak kanan dan otak kiri sudah dinyatakan keliru, tapi tetaplah benar otak kita seutuhnya, kiri dan kanan sekaligus, memang memberi kita semua kemampuan itu. Kemampuan atau kecakapan hard skills dan soft skills sekaligus.
Mencintai Tuhan dengan segenap akal budi berarti mensyukuri dengan tanpa batas adanya akal budi dalam diri kita yang memampukan kita bernalar, menjalankan scientific reasoning.
Tanpa akal budi yang memandu bisa jadi kita sebagai suatu spesies sudah lama punah, karena tak mampu menahan, menanggulangi, menghindari, dan mencegah lewat iptek berbagai bencana alam yang datang menerjang dalam planet Bumi sendiri, atau dari angkasa luar seperti yang telah terjadi pada dinosaurus non-avian 66 juta tahun yang lalu.
Mencintai Tuhan dengan segenap akal budi mengharuskan saya memakai semua kemampuan dan daya jelajah akal budi saya tanpa batas, sebagai sebuah bentuk ibadah yang mulia, dalam segala aspek kehidupan.
Mencintai Tuhan dengan segenap akal budi mengharuskan saya juga merangkul erat semua pandangan ilmu pengetahuan tentang semua realitas, semua fenomena kosmik dan fenomena mikrokosmik, dengan pikiran terbuka, hati yang senang dan penuh syukur.
Mencintai Tuhan dengan segenap akal budi berarti kita harus bebas, leluasa dan bertanggungjawab menggunakan akal budi kita untuk menghasilkan banyak kebaikan bagi semua organisme, kehidupan, planet Bumi dan jagat raya. Akal budi membuat kita tahu mana yang benar dan mana yang salah. Akal budi melahirkan etika.
Mencintai Tuhan dengan segenap akal budi berarti juga mengembangkan sains tanpa batas sebagai sebuah bentuk ibadah mulia yang diterima dengan sangat senang oleh Tuhan.
Mencintai Tuhan dengan segenap akal budi mendorong kita, lewat aktivasi akal budi dengan sistimatis metodologis, untuk masuk ke dalam dunia ilmu pengetahuan yang bersumber dari kemahatahuan Tuhan yang tanpa batas. Cinta kepada Tuhan bergandengtangan dengan kecerdasan dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Mencintai Tuhan dengan segenap akal budi berarti menggunakan akal dan sains untuk mendatangkan kebajikan dan kebahagiaan sebesar-besarnya bagi umat manusia dan untuk mempertahankan kelestarian organisme cerdas ini dalam jagat raya.
Mencintai Tuhan dengan segenap akal budi berarti pantang berpikir jahat tentang orang lain, tentang Tuhan sendiri, tentang kehidupan, tentang alam, tentang masa depan, dan pantang memakai akal budi untuk tujuan-tujuan yang jahat.
Selain itu, jika kita tahu ada orang yang jahat dan durjana, karena kita mengasihi Tuhan dengan akal, maka kita perlu berpikir cerdas bagaimana membantu orang-orang semacam itu, dalam batas kemampuan kita, berubah bertahap menjadi baik dan bajik.
Mencintai Tuhan dengan segenap akal budi berarti juga berani dan bergairah memikirkan terus-menerus dengan kritis hakikat sang Tuhan. Masuk ke pengalaman mistikal lewat olah akal budi.
Mencintai Tuhan dengan segenap akal budi berarti membiarkan akal budi saya memikirkan segala seluk-beluk sang Tuhan dengan tanpa batas, dengan riang, bergairah dan penuh syukur. Karena Tuhan itu ada, maka aku berpikir. God exists, therefore I think.
Allah ada, karena itu aku berpikir, atau, karena itu aku berani berpikir leluasa. Ini yang benar.
Sangat salah dan bodoh jika orang berpendapat, Tuhan ada, karena itu aku tidak boleh berpikir, atau, karena itu aku takut berpikir, atau karena itu aku harus memusuhi dan menumpas akalku.
Mencintai Tuhan dengan segenap akal budi berarti menempatkan akal budi dalam status semulia-mulianya sebagai jalan agung menuju Tuhan, lewat ilmu pengetahuan yang dibangun akal ilmiah insani.
Akal budi datang dari Tuhan, karena itu dengan akal budi kita datang kembali ke Tuhan. Akal budi insani dan Tuhan berinteraksi, membuat sebuah gerak siklikal yang abadi.
Karena itu, tak ada yang perlu dicurigai atau ditakuti kalau akal budi bekerja, dengan dilandasi moral yang agung dan kebajikan yang mulia.
Galileo Galilei menegaskan, “Aku tidak merasa wajib untuk percaya bahwa Allah yang sama yang telah memberi kita indra, nalar, dan intelek, juga menginginkan kita untuk tidak menggunakan semuanya itu.”
Semakin dalam dan jauh anda berpikir, sampai ke batas-batas terujung pikiran anda di suatu momen, semakin dekat anda ke sang Tuhan sebagai sang Pikiran Teragung yang tanpa batas, yang mahatahu. Saat anda tidak berpikir, Tuhan menjauh dari anda, dan anda terasing dari-Nya.
Kita, manusia, dibuat secitra dengan sang Tuhan ini lewat akal budi yang diberi oleh-Nya lewat evolusi spesies, yang memampukan kita berpikir dan bernalar. Tentu lumba-lumba, ikan paus, oktopus dan gajah adalah hewan-hewan yang cerdas. Tapi tak ada organisme lain yang memiliki tingkat kecerdasan seperti yang ada pada manusia. Akal menjadikan kita organisme yang istimewa, yang mampu membangun persahabatan dengan semua bentuk kehidupan lain yang memiliki kesadaran dan pengenalan diri.
Mahafisikawan Stephen Hawking menulis, “Kita hanyalah suatu keturunan kera-kera yang lebih maju, yang mendiami sebuah planet kecil yang mengorbit pada sebuah bintang yang sangat biasa. Tetapi kita dapat memahami jagat raya. Itu menjadikan kita sesuatu yang sangat spesial.”
Akhirnya yang satu ini: Aku mencintai Tuhan, karena itu aku berpikir, dan aku berpikir, karena itu aku mencintai Tuhan. Aku berpikir, dan mencintai Tuhan, karena itulah aku ada.
I love God, therefore I think. I think, therefore I love God. I think, and I love God, therefore I am.
Ucapan filsuf rasionalis René Descartes cogito, ergo sum, “aku berpikir, maka aku ada”, tentu sangat bagus, dan dalam banyak segi benar adanya, tapi tidak cukup. Kok?
Ya, soalnya, orang dari berbagai agama yang tak mau berpikir, atau membenci pemikiran yang maju dan berbeda, juga mengklaim diri mereka ada lantaran, kata mereka, Allah sudah menciptakan mereka untuk hanya menaati segala hal yang telah tercantum dalam kitab-kitab suci mereka yang ditulis di zaman-zaman sangat lampau dan di dunia-dunia yang berbeda.
Aku beda. Bagiku, lewat cinta dan kecerdasan pikiranku tentang sang Tuhan, aku menyatu dengan-Nya, dengan Dia yang mahapecinta dan mahatahu, dan Dia diam di dalam aku, erat, sejuk dan memberi kedamaian. Cinta, kecerdasan, dan Tuhan, adalah tiga serangkai yang tak terpisahkan, tritunggal yang real bekerja dalam dunia ini.
Pikiran kecil menyatu kembali dengan sang Pikiran Besar yang tak terbatas.
Bak seorang bayi masuk kembali ke dalam rahim bundanya.
Bak lahar menyatu kembali dengan perut gunung.
Bak air sungai menyatu kembali dengan samudera raya.
Bak curahan hujan lebat tersedot habis oleh akar-akar pepohonan dalam hutan-hutan rimba yang perawan.
Bak bilah keris menyatu dengan sarung keris, atau bak sarung keris masuk ke dalam bilah keris.
Bak bintang-bintang dan planet-planet dan cahaya tersedot ke dalam black hole sebuah galaksi.
Bak sebuah lubang jarum masuk ke sehelai benang.
Oh Tuhan yang mahatahu, Engkau membuatku bergelora untuk berpikir supaya aku juga, tahap demi tahap, makin tahu lebih banyak dan lebih banyak lagi, lewat kerja akal budiku, dan makin dekat, makin dekat kepada-Mu.
Cintaku kepada-Mu dan pikiranku tentang-Mu saling merangkul, dan dengan keduanya aku memeluk-Mu ya Tuhan dalam suatu dekapan yang hangat dan sejuk abadi. Aku kangen Engkau, dan Engkau juga kangen aku.
Itulah semua yang saya namakan spiritualitas saintifik.
Stay blessed.
Ioanes Rakhmat
Baca juga
Oh akal, mengapa kau selalu dicurigai?