dengan sabar, sang pipit ini sedang memindahkan sebuah gunung tinggi...
Seorang teman yang sedang bermasalah berat bertanya putus
asa kepada saya, sampai kapan dia harus bersabar, sampai kapan.
Keputusasaan dan kesabaran itu memang bagai ombak-ombak yang
saling berkejaran dan saling ingin menguasai. Tapi keputusasaan akan membawa kita pada kekalahan dan
kematian, sedangkan kesabaran akan bermuara pada kemenangan dan kehidupan.
Tapi kesabaran jelas tak boleh berdiri sendiri, tapi harus
didampingi kecerdasan dan ketepatan dalam bertindak, jika orang yang sabar mau
menang dengan bermartabat.
Kesabaran itu sangat luas, lebih luas dari bentangan
langit yang menyelubungi jagat raya yang maha luas dan penuh rahasia.
Kesabaran itu bak seekor burung pipit yang tekun dan gigih
mencongkel gunung secuil demi secuil dengan paruhnya yang mungil untuk
memindahkannya.
Jangan lupa, kesabaran itu juga penderitaan karena menuntut
orang yang sabar berkorban banyak hal: perasaannya, waktunya, hartanya,
pikirannya. Tapi kesabaran itu juga sebuah kebajikan, karena lewat kesabaran,
ketekunan dan kegigihan, akhirnya akan dihasilkan banyak hal yang baik bagi
dunia.
Dan kesabaran itu juga sebuah tantangan kepada orang lain karena
lewat kesabaran, kita memberi waktu yang cukup kepada orang lain untuk berpikir
dan mengevaluasi diri mereka.
Kesabaran juga sebuah strategi, karena sementara kita
bersabar, kita memiliki kesempatan luas untuk mengevaluasi semua tindakan kita
sebelumnya dan membangun rencana-rencana matang untuk kita laksanakan di depan.
Kesabaran itu juga suatu berkat karena dengannya kita bisa melihat semakin banyak sisi-sisi positif dari masalah-masalah yang sedang kita hadapi. Tanpa kesabaran, segi-segi positif dari persoalan-persoalan kita tidak akan terlihat oleh kita.
Kesabaran itu tidak pasif, tapi aktif, sebab sementara kita bersabar, kita juga aktif mengatur strategi dengan matang untuk bertindak ke depan.
Kesabaran itu juga suatu berkat karena dengannya kita bisa melihat semakin banyak sisi-sisi positif dari masalah-masalah yang sedang kita hadapi. Tanpa kesabaran, segi-segi positif dari persoalan-persoalan kita tidak akan terlihat oleh kita.
Kesabaran itu tidak pasif, tapi aktif, sebab sementara kita bersabar, kita juga aktif mengatur strategi dengan matang untuk bertindak ke depan.
Kesabaran itu natural, bagai buah matang dan lengkap di
pohon, bukan matang karbitan. Orang yang sabar tahu kapan harus bertindak
tepat, taktis, efektif, seperti sebuah mangga tahu kapan harus menjatuhkan diri dari
pohonnya karena sudah matang.
Orang-orang yang bersabar dengan benar, akan bisa mengubah
lingkungan mereka, karena para penyabar semacam ini mempunyai visi dan misi yang
layak didukung.
Orang-orang yang bersabar dengan benar, demi kesabaran, pantang menghalalkan
kekerasan atas nama apapun untuk menggolkan tujuan-tujuan mereka.
Para pejuang yang sabar, sadar sesadar-sadarnya bahwa ada
dunia luas di belakang mereka yang perlu diajak dan dilibatkan dalam perjuangan
mereka.
Kalau kepada saya ditanyakan, siapakah orang sabar masa kini
yang patut kita teladani? Saya akan menunjuk Dalai Lama. Beliau sudah melampaui keberagamaan, dan sedang memasuki kawasan kemanusiaan yang tercerahkan.
Kalau saya ditanya, profesi apakah yang paling menuntut
kesabaran? Saya akan menunjuk, pertama, para pejuang hak-hak kemanusiaan, lalu para
saintis.
Bagaimana dengan profesi sebagai agamawan?
Waspadalah, sekarang ini ada agama-agama yang potensial
membuat anda tidak menjadi orang yang sabar, tapi orang yang beringas dan
kejam.
Jika ada agama-agama yang akan menjadikan anda para penyabar
yang penuh kebajikan dan cinta, rangkul agama-agama itu, karena Tuhan ada di
situ.
Tuhan itu bukan doktrin dan bukan agama, tetapi kata kerja
mencintai dan berbuat bajik.
Siapapun yang mencintai dan melakukan kebajikan, dia orang yang bertuhan sekalipun tidak beragama.