Thursday, February 18, 2021

Temuan Terkini WHO Terkait Asal-usul Wabah Covid-19 di Wuhan, dan Mutasi Mutakhir Coronavirus


Tim misi WHO yang terdiri atas 17 ilmuwan yang dipimpin Peter Ben Embarek, bersama 17 ilmuwan China, telah melakukan investigasi langsung pertama di lokasi selama satu bulan tentang asal-usul wabah virus SARS-CoV-2 di Wuhan dan kawasan sekitarnya yang terletak di provinsi Hubei, China.

Seperti halnya dengan semua negara lain, apalagi negara besar seperti China, protokol "surveillance" yang ketat diberlakukan pemerintah China terhadap pekerjaan investigatif tim misi WHO. Bagaimana pun juga, tim ini telah sukses bekerja selama satu bulan bersama 17 ilmuwan China sebagai kolega mereka.

Temuan-temuan Pertama

Tim misi WHO itu baru saja telah merilis temuan-temuan mereka di Wuhan. Berikut ini.

1) Wabah infeksi coronavirus telah berlangsung lebih awal di Wuhan, sejak Oktober 2019, TANPA TERDETEKSI oleh para ilmuwan dan pemerintah China.

2) Saat wabah resmi dinyatakan telah terjadi, pertengahan Desember 2019 di Wuhan, SUDAH ADA tiga belas varian coronavirus yang telah menyebar luas.

Penemuan atas 13 varian coronavirus tersebut didapat setelah dilakukan sekuensing genetik terhadap sampel-sampel material-material genetik virus dari kasus-kasus positif Desember 2019 dan sebelumnya. Hasilnya, ditemukan 13 sekuen genetik virus yang berbeda.

Sampel-sampel material genetik ini berasal dari data pasien-pasien sepanjang 2019. Beberapa di antaranya berasal dari pasar-pasar, termasuk pasar seafood Huanan di Wuhan yang diduga berperan penting dalam penyebaran virus, dan beberapa lagi tidak terkait dengan pasar-pasar.

3) Penemuan PERTAMA KALI tiga belas sekuensing genetik virus yang berlainan tersebut menyarankan bahwa coronavirus SUDAH MENYEBAR LAMA sebelum Desember 2019 di Wuhan tanpa terdeteksi.

Lazimnya, setiap wabah virus di manapun baru resmi terdeteksi beberapa waktu (dalam hitungan minggu atau bulan) sesudah kejadian infeksi-infeksi pertama yang tak diketahui. Kasus wabah di Wuhan, resmi terdeteksi pertama di pasar seafood Huanan, Wuhan.

Pasien pertama Covid-19 asal Wuhan adalah seorang pria umur 40-an. Pria ini hidup normal dan biasa-biasa saja, bekerja di kantor sebuah perusahaan privat. Tak pernah mendaki gunung dan memasuki goa-goa. Juga tidak terkait dengan pasar-pasar seafood, dan sebelum sakit tidak pernah mengunjungi kota-kota lain. Tim misi WHO telah bertanyajawab dengannya.

4) Tim misi WHO tersebut juga menganalisis 92 kasus suspek Covid-19 yang muncul Oktober-November 2019, dengan simtom seperti Covid-19 dan simtom berat/parah.

Setelah dilakukan test antibodi terhadap 67 orang (yang bersedia) dari antara 92 orang tersebut pada Januari 2021, hasilnya NEGATIF semua. Test antibodi lanjutan akan dilakukan lagi sementara saat ini belum ada kejelasan apakah antibodi (yang terbentuk lewat kesembuhan) terhadap coronavirus dapat bertahan hingga 1 tahun sejak terbentuk.

92 kasus tersebut bukan kasus klaster, tapi terpisah-pisah dalam kurun 2 bulan dan muncul di banyak tempat di provinsi Hubei tempat kota Wuhan. Para ilmuwan WHO masih belum mendapat kejelasan tentang apakah 92 kasus suspek ini benar-benar kasus coronavirus, mengapa muncul menyebar dan tidak terjadi dalam klaster-klaster, dan apa yang diindikasikan oleh kenyataan ini.

Nah, tim misi investigatif WHO ini akan kembali datang ke Wuhan beberapa bulan yang akan datang untuk melanjutkan penyelidikan. Mereka berharap, nanti akan dapat meneliti sampel-sampel biologis serum darah yang akan diperoleh dari bank donor darah di Wuhan yang berasal dari kurun 2019 dan 2020. Pemerintah China menyatakan tersedia 200.000 sampel biologis yang telah diteliti untuk tujuan litigasi. Sebetulnya ada lagi sampel biologis lain (seperti faeses dan urin) yang dapat bermanfaat, tetapi sudah dibuang setelah sebelumnya diteliti.

Dari Kelelawar, ke Hewan Jinak, Lalu ke Manusia

Sudah kita ketahui, Donald Trump sewaktu masih menjabat presiden Amerika Serikat, bersama Trump Administration, telah mengumbar klaim politis yang spekulatif bahwa coronavirus penyebab penyakit Covid-19 berasal dari sebuah laboratorium virologis di Wuhan. Pada waktu itu, lembaga intelejen Amerika menyatakan tidak mungkin coronavirus diciptakan para ilmuwan atau dibiakkan dari virus lain yang sudah dimodifikasi secara genetik.

Setelah tim misi WHO mengunjungi laboratorium Wuhan Institute of Virology, ketua tim, Peter Ben Embarek, menegaskan bahwa "sangatlah tidak mungkin" coronavirus lolos dari lab tersebut lewat "kebocoran" yang tidak disengaja.

Peter Daszak, anggota tim misi WHO, (presiden EcoHealth Alliance di New York, spesialis penyakit hewan dan penularannya ke manusia), bersama seluruh ilmuwan tim WHO ini, menyatakan klaim Trump itu sangat tidak mungkin benar, dan tak patut diinvestigasi lebih lanjut.

Menurut Daszak (yang pernah bekerjasama dengan Wuhan Virology Institute, yang berakibat penghentian bantuan dana ke organisasinya oleh Trump Administration), coronavirus berasal-usul di Asia Tenggara (antara lain Vietnam, Laos, atau Myanmar, juga Kamboja, Thailand, bahkan juga Jepang) atau China Selatan. Penularan terjadi dari hewan-hewan liar, kelelawar paling mungkin (selain trenggiling), lalu lewat tautan hewan-hewan peliharaan yang sudah dijinakkan (seperti cerpelai, hewan-hewan ternak berbulu lebat, musang, anjing rakun, biul slentek) akhirnya masuk ke Wuhan.

Lewat mekanisme yang lazim dinamakan "Horizontal Genes Transfer" (HGT), coronavirus lompat ("spill-over") dari inang-inang kelelawar (dan trenggiling) masuk ke inang-inang hewan yang sudah dijinakkan, lalu dari hewan-hewan jinak lompat lagi ke manusia.

Kelelawar adalah hewan yang paling mungkin menjadi "reservoa alamiah" tempat hidup coronavirus, lalu virus-virus ini pindah inang ke hewan jinak sebelum akhirnya menginfeksi manusia. Tetapi mata rantai penularan HGT ini tidak berlangsung awalnya di Wuhan, tetapi di kawasan-kawasan lain di China atau di Asia Tenggara.

Tim WHO ke depannya akan fokus pada penelitian terhadap "mata rantai dingin" ("cold chain") sebagai medium penyebaran virus, yakni mata rantai pengangkutan, pemasokan dan perdagangan makanan-makanan yang dibekukan. Mata rantai ini melibatkan tempat-tempat lain di China dan kawasan-kawasan perbatasan dengan negara-negara Asia Tenggara.

Nah, uraian di atas menunjukkan berbagai usaha keilmuwan yang terarah ke masa satu atau dua tahun lalu terkait awal pandemi Covid-19. Selanjutnya, perlu kita ketahui juga apakah virus SARS-CoV-2 masih terus bermutasi pada saat ini. Jawabnya jelas, ya mutasi terus berlangsung. Ikuti pemaparan berikut.

Bermutasi Konvergen

Di beberapa negara bagian Amerika Serikat ditemukan tujuh varian virus SARS-CoV-2 yang berasal dari garis-garis silsilah yang berbeda, telah BERMUTASI KONVERGEN. Artinya, 7 varian virus corona ini telah mengalami mutasi ke arah yang sama, yaitu mutasi pada SATU GEN yang berpengaruh pada cara virus masuk ke dalam sel-sel manusia.

Persisnya mutasi yang sama ini terjadi pada asam amino yang ke-677 pada protein-protein "spike" tujuh varian virus ini. Protein-protein "spike" virus corona sendiri terdiri lebih dari 1.200 molekul yang membentuk rantai terlipat, yang menjadi unit-unit dasar ("building blocks") pembangun virus yang hidup.

Dari tujuh varian virus yang bermutasi konvergen ini, varian dari garis silsilah yang sama dideteksi (lewat sekuensing genetik) paling awal pada 1 Desember 2020. Lalu, beberapa minggu kemudian, sampai akhir Januari 2021, semuanya menjadi lebih umum mendominasi, di Lousiana.

Bahkan di negara bagian New Mexico, varian yang bermutasi pada protein ke-677 ditemukan lebih awal lagi, Oktober 2020.

Enam varian dari garis silsilah yang berbeda, yang bermutasi mandiri dan berkonvergensi pada mutasi gen yang sama, ditemukan di beberapa negara bagian yang lain.

Temuan 7 varian virus mutan itu berasal dari sekuensing genetik terhadap kurang dari 1% sampel-sampel test SARS-CoV-2. Bayangkan, kurang dari 1% sampel test! Kalau sampel test yang dilakukan sekuensing genetik lebih banyak, jauh di atas 1%, tentu akan ditemukan jauh lebih banyak varian virus yang bermutasi konvergen.

Mutasi pada protein ke-677 dapat mempermudah virus-virus masuk ke dalam sel-sel manusia karena "spike" mereka lebih mudah diaktivasi. Diakui, ihwal bagaimana tombak "protein spike" ditancapkan pada sel-sel manusia, masih misterius juga. Mutasi pada gen ke-501 seperti pada mutan virus Inggris dan Afrika Selatan, misalnya, yang mengubah "spike" virus-virus mutan, membuat bagian puncak "spike" virus dapat lebih kuat mencengkeram sel-sel manusia, dan infeksi dapat lebih efektif.

Mutasi konvergen varian-varian virus dari silsilah yang berlainan ini memberi dua keuntungan bagi virus-virus mutan: menjadi lebih unggul dibandingkan varian virus lain, dan lebih kuat dalam melawan sistem imun manusia.

Ingat ya, sekuensing genetik mutakhir virus corona di Amerika telah dilakukan baru pada kurang dari 1% kasus terinfeksi. Bagaimana dengan kondisi Indonesia? Belum terdengar berita adanya mutan-mutan virus Jakarta, Jawa Barat, misalnya. Soalnya terletak pada teknologi sekuensing genomik virus.

Trajektori penyebaran SARS-CoV-2 dari Wuhan ke Jakarta dan ke Jawa Barat dan seterusnya, yang sudah berlangsung lebih dari 12 bulan, bukanlah trajektori viral yang unilinier statis, dengan virus yang itu itu juga. Tidak demikian. Adalah logika keilmuan yang bekerja jika siapa pun berpikir bahwa mutan-mutan virus Jakarta, Jawa Barat dst, sangatlah mungkin sudah ada.

Apa pun juga, vaksinasi nasional dengan vaksin-vaksin yang sudah tersedia (meski belum di-"adjust" untuk menangkal mutan-mutan besar virus) perlu dijalankan (dan sedang berjalan) sekarang ketimbang menunggu vaksin-vaksin lain yang mendatang, yang mungkin akan jauh lebih efektif yang dikembangkan sebagai respons antisipatif terhadap mutan-mutan besar coronavirus.




Kita sudah ketahui, "vaccination rate" di Indonesia masih sangat rendah, ya sekitar 60.000-an dosis tunggal per hari, sementara target Indonesia (kata seorang teman dokter) adalah 100.000 dosis vaksin perhari. Bagaimana dengan Amerika? Pemerintah Amerika mengvaksinasi hampir 1,4 juta orang penduduk per hari dengan dosis tunggal.

Dengan "vaccination rate" yang sangat rendah itu, berapa lama waktu dibutuhkan Indonesia untuk tuntas mengvaksinasi ganda 180-190 juta orang dari total 240 juta penduduknya untuk mencapai "herd immunity"? Ya hitunglah sendiri. A long wait!

Jangan lupa, virus corona di Indonesia, jika tidak lenyap begitu saja dari planet Bumi, delapan sampai sepuluh tahun mendatang, lewat berbagai mutasi besar, akan sudah jauh berbeda dari virus corona sekarang.

18 Februari 2021
ioanes rakhmat

Berita-berita yang diperhatikan:

https://www.nytimes.com/2021/02/14/health/coronavirus-variants-evolution.html

https://www.cnn.com/2021/02/14/health/who-mission-china-intl/index.html

https://www.nytimes.com/2021/02/14/health/WHO-covid-daszak-china-virus.html

https://www.bbc.com/news/world-asia-china-55996728

Sunday, February 14, 2021

APA PESAN KISAH MARKUS tentang "Yesus berubah rupa" (Markus 9:2-13)?



Tadi, mulai pukul 9 pagi, Minggu, 14 Feb 2021, saya mengikuti kebaktian online GKI Kepa Duri lewat tayangan Youtube. Pengkhotbahnya Pdt. Cordelia Gunawan. Saya menikmati seluruh rangkaian ibadah ini, termasuk khotbah di dalamnya.

Sekarang saya ingin mengetengahkan apa sebenarnya maksud dan pesan Markus 9:2-13, yang saya berhasil temukan. Baca kisah paralelnya juga dalam Matius 17:1-13 dan Lukas 9:28-36 yang sudah mengalami penyuntingan oleh penulis masing-masing Injil ini.

Pesan saya kepada Pdt. Cordelia, kalahkanlah kecenderungan yang ada dalam diri para rohaniwan umumnya untuk dengan berapi-api membenturkan akal dan ilmu pengetahuan dengan teks-teks kitab suci yang mengisahkan hal-hal "luar biasa" seperti teks khotbahnya.

Kata "transfigurasi" (dari kata Latin transfiguratio) tidak dipakai dalam teks Markus tersebut dalam terjemahan LAI. Yang dipakai LAI frasa "berubah rupa". Kata Yunaninya metamorfē, artinya: perubahan wujud ("morfē"), melampaui ("meta") sosok ragawi, berubah menjadi sosok cahaya, "the light figure".

Artinya, di suatu momen kehidupan aktif Yesus di masa dewasa, "di atas sebuah gunung yang tinggi", Yesus mengalami pencahayaan ilahi, menampakkan kemuliaan ilahi, mengalami penerangan sorgawi atau "divine enlightenment". Ini menjadi sumber kekuatan spiritual besar bagi Yesus dalam menjalani alur kehidupan-Nya yang akan diwarnai penderitaan, lalu berakhir dalam kematian di kayu salib (Markus 9:9-13).

Pada momen pencerahan itu, "datanglah awan" menaungi mereka. Maksudnya: "awan kemuliaan ilahi", "wujud kehadiran Allah dalam kemuliaan-Nya". Dalam sastra-sastra rabbinik, setelah tahun 70, manifestasi kemahahadiran ilahi yang agung dan mulia ini dinamakan "Shekinah" (Ibrani: Šekīnahשכינה).

Lalu terdengar suara dari awan kemuliaan ilahi itu, suara Allah sang Bapa, "Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia." 

Penyingkapan status Yesus ini paralel dengan penyingkapan yang telah terjadi sebelumnya, ketika "langit terbuka" sesaat sesudah Yesus dibaptis, yang didengar oleh Yesus saja: "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan." (Markus 1:9-11).

Peristiwa metamorfē, saat Yesus mentransendir wujud ragawi, menjadi wujud cahaya---"wajah-Nya berubah, bercahaya seperti Matahari" (Matius 17:2; Lukas 9:29), dengan pakaian-Nya terlihat sangat putih bercahaya-cahaya--- adalah peristiwa yang sangat mendasar bagi Yesus. Ini peristiwa pencerahan budi, yang menjadi sumber inspirasi kata-kata Yesus yang patut manusia "dengarkan" karena Yesus berbicara sebagai sang Anak Allah yang diperkenan Allah, yang menjadi suatu manifestasi Shekinah.

Metamorfē sebagai momen "enlightenment", momen penerangan budi, yang selanjutnya menjadi sumber pengetahuan dan kebijaksanaan dan kekuatan spiritual, lazim dialami para sosok besar yang mulia dan agung, pengubah sejarah dunia, juga para sosok besar religius. Frasa lain yang paralel adalah "fotisme", "pencahayaan dari kawasan lain". Ini adalah suatu fenomena antropologis lintasbudaya. 

Ya, kita tentu teringat juga pada nabi Musa. Dikisahkan, ketika dia telah turun dari Gunung Sinai setelah berjumpa dengan Allah, "kulit wajahnya bercahaya-cahaya oleh karena dia telah berbicara dengan Tuhan" (Keluaran 34:29-35; disinggung juga oleh rasul Paulus pada 2 Korintus 3:7, 13). Cahaya kemuliaan Tuhan menguasai wajah Musa. Sang nabi utama bangsa Yahudi ini mengalami penerangan budi ilahi. Inilah yang memampukan dia, dalam kepercayaan Yahudi, untuk menjadi pemimpin yang tangguh, nabi tersuci, pemberi hukum Allah, dan peletak fondasi legal awal agama Yahudi.

Dalam karya Philo yang berjudul Life of Moses, di saat menceritakan akhir perjalanan kehidupan nabi Musa, Philo pada bagian 2.288 karyanya itu memuat sebuah deskripsi tentang kenaikan Musa ke sorga lalu hidup abadi setelah tubuh dan jiwanya disatukan, berubah menjadi "pikiran" yang "murni seperti cahaya Matahari". Baik, saya kutipkan bagian itu sepenuhnya.

"Setelah itu, tibalah waktunya untuk dia [Musa] harus membuat perjalanan panjang dari Bumi ke sorga, dan untuk melepaskan kehidupan fana di dunia ini demi memperoleh kehidupan abadi. Sang Bapa memanggilnya dari Bumi ini dengan menjadikan satu kesatuan tunggal kodrat rangkap dua tubuh dan jiwanya, lalu mengubah keseluruhan keberadaannya menjadi pikiran, murni seperti cahaya Mentari."

Philo juga bimbang apakah betul Musa raib, diangkat ke sorga, dan tidak mengalami kematian, tetapi berubah menjadi sosok cahaya, menjadi pikiran yang bebas dan abadi. Dalam bagian 2.291 karyanya itu, Philo masih menyebut kematian dan penguburan Musa./*/

Dalam Ulangan 34:5-8, ditulis bahwa Musa mati dan dikuburkan di sebuah lembah di tanah Moab meskipun tidak ada orang yang tahu di mana lokasi kuburan Musa. Ketidaktahuan ini menimbulkan spekulasi bahwa Musa tidak pernah mati, tetapi diangkat langsung ke sorga dengan tubuh yang sudah diubah.

Tapi, oleh injil-injil PB, Yesus digambarkan lebih tinggi dan lebih unggul dari Musa. Yesus telah mengalami penerangan ilahi dua kali, saat Dia dibaptis di sungai Yordan oleh Yohanes Pembaptis dan saat Dia mengalami metamorfē di atas sebuah gunung yang dilihat oleh tiga murid terdekat-Nya.

Bagi penulis Injil Markus, pencerahan yang dialami Yesus ini menempatkan Yesus pada posisi sejajar dengan Elia dan Musa. Tapi Yesus juga melampaui dua nabi PL ini. Yesus bukan hanya nabi, tapi juga "Anak yang dikasihi Allah". Bangsa Israel sebagai "anak Allah" (tradisi PL) direpresentasi oleh satu sosok yang tercerahkan dan memancarkan kemilau kehadiran ilahi, Yesus sang Anak Allah yang disenangi sang Bapa, Yesus sang Shekinah.

Teks Markus 9:9 penting diperhatikan. Pada teks ini, diisyaratkan bahwa "metamorfē" Yesus di atas gunung itu akan dapat dipahami umum setelah Yesus ("Anak manusia") "dibangkitkan dari antara orang mati".

Maksudnya, kebangkitan Yesus yang dikerjakan oleh sang Bapa ("dibangkitkan") adalah juga peristiwa "metamorfē" yang ketiga dan definitif, peristiwa Yesus melampaui kefanaan ragawi-Nya, berubah, masuk ke dalam kondisi tidak lagi dikuasai kefanaan, menjadi Tuhan yang hidup, yang hadir melampaui ruang dan waktu, kapan saja dan di mana pun, Yesus dalam "rupa yang lain" (Yunani: hē hetera morfē) seperti ditulis pada Markus 16:12, bagian dari Markus 16:8b-20.

(Markus 16:8b-20 lazim dipandang sebagai pelengkap penutup tambahan setelah teks asli Injil Markus berakhir pada 16:8a. Tambahan pelengkap penutup pendek ada pada Markus 16:8b dan tambahan pelengkap penutup panjang ada pada Markus 16:9-20. Dua tambahan belakangan ini dirasa perlu oleh editor belakangan mengingat Injil Markus ditutup semula pada 16:8a yang bernada negatif pesimistik, "Lalu mereka keluar dan lari meninggalkan kubur itu, sebab gentar dan dahsyat menimpa mereka. Mereka tidak mengatakan apa-apa kepada siapa pun juga karena takut.").

Yesus yang telah dibangkitkan, adalah Yesus yang mengambil rupa yang lain, Yesus yang telah mengalami "metamorfē", bertubuh sorgawi, yang tak tunduk pada batasan ruang dan waktu, menjadi Tuhan yang hidup di segala zaman dan tempat. Perubahan ke wujud yang lain ini, lewat kebangkitan-Nya, telah diantisipasi dalam peristiwa pencerahan ilahi yang dialami Yesus di atas gunung sebelumnya.

Nah, sebagai murid Yesus, kita juga perlu mempunyai pengalaman pencerahan budi, pengalaman diterangi oleh cahaya ilahi, dan wajah kita menjadi "bercahaya kemilau", dipenuhi aura kehadiran Allah dalam kemuliaan-Nya. Memakai kata-kata Paulus, kita perlu "diubah menjadi serupa (Yunani: metamorphousthai) dengan gambar Yesus, dalam kemuliaan yang makin besar." (2 Korintus 3:18).

Metamorfē kita ini akan menjadi sumber hikmat, pengetahuan dan kekuatan spiritual besar bagi kita semua dalam pelayanan dan kehidupan kita yang berliku-liku. Bahkan sumber kekuatan besar untuk kita bangkit kembali dari genangan lumpur penderitaan dan kesukaran berat.

Baiklah. Happy Sunday. Selamat hari Minggu. Selamat beribadah.

Jakarta, 14 Feb 2021
ioanes rakhmat

Catatan

/*/ Lihat H. Chadwick, "St. Paul and Philo of Alexandria", BJRL 48 (1966), 301. Juga LCL, 2.288; juga L. Ginzberg (Legends, 6.152 n. 904) yang berpendapat bahwa ketika T. Moses (1.15) dan Ps.Philo (Bib.Ant, 19-20 d) menekankan bahwa Musa dikuburkan di area pemakaman umum, ini dimaksudkan untuk menggempur pandangan bahwa Musa tidak mati tetapi diangkat ke sorga.

Saturday, February 13, 2021

Perayaan Imlek Di-"Alkitabiah"-kan


Menarik sekali, dalam sekian e-cards ucapan selamat tahun baru Imlek dan video-video pendek tentang Imlek yang saya telah terima dalam beberapa hari terakhir ini, ada selipan ayat-ayat Alkitab.

Antara lain, Yesaya 40:31 tentang kekuatan baru yang diberi Tuhan lewat Imlek. Mazmur 90:17a tentang kemurahan Tuhan sebagai inti makna Imlek. 2 Korintus 8:14 tentang keseimbangan lewat saling memberi yang menjadi jiwa Imlek.



Dan ada lirik-lirik lagu Imlek yang menggemakan tema-tema Alkitab, misalnya tentang kasih Allah yang begitu besar (Yohanes 3:16a), tentang Allah yang menggenapi firman-Nya, dan berisi ucapan Yesus tentang berbahagialah orang yang percaya. 



Gambar persis di atas ini mempesona. Imajinasi yang kreatif membawa kita ke Perjamuan Malam Imlek, dengan Tuhan Yesus bertindak selaku sang Tuan Rumah.

Nah, usaha-usaha sederhana "mengalkitabiahkan" perayaan Imlek itu tentu dimaksudkan untuk menyingkirkan keraguan orang Tionghoa Kristen yang tetap ingin merayakan Imlek sebagai pesta budaya Tionghoa.

Jadi, lewat usaha mengalkitabiahkan perayaan Imlek, orang Tionghoa Kristen hendak diyakinkan bahwa tidak ada benturan atau konflik antara kehidupan sebagai seorang Kristen dan perayaan musim semi Imlek dalam tradisi leluhur orang Tionghoa.

Syukurlah. Memang seharusnya begitu. Tradisi-tradisi besar leluhur apapun perlu diintegrasikan lembut dan gemulai dengan kehidupan sebagai orang Tionghoa Kristen.

Saya ingat, tiga puluh atau empat puluh tahun lalu, terkait Imlek ada ajaran keras dari aliran gereja tertentu yang para pendirinya ironisnya orang Tiongkok asli. Mereka wanti-wanti mengingatkan dengan keras bahwa karena orang Kristen adalah "ciptaan baru", maka tradisi perayaan Imlek dari para leluhur orang Tionghoa HARUS DISINGKIRKAN dari kehidupan orang Tionghoa Kristen.

Mereka yang keras terhadap tradisi Tiongkok itu anehnya gampang saja mengadopsi tradisi Jerman yang menjadi fondasi kekristenan yang mereka anut dan sebarkan. Apakah ada kekristenan murni puritan yang tidak berisi kebudayaan apapun? Ya TIDAK ADA.

Syukurlah, ajaran kekristenan keras itu tidak bisa membuang tradisi perayaan Imlek dari orang Tionghoa Kristen. Ajaran keras itu tidak laku.

Ya, bagaimanapun juga, kebudayaan adalah bagian dari agama, dan agama juga bagian dari kebudayaan. Manusia di muka Bumi hidup tidak bisa lepas dari berbagai macam bentuk dan corak kebudayaan. Kebudayaan lahir dari DAYA AKAL BUDI. Akal budi yang diberdayakan, membuat kehidupan lebih baik dan lebih maju. Akal budi yang ditindas dan dibunuh, melahirkan kebodohan dan keterbelakangan, dan kematian.

Jadi, beragama tanpa menghargai kebudayaan sendiri adalah beragama yang telah kehilangan bagian sangat penting dari dasar kehidupan. Beragama yang kehilangan sesuatu yang berharga yang ada dalam jiwa kita yang dalam.

Lewat perayaan Imlek, ikatan kekeluargaan dibarui dan diperkuat. INI SANGAT BAIK DAN POSITIF. 

Keluarga-keluarga yang kuat membuat kota juga kuat. Kota-kota yang kuat dan terpadu menjadikan negara dan bangsa juga kuat.

Sekali lagi, "happy chinese new year 2021". Semoga semua orang berbahagia dan makmur. GONG XI FA CAI.

12 Feb 2021 (hari dimulainya tahun baru Imlek 2021 yang berzodiak lembu jantan logam, "the year of the metal ox")

ioanes rakhmat

* Editing mutakhir 10 Februari 2024 (saat dimulainya tahun baru lunar Naga)



Monday, February 1, 2021

Bolehkah penderita diabetes memakan buah pisang matang?


Sudah diketahui, bahwa pisang berisi banyak nutrien, mineral, gula alamiah, serat/fiber, dan vitamin. Khasiat pisang lumayan banyak untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan tubuh. Ikuti video di bawah ini yang membeberkan khasiat-khasiat buah pisang. Mungkin anda akan takjub saat mendengarkannya, lalu tahu betapa banyak khasiat pisang.



Pisang yang makin matang akan memunculkan pada kulitnya bercak-bercak coklat. Kulit pisang muda/setengah matang tidak berbercak coklat, tetapi berwarna hijau atau kuning segar. Ada juga jenis pisang yang berkulit hijau dengan berbercak coklat tanda sudah matang. Makin matang sebuah pisang, makin dianjurkan untuk dikonsumsi karena khasiatnya lebih banyak dibandingkan pisang hijau yang belum matang. 

Biasakan diri untuk memakan dua buah pisang setiap hari untuk menjaga kesehatan tubuh. Di Amerika, orang lebih banyak makan pisang dibandingkan makan apel dan jeruk bersamaan.

Karena pisang yang matang terasa makin manis, artinya kandungan fruktosa glukosanya lebih tinggi, para penderita diabetes jadi bertanya-tanya, bolehkah mereka memakan pisang matang. Baiklah, kita cari jawabnya.

Indeks Glikemik (atau GI, "Glycemic Index") menunjukkan efek yang ditimbulkan oleh suatu jenis makanan pada kadar gula darah, apakah membuat indeks ini tinggi atau rendah lewat karbohidrat yang ada dalam makanan tersebut. 

Pisang memiliki GI yang rendah. Menurut database internasional GI, pisang matang memiliki GI 51, sementara makanan yang GI-nya rendah menunjukkan angka 55 atau lebih rendah. Jadi, pisang matang kurang lebih sama indeks GI-nya dengan makanan lain yang memiliki GI rendah.

Dengan demikian, para penderita diabetes dapat dengan aman memakan pisang matang, satu atau dua buah per hari ukuran kecil.

Ditemukan, kadar gula darah puasa turun jika orang teratur memakan pisang. Buah-buahan dengan GI rendah mengurangi risiko timbulnya diabetes.

Orang tentu saja lebih suka memilih pisang hijau (menuju kuning) atau pisang kuning cerah, karena pisang matang menampilkan kulit yang tak enak dipandang. Bertotol-totol coklat jelek. Ok-lah, jika pilihan anda begitu.

Ya, pisang hijau atau pisang yang belum matang mengandung lebih banyak amilum. Apa itu amilum? Baiklah saya jelaskan pendek saja.

Amilum, selain glikogen dan selulosa, adalah karbohidrat polimerik yang terdiri atas unit-unit glukosa yang diikat oleh polimer-polimer. Amilum ada berlimpah, dalam makanan sebagai sumber tenaga, juga tanaman hijau atau buah-buahan hijau sebagai polikarbohidrat atau polisakarid. Lebih lanjut, lihat di bawah.(*) 

Nah, amilum terdapat lebih banyak dalam pisang hijau, tapi sedikit dalam pisang matang, dan memberi efek lebih rendah pada gula darah ketimbang pisang matang. Amilum tidak dapat dipecah dengan mudah oleh tubuh seperti memecah gula yang kurang kompleks (monosakarid); alhasil memudahkan kontrol terhadap gula darah, dan memperlambat peningkatan kadar gula darah. 

Jadi, terkait efeknya pada kadar gula darah, pisang hijau sedikit memberi efek, dibandingkan pisang matang yang kulitnya berbercak coklat dengan kandungan polikarbohidrat amilum yang rendah.

Tetapi, mengingat pisang matang memberi khasiat lebih banyak dibandingkan pisang hijau pada kesehatan tubuh, dan mengingat IG pisang matang berada pada angka yang tergolong rendah (51), para penderita diabetes yang perlu mengontrol asupan karbohidrat mereka (di bawah pengawasan dieticians mereka) dapat dengan aman memakan pisang matang. Dengan catatan, ukuran pisang matang yang mereka makan perlu diperhatikan. 

Sebab ukuran pisang juga menentukan kandungan karbohidratnya. Makin sedikit karbohidratnya, makin dibutuhkan jika terkait dengan efek terhadap gula darah.

Pisang ukuran kecil (panjang 6-7 inch) mengandung karbohidrat lebih sedikit, yakni 23,07 gram sekali makan. Pisang ukuran sedang (7-8 inch) mengandung kurang lebih 26 gram karbohidrat. Pisang ukuran besar (di atas 8 inch) berisi 35 gram karbohidrat.

Jadi, para penderita diabetes dapat dengan santai memakan pisang matang, yang berukuran kecil saja, satu atau dua buah per hari, tetapi dengan khasiat yang lebih banyak ketimbang memakan pisang hijau yang belum matang. 

Sumber:

https://www.medicalnewstoday.com/articles/319992#diet-and-safety-tips 

https://www.ndtv.com/health/banana-a-fruit-loaded-with-carbs-and-sugar-can-diabetics-eat-banana-know-how-it-can-affect-your-bloo-2182564

(*) Polikarbohidrat atau polisakarid adalah karbohidrat polimerik rantai panjang yang terdiri atas unit-unit monosakarid yang diikat oleh pengikat glikosid. Polisakarid tidak terasa manis, tidak mengalami mutarotasi, dan tidak memiliki kelompok aldehid bebas atau kelompok keton bebas (disebut sebagai "non-reducing agent"). Karbohidrat dapat bereaksi dengan air dengan munggunakan enzim amilase sebagai katalisator lalu menghasilkan unsur gula. 

Semoga bermanfaat.

31 Jan 2021

ioanes rakhmat 

Saturday, January 30, 2021

Kini Diperlukan "Vaksin-vaksin Antisipatif" Multilinier Covid-19


MUTAN-MUTAN varian virus corona baru (mutan-mutan Inggris, Afrika Selatan, Brazil, plus Columbus Ohio, dan yang masih akan muncul) yang telah menyebar ke seluruh dunia, kini ditemukan RESISTEN dalam tingkat yang variatif terhadap vaksin-vaksin yang sudah ada.

Ya, terhadap semua vaksin. Termasuk vaksin Pfizer dan vaksin Moderna, menyusul segera vaksin Novavax dan vaksin Johnson & Johnson. Juga, masih ditunggu, vaksin Arcturus dan vaksin Vaxart (tablet dan sirup). Tentu juga vaksin-vaksin Tiongkok dan negeri-negeri lain.

Kini setiap kasus positif memerlukan sekuensing genetik virus! Tidak cukup test PCR dan penelusuran kontak saja! Jadi, problem dunia makin berat dan rumit terkait penanggulangan pandemi Covid-19.

Apakah Indonesia mampu melakukan langkah penanggulangan yang makin berat dan rumit ini? Kita berharap ya.

Terkait vaksin, kini langkah-langkah penting diperlukan:

1. Melakukan "adjustment" atau "penyetelan ulang" vaksin-vaksin yang sudah ada. Setelah itu, perlu uji klinis dan otorisasi penggunaan darurat lagi.

2. "Adjustment" atas vaksin yang sudah ada atau atas vaksin yang sedang dikembangkan harus bisa menghasilkan vaksin-vaksin yang mampu jauh mengantisipasi mutasi-mutasi besar virus corona.

Dus, dibutuhkan vaksin-vaksin yang semua komponen kimiawi dalam vaksin-vaksin ini memiliki kapasitas untuk melampaui banyak mutasi besar genetik yang sedang dan akan terjadi secara multilinier pada strain semula virus corona baru (yaitu strain Wuhan, Desember 2019).

"Vaksin antisipatif" ini mengharuskan usaha keilmuan yang lebih cerdas, yang dijalankan interaktif bersama dunia real yang liar, yang berada di luar dunia uji klinis ilmiah yang terkontrol.

Lewat vaksin antisipatif ini, replikasi diri virus-virus corona baru harus dapat dihentikan jika pandemi ingin dapat ditanggulangi "penuh". Mutasi genetik viral berlangsung saat replikasi diri. Kita butuh vaksin-vaksin unggulan yang mampu sepenuhnya mencegah replikasi diri mutan-mutan virus corona baru. Dus, vaksin-vaksin antisipatif masa depan ini akan menjadi vaksin-vaksin editor DNA/RNA virus yang hidup (virion) yang telah menginfeksi tubuh manusia.

Jadi, tampaknya itu akan menjadi suatu usaha sains-tek vaksinologis yang besar, ruwet, dan membutuhkan waktu sangat panjang dan daya tahan mental dan raga dan ketabahan kita semua sebagai individu dan populasi.

3. Vaksin-vaksin yang sudah ada--- yang tentu tidak akan dibuang ke laut karena "sudah basi", maksudnya: tidak efektif lagi dalam membangun antibodi-antibodi lengkap terhadap mutan-mutan virus--- tetap dapat disuntikkan sebagai dosis pertama untuk menangkal virus corona strain lama.

Sesudah jeda waktu yang variatif antar-vaksin, harus segera disusul dengan suntikan vaksin booster/penguat yang mampu menangkal mutan-mutan virus corona baru.

Dus, penyakit Covid-19 pasti akan menjadi penyakit endemik yang akan terus ada bersama kita, dan harus dilawan dengan vaksinasi vaksin-vaksin booster secara berkala (mungkin 6 bulan sekali atau 12 bulan sekali). Serupa dengan penanganan wabah influenza yang muncul musiman di kawasan-kawasan non-tropis.

Vaksin-vaksin booster ini tentu memerlukan "adjustment" atau penyesuaian ulang terus-menerus sejalan dengan mutasi-mutasi virus corona yang terus berlangsung di saat mereka mereplikasi diri.

Sudah ditulis di atas, sangat diperlukan vaksin-vaksin booster atau vaksin-vaksin baru yang mampu jauh mengantisipasi sangat banyak mutasi genetik besar virus corona baru yang berlangsung dalam trajektori tidak unilinier, tapi multilinier.

Para ilmuwan global perlu bekerjasama dan bergabung dalam meneropong ke depan trajektori mutasi-mutasi genetik viral yang multilinier ini. Perlu ada "fusion of horizons" (terma Gadamer) antar para ilmuwan peneliti dan perusahaan-perusahaan farmasi pengembang vaksin-vaksin yang antisipatif.

Jadi, ya masa pandemi dan masa endemi Covid-19 akan dan sedang menjadi masa kesukaran besar umat manusia. Suatu kesengsaraan global. Suatu azab alamiah, bukan azab buatan manusia, dan juga bukan azab dari Langit.

Pandemi yang lalu berubah menjadi endemi Covid-19 akan berlangsung satu generasi atau lebih manusia. Kecuali untuk negeri-negeri maju kecil seperti Singapura dan New Zealand. Dampak-dampak global akan pasti terjadi pada kehidupan sosial, ekonomi, kesehatan, daya tahan tubuh, dan gaya kehidupan kita semua, serta hubungan internasional.

Semoga sains-tek maju vaksinologis, dalam interaksi dengan dunia nyata yang berjalan dalam hukum-hukumnya sendiri, akhirnya, dengan perkenan dan bantuan besar Tuhan YMPengasih, dapat menghentikan replikasi diri semua mutan virus corona dalam sel-sel tubuh manusia. Ini suatu target sains-tek yang luar biasa besar yang sangat sulit dicapai, tetapi tidak mustahil dapat diraih.

Temukanlah makna kehidupan anda di masa kesusahan besar pandemi Covid-19 yang sedang dan akan berlangsung jangka sangat panjang. Peran bermakna apa yang dapat anda jalankan, kecil sekalipun?

Kata almarhum psikoterapis beken Viktor E. Frankl asal Austria, kesengsaraan adalah bagian dari kehidupan, sukar sekalipun. Sebagaimana kita ingin kehidupan kita bermakna, maka kita sendirilah yang harus menemukan dan menciptakan makna dalam penderitaan berat sekalipun di era pandemi ini.

Jakarta, 30 Januari 2021
ioanes rakhmat

Sumber rujukan yang diperhatikan

https://www.bloomberg.com/news/articles/2021-01-30/covid-mutations-undercut-optimism-even-as-more-vaccines-get-near

https://ta6b7wzz5qeeqta24rhs3hppna-adwhj77lcyoafdy-www-bbc-com.translate.goog/news/amp/uk-55850352

https://www.bloomberg.com/news/articles/2021-01-29/j-j-single-dose-vaccine-provides-strong-shield-against-covid-19

https://www.channelnewsasia.com/news/singapore/covid19-4-5-years-prolong-pandemic-risks-virus-mutate-14050198

https://www.channelnewsasia.com/news/world/covid19-moderna-vaccine-booster-south-africa-uk-strain-14039612