Monday, July 31, 2017

Tuhan, hukum alam, penyakit dan azab

Sejauh hukum-hukum matematis mengacu ke realitas, hukum-hukum ini tidak pasti. Dan sejauh hukum-hukum matematis itu pasti, hukum-hukum ini tidak mengacu ke realitas.
☆ Albert Einstein



Chaos theory: kepak-kepak kupu-kupu di Bandung, Indonesia, menimbulkan puting beliung dahsyat di San Francisco, USA


Seorang sahabat yang, seperti saya, sedang mengalami banyak kesusahan, menyatakan bahwa dia tidak bisa paham mengapa Tuhan memberi manusia penderitaan. Meskipun teman saya itu terguncang oleh fakta adanya azab dan tampak Tuhan tidak bertindak apapun, dia menyatakan masih tidak meragukan keberadaan Tuhan.

Terhadapnya, yang sangat mencintai Yesus, saat ini saya bisa membeberkan jawaban saya berikut ini, hanya sejauh ini. Penting diingat, apa yang saya tulis di bawah ini akan kuat berbicara khususnya kepada orang-orang Kristen, lebih khusus lagi kepada orang-orang Kristen yang hampir kalah atau sudah kalah di saat mereka sedang didera banyak kesusahan dan beban teramat berat.

Ini keyakinan saya: Tuhan tidak memberi penderitaan.

Justru Tuhan memerangi penderitaan. Dalam ajaran Kristen tentang keselamatan (soteriologi Kristen), Tuhan dalam diri Yesus digambarkan menanggung penderitaan manusia, dan ini berdampak menyembuhkan. Ini teologi ya. Keyakinan. Bisa tak tercapai. Karena bukan obat medikal.

Kita semua tahu, bahkan obat medikal apapun bisa tidak memberi efek terapeutik jika salah digunakan, atau menimbulkan efek samping yang berbahaya selain efek terapeutik yang persentasenya lebih kecil.

Tapi, saya melihat, keyakinan tersebut kerap berdampak positif pada warga gereja yang sedang menanggung penderitaan berat. Mereka merasakan Tuhan ikut menanggung, Tuhan setiawan, Tuhan mendampingi, Tuhan menguatkan dan akan menolong pada waktunya lewat cara-cara Tuhan sendiri.

Tak sedikit orang Kristen, lewat keyakinan dan teologi Tuhan-ikut menanggung-azab-manusia, berubah jadi luar biasa kuat dalam penderitaan mereka, dan dapat menjalani kehidupan berat mereka dengan tetap riang dan tersenyum. Tidak dibuat-buat. Saya pikir, mereka jauh lebih kuat dari saya.

Tentu, keyakinan keagamaan yang berlebihan, yang membuat orang menutup akal, hati nurani, dan menghentikan inisiatif, karsa, dan karya, umumnya akan berakibat tragis, bagi diri mereka sendiri dan bagi masyarakat. Keyakinan jenis ini destruktif. Dan... tak sedikit juga orang Kristen yang masuk jenis ini.

Well, jika bukan dari Tuhan, darimana penderitaan timbul?

Penderitaan timbul dari hukum-hukum alam, termasuk hukum-hukum kimiawi dan fisika yang bekerja dalam molekul-molekul dan sel-sel organik tubuh kita.

Kita sakit, kondisi kesehatan merosot, menjadi tua, lisut, lalu mati. Fakta degeneratif ini ada disebabkan oleh apa yang dalam Hukum Kedua Termodinamika dinamakan Entropi, atau dinamakan juga The Arrow of Time. Karena entropi, semua sistem, termasuk sistem biologis, sejalan dengan gerak waktu, akhirnya akan kehilangan kohesi dan keseimbangannya, kekompakannya, ketertataannya, lalu berakhir dengan kekacauan, luruh, collapse.

Entropi berlangsung untuk segala hal, untuk semua sistem, termasuk sistem biologis terbuka dalam diri manusia, dalam seluruh jagat raya kita. Ini hukum alam, hukum fisika.

Ya, karena Tuhan itu dipercaya mahapencipta, hukum-hukum alam tentu juga dia yang ciptakan. Hukum-hukum fundamental dalam alam sekali tercipta akan berkembang sendiri dengan bebas, semua atom terus melakukan restrukturisasi diri, sejak big bang. Ada freewill dalam jagat raya kita, dimulai dari level partikel subatomik. Mungkin Prinsip Ketidakpastian Heisenberg dalam fisika partikel bisa menopang pernyataan saya bahwa ada freewill, kehendak bebas, dalam hukum-hukum alam. Selain itu, lewat eksperimen-eksperimen dengan cahaya oleh sekian fisikawan, dilihat ada semacam "freewill" atau "consciousness" yang mandiri dalam cahaya yang merambat sebagai partikel dan gelombang.



Apakah Bumi menumbuhkan kecambah tanaman, ataukah sebaliknya? 


Selain itu, teori khaos dalam matematika fraktal juga menyadarkan kita bahwa ada banyak fenomena dan kejadian dalam alam dan masyarakat yang tidak dapat diprediksi menurut hukum kausal yang linier dan deterministik.

Misalnya, tidak ada kemungkinan bagi para ilmuwan untuk dapat memprediksi dengan akurat secara kausal linier ke mana arah gerak turbulensi cuaca, kondisi-kondisi kognitif otak kita (anda, apalagi orang lain, tidak bisa tahu sebelumnya ke mana pikiran anda akan bergerak hingga titik terjauh), gerak dan lokasi molekul air, gerak dan gabungan awan, kondisi atmosfir, dan juga fluktuasi pasar saham dan perubahan nilai tukar valuta asing.

Banyak fenomena dan kejadian yang bergerak nonlinier atau multilinier atau chaotic, non-deterministik. Lazimnya teori khaos ini diungkap secara metaforis demikian: pada suatu momen dan kondisi awal di ruang dan waktu yang pas, kepak sayap-sayap kupu-kupu di kota Bogor, Indonesia, menimbulkan badai topan dahsyat di kota Beijing, China. Bagaimana mungkin, protes anda. Ya mungkin, sebagai suatu chaos yang relasi hulu dan muaranya non-linier dan non-deterministik.

Saya menduga, biologi gen itu juga dapat digolongkan ke dalam trajektori perkembangan biologis yang tidak linier, non-deterministik, bahkan dapat tidaktertata, lantaran berbagai penyebab yang tidak diketahui, meskipun gen menentukan sangat krusial ihwal anda akan menjadi apa kelak, sejak anda sebagai janin dalam rahim bunda anda.

Dari biologi dan genetika, kita tahu bahwa dalam setiap organisme multiselular terdapat sel-sel bibit ragawi yang mengisi organisme ini yang akan membentuk garis silsilah atau lini keturunan, yang dinamakan linibibit atau "germline". Sel-sel bibit ini sangat terdiferensiasi dan tersegregasi sehingga dalam proses-proses pengembangbiakan yang lazim, sel-sel bibit ini dapat meneruskan material genetik mereka yang kayaraya kepada keturunan mereka.

Apakah linibibit ini statis, bergerak unilinier dan deterministik? Jim Kozubek menyatakan bahwa "Linibibit insani bukan sebuah dokumen suci yang tak dapat diubah, tetapi sebuah dokumen yang hidup, dinamis, yang terus berubah di sepanjang umur kehidupan kita."/1/ Bahkan sekarang, lewat metode DNA-editing CRISPR sel-sel bibit insani saat masih sebagai janin dapat kita ubah lebih jauh untuk menghasilkan jenis-jenis bayi yang kita sendiri kehendaki.

Nah, karena freewill ini, hukum-hukum alam dalam level partikel, sel dan molekul tubuh kita, bisa nyelonong di luar kehendak Tuhan sang pencipta.

Dari aksi nyelonong inilah, info, sandi dan program genetik tubuh kita bisa bekerja keliru, melakukan error, dan chaotic; alhasil muncullah, misalnya, penyakit otoimun seperti lupus, psoriasis, Sjogren, IBD (Crohn dan ulcerative colitis), arthritis, dll.

Penyakit otoimun adalah azab. Tak tersembuhkan. Tapi bisa dikelola, di-manage, lewat obat pereda, atau operasi jika harus, lewat gaya hidup, menu makanan dan ekologi, dan si penderita perlu menjadi biasa hidup berkawan dengan penyakit otoimun. Lewat cara-cara ini azab dapat dikurangi dan dipikul. Hidup terbiasa dengan azab. Berkawan dengan azab. Tak ada pilihan lain.

Juga penyakit kanker: sel-sel sehat tubuh kita berubah tak terkendali, menjadi sel-sel liar dan ganas, yang tahap demi tahap menyebar. Apa penyebab sel-sel sehat ini bermutasi menjadi sel-sel liar yang ganas, tidak banyak diketahui hingga saat ini oleh para ilmuwan onkologi.

Sejauh telah diketahui, kanker payudara dan kanker ovarium timbul karena telah terjadi mutasi-mutasi gen-gen BRCA1 dan BRCA2. Ada banyak faktor yang mendorong mutasi genetik, di antaranya faktor keturunan dan faktor keterpaparan pada zat-zat tertentu dan gaya hidup.

Tentang kanker, seorang praktisi kesehatan menyatakan bahwa "setiap sel tubuh memiliki suatu sistem yang teratur dengan ketat, yang mengendalikan pertumbuhan, kematangan, reproduksi dan akhirnya kematian. Kanker dimulai ketika sel-sel dalam suatu bagian tubuh mulai tumbuh tak terkendali. Ada banyak jenis kanker, tapi semuanya muncul karena pertumbuhan tak terkendali sel-sel yang tidak normal."/2/

Sebagai pribadi, kita sendiri memiliki kehendak bebas untuk menentukan apakah mau berbuat baik (dus, mentaati Tuhan), ataukah berbuat durjana (dus, melawan Tuhan).

Tentu kehendak bebas kita ini berinteraksi dengan berbagai faktor lain, baik yang internal ada dalam diri kita, maupun yang eksternal ada di luar diri kita.

Pikiran, perasaan, kemauan dan tindakan kita muncul dari aksi-reaksi yang kompleks yang melibatkan banyak faktor, termasuk di dalamnya kehendak bebas kita. Akibatnya, kehendak bebas kita bisa kalah atau juga bisa menang, atau tidak sepenuhnya terwujud.

Dengan perspektif yang sama, kita dapat menyatakan bahwa hukum-hukum alam dan freewill dalam hukum-hukum alam, juga bisa dipengaruhi, dikendalikan, dimanipulasi, diintervensi, direkayasa atau ditaklukkan.

Caranya? Ya tentu saja lewat iptek yang terus dikembangkan, termasuk iptek medik untuk menyelidiki, menemukan, memerangi dan menaklukkan berbagai penyakit, seperti penyakit otoimun, kanker, depresi, kepikunan, bahkan penyakit proses penuaan dan kematian.

Lewat iptek yang sudah sangat maju nanti, kita juga berharap berbagai bencana alam akan dapat kita prediksi sebelum terjadi mendadak dan begitu saja, lalu kita menemukan pusat asal-usul bencana-bencana alam (seperti gempa bumi), mengendalikan dan menyetir energi kinetik dan tumpahan-tumpahan "kemurkaan alam", serta akhirnya menaklukkan bencana-bencana alam.

Ingat, sejauh bencana alam timbul bukan karena ulah manusia, setiap bencana alam tidak berhubungan dengan etika atau moralitas, sama halnya ketika seekor macan menerkam dan melahap seekor rusa, atau ketika seekor ikan hiu tiba-tiba nyasar masuk ke pantai lalu melahap seorang bocah yang sedang berenang di pantai itu yang biasanya selalu aman.

Menyalahkan hukum-hukum alam atas adanya azab dan derita, hanya mungkin dilakukan oleh orang yang tidak berakal atau yang sudah kehilangan akal. Sekali pun anda menyalahkan hukum gravitasi yang telah membuat anda jatuh terbanting dari ranjang susun anda yang paling atas, hukum gravitasi ini akan pasti berdiam diri saja dan tetap bekerja, tak mau peduli pada teriakan dan kondisi tubuh anda.

Pada pihak lain anda harus bersyukur kepada gaya gravitasi, yang membuat anda bisa berjalan, menapak tanah, tidak melayang-melayang atau mengapung di udara. Jika anda mau melayang di udara, atau mengapung, ya pakailah gaya pendorong jet yang akan menjadi gaya pelawan gravitasi, atau minta izin berdiam beberapa waktu dalam International Space Station (ISS).

Lalu, jangan juga melupakan fakta ini: banyak bencana, penyakit, azab dan kesengsaraan terjadi dan dialami ya karena kesalahan manusia sendiri, individual dan kolektif. Banyak bencana yang sedang dan akan ditimbulkan oleh perubahan iklim dan pemanasan global, misalnya, berasal dari perbuatan manusia sendiri.

Sayangnya, hingga saat ini, karena berbagai alasan keagamaan, sangat banyak orang Kristen malah anti-iptek. Kata mereka, iptek menjauhkan orang-orang yang beriman dari Tuhan; alhasil, iptek hanya akan menambah kemurkaan Allah yang akan ditimpahkan Allah kepada manusia. Merekalah yang digolongkan sebagai penganut fideisme yang lebih memilih melakukan "lompatan iman" (leap of faith) ketika berhadapan dengan fakta-fakta ilmiah.

Pendapat kalangan fideis itu mengganggu saya karena salah kaprah dan diasalkan pada Tuhan YMPengasih dan MPenyayang.

Apakah Tuhan berkenan pada, dan bekerja lewat, iptek!? Ya, sudah pasti, sejauh iptek tidak diselewengkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang keji dan durjana. 

Selain itu, konstruksi fisik dan biologis tubuh Homo sapiens mengharuskan spesies ini menggunakan iptek untuk dapat hidup dan berdaya tahan. Kita bukan rerumputan atau ikan-ikan atau kawanan rusa atau kawanan lebah.

Sebaliknya, bukan hanya tubuh kita memerlukan teknologi. Dalam sekian dasawarsa ke depan, teknologi juga akan memodifikasi tubuh biologis kita lewat merging tubuh dan instrumen-instrumen teknologis. Saat ini, beberapa merging ini sudah menjadi kenyataan.

Lewat merging ini, tubuh kita akan makin kuat, bagus, tangguh, berdaya tahan besar misalnya terhadap kondisi alam yang sulit dan buruk dan terhadap penyakit. Kita nantinya akan dapat hidup dan bekerja lebih efisien, efektif, cepat, cermat, global, dan sekaligus dalam multidimensi.

Elise Bohan telah menulis tentang 10 instrumen teknologis yang sudah dan akan diintegrasikan atau dipadukan dengan tubuh biologis kita yang kini, kita tahu, rentan terhadap banyak keburukan dan kemerosotan. Kita akan menjadi organisme "transhuman", organisme yang berhasil melampaui berbagai keterbatasan tubuh biologis insani kita. Sepuluh instrumen tersebut adalah:/3/

• RFID chips
• Eksoskeleton
• Penerjemah bahasa "real time"
• Penglihatan yang ditambahkan, dipertajam dan diperluas ("augmented vision")
• Contact lenses yang cerdas
• Bagian-bagian tubuh yang dicetak 3D
• Obat-obatan yang lebih pintar
• Interface otak-komputer
• "Designer babies" (bayi-bayi yang desain cetak-biru mereka sudah dipersiapkan sebelum kelahiran)
• Organ-organ seksual yang diperbesar, diperindah dan diperkuat.




Kita sepakat, Tuhan itu dipercaya mahatahu. Nah, lewat iptek yang terus bertambah maju dan berkembang, Tuhan mencurahkan tahap demi tahap, progresif, multilinier, dialektis, dalam berbagai wujud, dan akumulatif, kemahatahuan Tuhan dalam perjalanan sejarah umat manusia di berbagai tempat di muka Bumi dan di seluruh jagat raya, dari masa lampau, masuk ke masa kini, dan terus berlanjut ke masa depan.

Barangsiapa nencintai Tuhan YMTahu, orang itu akan cinta iptek. Kuriositas orang ini sangat besar: serba ingin tahu; serba bertanya; serba menyelidiki; serba ingin menemukan jawaban-jawaban baru; serba ingin memecahkan misteri apapun; dan tidak pernah lelah mencari dan menginvestigasi, dan selalu berpikir out-of-the-box, berpikir beda, di luar kotak kelaziman, di luar pusat lingkaran, berpikir dari perspektif yang tidak biasa, eksentrik.

Selain lewat iptek, bagaimana halnya dengan doa? Ya, doa juga berguna sebagai sebuah metode terapi psikologis bagi orang-orang yang mengalami tekanan psikis berat di saat sedang mengalami persoalan berat, entah sakit berat atau berbagai masalah besar lain dalam kehidupan. Kata Yesus, "Marilah datang kepada-Ku wahai kamu yang sedang letih lesu dan berbeban berat. Aku akan memberi kelegaan kepadamu!"

Doa yang isinya empatetis, simpatik, bersahabat, ikhlas, hangat, penuh pengertian, solider, membangun semangat, menguatkan, menggerakkan hati, positif, lembut, berpengharapan, tulus, mendamaikan, tidak tendensius, tidak mendikte, tidak menghakimi, akan memberi efek-efek terapeutis bagi mental, dus juga akan berpengaruh pada tubuh, orang yang didoakan dan diri si pendoa sendiri jika dia berdoa sendiri bagi dirinya sendiri. Doa yang semacam ini akan memberi rasa tenang, rasa damai dan rasa ikhlas kepada warga gereja yang, katakanlah, sedang sakit berat meski mereka tahu penyakit mereka tidak akan tersembuhkan.

Saya tahu, ada sekian riset berupa kegiatan berkala mendoakan pasien-pasien yang tidak dikenal di rumah-rumah sakit sebagai kelinci-kelinci percobaan untuk mendapatkan bukti bahwa doa tidak bermanfaat menyembuhkan.

Tentu saja, hipotesis riset ini dapat terbukti. Saya yakin, tidak ada sebuah doa yang begitu diserukan, berkali-kali sekalipun, sel-sel kanker stadium empat dalam tubuh seseorang langsung lenyap tanpa bekas. Riset ini sebaliknya akan dapat menemukan bukti lain lebih jauh bahwa para pasien yang didoakan itu malah tambah sakit.

Hemat saya, kegiatan eksperimen doa yang semacam itu tidak etis karena menyiapkan kondisi-kondisi yang akan memanipulasi isi pikiran para pasien.

Karena para pasien itu didoakan tidak dalam semangat terapeutis empatetis seperti yang sudah saya tulis di atas, mereka mau tak mau berpikir bahwa doa untuk mereka wajib dilakukan lantaran penyakit mereka oleh tim dokter dinilai sangat berat dan bisa jadi tidak bisa disembuhkan. Isi pikiran yang negatif inilah yang membuat mereka tambah sakit. Doa dalam riset yang semacam ini adalah doa yang jahat.

Banyak dari antara kita juga kerap berdoa, dengan isi doa yang jahat. Lewat doa yang khusyuk, kita bukannya memohon pertolongan dan perlindungan dan kasih sayang Tuhan diberikan Tuhan kepada orang-orang lain, yang kita kenal personal dan yang tidak kita kenal, tetapi malah meminta supaya azab, kutuk dan laknat ditimpakan Tuhan habis-habisan kepada mereka. Supaya bisnis mereka bangkrut total. Supaya mereka dijatuhkan penyakit berat. Supaya mereka mati disambar petir. Supaya rumah mereka terbakar habis. Dst.

Jika anda suka berdoa yang isinya sangat jahat dan kejam seperti itu, saya samakan diri anda dengan seekor belalang sentadu yang mengambil posisi dan sikap berdoa yang khusyuk sebelum menerkam dan melahap habis seekor mangsanya!

Orang yang kejam, berhati batu, tanpa rasa kemanusiaan, akan juga berdoa dengan isi doa yang durjana, biadab dan tanpa rasa kemanusiaan. Psikologi anda melahirkan ide anda tentang Tuhan anda!




Itulah hal paling jauh yang sekarang bisa saya jelaskan tentang relasi antara Tuhan, hukum-hukum alam, azab dan penderitaan karena berbagai sebab seperti bencana, sakit, tua, lisut, jompo, lalu collapse alias roboh, mati.

Oh ya, betul, kematian adalah juga suatu cara biologis tubuh kita untuk kita keluar dan lepas dari beban azab penyakit atau rasa sakit yang terlalu berat dan menyiksa tak terpikul.

Kondisi uzur yang kerap berisi banyak azab dan akhirnya bermuara pada kematian, mungkin membuat anda beranggapan bahwa jika Tuhan membuat semua insan muda terus, tanpa azab karena menua, maka kesengsaraan dan duka dan penyakit akan tidak ada lagi. Oh tidak demikian, sahabatku.

Azab dan duka akan tetap datang dan kita alami terus karena duka dan azab juga pasti datang dari hal-hal lain yang tak terhitung jumlahnya. Bukan cuma karena entropi.

Orang yang punya kapital sangat besar hasil pinjaman dari sekian bank yang mengenakan bunga, juga kerap hidup di bawah tekanan psikis besar, yang membuat mereka tidak bahagia dan akhirnya bunuh diri, atau hidup lari ke sana dan ke sini sebagai buronan. Ini suatu azab. Kehidupan ini memang pelik jika dibuat pelik.

Ada yang mati dengan tenang dan kalem, dan tersenyum. Ada juga yang akhirnya mati setelah melewati saat-saat yang sangat berat, menyakitkan, menyayat hati dan mengguncang langit dan bumi dan menggedor pintu-pintu neraka.

Ada yang sebelumnya bisa menentukan cara kematian sendiri, misalnya lewat euthanasia. Ada juga yang mati mendadak karena naas atau karena tindak kejahatan yang tak diduga sebelumnya atau karena ketidaksengajaan atau karena tidak peduli pada kesehatan sendiri yang merosot diam-diam dan terus berlangsung, dan seterusnya.

Jadi, usahakanlah tetap tabah, kalem dalam azab, rasa sakit, dan penderitaan, yang tak dapat anda hindari meski sudah berjuang maksimal. Usahakanlah tetap riang, dalam segala situasi.

Ikhlaslah. Berdoalah. Mengucap syukurlah. Kemampuan mengucap syukur itu sebuah karunia. Juga tetaplah berpengharapan. Tegarlah. Bangun lagi dan bangun lagi setelah terjatuh. Tingkatkan resilien atau daya lenting diri kita.

Ya, harus begitu, meski fakta-fakta kehidupan ini keras, memilukan hati, dan kerap membuat kita tidak bisa menahan ratap tangis dan rasa pedih. Bahkan membuat rerumputan, unggas, serangga, laut, ikan-ikan, hutan, panda, lemur, simpanse, awan-awan, langit, bintang-bintang dan planet-planet ikut berlinang air mata darah.

Ya, meski doa-doa anda yang benar dan tulus nyata-nyata tidak dikabulkan, tidak berjawab, bak asap rokok melayang ke atas lalu lenyap tanpa bekas.

Ya, meski sekian orang dari berbagai aliran gereja mempersaksikan dengan ribut dan menggelegar bahwa doa dan permintaan mereka kepada Tuhan selalu dijawab persis, selalu mujarab, selalu cespleng. Mereka inilah kalangan Kristen penganut doktrin "anugerah murah" dan "teologi keberlimpahan".

Mengapa harus ikhlas, mengucap syukur, tenang, tabah dan berpengharapan?

Karena bukan saja sikap bersyukur, ikhlas, tenang, tabah dan berpengharapan akan berdampak positif bagi tubuh dan mental anda, tapi juga karena lewat itu semua Tuhan sedang berjuang bersama anda sebagai sang Immanuel. Sang Kawan Ilahi yang selalu setia menyertai, mendampingi, menopang dan menolong anda dan saya.

Sang Kawan Ilahi ini dapat hadir dengan real dalam diri kawan-kawan insani yang mencintai dan peduli anda. Juga pasti bekerja lewat berbagai cara iptek, iptek medik khususnya yang menolong para pasien lewat ilmu dan tangan para dokter. Tentu juga lewat berbagai cara kehadiran yang tidak anda sangka sebelumnya. Atau hadir dalam ketersembunyian.

Kawan Ilahi ini kerap tidak hadir di dalam kehadiran. Kerap tampak bahwa Tuhan tidak ada, tidak hadir di hadapan dan bersama anda, kenapa?

Karena Tuhan yang tidak kelihatan di luar ini, tengah berdiam dalam diri anda, menyatu dengan anda, menyatu dengan azab anda. Derita anda menjadi juga derita Tuhan. Tangisan anda menjadi juga ratapan Tuhan. Doa anda menjadi juga doa Tuhan. Kerentanan kita menjadi kerentanan Tuhan. Di dalam diri Yesus, Allah sang Pencipta telah masuk ke dalam lembah paling kelam kehidupan manusia, di saat Yesus menemukan diri-Nya telah ditinggalkan Allah, sang Bapa, di kayu salib.

Jika anda ingin menangis, baiklah, menangislah. Sesudah itu, tertawalah, bersyukurlah, naikkan madah, pujilah Tuhan anda, bangun kembali pengharapan.

Jika anda ingin tidur karena letih dan beban batin berat, tidurlah. Tidur yang nyenyak setiap malam ikut menyembuhkan banyak penyakit.

Setelah bangun tidur, bernyanyilah, ungkapkan semua beban anda lewat nyanyian-nyanyian spontan dan bebas yang anda lantunkan tanpa persiapan. Yang anda susun sendiri sementara menyanyikannya.

Susunlah puisi-puisi lisan anda tanpa persiapan, gubahlah dengan bebas, lantunkan puisi-puisi sekejap anda itu sebagai nyanyian-nyanyian. Ikuti suasana hati dan gerak-gerik pikiran anda; ungkap sebisanya semuanya lewat puisi-puisi madah anda.

Yakinlah, sekali lagi: yakinlah, bahwa hidup anda bermakna, mempunyai tujuan penting, sekalipun dalam hidup anda harus berteman dengan azab dan derita terus-menerus hingga ajal. 

Makna dan tujuan kehidupan anda, harus datang dari diri anda sendiri, bukan hal-hal yang begitu saja datang dan jatuh dari langit; juga tidak statis dan tidak final, melainkan dinamis dan selalu terbuka untuk disusun kembali. Kehidupan adalah suatu proses yang berlangsung terbuka, tidak pernah tertutup. Hanya kematian yang membuat proses kehidupan terhenti dan berakhir, di dunia ini.

Orang lain bisa belajar banyak hal baik dari kehidupan anda maupun dari kematian anda. Jika kematian segera datang, jangan takut. Jika kehidupan masih ada, jalani dengan berani dan heroik.

Menemukan hikmah, makna dan tujuan agung kehidupan, bahkan kehidupan yang penuh azab, adalah energi dan bahan bakar untuk membuat anda tangguh bertahan dan bergerak maju dalam kehidupan anda.

Lewat kegagalan dan kesengsaraan dan kemalangan, setiap orang bisa belajar menjadi tangguh, matang, dan makin dewasa.

Bahkan lantaran ada banyak penyakit, persoalan, azab dan bencana, iptek makin maju dan berkembang demi mengatasi dan mengalahkan semua keburukan dan nestapa itu, dengan para ilmuwan dan teknolog berpikir dan bekerja lebih keras dan lebih cerdas dan lebih jeli.

Begitulah bimbingan yang saya bisa berikan kepada anda selagi anda masih bisa membaca dan berpikir dan merasa dan berkehendak. Ditulis dengan hati, pikiran, cinta, empati, kecerdasan, dan ilmu pengetahuan

Saya berupaya membimbing dan menguatkan anda, karena saya juga tahu dan sedang merasakan apa itu penderitaan, apa itu azab, apa itu ratap tangis, apa itu rasa sakit, dan apa itu kegembiraan, tawa ria, beriman dan berpengharapan, tidur dan terjaga, berpikir keras dan menenangkan pikiran.

Saya tidak bisa menyatakan bahwa penjelasan saya di atas sudah definitif, sudah pasti dan final. Tidak ada penjelasan yang final atas hal apapun dalam jagat raya ini.

Selain itu, perlu diketahui topik yang saya sudah beberkan ringkas di atas adalah topik yang sudah belasan abad lamanya memusingkan para pakar teologi Kristen, yang disebut sebagai problem teodise, problem yang muncul saat kita bertanya yang sulit dijawab selama ini:

Tuhan, di manakah keadilan dan kuasa dan kasih-Mu, sementara orang-orang yang mencintai dan melayani-Mu terus mengalami azab dan kemalangan yang tak pernah berakhir? 

31 Juli 2017
Pk. 24:58 AM
ioanes rakhmat


Editing mutakhir:
21 Oktober 2018
26 Juli 2020
05 Desember 2024


Notes

/1/ Jim Kozubek, "This is why the first CRISPR baby won't be born in the USA", NewScientist, 10 August 2017, https://www.newscientist.com/article/2143427-this-is-why-the-first-crispr-baby-wont-be-born-in-the-us.

/2/ Ananya Mandal, "What is oncology", News Medical Life Sciences, Dec 5, 2013, https://www.news-medical.net/health/What-is-Oncology.aspx.

/3/ Tentang 10 modifikasi teknologis pada tubuh biologis manusia, telah diuraikan oleh Elise Bohan, "10 Human Body Modifications You Can Expect in the Next Decade", Big Think, 12 March 2017, https://bigthink.com/10-human-body-modifications-you-can-expect-in-the-next-decade.



Saturday, July 29, 2017

Doa, mubazir atau berkhasiat?

DOA, MUBAZIR atau BERKHASIAT?

Dr. Ryu Hasan, yang bekerja sebagai dokter bedah saraf, baru saja menulis sebuah status pada Facebooknya, begini: "Do'a adalah obat tanpa efek samping dan tanpa efek-efek yang lain, alias nggak ngefek sama sekali."

Ini respons saya:

AAH GAK JUGA. Lepas dari Tuhan ada atau tidak ada, jika dengan tulus dan khusuk kita mendoakan orang lain yg sedang berbeban berat, orang yang kita doakan ini akan mengalami efek psikologis berupa ketenangan dan mendapatkan kembali optimisme, atau setidaknya merasa beban mentalnya diringankan, karena ada orang lain yang peduli.


Begitu juga, kalau kita sedang dalam problem berat, lalu kita berdoa sendiri kepada Tuhan yang kita percaya (entah siapapun sosok Tuhan yang kita percaya ini), kita biasanya akan mengalami penguatan kembali, merasa diringankan, merasa kita tidak sendirian dan menemukan sosok yang mau peduli dan sedang menguatkan dan menolong kita.

Doa itu semacam katarsis psikologis, dengan kawan bicara kita Tuhan yang kita percaya mahapenyayang, lepas dari Tuhan ini atau Tuhan itu ada atau tidak ada.

Setiap orang, termasuk yang mengaku ateis, perlu melakukan katarsis, curhat, atau buang unek-unek. Tujuannya: ya melepaskan beban mental psikologis yang berat dan menimbulkan rasa sesak pada jiwa. Ada banyak bentuk dan saluran katarsis. Doa adalah salah satunya; dus, doa adalah suatu bentuk terapi psikologis. Tentu saja, katarsis bukan satu-satunya tujuan doa.

Meskipun psikologi modern, yang kini sudah terbagi ke dalam sub-subspesialis, tidak dikenal oleh orang zaman pramodern dan prailmiah yang, secara kolektif partisipatif, menulis teks-teks (yang kemudian dipandang) suci, mereka juga butuh katarsis, baik lewat curhat biasa kepada sesama maupun lewat doa-doa kepada Tuhan mereka masing-masing. Problem kejiwaan dan mental sudah dialami organisme yang berkesadaran seperti manusia, sejak awal kemunculan Homo sapiens, 300 ribu hingga 400 ribu tahun lalu di Afrika Selatan.

Berbagai problem kejiwaan yang timbul di era modern mungkin mereka tidak alami. Namun, anekaragam problem mental tentu juga diderita moyang-moyang manusia di zaman purba. Seekor burung atau seekor anjing yang semula hidup lepas bebas, lalu ditangkap dan dimasukkan ke dalam sebuah kandang, atau dicancang, bisa akhirnya mati terpuruk karena stres berat.

Andaikanlah Adam skriptural yang tidak memiliki sebuah pusar di permukaan kulit perutnya betulan ada. Nah si Adam ini konon menderita kesepian jiwa karena hanya dia sendiri yang ada di muka Bumi. Betapa kesepiannya dia. A very very lonely guy! 

Sangat mungkin si Adam ini kerap bermuram durja dan uring-uringan. Tuhan tentu melihat wajah murung si Adam ini, dan Tuhan tahu keadaan jiwa satu-satunya insan di muka Bumi ini. Tuhan menilai kondisi ini tidak baik bagi Adam. Akhirnya Tuhan memberi sebuah terapi psikologis kepadanya, dengan menghadirkan Hawa sebagai mitranya. Mungkin juga si Adam ini terus-menerus curhat ke Tuhan dalam hati, mengungkapkan kesepian jiwanya dan ketidakbahagiannya, lewat banyak doa.

Ada banyak tujuan doa. Bukan cuma untuk curhat atau meminta sesuatu. Misalnya dalam doa, kita hanya berdoa lewat nyanyian-nyanyian agung dengan penuh penghayatan, untuk memuji Tuhan. Saat ini kita lakukan, hormon-hormon neurokimiawi atau neurotransmitters penimbul rasa damai, kalem, cinta, tenang, relaks, santai, persahabatan, terproduksi dalam struktur-struktur neural dan kelenjar dalam otak lalu oleh darah dibawa ke seluruh tubuh.

Akibatnya, doa puji-pujian menimbulkan efek psikologis tenang, damai, persahabatan, cinta, relaksasi, sifat sosial, rasa gembira, optimis, dll. Dalam hal ini, hormon-hormon seperti oksitosin, GABA, endorfin, dopamin, adrenalin, dan serotonin dll sangat banyak terproduksi.

Itulah manfaat positif doa meskipun doa tidak bisa memindahkan sebuah gunung. Manfaat positif doa pada ranah mental psikologis potensial berdampak positif juga pada tubuh kita. Tubuh dan jiwa atau mental kita adalah suatu sistem biologis psikosomatis yang tidak terpisah, tapi terjalin: tubuh dan mental kita berinteraksi satu sama lain, saling mempengaruhi dan membentuk.

Tapi harus segera diingat, sama seperti kita bisa salah dan keliru berpikir, doa juga bisa keliru dan salah, karena doa itu juga isi pikiran. Yaitu, ketika kita, setelah membentuk sikap berdoa dengan kedua belah tangan saling menggenggam dan mengucap doa dalam hati, kita langsung bangun dan melompat untuk menerkam dan melahap orang lain sebagai mangsa kita. Inilah model doa belalang sentadu; atau model doa seorang pemburu yang sehabis berdoa, langsung menembak jitu sampai mati seekor hewan buruannya. Doa yang manipulatif, tidak etis.

Doa yang benar ya doa yang setelah diserukan mendorong semua orang yang habis berdoa itu saling merangkul dan memeluk, dan komitmen yang kuat terbangun untuk menegakkan kasih dan cinta persaudaraan antar para pendoa dan antar seluruh umat manusia. Inilah model doa semut yang beriring, atau model doa para pendayung sebuah perahu. Inilah doa yang etis, yang keluar dari isi hati yang bersih, tidak manipulatif.

Ada orang yang menegaskan bahwa jika orang yang kita doakan itu berdiam jauh dari tempat kita berdoa, dan mereka tidak tahu bahwa kita sedang atau telah atau akan mendoakan mereka, doa kita tidak akan mendatangkan efek apa-apa pada mereka.

Tentang hal itu, sementara ini saya hanya bisa menjawab, ya kita tidak tahu apakah dalam sikon ini doa jarak jauh yang tidak diketahui oleh orang yang didoakan akan memberi atau tidak memberi efek apapun. Mungkin nanti, penemuan dalam studi-studi yang mendalam dalam fisika Quantum, entah dalam bentuk apa, akan bisa menjawab kekuatan pikiran manusia dan dampaknya bagi objek-objek yang jauh lokasinya.

Eh, ada sebuah contoh lain yang dimunculkan rekan saya yang sama, dr. Ryu Hasan. Katanya, ayam yang sakit, setelah didoakan oleh sekian orang, tetap saja sakit. Ini, katanya lagi, bukti bahwa doa itu tidak ngefek.

Respons saya ya begini saja: ayam itu bukan manusia, meski keduanya hidup. Struktur, volume, dan konten, cakupan dan kapasitas kerja otak manusia beda jauh dari otak ayam. Otak manusia memungkinkan sebuah doa yang empatis diberi respons positif yang mempengaruhi dengan positif juga keadaan mental dan tubuh orang yang didoakan. Otak ayam tidak bisa begitu. Ini serupa dengan mendoakan sebuah gunung tinggi, dalam nama Tuhan, untuk bergerak pindah. Ya tidak akan pernah bisa, meski Yesus pernah menyatakan bisa.

Saya sudah coba berkali-kali berdoa di kaki sekian gunung tinggi, meminta Tuhan memindahkan gunung-gunung itu ke kota Jakarta, tapi doa-doa saya ini tidak mujarab sama sekali. Ihwal apakah Yesus maksudkan doa tersebut akan harfiah dipenuhi, atau itu sebuah metafora atau sebuah alegori, adalah ihwal yang lain.

Tapi sebuah doa yang ikhlas, bersahabat, empatetis, solider, tidak menghukum, tidak menghakimi, akan bisa menggerakkan hati dan pikiran orang yang didoakan, untuk pindah dari kondisi putus asa dan merasa tak berdaya, masuk ke kondisi munculnya pengharapan dan kekuatan kembali.

Semoga bermanfaat.

29 Juli 2017
Di pagi hari
ioanes rakhmat

Cc:
Ryu Hasan


Monday, July 24, 2017

Bela Agama! Ya, tapi harus cerdas dan objektif!

BELA AGAMA titik titik titik


Agama apapun harus dibela! Itu keyakinan umum Buddhis, Yahudi, Kristen, Islam dll semua agama lainnya. Dulu dan kini. Orang tanya ke saya, Apakah betul begitu? Berikut ini jawaban ringkas saya.

Bela ya bela, tapi perlu kita lebih dulu tahu hal apa yang telah dan sedang dan akan membuat agama kita jadi begini dan begitu. Analisis dengan kritis. Cari dan temukan akar-akar masalahnya yang membuat agama kita, katakanlah, terpepet: Apakah karena salah kita (ajaran agama, atau tindakan kita) sebagai umat, ataukah karena kita memang jadi korban salah alamat (jika ya, kenapa ini terjadi?).

Membela agama kita dengan taklid buta, sama saja dengan memendamkan agama kita lebih dalam lagi ke lembah kekelaman. Terkubur di situ. Bisa tak bangun lagi selamanya. Agama apapun bisa bertahan lama ya karena mampu bersikap akomodatif kritis terhadap perubahan zaman, tempat, pengetahuan dan kearifan.

Membela agama dengan cerdas, justru mengharuskan kita melakukan evaluasi dan analisis cermat atas agama kita. Membela agama dengan cerdas, berbeda konten dan caranya di setiap zaman dan di setiap tempat. Tidak bisa cara bela agama sekian belas abad lalu kita ulang begitu saja taklid buta di abad ke-21 di dunia yang jelas-jelas sudah berbeda.

Apologetika religius yang taklid buta, apalagi lewat berbagai cara keras, hanya akan lebih cepat mewafatkan agama kita, pada akhirnya.

Jika kita taklid buta bela agama, mata kita tutup, tapi kaki kita menendang sana sini dan tangan kita meninju atas bawah, ya agama kita akan makin lebam dan remuk. Tak bisa disusun ulang lagi. Hanya tinggal debu dan reruntuhan.

Dalam membela agama dengan cerdas, berlaku hal ini: Jika kita temukan hal-hal yang memerlukan perbaikan dalam agama dan cara beragama kita, lalu kita memperbaiki semuanya satu per satu, maka kita akan bisa menyelamatkan agama kita, membuatnya bisa berkontribusi positif bagi peradaban masa kini dan demi kebaikan umat manusia dan dunia sekarang. Itulah membela agama dengan cerdas, dengan bernalar, dengan visioner, dengan keteduhan pikiran dan hati, dan dengan kearifan ilahi.


Mari kita buang ucapan Pokoke agamaku! atau We can do no wrong!, dalam segala keadaan yang memerlukan evaluasi dan analisis kritis atas hal apapun dalam kehidupan kita, juga dalam hal agama dan cara kita beragama.

Agama kita bukan Tuhan; agama ya agama, yang disusun dengan berbagai cara dan keyakinan dalam sejarah dunia kita; ada awalnya dan tentu akan ada.... akhirnya. 

Kok? Ya, karena agama apapun bukan Tuhan; agama apapun terbatas, tidak abadi, dan tidak mahatakterbatas. Dus, mempertuhan agama sama dengan melawan dan menafikan Tuhan. Tiada Tuhan selain Tuhan YMTakterbatas dan YMAbadi.

The weeping silence
24 Juli 2017

Silakan share