Cekungan dimensi ruangwaktu-energi jagat raya
Lengkungan atau cekungan dimensi kosmik ini membuat setiap benda massif dalam jagat raya (sebuah planet, misalnya, yang jika dibandingkan luasnya jagat raya hanya menjadi seukuran atom) memiliki apa yg dinamakan forsa gravitasi. Untuk membuat anda lebih jelas memahami, saya beri ilustrasi begini: jika di tanah datar yang luas ada sebuah cekungan dalam yang luas, air akan ditarik mengalir ke cekungan itu. Forsa yang menarik air ini ke dalam cekungan inilah forsa gravitasi.
Energi dari gravitasi dan dari dark matter dan dark energy yang tak terlihat sebetulnya menyelubungi dunia kita sehari-hari. 96 persen jagat raya kita terdiri dari dark matter (26 persen) dan dark energy (70 persen) yang tak kasat mata. Pengetahuan kita tentang materi gelap dan energi gelap masih sangat minim; keduanya masih diselimuti lapisan kabut tebal misteri yang perlahan-lahan akan berhasil dihembus jauh oleh para saintis.
Tapi kata Einstein, dimensi ruangwaktu-energi kosmik ini bukan hanya melengkung atau mencekung, tapi juga menimbulkan riak gelombang gravitasi yang dinamakan gelombang gravitasional (gravitational waves atau GW). Merujuk kembali ke ilustrasi di atas, air tidak mengalir linier ke lubang cekung di tanah, tetapi sebagai aliran gelombang-gelombang. Oleh observatorium yang diberi nama LIGO (Laser Interferometer Gravitational-Wave Observatory) baru saja GW terkonfirmasi ada, sebagaimana diberitakan dalam situsweb resmi LIGO tanggal 11 Februari 2016 (lihat https://www.ligo.caltech.edu/). Observatorium LIGO dibangun di dua kota Livingstone, Lousiana, dan kota Hanford, Washington. Jarak antara kedua kota ini 3.002 km. Ketika dioperasikan, kedua LIGO ini bekerja bersama. GW yang terdeteksi LIGO ini berasal dari sinyal yang tertangkap 14 September 2015 yang berasal dari dua black holes yang melebur jadi satu (merging), yang berjarak 1,3 milyar tahun cahaya dari planet Bumi.
Ini sebuah temuan revolusioner yang akan membawa sains fisika ke suatu babak baru yang akan memberi banyak pengetahuan baru bagi manusia dalam memahami struktur tenunan jagat raya mahaluas.
Observatorium LIGO Livingstone, Lousiana, dan LIGO Hanford, Washington
GW dapat muncul lebih dari satu peristiwa kosmik yang besar seperti terleburnya (atau tabrakan) dua black holes atau berupa forsa yang merambat sentrifugal dari dua bintang neutron besar yang mengorbit pada sebuah black hole massif. GW juga memancar dari sebuah bintang besar yang meledak yang kita namakan supernova. Dus, karena big bang itu adalah sebuah ledakan mahadahsyat dari singularitas black hole yang sangat massif dan berenergi mahakuat, GW juga pasti terpancar di saat-saat pertama nanodetik terjadinya dentuman besar ini, 13,8 milyar tahun lalu.
Riak gelombang gravitasional....
Saya membayangkan, jika teknologi kita sudah maju lebih jauh, kita dapat membangun panel-panel sensor yang dapat menghisap GW lalu memprosesnya untuk menjadi energi (meskipun forsa gravitasi adalah forsa terlemah dari 4 forsa fisika yang ada dalam alam: forsa elektromagnetik, forsa gravitasi, forsa nuklir kuat, dan forsa nuklir lemah).
Energi GW ini, bersama dark matter dan dark energy, dapat juga menjadi sumber energi abadi yang memberi hidup abadi pada robot-robot cerdas android yang memiliki super-AI yang hidup di tengah kita.
Selain itu, dalam komponen otak komputer robot-robot android supercerdas itu kita dapat mengintegrasikan chip komputer data neural digital diri kita sehingga kita, manusia biologis, dapat hidup abadi di dalam diri para robot cerdas android meskipun raga kita sudah punah. Lewat neuroengineering, brain-machine interface, dan sibernetika, hal ini akan dapat terwujud.
Itu yang saya lihat sebagai sebuah kemungkinan futuristik yang dapat kita realisasikan jika GW bersama dark matter dan dark energy sudah dapat kita kelola lewat teknologi tinggi dengan efisien.
Lihat penjelasan pendek tentang temuan baru GW ini oleh Prof. Brian Greene di video ini https://youtu.be/s9LT9qGCBEw.
Jakarta, 12 Februari 2016
Ioanes Rakhmat