Saturday, September 19, 2015

Percaya itu hal yang normal!


Mama, mama, I believe that you give me living water, not poison. 
Thank you, mama! Makacih, mama!

Salah seorang rasul dari nabi ateis militan Prof. Richard Dawkins (berdiam di Inggris) membuat sebuah pernyataan di Facebook, begini: “Jika anda memilih untuk mengabaikan bukti-bukti, maka akhirnya anda akan mempercayai jawaban yang salah apapun yang hanya untuk sementara saja memenuhi keinginan anda untuk mengetahui hal yang tidak diketahui.”

Apakah benar ajaran dari para ateis bahwa kehidupan ini baru patut dijalani kalau segala hal ada buktinya lebih dulu? Apakah percaya atau beriman itu hanya akan menimbulkan kesalahan? Apakah kehidupan yang normal dan lancar itu harus tanpa kepercayaan? Mari kita lihat. 

Nyaris kita semua percaya saja bahwa kita masih akan hidup sepanjang 2016 sehingga kita membuat banyak janji ketemu orang di tempat-tempat dan waktu-waktu tertentu dalam kurun 2016. Tidak perlu ada buktinya sekarang tuh. I simply believe that I will be still alive in 2016 so that...! 

Kita percaya saja pesawat terbang yang karcisnya sudah kita beli, nanti, seminggu lagi, akan aman menerbangkan kita ke tempat tujuan dengan selamat. Kita tidak menuntut buktinya sekarang tuh. Jika kita menuntut buktinya detik ini juga, kita akan dibilang gila oleh petugas Garuda. I simply believe that the plane will safely fly us to our destination...! 

Kita sering terima dan percaya saja pembayaran dengan giro jangka tiga bulan dalam transaksi bisnis. Tak perlu ada buktinya sekarang tuh. Malah kalau tidak ada unsur kepercayaan, bisnis kita mungkin sekali sulit maju dan tidak akan berkembang. I simply believe that this cheque is not a blank cheque...!

Kita percaya begitu saja bahwa Matahari besok pagi akan terbit lagi dan sorenya akan terbenam lagi. Tanpa perlu buktinya detik ini juga tuh. Jika anda tidak percaya, ya minta saja NASA menerbangkan anda dengan kecepatan cahaya menuju Matahari, lalu sesampainya di sana sang Surya anda pegang kuat-kuat lalu menggiringnya untuk terbit lagi besok pagi. I simply believe that tomorrow morning the Sun will rise again...! 

Bahwa kemarin-kemarin sang Matahari telah terbit, dus berarti besok dan seterusnya juga pasti akan terbit seperti biasanya, bukanlah sebuah bukti, melainkan hanya kepercayaan anda saja bahwa masa lalu akan mengulang dirinya di masa depan dengan cara yang sama, karena hukum-hukum fisika yang bekerja masih sama. Ini yang dinamakan determinisme saintifik. Tetapi oleh mekanika quantum determinisme saintifik kini dibuat tidak mutlak lagi. Di tahun 1927 Werner Heisenberg mengajukan apa yang dinamakan Prinsip Ketidakpastian Heisenberg, yang menyatakan bahwa perilaku partikel-pertikel subatomik dapat diprediksi hanya berdasarkan peringkat probabilitas, tidak bisa dalam peringkat kepastian-kepastian mutlak. Dalam mekanika quantum, pada saat seorang melakukan pengamatan, tindakan mengamati ini sendiri mengubah objek-objek partikel yang sedang diamati ketika Konstanta Planck (h) kecil. Jadi, akan selalu ada relasi saling pengaruh antara objek-objek fisika yang diamati, sang fisikawan yang sedang mengamati, dan bagian-bagian lain jagat raya. Selain itu, mungkin saja terjadi, satu atau dua jam di depan ini sang Matahari kita tiba-tiba saja dilenyapkan oleh sejumlah besar pasukan alien-alien supercerdas dengan teknologi perang mereka yang kedahsyatannya tidak bisa kita bayangkan. Jadi, bahwa sang Matahari akan terbit lagi besok pagi, betul-betul hanya kepercayaan kita, kepercayaan yang berpeluang besar untuk terpenuhi.  

Sebagai suami kita percaya begitu saja pada istri kita untuk pergi ke mana mereka suka tanpa memaksa mereka memakai sehelai celana dalam besi yang digembok. Jika anda memaksa istri anda memakai sehelai celana dalam besi yang anda gembok, semua orang akan menyimpulkan bahwa anda punya masalah mental yang berat. I simply believe that my wife/husband is forever faithful to me so that it is unnecessary for me to...!

Sebagai istri kita percaya saja pada suami kita untuk mereka pergi ke manapun mereka suka tanpa memaksa mereka memakai sehelai celana dalam besi yang digembok. Jika anda menggembok alat vital suami anda, pasti anda sedang sakit mental berat.

Kita yang sudah berumahtangga lama, tahu bahwa syarat utama sebuah hubungan asmara bisa langgeng antara pria dan wanita yang sedang berpacaran bukanlah bukti cinta mitra sekarang juga (misalnya, sedia bersetubuh), tetapi kewajiban kedua pihak untuk membangun kepercayaan dan kesetiaan timbal balik. Mutual trust/faithfulness between a man and a woman falling in love one another is the “sine qua non” for ...!

Kita percaya saja berita telpon gelap bahwa ada sebuah bom yang siap meledak di dalam gedung, lalu kita memerintahkan para petugas satpam untuk menyisir setiap jengkal jalan-jalan dan sudut-sudut dalam semua ruangan. The manager simply believes that the bomb threat delivered by the unknown phone call is very serious that he....

Kanak-kanak juga percaya begitu saja bahwa sebotol susu yang diberi ke mereka oleh ibu mereka tidak berisi racun. Mereka langsung sedot tuh susu dalam botol, tanpa ragu. Children simply believe that their mothers always give them milk, not poison, in the bottles to suck....

Nyaris semua suami percaya begitu saja bahwa bayi yang baru dilahirkan istri mereka adalah anak mereka sendiri, bukan anak pria tetangga. Tidak ada tuh dalam kondisi normal suami meminta DNA bayi yang baru dilahirkan istrinya dites. All good husbands simply believe that the babies just born by their wives are their genuine babies so that....

Anda dapat mendaftarkan masih banyak lagi contoh yang menunjukkan bahwa dalam kehidupan normal, kita juga kerap percaya saja, tanpa minta bukti. Kepercayaan adalah bagian normal dari kehidupan normal kita sehari-hari. Hidup anda menjadi abnormal, susah dan tak akan jalan kalau untuk segala hal anda menuntut pembuktian langsung saat ini dan di tempat ini juga.

Orang ateis memang tak normal, dan hidup mereka tak akan jalan, kalau untuk segala hal mereka menuntut pembuktian empiris dulu, baru setelah itu mereka bergerak. Saya membayangkan, jika para ateis mencoba hidup dengan menolak semua bentuk kepercayaan yang sudah saya berikan contoh-contohnya dalam tulisan ini, jujur saja, mereka tidak akan bisa hidup dalam dunia ini. Mereka harus tinggal di sebuah planet lain yang masih kosong sama sekali, mungkin planet Mars cocok. Mereka menderita bukan hanya penyakit mental kebencian mendidih terhadap agama-agama (yang dinamakan religiofobia), tetapi juga menderita kebencian mendidih terhadap semua bentuk kepercayaan (Latin: fidem), yang saya namakan fidofobia. Oh ya, sejauh orang ateis keras sudah tidak bisa percaya pada apapun di luar diri mereka (dan mungkin juga pada diri mereka sendiri), mereka terkena sebuah patologi mental lain yang sudah kita kenal, yakni paranoid

Selain itu, para ateis sok bermental ilmiah, padahal para ilmuwan sendiri hidup normal juga dengan acap kali hanya percaya saja dalam kehidupan sehari-hari mereka di luar laboratorium. Pada rak-rak buku-buku mereka, banyak tuh berjejer novel-novel dan fiksi-fiksi, bahkan juga kitab-kitab suci.

Kita umumnya hidup lebih banyak di dunia sehari-hari yang real yang mengharuskan kita kerap memakai kepercayaan saja sehingga kehidupan kita berjalan dengan baik, normal, lancar, gembira dan relaks.

Bukti-bukti itu bukan hal sepele, tetapi penting dan mendasar, khususnya kalau kita masuk ke dunia sains, juga ke dunia hukum. Tetapi kehidupan normal sehari-hari juga membutuhkan banyak kepercayaan. Kepercayaan itu penting, bahkan mendasar, dan bukan hal yang sepele. Dalam banyak situasi, kita kerap melangkah hanya dengan kepercayaan.

Satu contoh. Saya, dan tentu anda juga, hingga wafat nanti, hanya percaya saja bahwa putra dan putri saya yang sekarang sudah besar adalah darah daging saya sendiri, bukan darah daging seorang pria lain, tanpa perlu saya buktikan lewat tes DNA. Ini normal, bukan? Mungkin anda yang ateis, setelah membaca paragraf ini, langsung berpikir untuk segera menguji DNA anak-anak anda untuk mendapatkan bukti-bukti apakah mereka betul-betul keturunan murni anda sendiri. Ok, itu bagus. Buktikan saja, dan kita akan bisa melihat bersama fakta ini: rumah tangga anda akan pada waktunya hancur berantakan. Tak percaya? Ya, buktikan saja. Bukankah anda memang sudah terobsesi pada bukti?   

Saya ulangi: Kita hidup normal tidak hanya berdasar bukti, tapi juga banyak kali hanya dengan berdasar kepercayaan saja. Kepercayaan itu penting. Kepercayaan itu agung. Orang yang bisa percaya, itu tanda orang itu punya kepercayaan diri yang besar. Orang itu PD!

Jadi, salah jika para ateis mengharuskan anda hidup dengan mengutamakan bukti empiris sejalan dengan metode sains. Tak seluruh dunia ini laboratorium. Kalau dunia ini seluruhnya laboratorium sains, di mana Dunia Fantasi harus dibangun? Di mana Disneyland harus didirikan? Di mana Six Flags harus dikonstruksi? 

Dengan demikian, tidak ada yang salah jika anda percaya pada Tuhan, normal saja, sebab kepercayaan adalah bagian dari kehidupan normal kita. Tanpa kepercayaan, hidup anda mungkin sekali sarat dengan stres dan depresi. 

Hidup hanya berdasar bukti-bukti! Oooh,... malangnya!

Orang ateis itu ibarat orang yang sepanjang hari membawa sebuah kaca pembesar untuk menemukan bukti-bukti, sekecil apapun, di jalan-jalan yang dilewati. Kening mereka terus berkernyit. Jantung terus berdebar kencang. Tekanan darah mereka tinggi. Mata mereka kerap berkunang-kunang. Padahal orang lain di sekitar, terus melangkah dengan riang gembira, lompat-lompatan, bercanda, bermain, tertawa, mulut mengunyah permen karet, sambil saling mendongeng. Sebagian mereka terus berjalan, dengan tertawa senang, menuju sebuah gedung bioskop, membeli karcis, lalu masuk ke ruang pertunjukan, menonton kisah sosok fiktif Doraemon selama dua jam. Hati gembira, pikiran segar, ketika mereka ramai-ramai keluar, meninggalkan gedung bioskop. Dunia pun ikut tertawa, bahagia.

Jika karena anda percaya dengan tulus kepada Tuhan anda, lalu anda dengan positif berdoa kepadanya, doa anda ini akan berpengaruh positif pada hati dan pikiran anda, lepas dari soal apakah doa ini akan terkabul atau tidak. Doa itu adalah percakapan akrab antara anda dan Tuhan anda sebagai sang orangtua anda yang mencintai anda dan anda cintai. Yang menarik dari setiap percakapan adalah prosesnya.

Tentu ada kepercayaan keagamaan yang bisa tak baik atau bisa salah, sama seperti ada teori sains yang bisa tidak baik atau bisa salah. Teknik meng-edit DNA semasa manusia masih sebagai janin, yang bisa diarahkan untuk menghasilkan ras eugenik, jika betul-betul dijalankan, akan menimbulkan masalah etis yang sangat berat dan rumit. Kepercayaan kepada Tuhan yang menimbulkan fanatisme dan radikalisme, jelas kepercayaan yang buruk.

Jadi, harapan saya, kalau anda mau percaya atau beriman pada Allah yang anda percayai, ya berimanlah dengan agung, yang menghasilkan adikarya dan kebajikan besar. Tunjukkan kepada para ateis, hidup beriman keagamaan anda ceria, membahagiakan, relaks, menenteramkan, menyehatkan dan menghasilkan karya dan kebajikan besar.

Richard Dawkins dkk dlm gerakan New Atheism memandang agama itu virus yang menyerang dan merusak pikiran dan segala sesuatu dalam dunia ini. “The Dawkins Delusion”, itulah sebutan yang saya berikan ke kepercayaan dan pola pikir para New Atheists itu. Tunjukkan bahwa mereka salah besar dan memalukan, lewat iman anda yang akbar kepada Tuhan anda. 

Tunjukkan kepada para Ateis Baru yang sedang mengidap Delusi Dawkins bahwa agama anda juga punya power untuk merawat, menguatkan dan menyembuhkan dunia ini, dan sama sekali bukan virus-virus yang harus dibasmi Dawkins dkk.

Akhirnya, juga baik jika saya mengucapkan kata-kata ini: Tuhan yang mahapengasih dan mahapenyayang kiranya memberkati anda dengan segala kebaikan, ketekunan, kesabaran, kekuatan, kecerdasan, wawasan, kegembiraan, kemurahan, dan kasih sayang.

Jakarta, 19-9-2015
Ioanes Rakhmat