Berapa kuatkah pikiran manusia?
Sependapatkah anda, jika orang menyatakan bahwa
karena mekanika quantum, apa saja yang kita pikirkan akan menjadi realitas? Jadi,
jika kita miskin dan sedang terdesak untuk mempunyai uang banyak, pikirkan saja bahwa ada orang datang ke kita membawa satu
koper penuh lembaran uang USD! Lalu, tiba-tiba ini terjadi. Wah enaknya hidup
jika begitu kejadiannya.
Lagi pula, kalau hal semacam itu yang selalu terjadi, hemat saya, malah masyarakat akan terperosok ke dalam kekacauan. Masyarakat justru akan berjalan dengan baik dan teratur kalau setiap orang menjalankan manajemen jangka pendek dan jangka panjang untuk mencapai tujuan-tujuan kehidupan mereka; tidak mengharapkan keajaiban terjadi lewat sihir sim salabim. Kita semua harus sekolah, belajar ilmu pengetahuan, harus bekerja, harus bangun dunia usaha, harus dapatkan uang untuk belanja dan membayar berbagai keperluan, dan seterusnya. Tanpa ini semua, ya masyarakat manapun akan hancur dan lenyap.
Tetapi kalau apa yang kita pikirkan itu sebuah
cita-cita jangka panjang, lalu kita berjuang keras untuk mewujudkannya, ya
sangat mungkin pikiran kita akan jadi kenyataan. Tetapi, kalau apapun yang
sedang kita pikirkan tiba-tiba sim salabim jadi realitas, ya pasti tidak! “Deus
ex machina” itu tidak ada, dan jangan
juga diada-adakan! Mukjizat muncul tidak dari langit dengan otomatis dan
mekanik, tetapi dari serangkaian usaha anda sendiri untuk mewujudkannya. Saya
yakin benar, fisika quantum itu sama sekali tidak memberi kita “deus ex machina”!/1/
Di dunia ini ada banyak orang yang punya
kekuasaan besar dan uang sangat banyak. Orang-orang semacam ini boleh dikata
sanggup menghadirkan di tempat langsung apapun yang mereka katakan atau
perintahkan. Mereka tidak butuh “deus ex machina”, dan juga tidak butuh sihir
sim salabim. Kekuasaan dan uang, itulah yang membuat pikiran mereka cepat
berubah jadi realitas. Meskipun demikian, mereka bukanlah para dewa, tetapi tetap insan-insan terbatas.
Sudah tidak terhitung banyaknya
saya mengonsentrasikan pikiran saya pada satu keyakinan bahwa saya bisa terbang,
tanpa sepasang sayap. Saya sudah tunggu-tunggu bertahun-tahun untuk pikiran
saya ini bahwa saya bisa terbang menjadi kenyataan. Faktanya, pikiran saya ini
tidak pernah menjadi realitas. Malah pikiran saya ini sampai terbawa-bawa ke dalam
mimpi-mimpi saya di waktu tidur malam. Dalam mimpi-mimpi itu, saya memang bisa
terbang benaran. Realitasnya di dunia nyata, saya tidak pernah bisa terbang. Tetapi
saya juga sudah banyak kali terbang, tetapi dengan menjadi seorang penumpang
pesawat jet, mondar-mandir ke banyak negara. Hemat saya, sangatlah hebat
orang-orang pertama yang memikirkan cara-cara yang real untuk kita bisa
terbang! Sains-tek akhirnya memungkinkan kita terbang.
Tentu saja saya percaya pada kekuatan pikiran. Bagi
saya, Descartes benar ketika dia menyatakan “Aku berpikir, karena itu aku ada!”
Aktivitas berpikir, itulah aktivitas spesial yang menjadi ciri homo sapiens. Bukan jasad, tetapi pikiran yang melahirkan peradaban, itulah bukti homo sapiens ada. Sains
dan teknologi modern bisa lahir antara lain ya karena kita sebagai manusia
punya pikiran yang kuat dan nyaris tanpa batas. Tetapi pikiran kita yang kuat
ini memberi hasil-hasil nyata, ya karena lewat pikiran-pikiran kita, kita
membangun sains dan teknologi. Jelas, pikiran kita menghasilkan sesuatu yang
real, yakni sains dan teknologi. Jadi, pikiran kita memang kuat, tetapi kuat bukan dalam arti lewat
gelombang-gelombang otak yang berfrekuensi rendah, kita bisa
membengkokkan sebuah sendok baja atau bisa memindahkan sebuah botol
berisi penuh anggur.
Yesus dari Nazareth dulu pernah menyatakan bahwa jika murid-muridnya mempunyai iman yang kuat, maka mereka akan bisa memindahkan gunung hanya lewat perintah pikiran mereka. Kurang lebih begitulah sabda Yesus. Tentu saja, ucapan Yesus ini sebuah metafora; sebab kapanpun juga tidak akan ada orang di manapun juga yang lewat perintah pikirannya sanggup memindahkan sebuah gunung besar dan tinggi. Tetapi Yesus bisa juga benar, sejauh iman dan pikiran murid-muridnya mendorong mereka untuk menemukan teknologi maju pemindahan gunung dalam waktu sekejap.
Gautama Buddha pernah berkata, “Kita adalah apa yang kita pikirkan. Segala hal tentang diri kita, muncul dari pikiran kita. Dengan pikiran kita, kita membentuk dunia.” Ucapan Gautama ini mirip-mirip dengan pernyataan Descartes itu.
Yesus dari Nazareth dulu pernah menyatakan bahwa jika murid-muridnya mempunyai iman yang kuat, maka mereka akan bisa memindahkan gunung hanya lewat perintah pikiran mereka. Kurang lebih begitulah sabda Yesus. Tentu saja, ucapan Yesus ini sebuah metafora; sebab kapanpun juga tidak akan ada orang di manapun juga yang lewat perintah pikirannya sanggup memindahkan sebuah gunung besar dan tinggi. Tetapi Yesus bisa juga benar, sejauh iman dan pikiran murid-muridnya mendorong mereka untuk menemukan teknologi maju pemindahan gunung dalam waktu sekejap.
Gautama Buddha pernah berkata, “Kita adalah apa yang kita pikirkan. Segala hal tentang diri kita, muncul dari pikiran kita. Dengan pikiran kita, kita membentuk dunia.” Ucapan Gautama ini mirip-mirip dengan pernyataan Descartes itu.
Sudah pasti, Gautama Buddha tidak bermaksud
mengajarkan ilmu sihir, yang kalau dipakai, si pemakainya dengan hanya sim salabim menciptakan sesuatu. Sayangnya, ilmu sihir itu hanya ada dalam dongeng. Gautama pernah dengan sangat serius memikirkan kenapa ada penderitaan
dan bagaimana jalan mengalahkan penderitaan. Apa yang dipikirkannya ini tidak
mendadak memunculkan sendiri jawaban-jawaban di hadapannya dengan ajaib. Tidak
demikian. Beliau harus mencari jawab atas pikiran-pikirannya sendiri itu
mula-mula dengan cara tapa brata yang keras, lalu belakangan lewat cara yang
lunak, yang dinamakan Jalan Tengah, dan beliau butuh waktu panjang, sampai
akhirnya beliau mendapatkan jawaban-jawabannya yang dipercayanya benar. Beliau
bukan sosok yang percaya pada “deus ex machina”.
Hemat saya, lewat ucapannya itu, Gautama meminta
kita me-manage pikiran kita dengan
sungguh-sungguh, sebab suasana batin dan kondisi tubuh kita sangat dipengaruhi
oleh isi pikiran kita. Psikologi membenarkan hal ini. Dalam tubuh yang sehat,
terdapat pikiran yang sehat. Jika semua orang sehat badan dan sehat mental,
maka dunia akan menjadi lebih baik.
Saya tidak sependapat dengan artikel ini: fisika
quantum diutak-atik untuk mendukung sebuah pendapat keagamaan: http://www.collective-evolution.com/2014/11/11/consciousness-creates-reality-physicists-admit-the-universe-is-immaterial-mental-spiritual/. Si penulisnya berpendapat bahwa para fisikawan mengakui bahwa jagat raya ini
berwujud immaterial, mental, dan spiritual, dan bahwa pikiran atau kesadaran
manusia menciptakan kenyataan. Hemat saya, pendapat ini jauh dari kebenaran.
Kalaupun ada aspek mental atau kesadaran dalam jagat raya, atau daya kehidupan,
yang memungkinkan terbentuknya organisme-organisme yang memiliki kesadaran
secara natural, tetap saja jagat raya ini juga berwujud material (padat, cair,
gas, dan plasma).
Tetapi, bersama banyak orang lain, saya ikut
mengakui bahwa fisika quantum memang weird, sukar dipahami, membuka banyak
sekali kemungkinan baru yang menantang konsep-konsep lama fisika.
Tetapi saya memikirkan kemungkinan lain untuk
membuat apapun yang kita pikirkan menjadi realitas, yakni dengan memakai
teknologi “mind-computer interfaces”. Pikiran kita dihubungkan ke sebuah super
komputer yang dapat memproses dan mewujudkan apapun yang pikiran kita
perintahkan kepada super komputer itu. Super komputer ini bisa ditempatkan jauh
di ruang tersembunyi, tetapi selalu terhubung wireless dengan pikiran kita. Super komputer itu juga dihubungkan
lagi ke berbagai perangkat mekanik lain yang akan menjalankan semua instruksi
kita. Orang yang tidak tahu engineering
semacam ini, akan berpikir kita ini mampu melakukan sihir atau telepati atau telekinetik.
Begitulah.
Note
/1/ “Deus ex machina” berasal dari kata-kata Yunani ἀπὸ μηχανῆς θεός
(apò mēkhanês theós),
artinya “Allah dari mesin”. Salah satu penyebutan paling awal frasa ini
ditemukan dalam fragment 227 Menander: ἀπὸ μηχανηϛ θεὸς
[ἡμιν] ἐπεφάνηϛ; artinya: “Engkau, Allah, mewahyukan dirimu kepada kami
sebagai suatu allah mesin.” Kata-kata ini dikutip dalam karya The Woman Possessed with a Divinity,
sebagaimana diterjemahkan dalam Menander:
The Principal Fragments (1921) oleh Francis Greenleaf Allinson. “Deus ex machine”
adalah kepercayaan bahwa dalam situasi yang sulit yang sedang menimpa
seseorang, jika Allah dipanggil, maka dia akan otomatis seperti mesin bertindak
menolong.