Ms. Ayaan Hirsi Ali memang tidak diterima di dunia Islam arus utama. Bahkan dia menjadi objek caci maki dan hinaan dan sumpah serapah. Tetapi pikiran-pikirannya perlu dikenal dan dipahami juga. Baru-baru ini dia menyatakan hal ini:
“Not all of this violence is explicitly motivated by religion, but a great deal of it is. I believe that it is foolish to insist, as Western leaders habitually do, that the violent acts committed in the name of Islam can somehow be divorced from the religion itself. For more than a decade, my message has been simple: Islam is not a religion of peace.”
“Tidak semua kekerasan ini dimotivasi terang-terangan oleh agama, tetapi bagian terbesarnya ya. Aku percaya adalah dungu jika orang menegaskan, sebagaimana biasa dilakukan para pemimpin Barat, bahwa tindakan-tindakan keras yang dilakukan dalam nama Islam bagaimanapun juga dapat dipisahkan dari agama Islam sendiri. Lebih dari satu dekade, pesan saya sederhana saja: Islam bukanlah sebuah agama perdamaian.”
Dia berpendapat, supaya reformasi terjadi dalam
dunia Islam, umat Muslim memerlukan pertolongan Barat. Kata dia,
“Islam is at a crossroads. Muslims need to make a conscious decision to confront, debate and ultimately reject the violent elements within their religion. To some extent—not least because of widespread revulsion at the atrocities of Islamic State, al Qaeda and the rest—this process has already begun. But it needs leadership from the dissidents, and they in turn stand no chance without support from the West.”
Terjemahan saya:
“Islam sedang berada di persimpangan jalan. Umat Muslim perlu membuat sebuah keputusan sadar untuk mengkonfrontasi, mendebat dan menolak secara mendasar elemen-elemen kekerasan di dalam agama mereka. Dalam batas-batas tertentu--- tidak sedikit karena rasa jijik yang tersebar luas terkait dengan korban-korban Negara Islam, al Qaeda dan yang lain-lainnya----prosesnya sudah dimulai. Tetapi proses ini memerlukan kepemimpinan dari kalangan pembangkang, dan mereka pada gilirannya tidak punya kesempatan menyatakan sikap mereka jika Barat tidak mendukung mereka.”
Esai Ayaan Hirsi Ali yang dikutip di atas
bersumber pada buku terbarunya yang berjudul Heretic: Why Islam Needs A Reformation Now (segera terbit!).
Bagaimana tanggapan teman-teman Muslim atas tulisan Ayaan Hirsi Ali tersebut, yang dimuat di The Wall Street Journal edisi 20 Maret 2015? Silakan anda bangun pendapat-pendapat anda sendiri.
Dalam pandangan saya sendiri, kalau dalam Islam tidak ada pesan-pesan perdamaian dan perjuangan lewat cara-cara nonkekerasan, bagaimana mungkin dihasilkan sosok-sosok besar Islam yang berjuang dengan memakai jalan perdamaian dan nonkekerasan? Untuk konteks Indonesia, misalnya, bagaimana bisa lahir sosok Muslim damai seperti alm. Gus Dur dulu, dan kini dilanjutkan oleh sosok Gus Mus (ayah mertua Ulil Abshar-Abdalla), jika Islam itu agama kekerasan seperti dianggap oleh Ayaan Hirsi Ali dan oleh semua ateis? Jelas, Ayaan Hirsi Ali kurang objektif jika dia menilai Islam adalah agama kekerasan. Ada ajaran-ajaran perdamaian dan persaudaraan universal di dalam Islam.
Bagaimana tanggapan teman-teman Muslim atas tulisan Ayaan Hirsi Ali tersebut, yang dimuat di The Wall Street Journal edisi 20 Maret 2015? Silakan anda bangun pendapat-pendapat anda sendiri.
Dalam pandangan saya sendiri, kalau dalam Islam tidak ada pesan-pesan perdamaian dan perjuangan lewat cara-cara nonkekerasan, bagaimana mungkin dihasilkan sosok-sosok besar Islam yang berjuang dengan memakai jalan perdamaian dan nonkekerasan? Untuk konteks Indonesia, misalnya, bagaimana bisa lahir sosok Muslim damai seperti alm. Gus Dur dulu, dan kini dilanjutkan oleh sosok Gus Mus (ayah mertua Ulil Abshar-Abdalla), jika Islam itu agama kekerasan seperti dianggap oleh Ayaan Hirsi Ali dan oleh semua ateis? Jelas, Ayaan Hirsi Ali kurang objektif jika dia menilai Islam adalah agama kekerasan. Ada ajaran-ajaran perdamaian dan persaudaraan universal di dalam Islam.
Bagaimana dengan kitab-kitab suci lain? Kitab suci Yahudi (Tanakh), yang oleh gereja disebut Perjanjian Lama (yang sudah usang), juga sarat dengan teks-teks kekerasan, baik yang dilakukan Allah maupun yang dilakukan manusia. Dalam Perjanjian Baru gereja, gambaran kekerasan juga masuk ke dalamnya saat para penulisnya meyakini bahwa untuk meredakan murka Allah terhadap dosa manusia, Allah perlu melakukan kekerasan ilahi dengan membunuh Yesus lewat penyaliban. Cuma, Perjanjian Baru menegaskan, bahwa lewat kekerasan ilahi ini yang dialami Yesus (saat ini dialami Yesus, bahkan penulis Injil Markus menggambarkan Yesus terjatuh ke dalam rasa putus asa yang dalam karena dia melihat Allah, Bapanya, telah meninggalkannya!), manusia jangan lagi melakukan kekerasan kepada sesama manusia! Korban kekerasan, tulis penulis surat Ibrani, cukup satu kali untuk selamanya, yakni Yesus saja.
Tetapi fakta juga menunjukkan bahwa kekerasan dalam agama Yahudi dan agama Kristen pada masa kini sudah jauh berkurang jika dibandingkan kekerasan dalam dunia Islam yang masih sangat tinggi. Kondisi yang tidak bagus dalam dunia Islam ini tentunya diciptakan oleh banyak faktor lain di luar agama Islam itu sendiri. Salah satunya tentu faktor politik dan ekonomi.
Kembali ke Ayaan Hirsi Ali. Ironinya adalah
kendatipun Ayaan Hirsi Ali terlihat sedang berjuang demi kebaikan Islam (ini
klaim dia sendiri!) dan mengaku diri seorang Muslimah (pembangkang), dia
diserang sana-sini dan dianggap sebagai sosok vokal pembenci Islam, seorang
Islamofobik. Dengan dia minta dukungan Barat (tentu mulai dari dana,
perlindungan dan keamanan, sampai ke ideologi), dan dengan mudah diterima
Richard Dawkins dkk (lihat di sini), Islamofobia dengan sangat mudah dapat dikaitkan
dengan Barat dan ateisme. Riskan sekali ya!
Jakarta, 29 Maret 2015
ioanes rakhmat