Burung-burung ingin terbang bebas dan liar
Tapi manusia
jahat menangkapi mereka
Lalu
mengurung mereka dalam sangkar
Akhirnya
matilah mereka karena tekanan jiwa
Angkasa luas
membuat jiwa lapang
Sangkar-sangkar
sempit menekan sukma
Mereka ingin
keluar dari sangkar pengekang
Tapi mereka
tak punya daya dan tenaga
Makanan dan
air disediakan si empunya
Tapi
kebebasan mereka telah direnggut
Selera makan
mereka tak punya
Selera minum
pun telah dibawa air hanyut
Jiwa dan
tubuh makin lemah tersayat
Mata terus
terkatup makin sipit dan rapat
Berdiri dan
berjalan pun tak lagi kuat
Akhirnya mati
teronggok sebagai mayat
Tak ada madah
perkabungan dilantunkan
Si empunya
mengambil bangkai si burung malang
Dibuang
begitu saja ke tong sampah di halaman
Hanya siul
indah si burung masih mengiang
Oh, oh nasibmu
sang burung yang malang!
Pedih, perih, memilukan hati dan sanubari
Dari zaman
ke zaman terus berulang
Kapankah engkau
jadi raja buat dirimu sendiri?
Wahai
burung-burung, hiburlah dirimu sendiri!
Banyak
manusia malang juga sedang terkurung
Oleh
sangkar-sangkar yang mereka buat sendiri
Sampai ajal mereka
terus terkurung
Uang
mengikat kuat tubuh selamanya
Kekuasaan mengurung pikiran dan jiwa
Ketamakan
memborgol pikiran bulat-bulat
Keakuan
membui kuat dan rapat
Tapi kawan,
dengarlah ucapanku ini!
Sangkar terkuat
adalah pikiranmu sendiri
Saat engkau
menganggap pikiranmu sudah final
Tidak bisa lagi
selamanya diubah dan disoal
Kau yang cerdas
menjadi pandir dan dungu
Saat engkau gigih
dan ngotot mempercayai
Pikiranmu tak
bisa salah dan tak bisa keliru
Seolah
engkau adalah sang Tuhan sendiri
Padahal
Tuhan itu sendiri sebuah teka-teki besar
Mengundang
orang bersoal dan menduga-duga
Untuk memecahkan
teka-teki itu tanpa gentar
Tawa, canda dan
guyon meramaikan suasana
Temukan di
mana dirimu tersangkar
Hancurkan, remukkan sangkar itu sekuat tenaga
Keluarlah
dan terbanglah bebas ke angkasa luar
Sekarang! Karena
hidupmu sebentar saja!
Jakarta, 5 Desember 2014
by Ioanes Rakhmat