Robot humanoid Nao yang ternyata menyentuh hati banyak mahasiswa karena kemampuannya memperlihatkan benih-benih sifat-sifat insani
Ya, tetapi mereka akan menjadi anak-anak kita.” (Marvin Minsky)
Banyak orang di seluruh dunia sudah mulai mencemaskan perkembangan pesat teknologi robotik, yakni teknologi yang menghasilkan berbagai jenis robot yang memiliki kecerdasan buatan dalam berbagai tingkatan, sampai mencapai tahap super-super Artificial Intelligence (SAI atau SSAI).
Belum lama ini bahkan sekelompok orang Kristen
evangelikal yang berdiam dekat North Carolina, USA, membeli sebuah robot cerdas
yang seperti manusia, robot humanoid, seharga USD 16.000, yang dinamakan robot
Nao, untuk mempelajari dan menyelidiki dampak robot-robot humanoid dan
kecerdasan buatan pada manusia.
Robot Nao adalah
suatu robot seperti manusia, robot humanoid, yang dapat diprogram secara
otonom, yang diciptakan oleh perusahaan Aldebaran Robotics (Paris, Prancis).
Sejauh ini sudah terjual 200 unit lebih robot Nao yang digunakan di
universitas-universitas di seluruh dunia.
Baca juga Artificial Intelligence dan Moralitas
Menurut Dr. Kevin Staley dari Southern
Evangelical Seminary di Matthews, North Carolina, tujuan proyek pembelian satu
unit robot Nao oleh komunitasnya adalah “untuk menyelidiki dampak potensial
yang akan timbul dari teknologi semacam ini bagi manusia dan masyarakat mereka”
dan juga untuk “memulai suatu percakapan dengan komunitas-komunitas keagamaan
lain mengenai perkembangan dan pemanfaatan robot-robot.”
Kendatipun proyek ini dapat dipandang sebagai
suatu langkah yang maju dari kalangan Kristen evangelikal itu karena mereka mau
memahami dunia robotik dan dampaknya bagi manusia, Kevin Staley wanti-wanti
mengingatkan bahwa “sementara anda tentu saja tidak akan mencari
rujukan-rujukan ke robot dalam teks-teks Alkitab, kendatipun bisa saja ada
amanat-amanat Alkitab yang bisa ditarik ke arah itu, satu hal yang anda dapat
tarik dari Alkitab adalah afirmasinya yang jelas bahwa yang terpenting adalah
relasi manusia dengan manusia.” Tersirat dalam pernyataannya ini adalah bahwa
jika anda menghabiskan banyak waktu untuk berbicara dengan robot-robot
alih-alih dengan sesama manusia lain, anda telah melakukan hal yang buruk, hal
yang bahkan memerosotkan kemanusiaan kita./1/
Semula, robot-robot dikonstruksi manusia (tentu
lewat industri robotik milyaran USD di berbagai negara maju) untuk menolong
manusia supaya bisa hidup lebih baik, lebih sehat, lebih tangguh, lebih
terlayani, lebih terhibur, lebih relaks, lebih cepat, lebih efisien, lebih
bersih, lebih terawat.
Dengan kata lain, semula robot digagas sebagai pembantu
manusia untuk manusia dapat hidup dengan lebih insani, lebih manusiawi. Dalam
kegiatan-kegiatan manufakturing dan industri, robot diciptakan sebagai alat-alat bantu yang dapat bertindak presisi, sangat cermat,
sesuatu yang jarang atau mustahil dicapai tangan dan mata manusia saja. Di Indonesia, sekian dasawarsa lalu sempat
timbul debat pro dan kontra ketika banyak perusahaan mau melakukan robotisasi
atas banyak bidang usaha mereka. Yang menjadi isu menonjol waktu itu adalah
ketakutan akan makin berlipatgandanya angka pengangguran di Indonesia karena
robotisasi.
Sejauh robot-robot itu masih bekerja
secara mekanistik saja sesuai perintah manusia yang disampaikan lewat peralatan
computing, teknik sensor, atau lewat program-program perintah dari jarak jauh, tidak akan ada
persoalan serius yang muncul dari dunia robotik.
Tetapi yang kini dikhawatirkan banyak orang
adalah jika era robot android
tiba di dalam peradaban kita. Kata “android” (searti dengan kata “humanoid”) berasal
dari kata majemuk Yunani “andro-eidēs”, yang artinya “berwatak serupa manusia”.
Sebuah robot android adalah seperangkat mesin robotik yang bukan hanya mampu
bekerja secara mekanistik dan mempunyai kapasitas penalaran logis, tetapi
juga memiliki kesadaran dan emosi seperti layaknya manusia.
Teknologi
kecerdasan buatan dalam cakupan yang luas, yang dipadukan dengan sains kognitif yang
mempelajari berbagai dimensi kecerdasan manusia, teknik Brain Reverse
Engineering (BRE) yang dijalankan lewat instrumen “high resolution brain-computer interface” yang mampu mengubah data neural dalam otak manusia menjadi
data digital algoritmis (alhasil, “bain mapping” dapat dilakukan) yang dapat ditransfer ke manapun terlepas dari organ
otak ragawi, neural and genetic engineering, dan biologi sintetis, akan mampu menghasilkan robot-robot android yang makin sempurna.
Jangan anda berpikir bahwa era robot-robot
cerdas android masih lama. Kita semua telah mengalami fakta ini: belum lama ini kita
masih memakai pesawat-pesawat telpon biasa berkabel; tahu-tahu kini kita semua
diseruduk oleh era baru berkuasanya telpon-telpon selular yang cerdas nirkabel,
alias smartphones.
Peradaban teknologis kita, meskipun baru berusia 300 hingga 400 tahun, terus
berkembang dengan pesat dengan tingkat kemajuan menurut deret ukur, bukan lagi
deret hitung. Eksponensial dan melompat-lompat dan bergulung-gulung multilinier, tidak lagi unilinier.
Robot-robot android, sesuai dengan namanya, bisa
memutuskan sendiri, berdasarkan pertimbangan rasionalitas dan kesadaran
sendiri, untuk bertindak sendiri di luar perintah manusia.
Tapi, jika era robot
android sudah tiba, robot-robot jenis ini bisa bukan saja menjadi mitra-mitra
manusia yang konstruktif, tetapi juga bisa menjadi musuh-musuh manusia yang dahsyat
dan mematikan. Era ini oleh sejumlah orang dinamakan era ROBOT-POKALIPSIS, era
kemusnahan manusia di tangan robot-robot android yang mereka sendiri ciptakan.
Era ini, seperti halnya apokalipsis keagamaan, tampak tidak bisa dihindari oleh manusia.
Manusia tahu akan tiba, tetapi manusia tidak bisa mengubahnya, seolah takdir
ilahi telah datang bagi mereka kendatipun era ini dibuat dan didatangkan
sendiri oleh manusia.
Situs web ini http://facthat.com/site/post/736/0 memuat foto dan keterangan
pendek 15 jenis robot, dari yang berjalan di darat, juga di dalam laut, sampai
yang beroperasi di ruang atas (di langit-langit, angkasa, dll) dalam kehidupan
kita sehari-hari saat ini. Belum ada masalah yang muncul sejauh ini. Era
robot-pokalipsis masih jauh.
Tetapi, akal dan hati kita akan terbelah-belah
tidak menentu saat kita memikirkan konsekwensi-konsekwensi yang ditulis pada
web itu, jika semua robot ini sudah menjadi robot-robot android. Jadi cemaslah
kita, saat menatap ke masa depan, kendatipun kini semua robot ini masih menjadi
mitra manusia yang konstruktif, tidak destruktif.
Berikut ini tiga jenis robot yang saya ambil
dari situs web tersebut di atas, dilengkapi keterangan pendek tentang
masing-masing.
Robot pada gambar di atas dinamakan Atlas (buatan Boston
Dynamics; perusahaan ini memiliki alamat situs web di sini http://www.bostondynamics.com/). Dirancang untuk menjangkau dan mendatangi kawasan-kawasan dan
tempat-tempat yang sangat berbahaya bagi manusia, misalnya kawasan yang sudah
tercemar radioaktif atau yang rawan ledakan atau yang sangat labil. Kini masih
bersahabat dengan manusia. Bagaimana jika Atlas telah ber-evolusi menjadi robot
android yang memiliki super-AI?
Di atas adalah foto robot laba-laba raksasa (buatan LaMachine,
Prancis) yang memiliki kemampuan untuk menembakkan api, asap, air atau cairan
lain, dari mulut dan ujung kaki-kakinya, dan mampu bergerak cepat, membubarkan
kerumunan massa, dan menyedot apapun yang ada di depannya. Bayangkan, jika si
laba-laba raksasa ini sudah berubah menjadi robot android. Sekarang ini, apapun
gerak dan tindakan si robot ini, semuanya masih dalam kendali manusia yang
menungganginya.
Robot pada foto di atas dinamakan Robokiyu, pelesetan dari kata-kata “Robot Kill You”. Robot pembunuh
kamu. Robot ini dikirim ke kawasan-kawasan yang porak-poranda karena bencana
alam atau peperangan, yang penuh dengan mayat yang bergelimpangan. Sang robot
bertugas untuk menyantap semua mayat, sebagai makanannya sendiri, tanpa bisa
membedakan apakah tubuh yang terbaring itu masih bernafas, atau hanya pingsan
saja, atau sudah menjadi mayat.
Selanjutnya saya persilakan anda memperhatikan
satu per satu 15 jenis robot yang ditampilkan dalam situs web di atas. Ujilah,
apakah anda masih akan punya nyali untuk hidup di era robot-pokalipsis jika
semua robot itu berbalik memusuhi manusia, sang pencipta mereka!
Tentu saja, saya tidak ingin meninggalkan anda dalam situasi galau dan
kalut saat memikirkan era robot-pokalipsis. Masih ada jalan keluar untuk
mengelakkan era seram ini. Yakni, dengan kita sendiri, Homo sapiens,
berubah menjadi organisme-organisme robotik android juga, yang di dalam otak mereka
tersimpan data digital algoritmis jatidiri kita sendiri. Dus, kita hidup
dengan memakai tubuh robot android sebagai avatar atau surrogate
kita. Secara fisik, kita adalah organisme logam baja, serba kuat, tidak
bisa sakit, tidak bisa mati, tetapi secara intelektual, personal,
emosional, psikis, kita tetap hidup abadi di dalam avatar-avatar kita
itu. Ketika era ini tiba, era Homo sapiens berubah menjadi organisme cyborg (cybernetic organism) atau bionic human, kita berada dalam era transhuman atau era posthuman.
Saya pikir, lewat robot-robot android yang di dalam otak mereka
tersimpan jatidiri kita, robot-robot android asli non-human yang memiliki super AI akan lebih mudah kita kendalikan, dengan kita membangun
persahabatan dengan mereka, untuk mencegah mereka berbalik menyerang
manusia. Inilah era yang sangat menawan. Be happy dengan era ini,
seandainya anda masih bisa happy setelah membaca tulisan saya ini.
Satu hal penting jangan kita lupakan. Saya punya
keyakinan bahwa semakin maju dan tinggi peringkat peradaban suatu spesies
cerdas, akan semakin maju dan agung pula etika yang dipegang dan dijalankan
spesies cerdas ini. Saya percaya, keyakinan saya ini berlaku juga untuk Homo sapiens di masa depan,
dan juga untuk semua spesies alien cerdas di angkasa luar yang jauh.
Jadi, saya
justru melihat ketika era robot-robot android non-human yang mempunyai super-AI datang di tengah kita,
kita yang sudah makin maju dan makin tinggi berperadaban, akan juga makin
bertanggungjawab secara etis untuk memelihara keagungan semua bentuk kehidupan
dan ekologi kita.
Jadi, daripada membayangkan dengan suram akan tibanya era
robot-pokalipsis, lebih bertanggungjawab jika kita membangun masa depan kita
dengan etis, masa depan yang di dalamnya robot-robot android non-human bisa
bergaul dan hidup damai dengan kita sebagai manusia atau dengan
kita sebagai organisme insani robotik yang cerdas, sebagai cyborg atau manusia bionik, perpaduan bahan organik dan bahan logam non-organik.
Menutup tulisan ini, saya berikan kutipan
sebagian pernyataan Dr. Stuart Armstrong (dari James Martin Research Fellow at
Oxford University's Future of Humanity Institute) bahwa ide tentang “suatu
Kecerdasan Buatan yang Superior, yang berada di atas manusia tapi tidak
melenyapkan manusia, adalah suatu pemikiran yang sangat insani. Jika kita tidak
memegang skenario punahnya umat manusia dari planet Bumi oleh
organisme-organisme AI, maka organisme-organisme AI ini mungkin sekali adalah
suatu pikiran yang sangat asing, a
very alien mind, yang dengan kita hidup bersama di planet ini,
mungkin sama caranya dengan cara kita hidup bersama lumba-lumba, paus atau
bahkan dengan semut-semut.”/2/
Pernyataan Armstrong itu memperlihatkan realisme
yang optimistik. Benih-benih Super-AI sebetulnya sudah ada banyak di tengah kita masa kini, misalnya mesin Google yang serba tahu dan serba menjawab dengan persis dan cepat. Mesin Google ini dibangun antara lain dengan landasan teknologi AI yang dipadukan dengan teknologi IT. Hingga saat ini, tidak kita lihat kalau mesin Google akan berubah jadi jahat atau minta disembah sebagai Allah.
Senada dengan itu, dalam makalahnya Bob Struijk
menyatakan bahwa “pada umumnya semua jenis robot harus memberi andil pada
usaha-usaha membangun masyarakat yang lebih ramah lingkungan dan bertahan
langgeng. Ada makin lebih banyak robot yang akan lebih mampu untuk menggantikan
manusia. Dengan penambahan kemampuan melihat dan kemampuan mengindra,
robot-robot itu mendapatkan mata dan indra perasa lewat sentuhan. Tentu manusia
sebagai para pekerja senantiasa tetap diperlukan, entah dalam industri ataupun
dalam manufaktur medis dan aerospasial. Tentu saja robot-robot akan berperan
dengan cara-cara yang khusus.”/3/
Kembali ke pertanyaan yang sudah diajukan di atas: Apakah ketika robot-robot sudah dilibatkan dalam berbagai bidang pekerjaan, para pekerja manusia akan tersingkir, alhasil pengangguran akan meningkat di mana-mana? Empat peneliti robotika, Mehdi Miremadi, Subu Narayanan, Richard Sellschop, dan Jonathan Tilley, menjawab: “Ya, robot-robot akan menggantikan manusia yang kini menangani pekerjaan-pekerjaan tangan. Tetapi robot-robot akan juga memerlukan perusahaan-perusahaan besar dan kecil untuk mempekerjakan ribuan karyawan yang memiliki kecakapan dalam analitika, programming, integrasi sistem, dan desain interaksi. Para pekerja yang ambisius, khususnya mereka yang terlatih, akan mendapatkan perspektif-perspektif baru dan kesempatan-kesempatan baru untuk berpartisipasi.”/4/
Kembali ke pertanyaan yang sudah diajukan di atas: Apakah ketika robot-robot sudah dilibatkan dalam berbagai bidang pekerjaan, para pekerja manusia akan tersingkir, alhasil pengangguran akan meningkat di mana-mana? Empat peneliti robotika, Mehdi Miremadi, Subu Narayanan, Richard Sellschop, dan Jonathan Tilley, menjawab: “Ya, robot-robot akan menggantikan manusia yang kini menangani pekerjaan-pekerjaan tangan. Tetapi robot-robot akan juga memerlukan perusahaan-perusahaan besar dan kecil untuk mempekerjakan ribuan karyawan yang memiliki kecakapan dalam analitika, programming, integrasi sistem, dan desain interaksi. Para pekerja yang ambisius, khususnya mereka yang terlatih, akan mendapatkan perspektif-perspektif baru dan kesempatan-kesempatan baru untuk berpartisipasi.”/4/
Notes
/1/ Kutipan diambil dari Mark Piesing, “Creationists buy robot to study technology's impact on humanity”, Wired.co.uk, 10 April 2014, pada http://www.wired.co.uk/news/archive/2014-04/10/creationists-vs-robots/viewgallery/333950.
/1/ Kutipan diambil dari Mark Piesing, “Creationists buy robot to study technology's impact on humanity”, Wired.co.uk, 10 April 2014, pada http://www.wired.co.uk/news/archive/2014-04/10/creationists-vs-robots/viewgallery/333950.
/2/ Ibid.
/3/ Bob Struijk, “Robotics in the New Era:
Challenges on Robot Design”, Debreceni
Műszaki Közlemények 2011/3 (HU ISSN 2060-6869), hlm. 15-25. Format
Pdf makalah ini tersedia di http://www.eng.unideb.hu/userdir/dmk/docs/20113/11_3_03.pdf.
/4/ Mehdi Miremadi, Subu Narayanan, Richard Sellschop, dan
Jonathan Tilley, “The Age of Smart, Safe, Cheap Robots Is Already Here”, Harvard Business Review, 15 June 2015,
pada https://hbr.org/2015/06/the-age-of-smart-safe-cheap-robots-is-already-here.
By Ioanes Rakhmat
Jakarta, 14 Oktober 2014
By Ioanes Rakhmat
Jakarta, 14 Oktober 2014
Baca juga Artificial Intelligence dan Moralitas