Satu Bumi milik bersama
* Editing mutakhir 14 Juli 2023
Sebuah pepatah Amerika Bumiputera menyatakan demikian, “Hati-hatilah terhadap orang yang tidak mau bicara dan terhadap anjing yang tidak mau menyalak” (Cheyenne, 15924).
Sukar untuk memahami maksud pepatah orang Indian Amerika ini. Mungkin maksudnya, kalau seseorang sudah tidak mau berbicara lagi, ini adalah tanda bahwa di dalam batinnya kemarahan dan kebencian sudah sangat kuat merasuk, alhasil dia kehabisan kata-kata, dan akan langsung menyerang dengan ganas. Begitu juga halnya dengan seekor anjing yang sudah tidak mau menyalak. Karena itu, keduanya harus diwaspadai.
Apapun maksudnya, peribahasa ini telah mendorong saya untuk tidak membisu, tapi berbicara, lewat tulisan ini, kepada dunia Muslim di Indonesia.
Mengapa? Karena sebagai seorang warganegara Indonesia saya melihat diri saya adalah bagian dari diri mereka juga. Persoalan-persoalan mereka juga persoalan saya. Nasib mereka, juga nasib saya. Baiklah, saya mulai berbicara.
Siapapun tokoh Muslim di Indonesia yang membuat umat berpikir Amerika Serikat (AS) dan bangsa Yahudi musuh-musuh abadi mereka, bukanlah sosok pemimpin yang mencerdaskan umat, bukanlah sosok pemimpin masa depan, bukanlah sosok pemimpin yang visioner.
Isu bahwa AS dan Yahudi musuh besar abadi umat Muslim adalah isu yang dibangun untuk berbagai kepentingan kalangan pemuka Muslim, yang tak berani berhadapan langsung dengan realitas, tapi lari berlindung dalam denialisme, karena fakta-fakta yang ada terlalu dahsyat, tak dapat ditanggung mereka, alhasil lebih baik disangkal apapun akibatnya.
Pemimpin yang biasa dan tak berkualitas menanamkan kebencian ke dalam batin umat terhadap pihak-pihak yang mereka persepsi sebagai musuh. Tapi pemimpin yang luar biasa dan berkualitas menuntun umat untuk tidak membenci musuh, tapi menjadikan musuh sebagai kawan yang potensial bermanfaat dan menguntungkan.
Jadikan musuh anda sumber energi besar yang membuat anda hidup makin sehat, bukan makin kurus karena batin anda dikuasai kebencian bebuyutan.
Filsuf besar kebangsaan Jerman Friedrich Nietzsche (1844–1900) pernah menyatakan, “Orang yang memiliki pengetahuan harus dapat bukan hanya mengasihi musuh-musuhnya, tapi juga membenci sahabat-sahabatnya.”
Maksud sang filsuf ini adalah jika ada hal-hal yang baik pada orang-orang yang semula musuh kita, rangkullah mereka supaya kita dapat memperoleh buat diri kita sendiri hal-hal yang baik yang ada pada mereka; sebaliknya, jika orang-orang yang semula menjadi sahabat-sahabat kita ternyata kemudian membahayakan kehidupan kita, kita harus tinggalkan mereka demi kebaikan kita sendiri.
Jadi, yang dianjurkan Nietzsche adalah jangan kita membenci membuta atau menyayangi membuta. Untuk menyayangi atau membenci dengan tepat, kita perlu cerdas membaca berbagai situasi dan kondisi yang ada, lalu bertindak begitu rupa hanya demi kebaikan kita sendiri. Ini kurang lebih sejalan dengan pepatah yang berbunyi “Tidak ada musuh abadi atau kawan abadi dalam politik.”
Tentu saja, hemat saya, politik yang kita jalankan haruslah politik yang yang etis dan beradab. Bukan politik oportunistik. Bukan politik mumpungisme. Bukan politik bunglon. Bukan juga politik “to live and let die”, artinya: politik “hanya aku yang harus tetap hidup, dan engkau harus mati.” Inilah politik biadab Machiavellianisme yang akan bermuara bunuh diri.
Lebih jauh dari itu, kalau anda membenci orang yang anda persepsi sebagai musuh, anda baru tergolong manusia kebanyakan, ordinary people. Tapi kalau anda mampu menyayangi musuh dan menjadikannya teman, barulah anda tergolong orang yang luar biasa, extraordinary people. Membenci musuh, itu natural dan insani; tapi mengasihi musuh, itu supernatural dan ilahi. Banyak begawan kebijaksanaan dari dunia kuno telah mengungkapkan hal ini./1/
Jika anda seorang yang tidak biasa, anda akan menjadi orang yang dimaksudkan Plato ketika sang filsuf ini berkata, “Tetaplah baik hati, sebab setiap orang yang anda jumpai sedang bertarung keras.”
AS tidak bisa bekerja sendirian. Untuk mencapai kedamaian abadi, mutlak perlu ada kerjasama antara Israel dan Palestina sendiri. Nelson Mandela pernah berkata, “Jika anda ingin berdamai dengan musuh anda, anda harus bekerjasama dengan musuh anda itu. Jika itu anda telah lakukan, maka musuh anda itu menjadi mitra anda.”
Dalam pidatonya di depan Sidang Umum PBB September 2011, Presiden Obama menyatakan bahwa “Perdamaian sejati hanya dapat diwujudkan di antara orang Israel dan orang Palestina sendiri”.
Orang bertanya, di mana peran dunia internasional? Obama menegaskan bahwa komunitas internasional harus mendesak Israel dan Palestina untuk membicarakan dengan sungguh-sungguh empat masalah bandel yang telah mengganggu negosiasi-negosiasi perdamaian sejak 1979, yakni: batas-batas suatu negara Palestina, keamanan dan ketahanan Israel, status para pengungsi Palestina, dan nasib Yerusalem yang diklaim kedua belah pihak sebagai ibu kota mereka./6/
Itu berarti Obama sebagai Presiden AS tidak mendukung pengakuan atas Negara Palestina lewat forum PBB, sebelum kedua belah pihak yang bertikai mencapai kesepakatan perdamaian yang langgeng atas inisiatif mereka sendiri.
Hal itulah yang persisnya dia tegaskan ketika dia berkata, “Aku yakin tidak ada jalan pintas untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung berdasawarsa-dasawarsa.”
Sehari setelah pidato Obama di SU PBB ini, juru bicara dewan keamanan nasional Gedung Putih Ben Rhodes mengatakan bahwa di New York, saat bertemu dengan Presiden Mahmoud Abbas, Presiden Obama menegaskan bahwa AS akan menjatuhkan veto atas setiap gerak apapun dari Dewan Keamanan PBB jika dewan ini mau mengakui status Negara Palestina./7/ Jelas banyak pihak kecewa berat terhadap sikap Presiden Obama di tahun 2011 itu.
Bagaimanapun juga, pada 27 September 2013, dari keseluruhan 193 negara anggota PBB, sejumlah 134 anggota (= 69,4 %) mengakui Negara Palestina. Negara-negara yang masih belum bisa mengakui Negara Palestina mengakui hanya PLO sebagai “wakil bangsa Palestina”.
Salah totalkah sikap Obama itu? Kalau direnungkan dalam-dalam, Obama bisa jadi benar bahwa perdamaian abadi antara Israel dan Palestina hanya mungkin timbul jika berasal dari prakarsa mereka sendiri, tidak dipaksa dari luar. Sekarang sudah tahun 2014. Konflik-konflik keras antar mereka masih terus terjadi.
Diperhadapkan pada apa yang tampaknya sebagai sebuah kegagalan Obama sekarang ini, apakah ada solusi-solusi lain dari bangsa kita, bangsa Indonesia yang besar, untuk mengakhiri konflik-konflik Israel-Arab Palestina yang masih berlangsung hingga hari ini, yang menjadi salah satu sumber Judeofobia, kendatipun Negara Palestina telah diakui hampir 70 % anggota PBB di tahun 2013?
Saya kira ada, dan harus terus-menerus dicari, tanpa berputus-asa. Jika bangsa Yahudi modern sahabat negeri Indonesia, kita dapat bawa mereka terus-menerus ke meja-meja perundingan untuk mengatasi masalah-masalah bangsa Arab-Palestina satu demi satu.
Kita ini sebagai sebuah negara besar demokratis dengan populasi Muslim terbesar dunia, tentu akan punya kekuatan diplomatis dan politis ampuh apapun terhadap Yahudi jika mereka sahabat kita. Indonesia akan bisa lebih hebat dari AS jika kita bisa membantu terciptanya perdamaian langgeng antara Israel dan Palestina. Ini tantangan dan peluang yang kita tidak boleh gagal melihat dan memanfaatkannya.
Pernyataan ayah mertua rekan saya Ulil Abshar-Abdalla ini mencerminkan keseluruhan sentimen anti-Amerika yang tumbuh di Indonesia, sebuah sentimen yang absurd, tak logis dan tak bernalar, melawan fakta-fakta real di lapangan. Amerikanofobia ini, seperti sudah diungkap di atas, selain berakar di zaman Nabi Muhammad, bisa juga makin menajam dewasa ini sebagai balasan dunia Muslim terhadap apa yang dinamakan Islamofobia yang kuat tumbuh dan berkembang di dunia Barat dewasa ini.
Ada sekian definisi tentang Islamofobia. Menurut Coen Husain Pontoh, Islamofobia adalah “ketakutan yang irasional terhadap Islam sehingga keberadaannya harus dijauhi dan disingkirkan.”/10/ Khususnya sejak serangan teror 11 September 2001 atas menara kembar WTC, Islamofobia muncul dan menguat luar biasa di seantero AS bahkan bisa jadi di seluruh dunia Barat yang bersekutu dengan negeri adidaya ini.
Setelah tigabelas tahun berlalu, tampaknya Islamofobia ini tak surut. Mari kita lihat data riset. Dalam surveinya yang dirilis 22 Mei 2007 Pew Research Center menemukan bahwa setelah serangan teror 11 September 2001, mayoritas Muslim Amerika (53 %) menyatakan bahwa sejak aksi teror ini makin sulit bagi mereka untuk menjadi seorang Muslim di Amerika. Tetapi riset yang sama juga menunjukkan bahwa “bagian terbesar dari mereka [Muslim Amerika] telah terintegrasi, hidup berbahagia, bersikap moderat dalam banyak hal yang telah memecahbelah Muslim dan orang Barat di seluruh dunia.”/11/
Jika dipahami dengan lebih luas, Islamofobia, tulis Pontoh, “adalah senjata kultural [Imperium AS] untuk memuluskan beroperasinya kapitalisme-neoliberal di seantero jagat sekaligus untuk mengamankan posisi AS sebagai sang hegemon. Mengabaikan soal ini hanya membuat kita menangkap sepotong-sepotong kemunculan Islamofobia.”/12/
Yang jadi persoalan dengan pandangan Pontoh ini adalah timbulnya sebuah kontradiksi yang sukar diselesaikan: Jika AS ingin memperluas hegemoninya sebagai Imperium global, secara politik, militer, dan ekonomis, mustinya AS membangun hubungan baik dengan seluruh dunia Islam dan bukan memusuhinya. Dunia Islam itu besar. Menurut Presiden Obama dalam pidatonya di Kairo pada tahun 2009 yang sudah dirujuk di atas, ada kurang lebih tujuh juta Muslim di negeri AS saja.
Memusuhi dunia Islam, dan merekayasa Islamofobia, jelas sangat menguras banyak energi pemerintah AS, dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Tidak efisien, tidak menguntungkan, dan merupakan pemborosan yang bodoh! Saya tidak percaya jika orang menyatakan bahwa AS tidak berpikir seperti yang saya pikirkan ini.
Juga jangan diabaikan: hasil riset PRC yang baru dirujuk di atas mengharuskan kita untuk menyimpulkan bahwa Islamofobia di AS sulit untuk dipandang sebagai rekayasa pemerintah AS, sebab faktanya mayoritas kaum Muslim di negeri adidaya multikultural ini kini hidup terintegrasi, berbahagia dan moderat.
Jadi, kita sepatutnya meragukan kebenaran apa yang ditulis Pontoh saat dia mengacu ke Stephen Sheehi, bahwa Islamofobia berakar pada “paradigma ideologis yang dianut pemerintah AS dan aliansinya di dalam negeri dalam menyebarkan sentimen Islamofobia.”/13/
Sangkaan bahwa pemerintah AS menyebarkan dengan sengaja sentimen Islamofobia, entah di dalam negeri sendiri atau di luar negeri, bertolak belakang dengan pernyataan-pernyataan yang sangat jelas dari Presiden Obama dalam pidatonya di Universitas Kairo itu.
Sementara dengan jelas dia menegaskan bahwa “Amerika tidak sedang dan tidak akan pernah memerangi Islam.... Dan bahwa adalah kewajiban saya sebagai Presiden untuk melindungi rakyat Amerika”, Obama membuat sebuah pernyataan yang sangat penting untuk diperhatikan seluruh dunia Islam, bahwa:
Selain itu, Pontoh sebetulnya tidak perlu bersikap sangat negatif terhadap sistem ekonomi pasar bebas, atau yang dikenal sebagai kapitalisme, sementara sistem ini tampaknya ke depan akan makin menguat lewat berbagai inovasi internal yang berlangsung di dalam sistem ini.
Kapitalisme bukan sebuah dogma ekonomi, tapi sebuah sistem yang bisa salah dan bisa mengalami krisis, karena itu perlu terus-menerus memperbaiki diri, berubah sementara melewati krisis demi krisis.
Watak kapitalisme yang dinamis ini telah digambarkan dengan bagus oleh Anatole Kaletsky dalam bukunya Captalism 4.0 yang perlu dipahami dengan baik oleh para penentang kapitalisme./14/ Jika anda tidak menolak kapitalisme, tapi ingin melampauinya, buku Gar Alperovitz, America Beyond Capitalism, perlu anda baca./15/
Pada sisi lain, sekarang ini dan ke depan, bentuk mata uang digital yang dinamakan Bitcoin kelihatan, sekalipun sekarang masih kontroversial, akan makin dipakai banyak orang dan banyak negara. Bitcoin lepas dari kendali negara manapun, dan kita bisa menamakannya mata uang digital pasca-negara.
Jadi, tren global ke depan tampaknya akan berupa makin berkurangnya peran negara dalam urusan-urusan ekonomi dan moneter dunia. Sistem ekonomi pasar bebas, yang sangat ketat membatasi campur tangan pemerintah di dalamnya, jelas akan makin kuat, bukan makin lemah, di seantero planet Bumi.
Meskipun banyak orang skeptik terhadap perkembangan ke depannya, China dewasa ini pun mengadopsi sistem kapitalisme dalam versi kapitalisme lunak, yang dikawinkan dengan peran negara yang sangat kuat dalam sektor perekonomian nasional. Jika kita mau beri nama lain, sistem ekonomi China kontemporer adalah sistem ekonomi sosialis pasar yang dikelola negara.
Apa yang dikatakan salah seorang kapitalis terkaya dunia dan sekaligus dermawan terbesar dunia Bill Gates perlu diperhatikan bahwa “Kapitalisme telah bekerja dengan sangat bagus. Siapapun yang mau pindah ke Korea Utara, silakan saja.”
Tentu anda tahu, sistem ekonomi yang dijalankan pemerintah Korea Utara masa kini adalah sistem ekonomi sosialis yang sepenuhnya dikendalikan negara, dengan akibat negara ini sangat miskin dan terbelakang dalam nyaris seluruh bidang kehidupan, dan rakyatnya kehilangan kemerdekaan mereka sama sekali.
Jika kondisinya demikian dengan kapitalisme, sistem ini, untuk bisa terus jaya dan unggul di level global, tidak perlu merekayasa Islamofobia di seluruh dunia Barat. Tidak ada logikanya jika orang berasumsi bahwa untuk bisa jaya di kawasan global, sistem ekonomi kapitalis neo-liberal yang sangat membatasi campur tangan negara harus meminta pemerintah-pemerintah negeri-negeri Barat untuk merekayasa Islamofobia.
Di mana-mana setiap sistem ekonomi yang terbuka membutuhkan masyarakat yang hidup tenang, bukan masyarakat yang diganggu oleh ketakutan-ketakutan tanpa dasar.
Selain itu perlu diingat bahwa sangat banyak usahawan Amerika atau para kapitalis Barat yang tidak berwatak dogmatis, sehingga mereka juga tidak akan pernah memberhalakan sistem ekonomi kapitalis, dengan membelanya habis-habisan.
Mereka sangat fleksibel dalam berbisnis, sebagaimana terbukti dari munculnya dewasa ini alternatif-alternatif strategi bisnis yang dibangun masih dalam ruang ekonomi pasar bebas. Misalnya strategi bisnis “bebas kompetisi mematikan” yang dinamakan Blue Ocean Strategy (BOS) yang dielaborasi pada tahun 2005 oleh dua orang profesor ekonomi W. Chan Kim dan Renée Mauborgne dalam buku mereka Blue Ocean Strategy: How to Create Uncontested Market Space and Make Competition Irrelevant./16/
Strategi BOS ini membuat kompetisi bebas yang saling mematikan dan berdarah-darah (yang dimetaforakan sebagai Red Ocean Strategy) dalam memasarkan produk (sebagai “supply”) di lahan pasar yang sudah semakin sempit dan diperebutkan, tidak relevan lagi, diganti dengan kompetisi bebas yang sehat dan luang dalam menciptakan “demand” (“pemintaan”) baru dan lahan-lahan pasar baru (market space) tak terbatas dalam dunia bisnis.
Kompetisi membangun ranah demand ini makin besar peluangnya untuk dimenangkan jika dibarengi inovasi-inovasi nilai (value) produk, harga jual yang ramah dan terjangkau (reasonable price), biaya produksi yang rendah (low cost), dan diferensiasi (differentiation) atau diversifikasi (diversification) kegiatan perusahaan yang akan menghasilkan produk-produk khas yang diminati, diminta dan dicari konsumen.
Jika BOS anda jalankan, yang menjadi raja bukan lagi para konsumen, tetapi nilai-nilai yang anda jelmakan dalam produk-produk perusahaan anda, yang akan dicari, didatangi dan ingin diperoleh dan dialami oleh mereka.
Dengan strategi BOS, saat seorang calon pembeli melihat produk anda yang memiliki nilai tertentu yang juga menjadi nilai dalam kehidupannya, sang calon ini akan langsung berseru, “Aha, ini dia!” Dengan tanpa ragu, dia akan menggunakan uangnya untuk membeli produk yang anda tawarkan. Thomas Huxley menulis, “ekonomi bukanlah urusan menghemat uang, tetapi urusan memakai uang anda dengan bijaksana.”
Orang Barat yang berpikiran modern sangat sadar bahwa mereka harus membuat peradaban dan kehidupan serta negeri-negeri mereka bertahan kekal, bukan hancur dan musnah.
Jadi, jika mereka melihat sebuah sistem ekonomi akan menghancurkan kehidupan dan peradaban mereka di masa depan yang dekat, tentu saja mereka dengan tanggap dan cerdas akan merevisi sistem ekonomi ini atau melepaskannya sama sekali, lalu mencari dan merumuskan alternatif-alternatifnya lewat kajian-kajian ilmah. Inilah watak budaya saintifik yang sudah berkembang di AS dan di kawasan-kawasan Barat umumnya dalam banyak bidang kehidupan.
Tidak mengejutkan jika sikap waspada yang kuat juga terbangun di AS sendiri terhadap ekonomi kapitalisme global; dan hal ini dengan terang juga diungkap Presiden Obama dalam pidatonya di Kairo yang sudah disebut di atas. Dia menyatakan dengan jelas bahwa:
Jadi, menguatnya Islamofobia di kawasan-kawasan Barat tentu harus dicari sumber-sumbernya pada hal-hal lain, bukan pada kapitalisme itu sendiri atau pada kebijakan politik, ekonomi, dan militer AS.
Tentu Pontoh tahu faktor-faktor lain ini. Misalnya, kenapa kita tidak mau melihat kemungkinan bahwa Islamofobia adalah suatu bentuk perlawanan terhadap Judeofobia dan Kristianofobia (yang kemudian diidentikkan dengan Amerikanofobia) yang sebetulnya sudah tumbuh dalam zaman Nabi Muhammad sendiri seperti telah diperlihatkan di atas, yang hingga kini masih bermunculan di mana-mana di dalam dunia Islam, baik dalam bentuk yang lunak maupun dalam bentuk yang keras?
Mengurai Islamofobia tanpa mengacu ke Judeofobia dan Amerikanofobia hemat saya adalah sebuah usaha yang janggal, atau berat sebelah. Tentu saja harus dicatat bahwa pertempuran antara Islamofobia versus Judeofobia dan Amerikanofobia, dan sebaliknya, tidak pernah hanya berlangsung di wilayah doktrin-doktrin keagamaan, tetapi juga masuk ke wilayah-wilayah lain, khususnya wilayah politik.
Di dunia ini tidak ada persoalan agama apapun yang tidak berimbas ke dunia politik, termasuk di negara demokratis sekuler manapun, apalagi jika persoalan agama itu mencakup terorisme dan berbagai bentuk kejahatan lain yang berskala internasional. Agama itu hanyalah salah satu komponen dalam kehidupan masyarakat apapun yang harus dikelola, dan mengelola sebuah masyarakat dan sebuah kota adalah usaha politik.
Sejalan dengan fakta yang telah diungkap riset PRC yang sudah disebut di atas, Presiden Obama juga telah menunjukkan dengan masuk akal, dalam pidato yang sama, salah satu penyebab munculnya Islamofobia yang kuat di AS dan kawasan-kawasan Barat lainnya dewasa ini. Dia menyatakan:
Nah, sekarang mari kita fokus kembali ke sistem ekonomi yang dipersoalkan Pontoh. Adakah alternatif yang secara global sudah teruji terhadap sistem ekonomi kapitalis? Sangat mungkin banyak orang akan berpaling ke sistem ekonomi sosialis.
Diperhadapkan pada tren ekonomi global dewasa ini, apakah memperjuangkan sistem ekonomi sosialis suatu pilihan yang tepat dan masuk akal? Pertanyaan ini tidak mudah dijawab, sebab sistem ekonomi sosialis itu sendiri ada lebih dari satu, dan beberapa di antaranya juga mengambil unsur-unsur tertentu dari sistem ekonomi kapitalis pasar bebas. Sistem ekonomi sosialis sendiri memiliki spektrum.
Dalam buku mereka yang terbit tahun 1990, yang berjudul Quiet Revolution in Welfare Economics, Robin Hahnel dan Michael Albert membagi sistem ekonomi sosialis ke dalam lima model:/17/
Yang pasti, tidaklah tepat jika kita mau menggantikan kapitalisme dengan suatu sistem ekonomi sosialis yang memberi pemerintah suatu negara wewenang penuh dan mutlak untuk mengendalikan semua kegiatan ekonomi. Dalam sistem ekonomi sosialis jenis ini rakyat kehilangan sama sekali kemerdekaan dan kemandirian mereka dalam dunia ekonomi bahkan dalam nyaris semua segi kehidupan mereka. Sistem sosialis semacam ini dipraktekkan misalnya di bekas Uni Sovyet dulu, dan sekarang di Korea Utara.
Inovasi dan invensi dalam berbagai bidang kehidupan berjalan sangat lambat, bahkan nyaris tidak ada, di dalam suatu negara yang menerapkan sistem ekonomi sosialis jenis ini.
Pertumbuhan ekonomi di negeri sosialis yang menerapkan kontrol mutlak negara manapun juga sangat rendah, kasus Korea Utara misalnya. Menurut sebuah laporan bertanggal 5 Februari 2013, tingkat pertumbuhan real GDP Korea Utara tahun 2011 diestimasi 0,8 % (bdk. 2010: - 0,5 %; 2009: - 0,9 %), sedangkan GDP per kapita 2011 sebesar 1.800 USD (bdk. 2010 sebesar 1.800 USD; 2009 sebesar 1.900 USD). /18/
Tak salah jika peraih Nobel Ekonomi tahun 1974 Friedrich A. Hayek (yang menerimanya bersama Gunnar Myrdal) berargumen, dalam bukunya The Road to Serfdom, bahwa sistem ekonomi sosialis yang dilihatnya sedang mulai dijalankan di beberapa negara Eropa pada masanya (1940-an dan 1950-an) akan menggiring negara-negara itu menjadi negara-negara perbudakan: negara memperbudak rakyat untuk menjalankan dengan patuh semua perintah dan kemauan negara (dhi. sekelompok oligarki) dalam dunia ekonomi./19/
Alih-alih menghasilkan suatu masyarakat utopis Marxis tanpa kelas, sistem ekonomi sosialis perencanaan tersentralisasi malah menjadikan rakyat budak negara. Selain itu, ketidakadilan dalam dunia usaha merajalela ke mana-mana berhubungan kelompok oligarki itu harus memilih-memilih kelompok-kelompok mana saja dalam dunia usaha yang mereka mau percayakan untuk mengerjakan proyek-proyek ekonomi pilihan negara.
Apapun juga yang dikatakan Pontoh, ada banyak petunjuk yang menyatakan bahwa Amerikanofobia yang menguat kembali belakangan ini merupakan sebuah bentuk perlawanan reaktif yang lebih keras terhadap Islamofobia yang berkembang di dunia Barat dewasa ini pada umumnya.
Selain itu, seperti diungkap oleh Presiden Obama dalam pidatonya di Universitas Kairo yang sudah sekian kali dirujuk di atas, Amerikanofobia juga muncul sebagai reaksi terhadap “perubahan-perubahan besar dan luas yang ditimbulkan oleh modernitas dan globalisasi yang akhirnya membuat banyak Muslim memandang dunia Barat sebagai musuh besar tradisi-tradisi Islam.”
Dilihat dari sudut itu, jelas Amerikanofobia muncul dengan keras karena ketidakmampuan dunia Muslim umumnya untuk beradaptasi dengan modernitas dan mengambil manfaat-manfaat besar darinya yang sebetulnya mengusung nilai-nilai kehidupan yang agung.
Jika agama Islam digali dengan mendalam dan meluas, bisa jadi akan kita temukan nilai-nilai agung di dalamnya yang bisa sejalan dengan nilai-nilai agung yang didatangkan dan disebarkan oleh modernitas, misalnya nilai-nilai kesetaraan semua insan, keterbukaan kepada akal dan nalar, toleransi, kemajuan peradaban tanpa batas, HAM, keadilan dan kemakmuran, dan budaya ilmiah.
Saya menduga, menjadi seorang Muslim modern itu sangat dimungkinkan, dan malah merupakan sebuah panggilan zaman demi masa depan Islam sendiri.
Bagaimanapun juga, saya mau bertanya juga, apakah anda juga akan habiskan energi hanya untuk membenci AS sampai planet Bumi ini dan semua agama lenyap diterjang sebuah meteor raksasa, yang tak bisa kita tangkal atau lenyapkan di angkasa luar dengan kekuatan nuklir? Seperti sebelumnya, saya juga mau bertanya lagi, apa tujuan akhir anda membenci AS, yang membuat anda akan puas sepuas-puasnya jika sudah dicapai?
Di negeri kita ini kecerdasan, menyedihkan sekali, sudah terlalu lama ditindas oleh kesalehan; maka, ke depannya, jangan lagi.
Jadikanlah kesalehan anda motor pendorong untuk meraih kecerdasan setinggi-tingginya. Hanya jika ini kita dapat capai, di masa depan kita potensial akan menjadi suatu bangsa yang besar di dunia ini. AS dan Yahudi akan kita kalahkan, dengan cara-cara yang beradab dan cerdas. Untuk itu, kita perlu membangun suatu budaya saintifik yang langgeng di negeri ini secepatnya.
---------------------
/1/ Dilihat dari satu sudut, pernyataan saya ini dapat dikatakan tidak ada kaitannya dengan Yesus dari Nazareth; sebab Yesus menjalani kehidupan yang penuh konflik dengan banyak orang, sehingga, tak heran, jika hidupnya berakhir lewat eksekusi di kayu salib. Hal yang tak boleh anda lupakan adalah konflik-konflik niscaya dialami Yesus karena Dia berusaha untuk menunjukkan Allah sang Bapa yang rahmani ada di tengah dan bersama rakyat, bukan di dalam Bait Allah yang dikuasai segelintir orang yang menjalankan fungsi religiopolitika pranata Yahudi dan Romawi ini.
/2/ Saeful Rochmat, “Pandangan KH Abdurrahman Wahid tentang Islam dan Negara Pancasila”, posted on 30 Mei 2011 pada http://ali-sadad.blogspot.com/2011/05/pandangan-kh-abdurrahman-wahid-tentang.html.
/3/ Uraian tentang akar-akar sejarah dan keagamaan permusuhan antara Israel modern dan bangsa Arab Palestina, lihat Ioanes Rakhmat, “Fundamentalisme Zionis Yahudi-Kristen: Sebuah Deskripsi”, The Freethinker Blog, 1 November 2008, pada http://ioanesrakhmat.blogspot.com/2008/11/fundamentalisme-zionis-yahudi-kristen.html.
/4/ Lihat Ethan Bronner, “In Israel, Time for Peace Offer May Run Out”, The New York Times, 2 April 2011, pada http://www.nytimes.com/2011/04/03/world/middleeast/03mideast.html?pagewanted=all&_r=0.
/5/ Lihat teks “Obama’s Speech in Cairo”, The New York Times, 4 Juni 2009, pada
http://www.nytimes.com/2009/06/04/us/politics/04obama.text.html?pagewanted=all&_r=0.
/6/ Helena Cooper, “Obama says Palestinians are using wrong forum”, The New York Times, 21 September 2011, pada http://www.nytimes.com/2011/09/22/world/obama-united-nations-speech.html.
/7/ Alex Spillius, “Barack Obama tells Mahmoud Abbas US will veto Palestinian statehood bid”, The Telegraph, 22 September 2011, pada http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/barackobama/8780859/Barack-Obama-tells-Mahmoud-Abbas-US-will-veto-Palestinian-statehood-bid.html.
/8/ Dalai Lama, “Compassion and the Individual” pada http://dalailama.com/messages/compassion.
/9/ Pernyataan Gus Mus ini disampaikannya saat ada tanyajawab informal di kantor Center for Security Policy, tidak jauh dari Capitol Building (Gedung Parlemen Amerika), dengan orang-orang Amerika Islamofobik. Sumber http://teronggosong.com/2011/05/antek-amerika/.
/10/ Lihat Coen Husain Pontoh, “Islamofobia dan Politik Imperialistik AS”, Indoprogress, 15 Januari 2014, edisi XVIII/2014, Review, pada http://indoprogress.com/lbr/?p=1599.
/11/ Pew Research Center, “Muslim Americans: Middle Class and Mostly Mainstream” (file PDF), terpasang online pada http://pewresearch.org/files/old-assets/pdf/muslim-americans.pdf. (hlm 1, 2 dan 35).
/12/ Coen Husain Pontoh, “Islamofobia dan Politik Imperialistik AS”.
/13/ Coen Husain Pontoh, “Islamofobia dan Politik Imperialistik AS”. Penekanan dari saya. Buku Stephen Sheehi yang dirujuk Pontoh berjudul Islamophobia: The Ideological Campaign Against Muslim (Clarity Press, INC, 2011).
/14/ Bahwa kapitalisme adalah sebuah sistem ekonomi yang bisa merevisi diri, lihat Anatole Kaletsky, Captalism 4.0: The Birth of A New Economy in the Aftermath of Crisis (New York, N.Y.: PublicAffairs, 2010).
/15/ Gar Alperovitz, America Beyond Capitalism: Reclaiming Our Wealth, Our Liberty, and Our Democracy (Takoma Park/Boston: Maryland/Massachusetts: Democracy Collaborative Press, 2005, 2011). Dalam buku ini, pakar politik ekonomi Prof. Alperovitz dari Universitas Maryland membeberkan langkah-langkah strategis bagi sebuah ekonomi baru untuk AS dewasa ini: misalnya demokratisasi kekayaan; pemberdayaan komunitas-komunitas, bukan perusahaan-perusahaan; kepemilikan oleh pekerja; koperasi; usaha-usaha bisnis sosial; termasuk strategi-strategi berskala kotapraja, negara bagian dan federal jangka panjang. Strategi-strategi ini dilandaskan politik yang secara koheren bermoral.
/16/ Strategi BOS yang memiliki strategi kunci Value Innovation dipaparkan oleh W. Chan Kim dan Renée Mauborgne dalam buku mereka, Blue Ocean Strategy: How to Create Uncontested Market Space and Make Competition Irrelevant (Boston: Harvard Busisness Review Press, edisi pertama, 2005).
/17/Robin Hahnel dan Michael Albert, Quiet Revolution in Welfare Economics (Princeton: Princeton University Press, 1990).
/18/ Sumber: 2013 CIA World Factbook and Other Sources. Lihat laporan “Korea, North Economy 2013” pada http://www.theodora.com/wfbcurrent/korea_north/korea_north_economy.html. Menurut suatu riset, dari 1954 sampai 1989 tingkat pertumbuhan GNP nasional Korea Utara 4,4 % dan tingkat pertumbuhan GNP per kapita 1,9 %. Penyebab kondisi ini: faktor total produktivitas sangat rendah atau bahkan negatif. Dibandingkan Uni Sovyet, produktivitas Korea Utara lebih rendah 33 %. Lihat Byung-Yeon Kim, Suk Jin Kim, dan Keun Lee, “Assessing the Economic Performance of North Korea, 1954-1989: Estimates and Growth Accounting Analysis” pada http://plaza.snu.ac.kr/~kimby/PDF/Growth%20of%20North%20Korean%20Economy%20.pdf.
/19/ Friedrich A. Hayek, The Road to Serfdom (London: Routledge Classics, 2001). Terjemahan Indonesia oleh Ioanes Rakhmat, judul Ancaman Kolektivisme (Jakarta: Freedom Institute dan FNS, 2011).
/20/ Anatole Kaletsky, Captalism 4.0, hlm. 11.
/21/ Lihat Henrik Ørholst, “Interview Professor Renée Mauborgne: Framework Conditions Do Not Create Blue Oceans”, VL Groups (The Danish Top Executive Network), pada http://www.danishmanagementsociety.com/Interview-Renee-Mauborgne.
/22/ Lihat Henrik Ørholst, “Interview Professor Renée Mauborgne.”
/23/ Sumber-sumber beritanya: http://www.space.com/23786-china-moon-rover-mission-photos-change3-lander.html; Karl Tate, “How China’s Chang’e-3 Moon Rover Yutu Works (Infographic)”, Space.com Dec 06, 2013, pada http://www.space.com/23855-how-china-change3-moon-rover-works-infographic.html; Tom Philips, “China deploys ‘highly efficient’ rover onto Moon’s surface”, The Telegraph Dec 15, 2013, pada http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/asia/china/10518755/China-deploys-highly-efficient-rover-onto-Moons-surface.html; David Cyranoski, “China lands rover on Moon”, Nature News doi:10.1038/nature.2013.14377, Dec 15, 2013, pada http://www.nature.com/news/china-lands-rover-on-moon-1.14377; Irene Klotz, “Does China Want to Own the Moon?”, Discovery.com Oct 20, 2011, pada http://news.discovery.com/space/history-of-space/china-moon-resources-bigelow-111020.htm. Tentang sumber-sumber daya alam apa yang sedang dicari China di bulan, lihat “What China Is Looking for on the Moon” pada http://mastermindmaps.files.wordpress.com/2013/12/moonmining1.jpeg.
/24/ Diambil dari Abdurrahman Wahid Quotes pada http://www.goodreads.com/author/quotes/379252.Abdurrahman_Wahid. Info yang saya dapatkan: Menurut putri sulung Gus Dur, Alissa Qotrunnada Wahid, ucapan ini autentik ucapan Gus Dur sendiri. Mula-mula ucapan ini ditulis pada stiker-stiker yang diedarkan dengan luas pada acara peluncuran Pojok Gus Dur di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Agustus 2011. Stiker ini juga dibagikan sebagai souvenir di acara Haul ke-2 KH Abdurrahman Wahid, 30 Desember 2011, di Ciganjur, Jakarta Selatan. Lihat “Kita Butuh Islam Ramah, Bukan Islam Marah”, NU Kulonprogo Online, 15 April 2012, pada http://nu-kulonprogo.or.id/?q=node/32.
Sukar untuk memahami maksud pepatah orang Indian Amerika ini. Mungkin maksudnya, kalau seseorang sudah tidak mau berbicara lagi, ini adalah tanda bahwa di dalam batinnya kemarahan dan kebencian sudah sangat kuat merasuk, alhasil dia kehabisan kata-kata, dan akan langsung menyerang dengan ganas. Begitu juga halnya dengan seekor anjing yang sudah tidak mau menyalak. Karena itu, keduanya harus diwaspadai.
Apapun maksudnya, peribahasa ini telah mendorong saya untuk tidak membisu, tapi berbicara, lewat tulisan ini, kepada dunia Muslim di Indonesia.
Mengapa? Karena sebagai seorang warganegara Indonesia saya melihat diri saya adalah bagian dari diri mereka juga. Persoalan-persoalan mereka juga persoalan saya. Nasib mereka, juga nasib saya. Baiklah, saya mulai berbicara.
Siapapun tokoh Muslim di Indonesia yang membuat umat berpikir Amerika Serikat (AS) dan bangsa Yahudi musuh-musuh abadi mereka, bukanlah sosok pemimpin yang mencerdaskan umat, bukanlah sosok pemimpin masa depan, bukanlah sosok pemimpin yang visioner.
Isu bahwa AS dan Yahudi musuh besar abadi umat Muslim adalah isu yang dibangun untuk berbagai kepentingan kalangan pemuka Muslim, yang tak berani berhadapan langsung dengan realitas, tapi lari berlindung dalam denialisme, karena fakta-fakta yang ada terlalu dahsyat, tak dapat ditanggung mereka, alhasil lebih baik disangkal apapun akibatnya.
Pemimpin yang biasa dan tak berkualitas menanamkan kebencian ke dalam batin umat terhadap pihak-pihak yang mereka persepsi sebagai musuh. Tapi pemimpin yang luar biasa dan berkualitas menuntun umat untuk tidak membenci musuh, tapi menjadikan musuh sebagai kawan yang potensial bermanfaat dan menguntungkan.
Jadikan musuh anda sumber energi besar yang membuat anda hidup makin sehat, bukan makin kurus karena batin anda dikuasai kebencian bebuyutan.
Filsuf besar kebangsaan Jerman Friedrich Nietzsche (1844–1900) pernah menyatakan, “Orang yang memiliki pengetahuan harus dapat bukan hanya mengasihi musuh-musuhnya, tapi juga membenci sahabat-sahabatnya.”
Maksud sang filsuf ini adalah jika ada hal-hal yang baik pada orang-orang yang semula musuh kita, rangkullah mereka supaya kita dapat memperoleh buat diri kita sendiri hal-hal yang baik yang ada pada mereka; sebaliknya, jika orang-orang yang semula menjadi sahabat-sahabat kita ternyata kemudian membahayakan kehidupan kita, kita harus tinggalkan mereka demi kebaikan kita sendiri.
Jadi, yang dianjurkan Nietzsche adalah jangan kita membenci membuta atau menyayangi membuta. Untuk menyayangi atau membenci dengan tepat, kita perlu cerdas membaca berbagai situasi dan kondisi yang ada, lalu bertindak begitu rupa hanya demi kebaikan kita sendiri. Ini kurang lebih sejalan dengan pepatah yang berbunyi “Tidak ada musuh abadi atau kawan abadi dalam politik.”
Tentu saja, hemat saya, politik yang kita jalankan haruslah politik yang yang etis dan beradab. Bukan politik oportunistik. Bukan politik mumpungisme. Bukan politik bunglon. Bukan juga politik “to live and let die”, artinya: politik “hanya aku yang harus tetap hidup, dan engkau harus mati.” Inilah politik biadab Machiavellianisme yang akan bermuara bunuh diri.
Lebih jauh dari itu, kalau anda membenci orang yang anda persepsi sebagai musuh, anda baru tergolong manusia kebanyakan, ordinary people. Tapi kalau anda mampu menyayangi musuh dan menjadikannya teman, barulah anda tergolong orang yang luar biasa, extraordinary people. Membenci musuh, itu natural dan insani; tapi mengasihi musuh, itu supernatural dan ilahi. Banyak begawan kebijaksanaan dari dunia kuno telah mengungkapkan hal ini./1/
Jika anda seorang yang tidak biasa, anda akan menjadi orang yang dimaksudkan Plato ketika sang filsuf ini berkata, “Tetaplah baik hati, sebab setiap orang yang anda jumpai sedang bertarung keras.”
Pemimpin yang biasa dan tak
berwawasan jauh, tak akan menggerakkan umat untuk maju, tapi membuat mereka
mandek dan jalan di tempat, atau malah mati di tempat.
Sudah berapa puluh atau berapa ratus tahunkah umat Muslim tak melangkah lebih jauh selain terpenjara berkepanjangan dalam kebencian mereka terhadap AS dan Yahudi, kebencian yang terus bertahan baik karena alasan-alasan sejarah, maupun karena alasan-alasan religiopolitis kontemporer di dunia modern?
Sudah berapa besarkah energi umat Muslim habis sia-sia tersedot ke dalam kebencian besar mereka berabad-abad terhadap AS dan Yahudi?
Coba energi besar yang terbuang sia-sia dalam membenci AS dan Yahudi dipakai untuk mencerdaskan umat Muslim dan memajukan ekonomi mereka, maka hasilnya kini tentu akan sudah sangat luar biasa besar.
Kebencian dan perlawanan umat Muslim terhadap orang Yahudi dan orang Kristen dianggap banyak Muslim sudah berakar di zaman Nabi Muhammad SAW sendiri, seperti tertulis dalam teks QS 2 Al-Baqarah: 120, demikian:
Judeofobia adalah rasa takut (fobia) yang tak berdasar, yang akhirnya membuahkan kebencian dan perlawanan keras, terhadap bangsa Yahudi. Kristianofobia adalah rasa takut yang akhirnya menimbulkan kebencian dan perlawanan terhadap kaum Kristen.
Di zaman sekarang, jika AS dianggap sebagai bangsa Kristen, atau dipertalikan dengan agama Kristen, maka Kristianofobia dengan mudah berubah menjadi Amerikanofobia, kebencian kuat dan perlawanan keras terhadap Amerika Serikat.
Catat ini: fobia religiopolitik apapun diidap umumnya oleh orang atau kalangan yang telah kehilangan rasa percaya diri, terserang paranoia akut xenofobia.
Dalam sikon mental itu, sistem neurologis dalam otak memacu mereka untuk melakukan dua hal yang bertentangan pada waktu yang sama: pada satu sisi, melarikan diri dari kenyataan sosial; dan pada sisi lain, membangun sikap agresif kepada apapun dan siapapun yang mereka persepsi sebagai ancaman dan musuh yang mereka bayang-bayangkan sendiri. Kondisi neurobiologis ini menjangkit semua orang dan gerakan fundamentalis religiopolitik apapun.
Kembali ke teks Al-Baqarah 120. Seperti diungkap Saefur Rochmat (dosen di Universitas Negara Yogyakarta; mahasiswa Ph.D. di Universitas Victoria, Australia) dalam sebuah makalahnya yang berjudul “Pandangan KH Abdurrahman Wahid tentang Islam dan Negara Pancasila”, Abdurrahman Wahid meyakini bahwa ayat di atas disampaikan khusus kepada Nabi Muhammad SAW di Madinah saat beliau sedang menghadapi kelompok-kelompok Yahudi dan Nasrani yang militan, yang menolak Piagam/Konstitusi Madinah yang disusun sang Nabi pada tahun 622 sebagai sebuah perjanjian formal antara dirinya dan semua suku dan kaum penting di Yathrib/Madinah.
Menurut Gus Dur, penolakan kaum Yahudi dan kaum Kristen terhadap Piagam Madinah tidak bermotivasi keagamaan, tapi lebih karena persoalan kompetisi politik kontemporer, dan sang Nabi melawan mereka bukan karena dorongan kepercayaan keagamaan melainkan karena pertimbangan-pertimbangan politis./2/
Dengan kata lain, teks QS 2 Al-Baqarah: 120 haruslah dipahami secara historis kontekstual, dan itu berarti Judeofobia dan Kristianofobia adalah persoalan politik, dan bukan persoalan agama.
Tapi saya ragu sekali, apakah betul dunia Islam umumnya, apalagi dunia Islam Perdana, mengenal pemisahan agama dari politik dan sebaliknya. Bukankah sang penyusun Piagam Madinah adalah seorang hamba Allah, seorang rasul Allah, seorang nabi Allah? Jadi, bagaimana agama bisa dipisahkan dari implementasi piagam ini?
Banyak teman Muslim saya menekankan bahwa Islam itu, sejak kelahirannya, adalah suatu pandangan dunia yang menyeluruh, tidak mengenal pemisahan agama dari politik dan sebaliknya. Sekularisasi, tegas mereka, tak bisa terjadi dalam agama Islam; kalaupun terjadi, tidak akan menyeluruh.
Tentu saya tahu telah banyak usaha untuk membedakan dua jenis Islam, yakni Islam non-politik yang disebut Islam kultural, dan Islam politik. Para aktivis dalam Jaringan Islam Liberal tentu termasuk, sejauh ini, Islam kultural, tetapi mereka tentu saja juga mempunyai pandangan-pandangan politis tentang bagaimana menjalankan agama Islam dalam konteks masa kini Indonesia.
Bagaimanapun juga, Judeofobia dan Kristianofobia (atau Amerikanofobia) faktanya akan tetap merupakan persoalan agama sekaligus persoalan politik, juga di Indonesia.
Kembali ke bangsa Yahudi modern. Bangsa ini dan negerinya kecil, tidak luas, tapi mereka cabe rawit, gesit, dan sulit dikalahkan. Ekonomi mereka maju, dan mereka sudah punya arsenal senjata nuklir.
Apakah kita sebagai Muslim Indonesia harus kalah terus karena kebencian terhadap mereka yang membuat tenaga kita habis dan otak kita tak bekerja dengan bernalar? Hemat saya, keadaan ini tidak boleh berlangsung terus, tapi harus diubah, harus diakhiri.
Bagaimana caranya untuk Muslim Indonesia bisa mengalahkan Yahudi? Langkah pertama: Jangan benci mereka, tapi jadikan mereka sahabat yang akan menguntungkan kita dalam banyak segi. Jika Yahudi modern menjadi sahabat Muslim Indonesia, kita akan memenangkan peperangan jangka panjang dengan mereka. Sungguh, kita akan menang!
Sudah berapa puluh atau berapa ratus tahunkah umat Muslim tak melangkah lebih jauh selain terpenjara berkepanjangan dalam kebencian mereka terhadap AS dan Yahudi, kebencian yang terus bertahan baik karena alasan-alasan sejarah, maupun karena alasan-alasan religiopolitis kontemporer di dunia modern?
Sudah berapa besarkah energi umat Muslim habis sia-sia tersedot ke dalam kebencian besar mereka berabad-abad terhadap AS dan Yahudi?
Coba energi besar yang terbuang sia-sia dalam membenci AS dan Yahudi dipakai untuk mencerdaskan umat Muslim dan memajukan ekonomi mereka, maka hasilnya kini tentu akan sudah sangat luar biasa besar.
Kebencian dan perlawanan umat Muslim terhadap orang Yahudi dan orang Kristen dianggap banyak Muslim sudah berakar di zaman Nabi Muhammad SAW sendiri, seperti tertulis dalam teks QS 2 Al-Baqarah: 120, demikian:
“Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya).’ Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak akan ada bagimu pelindung dan penolong dari Allah.”Memakai istilah yang sudah umum dikenal pada masa kini, Judeofobia dan Kristianofobia sudah tumbuh di zaman Nabi Muhammad sendiri.
Judeofobia adalah rasa takut (fobia) yang tak berdasar, yang akhirnya membuahkan kebencian dan perlawanan keras, terhadap bangsa Yahudi. Kristianofobia adalah rasa takut yang akhirnya menimbulkan kebencian dan perlawanan terhadap kaum Kristen.
Di zaman sekarang, jika AS dianggap sebagai bangsa Kristen, atau dipertalikan dengan agama Kristen, maka Kristianofobia dengan mudah berubah menjadi Amerikanofobia, kebencian kuat dan perlawanan keras terhadap Amerika Serikat.
Catat ini: fobia religiopolitik apapun diidap umumnya oleh orang atau kalangan yang telah kehilangan rasa percaya diri, terserang paranoia akut xenofobia.
Dalam sikon mental itu, sistem neurologis dalam otak memacu mereka untuk melakukan dua hal yang bertentangan pada waktu yang sama: pada satu sisi, melarikan diri dari kenyataan sosial; dan pada sisi lain, membangun sikap agresif kepada apapun dan siapapun yang mereka persepsi sebagai ancaman dan musuh yang mereka bayang-bayangkan sendiri. Kondisi neurobiologis ini menjangkit semua orang dan gerakan fundamentalis religiopolitik apapun.
Kembali ke teks Al-Baqarah 120. Seperti diungkap Saefur Rochmat (dosen di Universitas Negara Yogyakarta; mahasiswa Ph.D. di Universitas Victoria, Australia) dalam sebuah makalahnya yang berjudul “Pandangan KH Abdurrahman Wahid tentang Islam dan Negara Pancasila”, Abdurrahman Wahid meyakini bahwa ayat di atas disampaikan khusus kepada Nabi Muhammad SAW di Madinah saat beliau sedang menghadapi kelompok-kelompok Yahudi dan Nasrani yang militan, yang menolak Piagam/Konstitusi Madinah yang disusun sang Nabi pada tahun 622 sebagai sebuah perjanjian formal antara dirinya dan semua suku dan kaum penting di Yathrib/Madinah.
Menurut Gus Dur, penolakan kaum Yahudi dan kaum Kristen terhadap Piagam Madinah tidak bermotivasi keagamaan, tapi lebih karena persoalan kompetisi politik kontemporer, dan sang Nabi melawan mereka bukan karena dorongan kepercayaan keagamaan melainkan karena pertimbangan-pertimbangan politis./2/
Dengan kata lain, teks QS 2 Al-Baqarah: 120 haruslah dipahami secara historis kontekstual, dan itu berarti Judeofobia dan Kristianofobia adalah persoalan politik, dan bukan persoalan agama.
Tapi saya ragu sekali, apakah betul dunia Islam umumnya, apalagi dunia Islam Perdana, mengenal pemisahan agama dari politik dan sebaliknya. Bukankah sang penyusun Piagam Madinah adalah seorang hamba Allah, seorang rasul Allah, seorang nabi Allah? Jadi, bagaimana agama bisa dipisahkan dari implementasi piagam ini?
Banyak teman Muslim saya menekankan bahwa Islam itu, sejak kelahirannya, adalah suatu pandangan dunia yang menyeluruh, tidak mengenal pemisahan agama dari politik dan sebaliknya. Sekularisasi, tegas mereka, tak bisa terjadi dalam agama Islam; kalaupun terjadi, tidak akan menyeluruh.
Tentu saya tahu telah banyak usaha untuk membedakan dua jenis Islam, yakni Islam non-politik yang disebut Islam kultural, dan Islam politik. Para aktivis dalam Jaringan Islam Liberal tentu termasuk, sejauh ini, Islam kultural, tetapi mereka tentu saja juga mempunyai pandangan-pandangan politis tentang bagaimana menjalankan agama Islam dalam konteks masa kini Indonesia.
Bagaimanapun juga, Judeofobia dan Kristianofobia (atau Amerikanofobia) faktanya akan tetap merupakan persoalan agama sekaligus persoalan politik, juga di Indonesia.
Ms. Ruth Ebenstein (Yahudi)
dan Ms. Ibtisam Erekat (Palestina) menjadi pasangan sahabat sejati lewat kanker
payudara yang masing-masing derita. Berita selengkapnya ditulis Shira Gemer
untuk BBC News Jerusalem, 12 Februari 2014, tersedia online di http://www.bbc.co.uk/news/world-middle-east-26140985
Kembali ke bangsa Yahudi modern. Bangsa ini dan negerinya kecil, tidak luas, tapi mereka cabe rawit, gesit, dan sulit dikalahkan. Ekonomi mereka maju, dan mereka sudah punya arsenal senjata nuklir.
Apakah kita sebagai Muslim Indonesia harus kalah terus karena kebencian terhadap mereka yang membuat tenaga kita habis dan otak kita tak bekerja dengan bernalar? Hemat saya, keadaan ini tidak boleh berlangsung terus, tapi harus diubah, harus diakhiri.
Bagaimana caranya untuk Muslim Indonesia bisa mengalahkan Yahudi? Langkah pertama: Jangan benci mereka, tapi jadikan mereka sahabat yang akan menguntungkan kita dalam banyak segi. Jika Yahudi modern menjadi sahabat Muslim Indonesia, kita akan memenangkan peperangan jangka panjang dengan mereka. Sungguh, kita akan menang!
Judeofobia dewasa ini makin menguat dan mengeras karena permusuhan yang tajam dan rumit antara Negara Israel modern dengan bangsa/negara Arab Palestina, yang sama-sama mendiami sebidang tanah yang sama, yang dipertahankan Israel, dan ingin direbut Arab Palestina./3/
Solusi satu tanah air untuk dua negara, saya kira tak akan pernah terwujud. Menurut sebuah reportase di The New York Times edisi online 2 April 2011, “Orang Palestina mengatakan bahwa kawasan-kawasan yang diduduki Israel yang di dalamnya pemukiman-pemukiman Israel dibangun adalah bukti bahwa orang Israel sesungguhnya tidak menginginkan berdirinya suatu negara Palestina berhubung pemukiman-pemukiman ini dibangun di atas tanah yang harus diberikan kepada negara itu [yakni khususnya kawasan Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem Timur].”
Begitu juga di koran yang sama, ada sebuah kutipan ucapan Nimer Hammad, seorang penasihat politik Presiden Mahmoud Abbas. Katanya, “Sudah bertahun-tahun lamanya kita menghadapi hambatan terbesar menuju perdamaian, yakni kawasan-kawasan pemukiman itu.”/4/
Dalam konteks itu, Judeofobia dengan mudah menjelma menjadi Amerikanofobia, sebab dalam penilaian dunia Islam adidaya AS memihak penuh pada kepentingan Negara Israel dan tidak mendukung usaha-usaha bangsa Arab Palestina untuk merebut tanah Israel. Dalam konteks ini, mari kita perhatikan sebuah pernyataan Presiden Barack Obama yang disampaikannya dalam pidatonya di Universitas Kairo, Mesir, 4 Juni 2009, demikian:
Solusi satu tanah air untuk dua negara, saya kira tak akan pernah terwujud. Menurut sebuah reportase di The New York Times edisi online 2 April 2011, “Orang Palestina mengatakan bahwa kawasan-kawasan yang diduduki Israel yang di dalamnya pemukiman-pemukiman Israel dibangun adalah bukti bahwa orang Israel sesungguhnya tidak menginginkan berdirinya suatu negara Palestina berhubung pemukiman-pemukiman ini dibangun di atas tanah yang harus diberikan kepada negara itu [yakni khususnya kawasan Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem Timur].”
Begitu juga di koran yang sama, ada sebuah kutipan ucapan Nimer Hammad, seorang penasihat politik Presiden Mahmoud Abbas. Katanya, “Sudah bertahun-tahun lamanya kita menghadapi hambatan terbesar menuju perdamaian, yakni kawasan-kawasan pemukiman itu.”/4/
Dalam konteks itu, Judeofobia dengan mudah menjelma menjadi Amerikanofobia, sebab dalam penilaian dunia Islam adidaya AS memihak penuh pada kepentingan Negara Israel dan tidak mendukung usaha-usaha bangsa Arab Palestina untuk merebut tanah Israel. Dalam konteks ini, mari kita perhatikan sebuah pernyataan Presiden Barack Obama yang disampaikannya dalam pidatonya di Universitas Kairo, Mesir, 4 Juni 2009, demikian:
“Hendaklah jangan ada keraguan apapun untuk mengakui bahwa situasi orang Palestina tidak dapat ditolerir. Amerika tidak akan menyangkali aspirasi orang Palestina yang absah untuk mendapatkan martabat, kesempatan, dan sebuah negara mereka sendiri.... Tetapi orang-orang Palestina sendiri haruslah meninggalkan cara-cara kekerasan. Perlawanan lewat kekerasan dan pembunuhan itu salah dan tidak akan berhasil. Kekerasan adalah jalan buntu. Hamas harus mengakhiri kekerasan, mengakui kesepakatan-kesepakatan masa lampau, dan mengakui hak Israel untuk hidup. Begitu juga, orang Israel harus mengakui bahwa sama seperti hak hidup Israel tidak dapat disangkal, begitu juga halnya dengan hak hidup bangsa Palestina.”/5/Tentu semua yang dinyatakan Barack Obama waktu itu yang berkaitan dengan kemerdekaan bangsa Arab Palestina bisa kita pandang hanya sebatas pernyataan-pernyataan saja tanpa implementasi apapun. Obama menyadari betul keterbatasannya, dan hal ini sudah terang-terangan dikatakannya dalam pidatonya itu. Katanya,
“Saya sungguh menyadari bahwa perubahan tidak dapat terjadi hanya dalam semalam. Tidak ada sebuah pidato yang dapat melenyapkan sama sekali ketidakpercayaan yang sudah tumbuh bertahun-tahun, dan saya juga dalam waktu yang saya punya tidak dapat menjawab semua masalah rumit yang telah memunculkan ketidakpercayaan yang telah tertanam dalam ini.”
Setelah pidatonya itu, banyak orang mengira Obama akan berusaha keras untuk menjalankan apa yang dia sudah ucapkan sebagai seorang presiden sebuah negara adidaya. Pada pihak lain, dunia internasional berharap bangsa Arab Palestina juga dapat meninggalkan cara-cara kekerasan dalam perjuangan mereka, dan orang Israel harus mengakhiri perlakuan-perlakuan tidak adil mereka terhadap orang Arab Palestina.
AS tidak bisa bekerja sendirian. Untuk mencapai kedamaian abadi, mutlak perlu ada kerjasama antara Israel dan Palestina sendiri. Nelson Mandela pernah berkata, “Jika anda ingin berdamai dengan musuh anda, anda harus bekerjasama dengan musuh anda itu. Jika itu anda telah lakukan, maka musuh anda itu menjadi mitra anda.”
Dalam pidatonya di depan Sidang Umum PBB September 2011, Presiden Obama menyatakan bahwa “Perdamaian sejati hanya dapat diwujudkan di antara orang Israel dan orang Palestina sendiri”.
Orang bertanya, di mana peran dunia internasional? Obama menegaskan bahwa komunitas internasional harus mendesak Israel dan Palestina untuk membicarakan dengan sungguh-sungguh empat masalah bandel yang telah mengganggu negosiasi-negosiasi perdamaian sejak 1979, yakni: batas-batas suatu negara Palestina, keamanan dan ketahanan Israel, status para pengungsi Palestina, dan nasib Yerusalem yang diklaim kedua belah pihak sebagai ibu kota mereka./6/
Itu berarti Obama sebagai Presiden AS tidak mendukung pengakuan atas Negara Palestina lewat forum PBB, sebelum kedua belah pihak yang bertikai mencapai kesepakatan perdamaian yang langgeng atas inisiatif mereka sendiri.
Hal itulah yang persisnya dia tegaskan ketika dia berkata, “Aku yakin tidak ada jalan pintas untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung berdasawarsa-dasawarsa.”
Sehari setelah pidato Obama di SU PBB ini, juru bicara dewan keamanan nasional Gedung Putih Ben Rhodes mengatakan bahwa di New York, saat bertemu dengan Presiden Mahmoud Abbas, Presiden Obama menegaskan bahwa AS akan menjatuhkan veto atas setiap gerak apapun dari Dewan Keamanan PBB jika dewan ini mau mengakui status Negara Palestina./7/ Jelas banyak pihak kecewa berat terhadap sikap Presiden Obama di tahun 2011 itu.
Bagaimanapun juga, pada 27 September 2013, dari keseluruhan 193 negara anggota PBB, sejumlah 134 anggota (= 69,4 %) mengakui Negara Palestina. Negara-negara yang masih belum bisa mengakui Negara Palestina mengakui hanya PLO sebagai “wakil bangsa Palestina”.
Salah totalkah sikap Obama itu? Kalau direnungkan dalam-dalam, Obama bisa jadi benar bahwa perdamaian abadi antara Israel dan Palestina hanya mungkin timbul jika berasal dari prakarsa mereka sendiri, tidak dipaksa dari luar. Sekarang sudah tahun 2014. Konflik-konflik keras antar mereka masih terus terjadi.
Diperhadapkan pada apa yang tampaknya sebagai sebuah kegagalan Obama sekarang ini, apakah ada solusi-solusi lain dari bangsa kita, bangsa Indonesia yang besar, untuk mengakhiri konflik-konflik Israel-Arab Palestina yang masih berlangsung hingga hari ini, yang menjadi salah satu sumber Judeofobia, kendatipun Negara Palestina telah diakui hampir 70 % anggota PBB di tahun 2013?
Saya kira ada, dan harus terus-menerus dicari, tanpa berputus-asa. Jika bangsa Yahudi modern sahabat negeri Indonesia, kita dapat bawa mereka terus-menerus ke meja-meja perundingan untuk mengatasi masalah-masalah bangsa Arab-Palestina satu demi satu.
Kita ini sebagai sebuah negara besar demokratis dengan populasi Muslim terbesar dunia, tentu akan punya kekuatan diplomatis dan politis ampuh apapun terhadap Yahudi jika mereka sahabat kita. Indonesia akan bisa lebih hebat dari AS jika kita bisa membantu terciptanya perdamaian langgeng antara Israel dan Palestina. Ini tantangan dan peluang yang kita tidak boleh gagal melihat dan memanfaatkannya.
Yahudi pasti maju dalam sains-tek karena
mereka telah menguasai tenaga nuklir; apakah kita yang besar harus kalah dengan
mereka? Harus tidak! Karena itu mari, lawan mereka lewat sains-tek juga.
Jika Muslim Indonesia terus benci
membara terhadap orang Yahudi, apa tujuan akhir kebencian ini? Silakan anda jawab, apa tujuan
akhirnya? Dan adakah gunanya?
Apakah anda ingin melakukan genosida atas orang Yahudi, untuk melampiaskan kebencian anda? Apakah itu
tujuan akhir kebencian anda? Lalu, apakah anda punya kemampuan real apapun untuk
melakukan genosida atas bangsa Yahudi sebagai pelampiasan kebencian anda atas
mereka?
Saya mau tanya, apakah agama anda
atau Tuhan sesembahan anda, memerintahkan anda untuk membasmi habis bangsa
Yahudi? Saya yakin, pasti tidak. Saya yakin, agama anda agama cinta, agama kerahiman ilahi. Saya juga yakin, Allah yang anda sembah
juga mengasihi bangsa Yahudi yang anda benci bebuyutan. Bukankah demikian?
Jadi, hemat saya, alihkan penggunaan
energi psikis anda ke hal-hal lain yang lebih bermanfaat ketimbang terkuras habis untuk
membenci orang Yahudi tanpa akhir. Kebencian membara hanya membuat tubuh kita sakit, otak kita tak bekerja dengan bernalar, dan umur kita lebih pendek, dan perjuangan kita kandas.
Jadi, musuh terbesar anda sekarang adalah kebencian membara dalam jiwa anda terhadap bangsa Yahudi, dengan kata lain, diri anda sendiri. Hancurkan bukan bangsa Yahudi, tetapi Judeofobia yang bersarang dalam dada anda.
Jadi, musuh terbesar anda sekarang adalah kebencian membara dalam jiwa anda terhadap bangsa Yahudi, dengan kata lain, diri anda sendiri. Hancurkan bukan bangsa Yahudi, tetapi Judeofobia yang bersarang dalam dada anda.
Seseorang menjadi pahlawan jika dia
pertama-tama bisa mengendalikan gejolak emosinya sendiri, bukan karena dia
telah menembak mati ratusan ribu musuh. Musuh terbesar kita semua adalah
sisi-sisi gelap kepribadian kita sendiri, bukan keburukan dan cacat orang lain. Keburukan dan cacat orang lain dapat kita jadikan cermin untuk melihat dan menemukan keburukan dan cacat yang serupa dalam diri kita sendiri untuk kita singkirkan.
Suatu ketika Buddha Gautama pernah berkata demikian,
Suatu ketika Buddha Gautama pernah berkata demikian,
“Lebih baik mengalahkan dirimu sendiri ketimbang memenangkan seribu pertempuran. Jika demikian halnya, maka kemenangan ada padamu. Kemenangan ini tidak dapat direbut darimu, tidak oleh para malaikat dan juga tidak oleh setan-setan, surga atau neraka.” (Buddha, Dhammapada)
Juga ini,
Lao-Tzu juga menyatakan hal yang sama: “Orang yang mengontrol orang lain bisa jadi sangat berkuasa, tapi dia yang bisa mengontrol dirinya sendiri jauh lebih berkuasa.”
Sebuah pepatah Amerika Bumiputera menyatakan bahwa “kekuatan terbesar seseorang itu adalah kelembutannya” (Iroquois 18811). Jadi, jika anda mau tampak kuat dan tangguh, bersikaplah lemah-lembut, bukan main kasar kepada orang lain, dan juga bukan dengan memperlihatkan kegarangan dan kebrutalan anda.
Ada sebuah wejangan bagus dari Dalai Lama. Katanya, “Jadi, jika kita sungguh-sungguh ingin belajar, kita harus memandang musuh-musuh kita sebagai guru-guru terbaik kita.” Musuh yang dimaksud Dalai Lama di sini adalah musuh-musuh fisikal kita, orang-orang lain.
Tapi, kata Dalai Lama lagi, musuh kita yang sebenarnya bukan mereka. Lalu, siapa?
Dalai Lama menjawab, “Kemarahan dan kebencian adalah musuh-musuh kita yang sesungguhnya. Dua hal ini adalah kekuatan-kekuatan yang paling perlu kita hadapi dan taklukkan, bukan musuh-musuh sementara kita, yang muncul sekali-sekali di sepanjang kehidupan.”/8/
Bagi Dalai Lama, dan bagi saya juga, ternyata musuh yang paling dekat dengan kita bahkan mengancam dari dalam diri kita sendiri adalah kemarahan dan kebencian yang sering muncul dalam hati dan pikiran kita sendiri.
Orang-orang yang kita musuhi malah mungkin sekali lebih memilih tidak peduli dengan diri kita, dan mereka berharap kebencian dan kemarahan kita kepada mereka akan memakan dan melahap diri kita sendiri. Mereka mau mematikan kita lewat tenaga kita sendiri: tenaga psikis yang negatif.
Jika anda sepakat dengan apa yang saya sudah utarakan di atas tentang bangsa Yahudi, dan tentang kebencian anda terhadap mereka, marilah sekarang anda bersatu dengan saya untuk kalahkan Yahudi di bidang sains-tek dan ekonomi, dengan langkah pertamanya tidak membenci bangsa Yahudi lagi.
Jika, lagi, kata anda, demi solidaritas terhadap bangsa Arab Palestina mustahil kebencian terhadap Yahudi bisa dihilangkan dari dada setiap Muslim, saya anjurkan anda untuk menonton film dokumenter Encounter Point yang disutradarai Ronit Avni dan Julia Bacha, produksi Just Vision tahun 2006.
Saya percaya, film ini akan sanggup membuat anda melihat alternatif-alternatif alih-alih terus-menerus hidup hanya dalam kebencian terhadap Yahudi. Ada banyak alternatif, alih-alih energi mental anda dihabiskan oleh Judeofobia yang anda biarkan bersarang dan berkembang dan menjalar liar terus dalam batin dan pikiran anda sebagai sel-sel kanker mental.
Kalau batin dan pikiran anda relaks, tak dibuat merana oleh kemarahan dan kebencian, anda akan bisa melihat banyak alternatif kapanpun anda sedang mengalami persoalan-persoalan.
Para dewa saja tak pernah terlalu serius; mereka juga sering bercanda dan berseloroh. Itu kata Aristoteles. Ucapannya ini membuat saya selalu teringat almarhum Gus Dur, yang lewat humor-humor dan seloroh-selorohnya mampu, saat dia masih hidup, mengobati dan menyembuhkan batin rakyat Indonesia yang sedang merana dan sakit-sakitan.
Seorang satiris Mesir, Anis Mansor, menulis, “Hidup ini memang tidak sepenuhnya guyonan, tapi juga tidak pernah lepas dari guyonan.”
“Kehidupan ini akan jadi tragis seandainya tidak ada hal-hal yang lucu di dalamnya”, begitu kata mahafisikawan Stephen Hawking di tahun 2004.
Sekarang bagaimana dengan musuh besar anda yang kedua, Amerika Serikat?
Pertama-tama saya mau mengutip sebuah pernyataan KH Ahmad Mustofa Bisri dari NU, yang lebih dikenal dengan nama Gus Mus, pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuth Thalibin, Rembang. Kata beliau (di tahun 2011),
“Menaklukkan diri sendiri itu lebih baik ketimbang menaklukkan semua orang lain.” (Buddha, Dhammapada)
Lao-Tzu juga menyatakan hal yang sama: “Orang yang mengontrol orang lain bisa jadi sangat berkuasa, tapi dia yang bisa mengontrol dirinya sendiri jauh lebih berkuasa.”
Sebuah pepatah Amerika Bumiputera menyatakan bahwa “kekuatan terbesar seseorang itu adalah kelembutannya” (Iroquois 18811). Jadi, jika anda mau tampak kuat dan tangguh, bersikaplah lemah-lembut, bukan main kasar kepada orang lain, dan juga bukan dengan memperlihatkan kegarangan dan kebrutalan anda.
Ada sebuah wejangan bagus dari Dalai Lama. Katanya, “Jadi, jika kita sungguh-sungguh ingin belajar, kita harus memandang musuh-musuh kita sebagai guru-guru terbaik kita.” Musuh yang dimaksud Dalai Lama di sini adalah musuh-musuh fisikal kita, orang-orang lain.
Tapi, kata Dalai Lama lagi, musuh kita yang sebenarnya bukan mereka. Lalu, siapa?
Dalai Lama menjawab, “Kemarahan dan kebencian adalah musuh-musuh kita yang sesungguhnya. Dua hal ini adalah kekuatan-kekuatan yang paling perlu kita hadapi dan taklukkan, bukan musuh-musuh sementara kita, yang muncul sekali-sekali di sepanjang kehidupan.”/8/
Bagi Dalai Lama, dan bagi saya juga, ternyata musuh yang paling dekat dengan kita bahkan mengancam dari dalam diri kita sendiri adalah kemarahan dan kebencian yang sering muncul dalam hati dan pikiran kita sendiri.
Orang-orang yang kita musuhi malah mungkin sekali lebih memilih tidak peduli dengan diri kita, dan mereka berharap kebencian dan kemarahan kita kepada mereka akan memakan dan melahap diri kita sendiri. Mereka mau mematikan kita lewat tenaga kita sendiri: tenaga psikis yang negatif.
Jika anda sepakat dengan apa yang saya sudah utarakan di atas tentang bangsa Yahudi, dan tentang kebencian anda terhadap mereka, marilah sekarang anda bersatu dengan saya untuk kalahkan Yahudi di bidang sains-tek dan ekonomi, dengan langkah pertamanya tidak membenci bangsa Yahudi lagi.
Jika, lagi, kata anda, demi solidaritas terhadap bangsa Arab Palestina mustahil kebencian terhadap Yahudi bisa dihilangkan dari dada setiap Muslim, saya anjurkan anda untuk menonton film dokumenter Encounter Point yang disutradarai Ronit Avni dan Julia Bacha, produksi Just Vision tahun 2006.
Saya percaya, film ini akan sanggup membuat anda melihat alternatif-alternatif alih-alih terus-menerus hidup hanya dalam kebencian terhadap Yahudi. Ada banyak alternatif, alih-alih energi mental anda dihabiskan oleh Judeofobia yang anda biarkan bersarang dan berkembang dan menjalar liar terus dalam batin dan pikiran anda sebagai sel-sel kanker mental.
Kalau batin dan pikiran anda relaks, tak dibuat merana oleh kemarahan dan kebencian, anda akan bisa melihat banyak alternatif kapanpun anda sedang mengalami persoalan-persoalan.
Para dewa saja tak pernah terlalu serius; mereka juga sering bercanda dan berseloroh. Itu kata Aristoteles. Ucapannya ini membuat saya selalu teringat almarhum Gus Dur, yang lewat humor-humor dan seloroh-selorohnya mampu, saat dia masih hidup, mengobati dan menyembuhkan batin rakyat Indonesia yang sedang merana dan sakit-sakitan.
Seorang satiris Mesir, Anis Mansor, menulis, “Hidup ini memang tidak sepenuhnya guyonan, tapi juga tidak pernah lepas dari guyonan.”
“Kehidupan ini akan jadi tragis seandainya tidak ada hal-hal yang lucu di dalamnya”, begitu kata mahafisikawan Stephen Hawking di tahun 2004.
Sekarang bagaimana dengan musuh besar anda yang kedua, Amerika Serikat?
Pertama-tama saya mau mengutip sebuah pernyataan KH Ahmad Mustofa Bisri dari NU, yang lebih dikenal dengan nama Gus Mus, pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuth Thalibin, Rembang. Kata beliau (di tahun 2011),
“Salah satu sahabat Amerika adalah Arab Saudi. Tapi kaum simpatisan Arab Saudi di Indonesia melaknat Amerika setiap hari. Sedangkan kami, hanya karena kami memegang sikap moderat dan toleran dalam ber-Islam, oleh mereka dituduh antek Amerika. Padahal Amerika sama sekali tidak mengenal kami.”/9/
Pernyataan ayah mertua rekan saya Ulil Abshar-Abdalla ini mencerminkan keseluruhan sentimen anti-Amerika yang tumbuh di Indonesia, sebuah sentimen yang absurd, tak logis dan tak bernalar, melawan fakta-fakta real di lapangan. Amerikanofobia ini, seperti sudah diungkap di atas, selain berakar di zaman Nabi Muhammad, bisa juga makin menajam dewasa ini sebagai balasan dunia Muslim terhadap apa yang dinamakan Islamofobia yang kuat tumbuh dan berkembang di dunia Barat dewasa ini.
Ada sekian definisi tentang Islamofobia. Menurut Coen Husain Pontoh, Islamofobia adalah “ketakutan yang irasional terhadap Islam sehingga keberadaannya harus dijauhi dan disingkirkan.”/10/ Khususnya sejak serangan teror 11 September 2001 atas menara kembar WTC, Islamofobia muncul dan menguat luar biasa di seantero AS bahkan bisa jadi di seluruh dunia Barat yang bersekutu dengan negeri adidaya ini.
Setelah tigabelas tahun berlalu, tampaknya Islamofobia ini tak surut. Mari kita lihat data riset. Dalam surveinya yang dirilis 22 Mei 2007 Pew Research Center menemukan bahwa setelah serangan teror 11 September 2001, mayoritas Muslim Amerika (53 %) menyatakan bahwa sejak aksi teror ini makin sulit bagi mereka untuk menjadi seorang Muslim di Amerika. Tetapi riset yang sama juga menunjukkan bahwa “bagian terbesar dari mereka [Muslim Amerika] telah terintegrasi, hidup berbahagia, bersikap moderat dalam banyak hal yang telah memecahbelah Muslim dan orang Barat di seluruh dunia.”/11/
Jika dipahami dengan lebih luas, Islamofobia, tulis Pontoh, “adalah senjata kultural [Imperium AS] untuk memuluskan beroperasinya kapitalisme-neoliberal di seantero jagat sekaligus untuk mengamankan posisi AS sebagai sang hegemon. Mengabaikan soal ini hanya membuat kita menangkap sepotong-sepotong kemunculan Islamofobia.”/12/
Yang jadi persoalan dengan pandangan Pontoh ini adalah timbulnya sebuah kontradiksi yang sukar diselesaikan: Jika AS ingin memperluas hegemoninya sebagai Imperium global, secara politik, militer, dan ekonomis, mustinya AS membangun hubungan baik dengan seluruh dunia Islam dan bukan memusuhinya. Dunia Islam itu besar. Menurut Presiden Obama dalam pidatonya di Kairo pada tahun 2009 yang sudah dirujuk di atas, ada kurang lebih tujuh juta Muslim di negeri AS saja.
Memusuhi dunia Islam, dan merekayasa Islamofobia, jelas sangat menguras banyak energi pemerintah AS, dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Tidak efisien, tidak menguntungkan, dan merupakan pemborosan yang bodoh! Saya tidak percaya jika orang menyatakan bahwa AS tidak berpikir seperti yang saya pikirkan ini.
Juga jangan diabaikan: hasil riset PRC yang baru dirujuk di atas mengharuskan kita untuk menyimpulkan bahwa Islamofobia di AS sulit untuk dipandang sebagai rekayasa pemerintah AS, sebab faktanya mayoritas kaum Muslim di negeri adidaya multikultural ini kini hidup terintegrasi, berbahagia dan moderat.
Jadi, kita sepatutnya meragukan kebenaran apa yang ditulis Pontoh saat dia mengacu ke Stephen Sheehi, bahwa Islamofobia berakar pada “paradigma ideologis yang dianut pemerintah AS dan aliansinya di dalam negeri dalam menyebarkan sentimen Islamofobia.”/13/
Sangkaan bahwa pemerintah AS menyebarkan dengan sengaja sentimen Islamofobia, entah di dalam negeri sendiri atau di luar negeri, bertolak belakang dengan pernyataan-pernyataan yang sangat jelas dari Presiden Obama dalam pidatonya di Universitas Kairo itu.
Sementara dengan jelas dia menegaskan bahwa “Amerika tidak sedang dan tidak akan pernah memerangi Islam.... Dan bahwa adalah kewajiban saya sebagai Presiden untuk melindungi rakyat Amerika”, Obama membuat sebuah pernyataan yang sangat penting untuk diperhatikan seluruh dunia Islam, bahwa:
“Saya telah datang ke sini untuk mencari suatu permulaan baru antara AS dan kaum Muslim di seluruh dunia; permulaan baru yang dilandaskan pada kepentingan timbal-balik dan penghormatan timbal-balik; dan permulaan baru yang didasarkan pada kebenaran bahwa Amerika dan Islam tidaklah berdiri terpisah satu sama lain, dan keduanya tidak perlu berkompetisi. Sebaliknya, AS dan Islam tumpang tindih, dan sama-sama memegang prinsip-prinsip yang sama, yakni prinsip-prinsip keadilan dan kemajuan, toleransi dan keagungan martabat semua manusia.”Saya sama sekali tidak percaya kalau ada orang yang menyatakan bahwa pernyataan Obama itu hanya omong kosong saja.
Selain itu, Pontoh sebetulnya tidak perlu bersikap sangat negatif terhadap sistem ekonomi pasar bebas, atau yang dikenal sebagai kapitalisme, sementara sistem ini tampaknya ke depan akan makin menguat lewat berbagai inovasi internal yang berlangsung di dalam sistem ini.
Kapitalisme bukan sebuah dogma ekonomi, tapi sebuah sistem yang bisa salah dan bisa mengalami krisis, karena itu perlu terus-menerus memperbaiki diri, berubah sementara melewati krisis demi krisis.
Watak kapitalisme yang dinamis ini telah digambarkan dengan bagus oleh Anatole Kaletsky dalam bukunya Captalism 4.0 yang perlu dipahami dengan baik oleh para penentang kapitalisme./14/ Jika anda tidak menolak kapitalisme, tapi ingin melampauinya, buku Gar Alperovitz, America Beyond Capitalism, perlu anda baca./15/
Pada sisi lain, sekarang ini dan ke depan, bentuk mata uang digital yang dinamakan Bitcoin kelihatan, sekalipun sekarang masih kontroversial, akan makin dipakai banyak orang dan banyak negara. Bitcoin lepas dari kendali negara manapun, dan kita bisa menamakannya mata uang digital pasca-negara.
Jadi, tren global ke depan tampaknya akan berupa makin berkurangnya peran negara dalam urusan-urusan ekonomi dan moneter dunia. Sistem ekonomi pasar bebas, yang sangat ketat membatasi campur tangan pemerintah di dalamnya, jelas akan makin kuat, bukan makin lemah, di seantero planet Bumi.
Meskipun banyak orang skeptik terhadap perkembangan ke depannya, China dewasa ini pun mengadopsi sistem kapitalisme dalam versi kapitalisme lunak, yang dikawinkan dengan peran negara yang sangat kuat dalam sektor perekonomian nasional. Jika kita mau beri nama lain, sistem ekonomi China kontemporer adalah sistem ekonomi sosialis pasar yang dikelola negara.
Apa yang dikatakan salah seorang kapitalis terkaya dunia dan sekaligus dermawan terbesar dunia Bill Gates perlu diperhatikan bahwa “Kapitalisme telah bekerja dengan sangat bagus. Siapapun yang mau pindah ke Korea Utara, silakan saja.”
Tentu anda tahu, sistem ekonomi yang dijalankan pemerintah Korea Utara masa kini adalah sistem ekonomi sosialis yang sepenuhnya dikendalikan negara, dengan akibat negara ini sangat miskin dan terbelakang dalam nyaris seluruh bidang kehidupan, dan rakyatnya kehilangan kemerdekaan mereka sama sekali.
Jika kondisinya demikian dengan kapitalisme, sistem ini, untuk bisa terus jaya dan unggul di level global, tidak perlu merekayasa Islamofobia di seluruh dunia Barat. Tidak ada logikanya jika orang berasumsi bahwa untuk bisa jaya di kawasan global, sistem ekonomi kapitalis neo-liberal yang sangat membatasi campur tangan negara harus meminta pemerintah-pemerintah negeri-negeri Barat untuk merekayasa Islamofobia.
Di mana-mana setiap sistem ekonomi yang terbuka membutuhkan masyarakat yang hidup tenang, bukan masyarakat yang diganggu oleh ketakutan-ketakutan tanpa dasar.
Selain itu perlu diingat bahwa sangat banyak usahawan Amerika atau para kapitalis Barat yang tidak berwatak dogmatis, sehingga mereka juga tidak akan pernah memberhalakan sistem ekonomi kapitalis, dengan membelanya habis-habisan.
Mereka sangat fleksibel dalam berbisnis, sebagaimana terbukti dari munculnya dewasa ini alternatif-alternatif strategi bisnis yang dibangun masih dalam ruang ekonomi pasar bebas. Misalnya strategi bisnis “bebas kompetisi mematikan” yang dinamakan Blue Ocean Strategy (BOS) yang dielaborasi pada tahun 2005 oleh dua orang profesor ekonomi W. Chan Kim dan Renée Mauborgne dalam buku mereka Blue Ocean Strategy: How to Create Uncontested Market Space and Make Competition Irrelevant./16/
Strategi BOS ini membuat kompetisi bebas yang saling mematikan dan berdarah-darah (yang dimetaforakan sebagai Red Ocean Strategy) dalam memasarkan produk (sebagai “supply”) di lahan pasar yang sudah semakin sempit dan diperebutkan, tidak relevan lagi, diganti dengan kompetisi bebas yang sehat dan luang dalam menciptakan “demand” (“pemintaan”) baru dan lahan-lahan pasar baru (market space) tak terbatas dalam dunia bisnis.
Kompetisi membangun ranah demand ini makin besar peluangnya untuk dimenangkan jika dibarengi inovasi-inovasi nilai (value) produk, harga jual yang ramah dan terjangkau (reasonable price), biaya produksi yang rendah (low cost), dan diferensiasi (differentiation) atau diversifikasi (diversification) kegiatan perusahaan yang akan menghasilkan produk-produk khas yang diminati, diminta dan dicari konsumen.
Jika BOS anda jalankan, yang menjadi raja bukan lagi para konsumen, tetapi nilai-nilai yang anda jelmakan dalam produk-produk perusahaan anda, yang akan dicari, didatangi dan ingin diperoleh dan dialami oleh mereka.
Dengan strategi BOS, saat seorang calon pembeli melihat produk anda yang memiliki nilai tertentu yang juga menjadi nilai dalam kehidupannya, sang calon ini akan langsung berseru, “Aha, ini dia!” Dengan tanpa ragu, dia akan menggunakan uangnya untuk membeli produk yang anda tawarkan. Thomas Huxley menulis, “ekonomi bukanlah urusan menghemat uang, tetapi urusan memakai uang anda dengan bijaksana.”
Orang Barat yang berpikiran modern sangat sadar bahwa mereka harus membuat peradaban dan kehidupan serta negeri-negeri mereka bertahan kekal, bukan hancur dan musnah.
Jadi, jika mereka melihat sebuah sistem ekonomi akan menghancurkan kehidupan dan peradaban mereka di masa depan yang dekat, tentu saja mereka dengan tanggap dan cerdas akan merevisi sistem ekonomi ini atau melepaskannya sama sekali, lalu mencari dan merumuskan alternatif-alternatifnya lewat kajian-kajian ilmah. Inilah watak budaya saintifik yang sudah berkembang di AS dan di kawasan-kawasan Barat umumnya dalam banyak bidang kehidupan.
Tidak mengejutkan jika sikap waspada yang kuat juga terbangun di AS sendiri terhadap ekonomi kapitalisme global; dan hal ini dengan terang juga diungkap Presiden Obama dalam pidatonya di Kairo yang sudah disebut di atas. Dia menyatakan dengan jelas bahwa:
“Saya tahu bahwa bagi banyak orang wajah globalisasi itu kontradiktif.... Perdagangan [dunia] dapat mendatangkan kekayaan dan kesempatan-kesempatan baru, tetapi juga kekacauan-kekacauan besar dan mengubah masyarakat-masyarakat. Dalam semua negara, termasuk negara saya sendiri, perubahan ini dapat mendatangkan ketakutan. Ketakutan bahwa karena modernitas kita akan kehilangan kendali atas pilihan-pilihan ekonomi kita, politik kita, dan yang terpenting identitas-identitas kita, yakni hal-hal yang kita paling junjung berkaitan dengan komunitas-komunitas kita, keluarga-keluarga kita, tradisi-tradisi kita, dan kepercayaan kita.”
Jadi, menguatnya Islamofobia di kawasan-kawasan Barat tentu harus dicari sumber-sumbernya pada hal-hal lain, bukan pada kapitalisme itu sendiri atau pada kebijakan politik, ekonomi, dan militer AS.
Tentu Pontoh tahu faktor-faktor lain ini. Misalnya, kenapa kita tidak mau melihat kemungkinan bahwa Islamofobia adalah suatu bentuk perlawanan terhadap Judeofobia dan Kristianofobia (yang kemudian diidentikkan dengan Amerikanofobia) yang sebetulnya sudah tumbuh dalam zaman Nabi Muhammad sendiri seperti telah diperlihatkan di atas, yang hingga kini masih bermunculan di mana-mana di dalam dunia Islam, baik dalam bentuk yang lunak maupun dalam bentuk yang keras?
Mengurai Islamofobia tanpa mengacu ke Judeofobia dan Amerikanofobia hemat saya adalah sebuah usaha yang janggal, atau berat sebelah. Tentu saja harus dicatat bahwa pertempuran antara Islamofobia versus Judeofobia dan Amerikanofobia, dan sebaliknya, tidak pernah hanya berlangsung di wilayah doktrin-doktrin keagamaan, tetapi juga masuk ke wilayah-wilayah lain, khususnya wilayah politik.
Di dunia ini tidak ada persoalan agama apapun yang tidak berimbas ke dunia politik, termasuk di negara demokratis sekuler manapun, apalagi jika persoalan agama itu mencakup terorisme dan berbagai bentuk kejahatan lain yang berskala internasional. Agama itu hanyalah salah satu komponen dalam kehidupan masyarakat apapun yang harus dikelola, dan mengelola sebuah masyarakat dan sebuah kota adalah usaha politik.
Sejalan dengan fakta yang telah diungkap riset PRC yang sudah disebut di atas, Presiden Obama juga telah menunjukkan dengan masuk akal, dalam pidato yang sama, salah satu penyebab munculnya Islamofobia yang kuat di AS dan kawasan-kawasan Barat lainnya dewasa ini. Dia menyatakan:
“Para ekstrimis yang memakai kekerasan telah mengeksploitasi ketegangan-ketegangan ini [antara AS dan dunia Muslim] di dalam komunitas-komunitas minoritas Muslim yang kecil namun kuat. Serangan teror 11 September 2001 dan usaha-usaha yang tak pernah berhenti dari para ekstrimis ini untuk melakukan berbagai kekerasan terhadap warga sipil telah membuat sejumlah orang di negara saya memandang Islam sebagai musuh yang tak terelakkan bukan hanya terhadap Amerika dan negara-negara Barat, tapi juga terhadap HAM. Ini telah melipatgandakan perasaan takut dan ketidakpercayaan.”
Nah, sekarang mari kita fokus kembali ke sistem ekonomi yang dipersoalkan Pontoh. Adakah alternatif yang secara global sudah teruji terhadap sistem ekonomi kapitalis? Sangat mungkin banyak orang akan berpaling ke sistem ekonomi sosialis.
Diperhadapkan pada tren ekonomi global dewasa ini, apakah memperjuangkan sistem ekonomi sosialis suatu pilihan yang tepat dan masuk akal? Pertanyaan ini tidak mudah dijawab, sebab sistem ekonomi sosialis itu sendiri ada lebih dari satu, dan beberapa di antaranya juga mengambil unsur-unsur tertentu dari sistem ekonomi kapitalis pasar bebas. Sistem ekonomi sosialis sendiri memiliki spektrum.
Dalam buku mereka yang terbit tahun 1990, yang berjudul Quiet Revolution in Welfare Economics, Robin Hahnel dan Michael Albert membagi sistem ekonomi sosialis ke dalam lima model:/17/
- Ekonomi sosialis perencanaan terpusat (Public Enterprise Centrally Planned Economy): semua properti dimiliki negara dan semua keputusan ekonomi ditentukan oleh negara secara sentralistis (contoh: bekas Uni Sovyet dulu, dan kini Korea Utara di abad ke-21);
- Ekonomi sosialis pasar yang dikelola negara (Public Enterprise State-Managed Market Economy): sosialisme pasar ini berusaha untuk menggunakan mekanisme harga untuk meningkatkan efisiensi ekonomi sementara semua aset produksi yang penting tetap dikuasai negara (contoh: ekonomi pasar sosialis di China setelah reformasi);
- Ekonomi sosialis campuran (A Mixed Economy): kepemilikan publik dan privat dicampur, perencanaan industrial pada dasarnya ditempatkan di bawah alokasi pasar. Umumnya model ini dipakai kaum demokrat sosialis (misal: Swedia abad ke-20);
- Ekonomi sosialis pasar yang dikelola pekerja (Public Enterprise Employee Managed-Market Economy): ini sebuah bentuk lain sosialisme pasar di mana unit-unit produksi yang dikelola pekerja dan yang dimiliki publik terlibat satu sama lain dan juga dengan konsumen-konsumen final dalam kegiatan pertukaran barang dan jasa di pasar bebas (contoh: Yugoslavia pertengahan abad ke-20);
- Ekonomi Sosialis perencanaan partisipatif (Public Enterprise Participatory Planning): model ini mengedepankan kepemilikan sosial sarana-sarana produksi dengan alokasi yang didasarkan pada integrasi perencanaan demokratis yang didesentralisasi (contoh: komunisme tanpa negara; sosialisme libertarian).
Yang pasti, tidaklah tepat jika kita mau menggantikan kapitalisme dengan suatu sistem ekonomi sosialis yang memberi pemerintah suatu negara wewenang penuh dan mutlak untuk mengendalikan semua kegiatan ekonomi. Dalam sistem ekonomi sosialis jenis ini rakyat kehilangan sama sekali kemerdekaan dan kemandirian mereka dalam dunia ekonomi bahkan dalam nyaris semua segi kehidupan mereka. Sistem sosialis semacam ini dipraktekkan misalnya di bekas Uni Sovyet dulu, dan sekarang di Korea Utara.
Inovasi dan invensi dalam berbagai bidang kehidupan berjalan sangat lambat, bahkan nyaris tidak ada, di dalam suatu negara yang menerapkan sistem ekonomi sosialis jenis ini.
Pertumbuhan ekonomi di negeri sosialis yang menerapkan kontrol mutlak negara manapun juga sangat rendah, kasus Korea Utara misalnya. Menurut sebuah laporan bertanggal 5 Februari 2013, tingkat pertumbuhan real GDP Korea Utara tahun 2011 diestimasi 0,8 % (bdk. 2010: - 0,5 %; 2009: - 0,9 %), sedangkan GDP per kapita 2011 sebesar 1.800 USD (bdk. 2010 sebesar 1.800 USD; 2009 sebesar 1.900 USD). /18/
Tak salah jika peraih Nobel Ekonomi tahun 1974 Friedrich A. Hayek (yang menerimanya bersama Gunnar Myrdal) berargumen, dalam bukunya The Road to Serfdom, bahwa sistem ekonomi sosialis yang dilihatnya sedang mulai dijalankan di beberapa negara Eropa pada masanya (1940-an dan 1950-an) akan menggiring negara-negara itu menjadi negara-negara perbudakan: negara memperbudak rakyat untuk menjalankan dengan patuh semua perintah dan kemauan negara (dhi. sekelompok oligarki) dalam dunia ekonomi./19/
Alih-alih menghasilkan suatu masyarakat utopis Marxis tanpa kelas, sistem ekonomi sosialis perencanaan tersentralisasi malah menjadikan rakyat budak negara. Selain itu, ketidakadilan dalam dunia usaha merajalela ke mana-mana berhubungan kelompok oligarki itu harus memilih-memilih kelompok-kelompok mana saja dalam dunia usaha yang mereka mau percayakan untuk mengerjakan proyek-proyek ekonomi pilihan negara.
Apapun juga yang dikatakan Pontoh, ada banyak petunjuk yang menyatakan bahwa Amerikanofobia yang menguat kembali belakangan ini merupakan sebuah bentuk perlawanan reaktif yang lebih keras terhadap Islamofobia yang berkembang di dunia Barat dewasa ini pada umumnya.
Selain itu, seperti diungkap oleh Presiden Obama dalam pidatonya di Universitas Kairo yang sudah sekian kali dirujuk di atas, Amerikanofobia juga muncul sebagai reaksi terhadap “perubahan-perubahan besar dan luas yang ditimbulkan oleh modernitas dan globalisasi yang akhirnya membuat banyak Muslim memandang dunia Barat sebagai musuh besar tradisi-tradisi Islam.”
Dilihat dari sudut itu, jelas Amerikanofobia muncul dengan keras karena ketidakmampuan dunia Muslim umumnya untuk beradaptasi dengan modernitas dan mengambil manfaat-manfaat besar darinya yang sebetulnya mengusung nilai-nilai kehidupan yang agung.
Jika agama Islam digali dengan mendalam dan meluas, bisa jadi akan kita temukan nilai-nilai agung di dalamnya yang bisa sejalan dengan nilai-nilai agung yang didatangkan dan disebarkan oleh modernitas, misalnya nilai-nilai kesetaraan semua insan, keterbukaan kepada akal dan nalar, toleransi, kemajuan peradaban tanpa batas, HAM, keadilan dan kemakmuran, dan budaya ilmiah.
Saya menduga, menjadi seorang Muslim modern itu sangat dimungkinkan, dan malah merupakan sebuah panggilan zaman demi masa depan Islam sendiri.
Bagaimanapun juga, saya mau bertanya juga, apakah anda juga akan habiskan energi hanya untuk membenci AS sampai planet Bumi ini dan semua agama lenyap diterjang sebuah meteor raksasa, yang tak bisa kita tangkal atau lenyapkan di angkasa luar dengan kekuatan nuklir? Seperti sebelumnya, saya juga mau bertanya lagi, apa tujuan akhir anda membenci AS, yang membuat anda akan puas sepuas-puasnya jika sudah dicapai?
Jika anda mau melakukan genosida atas
semua orang Amerika supaya anda puas, apakah anda punya power untuk melakukannya?
Kapan anda akan punya power yang cukup untuk membasmi semua orang Amerika di
dunia untuk melampiaskan tuntas kebencian anda? Pertanyaan ini musti dijawab.
Lalu saya juga mau tanya hal yang sama, apakah menurut anda, Allah yang anda sembah ingin anda membasmi semua orang Amerika supaya kebencian anda habis tuntas terlampiaskan? Hemat saya, tidak ada Allah sejati manapun yang hatinya penuh kebencian pada manusia manapun di dunia ini, dulu, kini dan seterusnya.
Allah umat Muslim adalah Allah yang rahmani dan rahimi, panjang sabar dan berkelimpahan kasih dan kebaikan, terhadap semua kaum di muka Bumi. Itu keyakinan saya, dan tentu saja juga keyakinan anda. Dalam kitab suci anda tentu tersedia tidak kurang ayat-ayat emas yang mengagungkan kerahiman dan kerahmanian Allah anda.
Kalungkanlah ayat-ayat emas ini di leher anda yang jenjang, supaya dapat mengikuti anda ke manapun anda pergi, bak bayang-bayang yang selalu setia mengikuti sang badan, bak pikiran yang tak pernah meninggalkan otak kita.
Lalu saya juga mau tanya hal yang sama, apakah menurut anda, Allah yang anda sembah ingin anda membasmi semua orang Amerika supaya kebencian anda habis tuntas terlampiaskan? Hemat saya, tidak ada Allah sejati manapun yang hatinya penuh kebencian pada manusia manapun di dunia ini, dulu, kini dan seterusnya.
Allah umat Muslim adalah Allah yang rahmani dan rahimi, panjang sabar dan berkelimpahan kasih dan kebaikan, terhadap semua kaum di muka Bumi. Itu keyakinan saya, dan tentu saja juga keyakinan anda. Dalam kitab suci anda tentu tersedia tidak kurang ayat-ayat emas yang mengagungkan kerahiman dan kerahmanian Allah anda.
Kalungkanlah ayat-ayat emas ini di leher anda yang jenjang, supaya dapat mengikuti anda ke manapun anda pergi, bak bayang-bayang yang selalu setia mengikuti sang badan, bak pikiran yang tak pernah meninggalkan otak kita.
Jika menurut anda, Allah anda ingin anda membasmi semua orang Amerika, saya yakin anda telah salah memahami-Nya. Tetapi yang lebih mungkin adalah psikologi kebencian anda telah
melahirkan teologi anda tentang Allah yang membenci dan ingin membasmi.
Pada diri-Nya sendiri, Allah hanya bisa mencintai dan menyayangi dan memberi kehidupan. Allah yang keras dan menghendaki kematian, tak bisa masuk ke dalam kalbu dan pikiran saya sama sekali. Saya yakin halnya demikian juga dengan diri anda, sejauh anda memiliki nurani yang matang dan pengenalan mendalam terhadap Allah dalam agama anda.
Pada diri-Nya sendiri, Allah hanya bisa mencintai dan menyayangi dan memberi kehidupan. Allah yang keras dan menghendaki kematian, tak bisa masuk ke dalam kalbu dan pikiran saya sama sekali. Saya yakin halnya demikian juga dengan diri anda, sejauh anda memiliki nurani yang matang dan pengenalan mendalam terhadap Allah dalam agama anda.
Setahu saya, dalam teori diajarkan bahwa
agama yang anda muliakan adalah agama penyebar rakhmat bagi seluruh alam, bukan
penyebar kebencian. Saya yakin benar, pada inti terdalam agama anda, manusia akan menemukan cinta dan rakhmat ilahi yang bersinar cemerlang nan gemilang.
Mengapa saya yakin benar? Karena saya masih dapat menemukan bukti-buktinya dalam diri beberapa pemimpin Muslim di Indonesia, dulu dan sekarang, yang memperlihatkan kehidupan yang lembut, sabar, bajik, toleran, agung, dan penuh cinta kasih, di tengah-tengah wajah-wajah garang kalangan yang menyebut diri Muslim puritan.
Sosok agung yang lembut mendunia seperti Dalai Lama saya percaya juga bisa muncul dari dalam dunia Islam, suatu saat di suatu tempat. Semoga ini bukan hanya suatu pengharapan kosong dalam diri saya. Salah satu ucapan Dalai Lama yang perlu anda simpan dalam hati selamanya adalah ini, “Jangan biarkan kelakuan orang lain melenyapkan kedamaian batinmu.”
Jika anda setuju agama anda adalah agama penyebar rakhmat, sebarkanlah juga rakhmat kepada semua orang Amerika, di manapun mereka berada.
Rakhmat itu tidak mengenal batas dan tak pandang bulu. Rakhmat ilahi itu akan selalu menggelisahkan orang yang mau membatasinya hanya untuk dirinya sendiri.
Begitu rakhmat ilahi anda kerangkeng hanya untuk diri anda sendiri, rakhmat ilahi ini akan menyusup keluar dengan sendirinya dari kerangkeng anda. Ibarat air yang terus mengalir dan bergulir, lewat pori-pori sekalipun.
Mengapa saya yakin benar? Karena saya masih dapat menemukan bukti-buktinya dalam diri beberapa pemimpin Muslim di Indonesia, dulu dan sekarang, yang memperlihatkan kehidupan yang lembut, sabar, bajik, toleran, agung, dan penuh cinta kasih, di tengah-tengah wajah-wajah garang kalangan yang menyebut diri Muslim puritan.
Sosok agung yang lembut mendunia seperti Dalai Lama saya percaya juga bisa muncul dari dalam dunia Islam, suatu saat di suatu tempat. Semoga ini bukan hanya suatu pengharapan kosong dalam diri saya. Salah satu ucapan Dalai Lama yang perlu anda simpan dalam hati selamanya adalah ini, “Jangan biarkan kelakuan orang lain melenyapkan kedamaian batinmu.”
Jika anda setuju agama anda adalah agama penyebar rakhmat, sebarkanlah juga rakhmat kepada semua orang Amerika, di manapun mereka berada.
Rakhmat itu tidak mengenal batas dan tak pandang bulu. Rakhmat ilahi itu akan selalu menggelisahkan orang yang mau membatasinya hanya untuk dirinya sendiri.
Begitu rakhmat ilahi anda kerangkeng hanya untuk diri anda sendiri, rakhmat ilahi ini akan menyusup keluar dengan sendirinya dari kerangkeng anda. Ibarat air yang terus mengalir dan bergulir, lewat pori-pori sekalipun.
Saya setuju, sebagai orang
Indonesia, kita harus bertarung melawan AS, tapi pertarungannya bukan dengan
tinju, bambu runcing, pedang atau mortir dan sumpah-serapah. Jika kita melawan AS dengan tinju, bambu
runcing, kelewang dan mortir dan caci maki, saat dibalas dengan satu rudal nuklir saja, dalam sekejap kita akan habis total. Tapi saya juga yakin, AS tidak akan pernah mau melakukan hal ini. Ada hukum-hukum internasional yang membatasi AS, kendatipun negara ini negara adidaya satu-satunya dewasa ini di seantero planet Bumi.
Ada cara-cara lain yang modern dalam melawan dan mengalahkan AS, cara-cara yang mencerminkan kita
orang Indonesia yang beradab, cerdas dan kreatif.
Cara-cara modern yang beradab, kreatif dan cerdas dalam anda melawan AS tak akan membawa kemenangan kepada anda dalam waktu pendek, tapi
perlu waktu yang sangat panjang. Anda tentu tahu AS itu sudah sangat
maju dan modern dalam segala bidang, jauh meninggalkan negeri anda sendiri.
Seperti sebelumnya berkaitan dengan bangsa
Yahudi, saya juga kini ajak anda mengalahkan AS dalam tiga bidang terlebih dulu,
yakni sains, teknologi dan ekonomi. Melawan dan mengalahkan AS dalam tiga bidang ini sepertinya memang mustahil dicapai dalam waktu singkat oleh kita. Itu
berarti, kita musti bekerja sangat, sangat keras sekarang ini dengan mengerahkan
sangat banyak energi positif.
Ada banyak orang menyatakan bahwa adalah mustahil negara-negara Dunia Ketiga atau non-Barat bisa mengalahkan AS dan sekutunya selama sistem ekonomi global yang berjalan sistem ekonomi pasar bebas yang kompetitif.
Sistem itu, kata mereka, hanya makin memperlebar kesenjangan ekonomi antara negara-negara maju kapitalis Barat dan negara-negara Dunia Ketiga yang bergantung pada ekonomi kapitalis.
Jika kita mau mencari sistem ekonomi pengganti, baiklah kita cari bersama.
Kapitalisme tokh, sekali lagi saya tegaskan, bukan sebuah dogma ekonomi.
Sistem yang baru ini yang harus kita cari haruslah tetap merupakan sebuah sistem ekonomi yang memacu kompetisi bebas, sebab hanya lewat kompetisi bebas invensi-invensi dan inovasi-inovasi dalam berbagai bidang kehidupan akan dihasilkan tanpa batas.
Ingatlah, kita harus berkompetisi bukan hanya di dalam negeri antar kita sendiri, tetapi terutama dengan bangsa-bangsa lain dalam dunia ini, di luar negeri kita.
Tugas kita ke depan adalah menjalankan kompetisi bebas yang sehat tetapi tidak saling mematikan, demi menghasilkan ekonomi Indonesia yang kuat dan kompetitif dalam pentas global.
Saya melihat, ke depannya kita perlu membangun dan menjalankan sebuah sistem ekonomi pasar bebas yang kompetitif, yang perlu kita kawinkan dengan Blue Ocean Strategy yang sudah saya singgung di atas, dan dengan budaya gotongroyong bangsa kita, demi mewujudkan amanat pasal 33 UUD 45 NKRI dan mencapai daya saing yang kuat negeri kita dalam pentas ekonomi global.
Ada banyak orang menyatakan bahwa adalah mustahil negara-negara Dunia Ketiga atau non-Barat bisa mengalahkan AS dan sekutunya selama sistem ekonomi global yang berjalan sistem ekonomi pasar bebas yang kompetitif.
Sistem itu, kata mereka, hanya makin memperlebar kesenjangan ekonomi antara negara-negara maju kapitalis Barat dan negara-negara Dunia Ketiga yang bergantung pada ekonomi kapitalis.
Jika kita mau mencari sistem ekonomi pengganti, baiklah kita cari bersama.
Kapitalisme tokh, sekali lagi saya tegaskan, bukan sebuah dogma ekonomi.
Sistem yang baru ini yang harus kita cari haruslah tetap merupakan sebuah sistem ekonomi yang memacu kompetisi bebas, sebab hanya lewat kompetisi bebas invensi-invensi dan inovasi-inovasi dalam berbagai bidang kehidupan akan dihasilkan tanpa batas.
Ingatlah, kita harus berkompetisi bukan hanya di dalam negeri antar kita sendiri, tetapi terutama dengan bangsa-bangsa lain dalam dunia ini, di luar negeri kita.
Tugas kita ke depan adalah menjalankan kompetisi bebas yang sehat tetapi tidak saling mematikan, demi menghasilkan ekonomi Indonesia yang kuat dan kompetitif dalam pentas global.
Saya melihat, ke depannya kita perlu membangun dan menjalankan sebuah sistem ekonomi pasar bebas yang kompetitif, yang perlu kita kawinkan dengan Blue Ocean Strategy yang sudah saya singgung di atas, dan dengan budaya gotongroyong bangsa kita, demi mewujudkan amanat pasal 33 UUD 45 NKRI dan mencapai daya saing yang kuat negeri kita dalam pentas ekonomi global.
Untuk bisa kalahkan AS di bidang sains,
teknologi, dan ekonomi, pertama-tama anda musti mengalahkan negeri-negeri
tetangga dekat anda sendiri.
Malaysia yang menerapkan syariat Islam sudah meninggalkan negeri anda sendiri dalam bidang sains-tek modern dan ekonomi karena pendekatan mereka yang “sekuler” dalam bidang-bidang ini. Belum lagi kalau anda memandang ke Singapura, Taiwan, Hongkong, Korea Selatan, Jepang, dan raksasa China (yang kini berpenduduk hampir 1,4 milyar kepala).
Malaysia yang menerapkan syariat Islam sudah meninggalkan negeri anda sendiri dalam bidang sains-tek modern dan ekonomi karena pendekatan mereka yang “sekuler” dalam bidang-bidang ini. Belum lagi kalau anda memandang ke Singapura, Taiwan, Hongkong, Korea Selatan, Jepang, dan raksasa China (yang kini berpenduduk hampir 1,4 milyar kepala).
Energi besar telah anda habiskan dalam
mengumbar kebencian anda terhadap Yahudi dan AS, sehingga kini anda telah lelah ketika harus
berhadapan dengan sekian negeri tetangga anda yang sekarang sudah maju pesat dan terus melesat bak pesawat-pesawat jet bertenaga nuklir.
Sementara ini, China sudah makin
memepet AS dalam pertarungan ekonomi dan sains-tek, dan dalam satu atau dua dasawarsa yang
akan datang mungkin sekali akan kalahkan AS saat negeri besar di Asia ini sudah mampu membangun “infrastruktur kapitalisme lunak”.
Menurut Anatole Kaletsky dalam bukunya Captalism 4.0, “Pertumbuhan ekonomi China yang dahsyat dan kewibawaannya di dunia internasional karena telah berhasil membangun sebuah model ekonomi (kapitalisme lunak) yang dikontrol negara setelah krisis tahun 2007-2009 telah menimbulkan keraguan terhadap teori bahwa kapitalisme dan demokrasi akan selalu saling mendukung.”
Tapi yang paling menarik adalah penegasan Kaletsky sesudahnya bahwa “Kepercayaan China yang terus tumbuh membesar pada pembangunan ekonomi yang dikendalikan negara secara autoritarian kini sedang menciptakan friksi-friksi yang niscaya dengan kepentingan-kepentingan geopolitik Barat dan menawarkan bangsa-bangsa lain yang sedang berkembang sebuah alternatif murni terhadap pembangunan ekonomi demokratik yang dikendalikan pasar.”/20/
Strategi bisnis yang dijalankan China juga berada dalam horison Blue Ocean Strategy (BOS), seperti diungkap Renée Mauborgne saat sang profesor ini diwawancara dalam rangka 2013 Danish Top Executive Summit:
“China dan India tidak lagi perlu tetap tinggal di dalam batas-batas nasional mereka masing-masing. Melainkan mereka kini sedang masuk langsung ke dalam ruang pasar global dengan merek-merek dagang mereka yang kuat. Dan mereka tak segan-segan mengambil risiko untuk menciptakan inovasi nilai dan, dengan demikian, untuk menciptakan Blue Oceans.”/21/
Dalam wawancara yang sama, Prof. Renée Mauborgne menyebut empat tantangan khusus jika BOS yang sangat menekankan Value Innovation mau dengan efektif diimplementasikan dalam suatu kegiatan bisnis sebuah perusahaan, yakni:/22/
Pada Sabtu, 14 Desember 2013, pukul 1311 GMT, mereka telah berhasil dengan mulus mendaratkan sebuah wahana antariksa tanpa awak di permukaan bulan, persisnya di utara kawasan yang diberi nama Mare Imbrium (Laut Hujan), dua minggu setelah peluncurannya dari Beijing.
Wantariksa China ini, yang mereka namakan Chang’e 3, membutuhkan waktu terbang kurang lebih lima hari untuk tiba di orbit bulan, untuk selanjutnya mempersiapkan pendaratannya di permukaan bulan. Dalam legenda China, Chang’e adalah nama dewi yang berdiam di bulan, sang Dewi Rembulan.
Wantariksa Chang’e terbang ke bulan dengan membawa sebuah kendaraan penjelajah (rover) roda enam yang mereka namakan Yutu (“Kelinci Giok”) yang akan beroperasi sebagai sebuah laboratorium sains yang antara lain akan menyelidiki komposisi kimia permukaan bulan dan struktur geologinya selama 90 hari ke depan sejak pendaratannya. Dalam legenda China, Yutu adalah nama seekor kelinci yang menemani dan melayani sang Dewi Chang’e di bulan, dan konon sang kelinci ini pandai mengolah reramuan yang dapat memberi orang kehidupan kekal.
Apakah nama-nama sosok-sosok mitologis ini sebetulnya merupakan metafora-metafora dari ambisi-ambisi besar China untuk hidup abadi dalam jagat raya, dengan menyebar rakyatnya nanti ke banyak planet dan bulan dalam tata surya kita, bahkan di luarnya?
Saya senang jika China bisa mencapai keadaan ini, sebab dengan begitu spesies Homo sapiens akan bertahan kekal dalam jagat raya ini, tidak hanya berdiam di satu planet yang rawan musnah. Tak pernah terpikirkah oleh anda bahwa suatu saat planet Bumi kita tidak akan bisa lagi menjadi tempat tinggal kita?
Dengan misi Chang’e ini, China kini menjadi negara pertama yang dalam 37 tahun terakhir ini telah berhasil mendaratkan sebuah wantariksa di bulan, setelah sebelumnya dilakukan Russia (dulu Uni Sovyet) dan Amerika Serikat.
Diprediksi, pada tahun 2020 China, bukan USA, akan mengklaim bulan sebagai milik mereka dan akan memanfaatkan semua sumber daya alam yang tersedia di sana, khususnya helium 3 (yang tersedia 1 juta ton di bulan) untuk menghasilkan energi nuklir (lewat fusi nuklir) untuk kehidupan di planet Bumi selama ribuan tahun./23/
Itu China. Bagaimana keadaan anda sendiri?
Anda sekarang sungguh sudah kelelahan karena harus selama ini menarik gerbong-gerbong berat agama anda sendiri, yang anda jaga dan pertahankan mati-matian untuk tetap puritan dan tetap berwajah Arab, meskipun sekarang kita hidup dalam suatu zaman yang terus berubah di dalam suatu dunia yang multikultural.
Dalam kaitan ini, ucapan mendiang Abdurrahman Wahid ini patut kita semua renungkan, “Kalau Kristen jangan kebarat-baratan, kalau Islam jangan kearab-araban!” Artinya, kita yang Kristen harus menjadi Kristen Indonesia nusantara; kita yang Islam harus jadi Islam Indonesia nusantara. Ini visi besar Gus Dur tentang Indonesia masa depan.
Menurut Anatole Kaletsky dalam bukunya Captalism 4.0, “Pertumbuhan ekonomi China yang dahsyat dan kewibawaannya di dunia internasional karena telah berhasil membangun sebuah model ekonomi (kapitalisme lunak) yang dikontrol negara setelah krisis tahun 2007-2009 telah menimbulkan keraguan terhadap teori bahwa kapitalisme dan demokrasi akan selalu saling mendukung.”
Tapi yang paling menarik adalah penegasan Kaletsky sesudahnya bahwa “Kepercayaan China yang terus tumbuh membesar pada pembangunan ekonomi yang dikendalikan negara secara autoritarian kini sedang menciptakan friksi-friksi yang niscaya dengan kepentingan-kepentingan geopolitik Barat dan menawarkan bangsa-bangsa lain yang sedang berkembang sebuah alternatif murni terhadap pembangunan ekonomi demokratik yang dikendalikan pasar.”/20/
Strategi bisnis yang dijalankan China juga berada dalam horison Blue Ocean Strategy (BOS), seperti diungkap Renée Mauborgne saat sang profesor ini diwawancara dalam rangka 2013 Danish Top Executive Summit:
“China dan India tidak lagi perlu tetap tinggal di dalam batas-batas nasional mereka masing-masing. Melainkan mereka kini sedang masuk langsung ke dalam ruang pasar global dengan merek-merek dagang mereka yang kuat. Dan mereka tak segan-segan mengambil risiko untuk menciptakan inovasi nilai dan, dengan demikian, untuk menciptakan Blue Oceans.”/21/
Dalam wawancara yang sama, Prof. Renée Mauborgne menyebut empat tantangan khusus jika BOS yang sangat menekankan Value Innovation mau dengan efektif diimplementasikan dalam suatu kegiatan bisnis sebuah perusahaan, yakni:/22/
- Adalah penting sekali untuk mempersiapkan semua pegawai anda bagi suatu perubahan strategi bisnis;
- Diperlukan suatu perubahan strategis besar dan banyak sumber daya untuk membuat strategi ini dapat dijalankan;
- Anda harus punya para pegawai kunci yang tidak harus dibatasi hanya pada manajemen eksekutif yang harus dimotivasi untuk membuat suatu perubahan dalam kaitan dengan strategi yang masih sedang dijalankan;
- Mungkin ada faktor-faktor politis internal yang mempersulit setiap inisiatif untuk memulai sebuah perubahan. Dalam situasi ini, penting bagi ada untuk mengidentifikasi perlawanan-perlawanan yang dapat timbul terhadap perubahan di dalam lingkungan bisnis anda.
Pada Sabtu, 14 Desember 2013, pukul 1311 GMT, mereka telah berhasil dengan mulus mendaratkan sebuah wahana antariksa tanpa awak di permukaan bulan, persisnya di utara kawasan yang diberi nama Mare Imbrium (Laut Hujan), dua minggu setelah peluncurannya dari Beijing.
Wantariksa China ini, yang mereka namakan Chang’e 3, membutuhkan waktu terbang kurang lebih lima hari untuk tiba di orbit bulan, untuk selanjutnya mempersiapkan pendaratannya di permukaan bulan. Dalam legenda China, Chang’e adalah nama dewi yang berdiam di bulan, sang Dewi Rembulan.
Wantariksa Chang’e terbang ke bulan dengan membawa sebuah kendaraan penjelajah (rover) roda enam yang mereka namakan Yutu (“Kelinci Giok”) yang akan beroperasi sebagai sebuah laboratorium sains yang antara lain akan menyelidiki komposisi kimia permukaan bulan dan struktur geologinya selama 90 hari ke depan sejak pendaratannya. Dalam legenda China, Yutu adalah nama seekor kelinci yang menemani dan melayani sang Dewi Chang’e di bulan, dan konon sang kelinci ini pandai mengolah reramuan yang dapat memberi orang kehidupan kekal.
Apakah nama-nama sosok-sosok mitologis ini sebetulnya merupakan metafora-metafora dari ambisi-ambisi besar China untuk hidup abadi dalam jagat raya, dengan menyebar rakyatnya nanti ke banyak planet dan bulan dalam tata surya kita, bahkan di luarnya?
Saya senang jika China bisa mencapai keadaan ini, sebab dengan begitu spesies Homo sapiens akan bertahan kekal dalam jagat raya ini, tidak hanya berdiam di satu planet yang rawan musnah. Tak pernah terpikirkah oleh anda bahwa suatu saat planet Bumi kita tidak akan bisa lagi menjadi tempat tinggal kita?
Dengan misi Chang’e ini, China kini menjadi negara pertama yang dalam 37 tahun terakhir ini telah berhasil mendaratkan sebuah wantariksa di bulan, setelah sebelumnya dilakukan Russia (dulu Uni Sovyet) dan Amerika Serikat.
Diprediksi, pada tahun 2020 China, bukan USA, akan mengklaim bulan sebagai milik mereka dan akan memanfaatkan semua sumber daya alam yang tersedia di sana, khususnya helium 3 (yang tersedia 1 juta ton di bulan) untuk menghasilkan energi nuklir (lewat fusi nuklir) untuk kehidupan di planet Bumi selama ribuan tahun./23/
Itu China. Bagaimana keadaan anda sendiri?
Anda sekarang sungguh sudah kelelahan karena harus selama ini menarik gerbong-gerbong berat agama anda sendiri, yang anda jaga dan pertahankan mati-matian untuk tetap puritan dan tetap berwajah Arab, meskipun sekarang kita hidup dalam suatu zaman yang terus berubah di dalam suatu dunia yang multikultural.
Dalam kaitan ini, ucapan mendiang Abdurrahman Wahid ini patut kita semua renungkan, “Kalau Kristen jangan kebarat-baratan, kalau Islam jangan kearab-araban!” Artinya, kita yang Kristen harus menjadi Kristen Indonesia nusantara; kita yang Islam harus jadi Islam Indonesia nusantara. Ini visi besar Gus Dur tentang Indonesia masa depan.
Anda juga sudah begitu terbuai dengan
agama anda, sampai-sampai anda tak eling kalau sekian pemimpin anda memakai agama anda untuk mereka berlindung. Mereka berlindung dalam agama anda bukan dari
kejahatan, tetapi supaya mereka leluasa berbuat kejahatan. Ironis, bukan?
Tapi, jangan berdiam diri, rebut kembali agama anda dari mereka dan tunjukkan bahwa agama sejati anda memang menolak semua jenis kejahatan.
Juga bersyukurlah, hukum positif (ius posita) buatan manusia di negeri kita masih efektif ditegakkan pertama-tama oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sehingga kedok-kedok mereka dapat dicopot dan wajah-wajah asli mereka tampak terang-benderang di hadapan semua orang.
Tapi, jangan berdiam diri, rebut kembali agama anda dari mereka dan tunjukkan bahwa agama sejati anda memang menolak semua jenis kejahatan.
Juga bersyukurlah, hukum positif (ius posita) buatan manusia di negeri kita masih efektif ditegakkan pertama-tama oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sehingga kedok-kedok mereka dapat dicopot dan wajah-wajah asli mereka tampak terang-benderang di hadapan semua orang.
Tak salah jika orang menduga dan berharap, akan
makin banyak kedok dan jubah agama, agama apapun, yang akan ditanggalkan oleh kekuatan hukum
positif negeri anda dari wajah dan tubuh orang-orang yang memanfaatkan agama-agama mereka untuk mewujudkan nafsu tamak mereka.
Orang-orang yang tampak saleh bisa menyembunyikan kebobrokan moral mereka dengan mengutip dan memakai hukum-hukum Allah dalam agama-agama mereka, tetapi di hadapan hukum positif buatan manusia kebobrokan moral mereka akan pasti ditelanjangi.
Orang-orang yang tampak saleh bisa menyembunyikan kebobrokan moral mereka dengan mengutip dan memakai hukum-hukum Allah dalam agama-agama mereka, tetapi di hadapan hukum positif buatan manusia kebobrokan moral mereka akan pasti ditelanjangi.
Nah marilah kita jadikan urusan
agama urusan ketiga dan keempat; urusan pertama dan urusan keduanya memajukan
sains-tek dan ekonomi lewat pemerintahan yang bersih, kuat, demokratis dan berkomitmen menegakkan Rule of Law dalam semua bidang kehidupan.
Kalahkan negeri-negeri tetangga anda
dulu, lalu raksasa China, baru kemudian AS. Bersatulah dalam perlawanan beradab ini!
Jadikan AS teman anda, mintalah mereka
transfer sains-tek ke kita, jika perlu rebutlah dari tangan mereka lewat
putra-putri cerdas kita sendiri yang kita sekolahkan setinggi-tingginya.
Tumbuhkan ekonomi negeri anda dengan
pesat dari tahun ke tahun, lewat pemerintahan yang bersih, cerdas, tanggap, profesional, dan transparan, dan lewat sistem ekonomi kompetitif yang memacu inovasi-inovasi dan invensi-invensi di berbagai bidang, yang mendorong penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing di negeri anda sendiri sebanyak-banyaknya dan seluas-luasnya, demi kemakmuran sebesar-besarnya rakyat negeri kita.
Sekali lagi, demi memenuhi amanat pasal 33 UUD 45, kita perlu mengawinkan sistem ekonomi pasar yang kompetitif dengan strategi Blue Ocean, dengan budaya gotong-royong yang konon merupakan ciri dan watak bangsa kita.
Dan jangan sekali-sekali dilupakan perlunya kita membangun dunia kewirausahaan (entrepreneurship) yang kuat demi masa depan ekonomi kita. Presiden Confederation of Indian Industry sekaligus wakil ketua Infosys Kris Gopalakrishnan menyatakan bahwa “Kewirausahaan sangat, sangat penting bagi lapangan kerja di masa depan, bagi ekonomi masa depan.” Mari kita bergerak ke sana, tanpa ragu!
Sekali lagi, demi memenuhi amanat pasal 33 UUD 45, kita perlu mengawinkan sistem ekonomi pasar yang kompetitif dengan strategi Blue Ocean, dengan budaya gotong-royong yang konon merupakan ciri dan watak bangsa kita.
Dan jangan sekali-sekali dilupakan perlunya kita membangun dunia kewirausahaan (entrepreneurship) yang kuat demi masa depan ekonomi kita. Presiden Confederation of Indian Industry sekaligus wakil ketua Infosys Kris Gopalakrishnan menyatakan bahwa “Kewirausahaan sangat, sangat penting bagi lapangan kerja di masa depan, bagi ekonomi masa depan.” Mari kita bergerak ke sana, tanpa ragu!
Pilihlah para pemimpin negeri anda
dari antara orang-orang yang cerdas, berwawasan modern, nasionalis, berintegritas, dan berkomitmen pada penegakan Rule of Law, bukan berdasarkan
kesalehan keagamaan yang diaku-aku.
Tutup habis rapat-rapat semua buku anda yang di dalamnya anda telah tumpahkan kebencian dan kemarahan anda pada bangsa Yahudi dan AS. Judeofobia dan Amerikanofobia tidak perlu lagi merongrong kedamaian batin yang kita kehendaki kita miliki. Kata Bertrand Russell, “Jika anda berhasil menaklukkan rasa takut, saat itulah anda mulai bijaksana.”
Raihlah secepatnya, sebelum terlambat, kedamaian batin yang langgeng untuk diri anda sendiri sebab umur kita semua sangat pendek, hanya sampai 70 atau 80 tahun, sementara jagat raya kita ini sudah berusia 13,8 milyar tahun!
Hanya jika anda sudah memiliki kedamaian dalam batin anda sendiri, barulah anda bisa menjadi duta-duta perdamaian dalam dunia ini. Thich Nhat Hanh bertanya, “Bagaimana anda ingin menciptakan perdamaian, jika tidak ada rasa damai dalam batin anda sendiri?”
Jangan sampai terjadi seluruh umur kehidupan anda hanya diisi oleh kemarahan dan kebencian. Jadilah bijak mulai saat ini! Dan, jadikanlah agama anda hanya sebagai agama rakhmat, agama cinta, agama yang potensial memukau banyak orang jika semua penganutnya penuh cinta. Tentu, anda perlu berani melakukan hal-hal ini. Charles de Montesquieu berujar, “Selalu para pemberanilah yang berhasil melakukan hal-hal besar.”
Akhir kata, patut saya mengutip sebuah kicauan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Twitter pada pagi hari yang teduh 27 Desember 2013. Tulis beliau, “Agama menuntun kita [untuk menyadari] akan pentingnya berbagi kebaikan. Sebaliknya, agama melarang kita untuk berbagi keburukan dan kebencian.” Juga, ingatlah selalu apa yang pernah dikatakan sosok agung Abdurrahman Wahid saat beliau masih hidup, bahwa “Kita butuh Islam ramah, bukan Islam marah.”/24/
Tentu akan jauh lebih baik jika keramahan beragama disertai juga dengan kecerdasan beragama. Kita sebagai satu bangsa memerlukan keduanya. Keramahan menandakan kecerdasan, dan kecerdasan menandakan keramahan.
Tutup habis rapat-rapat semua buku anda yang di dalamnya anda telah tumpahkan kebencian dan kemarahan anda pada bangsa Yahudi dan AS. Judeofobia dan Amerikanofobia tidak perlu lagi merongrong kedamaian batin yang kita kehendaki kita miliki. Kata Bertrand Russell, “Jika anda berhasil menaklukkan rasa takut, saat itulah anda mulai bijaksana.”
Raihlah secepatnya, sebelum terlambat, kedamaian batin yang langgeng untuk diri anda sendiri sebab umur kita semua sangat pendek, hanya sampai 70 atau 80 tahun, sementara jagat raya kita ini sudah berusia 13,8 milyar tahun!
Hanya jika anda sudah memiliki kedamaian dalam batin anda sendiri, barulah anda bisa menjadi duta-duta perdamaian dalam dunia ini. Thich Nhat Hanh bertanya, “Bagaimana anda ingin menciptakan perdamaian, jika tidak ada rasa damai dalam batin anda sendiri?”
Jangan sampai terjadi seluruh umur kehidupan anda hanya diisi oleh kemarahan dan kebencian. Jadilah bijak mulai saat ini! Dan, jadikanlah agama anda hanya sebagai agama rakhmat, agama cinta, agama yang potensial memukau banyak orang jika semua penganutnya penuh cinta. Tentu, anda perlu berani melakukan hal-hal ini. Charles de Montesquieu berujar, “Selalu para pemberanilah yang berhasil melakukan hal-hal besar.”
Akhir kata, patut saya mengutip sebuah kicauan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Twitter pada pagi hari yang teduh 27 Desember 2013. Tulis beliau, “Agama menuntun kita [untuk menyadari] akan pentingnya berbagi kebaikan. Sebaliknya, agama melarang kita untuk berbagi keburukan dan kebencian.” Juga, ingatlah selalu apa yang pernah dikatakan sosok agung Abdurrahman Wahid saat beliau masih hidup, bahwa “Kita butuh Islam ramah, bukan Islam marah.”/24/
Tentu akan jauh lebih baik jika keramahan beragama disertai juga dengan kecerdasan beragama. Kita sebagai satu bangsa memerlukan keduanya. Keramahan menandakan kecerdasan, dan kecerdasan menandakan keramahan.
Di negeri kita ini kecerdasan, menyedihkan sekali, sudah terlalu lama ditindas oleh kesalehan; maka, ke depannya, jangan lagi.
Jadikanlah kesalehan anda motor pendorong untuk meraih kecerdasan setinggi-tingginya. Hanya jika ini kita dapat capai, di masa depan kita potensial akan menjadi suatu bangsa yang besar di dunia ini. AS dan Yahudi akan kita kalahkan, dengan cara-cara yang beradab dan cerdas. Untuk itu, kita perlu membangun suatu budaya saintifik yang langgeng di negeri ini secepatnya.
---------------------
/1/ Dilihat dari satu sudut, pernyataan saya ini dapat dikatakan tidak ada kaitannya dengan Yesus dari Nazareth; sebab Yesus menjalani kehidupan yang penuh konflik dengan banyak orang, sehingga, tak heran, jika hidupnya berakhir lewat eksekusi di kayu salib. Hal yang tak boleh anda lupakan adalah konflik-konflik niscaya dialami Yesus karena Dia berusaha untuk menunjukkan Allah sang Bapa yang rahmani ada di tengah dan bersama rakyat, bukan di dalam Bait Allah yang dikuasai segelintir orang yang menjalankan fungsi religiopolitika pranata Yahudi dan Romawi ini.
Bahkan dalam Matius 23 Yesus mengungkapkan kebenciannya yang dalam terhadap kalangan Farisi (jika semua ucapan dalam Matius 23 ini betul-betul ucapan asli Yesus). Bahkan juga Yesus meminta murid-muridnya untuk membenci keluarga mereka sendiri.
Jadi, pernyataan saya untuk orang mengasihi musuh bukan pernyataan Yesus sama sekali. Kalaupun Yesus pernah menyatakan hal yang serupa, Yesus tidak berhasil menerapkannya dalam tindakannya sendiri. Malah dari beberapa sosok agung dalam agama-agama lain, misalnya dari Dalai Lama, kita dapat memperoleh wejangan-wejangan berharga untuk kita mencintai musuh-musuh kita.
Tak boleh diabaikan bahwa kalau anda mau mengasihi musuh anda, kasihilah bukan hanya dengan hati, tapi harus juga dengan kecerdasan supaya anda tidak dipermainkan dan dimanfaatkan dengan licik oleh mereka.
/2/ Saeful Rochmat, “Pandangan KH Abdurrahman Wahid tentang Islam dan Negara Pancasila”, posted on 30 Mei 2011 pada http://ali-sadad.blogspot.com/2011/05/pandangan-kh-abdurrahman-wahid-tentang.html.
/3/ Uraian tentang akar-akar sejarah dan keagamaan permusuhan antara Israel modern dan bangsa Arab Palestina, lihat Ioanes Rakhmat, “Fundamentalisme Zionis Yahudi-Kristen: Sebuah Deskripsi”, The Freethinker Blog, 1 November 2008, pada http://ioanesrakhmat.blogspot.com/2008/11/fundamentalisme-zionis-yahudi-kristen.html.
/4/ Lihat Ethan Bronner, “In Israel, Time for Peace Offer May Run Out”, The New York Times, 2 April 2011, pada http://www.nytimes.com/2011/04/03/world/middleeast/03mideast.html?pagewanted=all&_r=0.
/5/ Lihat teks “Obama’s Speech in Cairo”, The New York Times, 4 Juni 2009, pada
http://www.nytimes.com/2009/06/04/us/politics/04obama.text.html?pagewanted=all&_r=0.
/6/ Helena Cooper, “Obama says Palestinians are using wrong forum”, The New York Times, 21 September 2011, pada http://www.nytimes.com/2011/09/22/world/obama-united-nations-speech.html.
/7/ Alex Spillius, “Barack Obama tells Mahmoud Abbas US will veto Palestinian statehood bid”, The Telegraph, 22 September 2011, pada http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/barackobama/8780859/Barack-Obama-tells-Mahmoud-Abbas-US-will-veto-Palestinian-statehood-bid.html.
/8/ Dalai Lama, “Compassion and the Individual” pada http://dalailama.com/messages/compassion.
/9/ Pernyataan Gus Mus ini disampaikannya saat ada tanyajawab informal di kantor Center for Security Policy, tidak jauh dari Capitol Building (Gedung Parlemen Amerika), dengan orang-orang Amerika Islamofobik. Sumber http://teronggosong.com/2011/05/antek-amerika/.
/10/ Lihat Coen Husain Pontoh, “Islamofobia dan Politik Imperialistik AS”, Indoprogress, 15 Januari 2014, edisi XVIII/2014, Review, pada http://indoprogress.com/lbr/?p=1599.
/11/ Pew Research Center, “Muslim Americans: Middle Class and Mostly Mainstream” (file PDF), terpasang online pada http://pewresearch.org/files/old-assets/pdf/muslim-americans.pdf. (hlm 1, 2 dan 35).
/12/ Coen Husain Pontoh, “Islamofobia dan Politik Imperialistik AS”.
/13/ Coen Husain Pontoh, “Islamofobia dan Politik Imperialistik AS”. Penekanan dari saya. Buku Stephen Sheehi yang dirujuk Pontoh berjudul Islamophobia: The Ideological Campaign Against Muslim (Clarity Press, INC, 2011).
/14/ Bahwa kapitalisme adalah sebuah sistem ekonomi yang bisa merevisi diri, lihat Anatole Kaletsky, Captalism 4.0: The Birth of A New Economy in the Aftermath of Crisis (New York, N.Y.: PublicAffairs, 2010).
/15/ Gar Alperovitz, America Beyond Capitalism: Reclaiming Our Wealth, Our Liberty, and Our Democracy (Takoma Park/Boston: Maryland/Massachusetts: Democracy Collaborative Press, 2005, 2011). Dalam buku ini, pakar politik ekonomi Prof. Alperovitz dari Universitas Maryland membeberkan langkah-langkah strategis bagi sebuah ekonomi baru untuk AS dewasa ini: misalnya demokratisasi kekayaan; pemberdayaan komunitas-komunitas, bukan perusahaan-perusahaan; kepemilikan oleh pekerja; koperasi; usaha-usaha bisnis sosial; termasuk strategi-strategi berskala kotapraja, negara bagian dan federal jangka panjang. Strategi-strategi ini dilandaskan politik yang secara koheren bermoral.
/16/ Strategi BOS yang memiliki strategi kunci Value Innovation dipaparkan oleh W. Chan Kim dan Renée Mauborgne dalam buku mereka, Blue Ocean Strategy: How to Create Uncontested Market Space and Make Competition Irrelevant (Boston: Harvard Busisness Review Press, edisi pertama, 2005).
/17/Robin Hahnel dan Michael Albert, Quiet Revolution in Welfare Economics (Princeton: Princeton University Press, 1990).
/18/ Sumber: 2013 CIA World Factbook and Other Sources. Lihat laporan “Korea, North Economy 2013” pada http://www.theodora.com/wfbcurrent/korea_north/korea_north_economy.html. Menurut suatu riset, dari 1954 sampai 1989 tingkat pertumbuhan GNP nasional Korea Utara 4,4 % dan tingkat pertumbuhan GNP per kapita 1,9 %. Penyebab kondisi ini: faktor total produktivitas sangat rendah atau bahkan negatif. Dibandingkan Uni Sovyet, produktivitas Korea Utara lebih rendah 33 %. Lihat Byung-Yeon Kim, Suk Jin Kim, dan Keun Lee, “Assessing the Economic Performance of North Korea, 1954-1989: Estimates and Growth Accounting Analysis” pada http://plaza.snu.ac.kr/~kimby/PDF/Growth%20of%20North%20Korean%20Economy%20.pdf.
/19/ Friedrich A. Hayek, The Road to Serfdom (London: Routledge Classics, 2001). Terjemahan Indonesia oleh Ioanes Rakhmat, judul Ancaman Kolektivisme (Jakarta: Freedom Institute dan FNS, 2011).
/20/ Anatole Kaletsky, Captalism 4.0, hlm. 11.
/21/ Lihat Henrik Ørholst, “Interview Professor Renée Mauborgne: Framework Conditions Do Not Create Blue Oceans”, VL Groups (The Danish Top Executive Network), pada http://www.danishmanagementsociety.com/Interview-Renee-Mauborgne.
/22/ Lihat Henrik Ørholst, “Interview Professor Renée Mauborgne.”
/23/ Sumber-sumber beritanya: http://www.space.com/23786-china-moon-rover-mission-photos-change3-lander.html; Karl Tate, “How China’s Chang’e-3 Moon Rover Yutu Works (Infographic)”, Space.com Dec 06, 2013, pada http://www.space.com/23855-how-china-change3-moon-rover-works-infographic.html; Tom Philips, “China deploys ‘highly efficient’ rover onto Moon’s surface”, The Telegraph Dec 15, 2013, pada http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/asia/china/10518755/China-deploys-highly-efficient-rover-onto-Moons-surface.html; David Cyranoski, “China lands rover on Moon”, Nature News doi:10.1038/nature.2013.14377, Dec 15, 2013, pada http://www.nature.com/news/china-lands-rover-on-moon-1.14377; Irene Klotz, “Does China Want to Own the Moon?”, Discovery.com Oct 20, 2011, pada http://news.discovery.com/space/history-of-space/china-moon-resources-bigelow-111020.htm. Tentang sumber-sumber daya alam apa yang sedang dicari China di bulan, lihat “What China Is Looking for on the Moon” pada http://mastermindmaps.files.wordpress.com/2013/12/moonmining1.jpeg.
/24/ Diambil dari Abdurrahman Wahid Quotes pada http://www.goodreads.com/author/quotes/379252.Abdurrahman_Wahid. Info yang saya dapatkan: Menurut putri sulung Gus Dur, Alissa Qotrunnada Wahid, ucapan ini autentik ucapan Gus Dur sendiri. Mula-mula ucapan ini ditulis pada stiker-stiker yang diedarkan dengan luas pada acara peluncuran Pojok Gus Dur di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Agustus 2011. Stiker ini juga dibagikan sebagai souvenir di acara Haul ke-2 KH Abdurrahman Wahid, 30 Desember 2011, di Ciganjur, Jakarta Selatan. Lihat “Kita Butuh Islam Ramah, Bukan Islam Marah”, NU Kulonprogo Online, 15 April 2012, pada http://nu-kulonprogo.or.id/?q=node/32.