“Dalam tahun 1970-an,
paedofili diteorikan sebagai sesuatu yang sepenuhnya selaras dengan manusia
bahkan dengan anak-anak. Bahkan dalam lingkungan teologi Katolik, dipertahankan
bahwa tidak ada hal yang disebut jahat pada dirinya sendiri atau baik pada dirinya
sendiri. Yang ada hanyalah sesuatu ‘lebih baik dari’ dan sesuatu ‘lebih buruk
dari’. Tidak ada sesuatupun yang pada dirinya sendiri baik atau jahat.” (Paus
Benediktus XVI, 20 Desember 2010)
Banyak orang (termasuk orang Katolik) belum tahu bahwa ada skandal besar dalam Gereja Roma Katolik dewasa ini, yang sengaja ditutup-tutupi oleh Vatikan, dalam hal ini oleh Paus Benediktus XVI. Skandal besar itu adalah kasus-kasus bertimbun pedofili dan kekerasan seksual terhadap anak-anak yang dilakukan oleh sangat banyak rohaniwan Katolik sedunia.
Karena seriusnya kasus perkosaan terhadap anak-anak oleh para pastur Katolik sedunia, teolog besar Katolik Hans Küng akhirnya menulis sebuah surat terbuka (16 April 2010). Selain kasus pedofili, ada sejumlah kasus besar lain dalam GRK yang disoroti Küng; suratnya terpasang di http://www.ioanesrakhmat.blogspot.com/2010/04/hans-kungs-open-letter-to-catholic.html. Di hadapan Hans Küng sendiri, saya pernah mendiskusikan surat terbukanya ini dengan beliau langsung; dan saya sangat menghormati dan mengasihinya: dia seorang yang memiliki integritas tinggi.
Kita sudah tahu bahwa Paus Benediktus XVI pada 10 Februari lalu telah menyatakan akan mengundurkan diri dari jabatannya persisnya pada 28 Februari pk. 20.00. Menurut pernyataan resmi, Paus Benediktus XVI akan segera melepaskan jabatannya karena alasan dia sudah lansia dengan kesehatan yang makin menurun.
Tentu kita bisa maklum kalau Paus Benediktus XVI mau mengundurkan diri karena alasan usia dan kesehatan; tapi, sangat banyak orang yang meragukan alasan ini. Sebuah artikel di http://Examiner.com 15 Feb 2013 membeberkan alasan yang sebenarnya dari pengunduran diri Paus Benediktus XVI, yang sebetulnya bukan rahasia lagi. Artikel yang anda perlu baca itu terpasang di sini http://www.examiner.com/article/the-pope-seeks-immunity-the-end-of-the-vatican-could-be-near.
Ditulis dalam artikel itu, Paus Benediktus XVI sedang diproses secara hukum dan akan ditangkap karena tuduhan dia sudah menutup-nutupi kasus-kasus pedofili dalam GRK sedunia. Juga kata artikel itu, Paus Benediktus XVI sedang meminta suaka politik dari pemerintah Italia yang akan memberinya kekebalan hukum setelah turun.
Anda semua dan saya tentu sangat masygul dan berduka dengan sangat dalam atas prahara dalam GRK ini yang potensial akan melenyapkan negara kecil Vatikan sama sekali.
Menurut Huffington Post 18 Februari 2013, demi keselamatan dan kekebalan hukumnya, mungkin Paus Benediktus XVI akan memilih tetap tinggal di dalam Vatikan meskipun sudah bukan Paus lagi nantinya. Berita di Huffington Post itu terpasang online di http://www.huffingtonpost.com/2013/02/17/pope-immunity_n_2708518.html?ncid=edlinkusaolp00000003.
Saya sungguh tidak tahu jawabannya, apakah sosok agung Paus lebih bermartabat berlindung di Vatikan, atau mempertanggungjawabkan kesalahannya dengan jantan secara hukum sebagai orang yang diklaim sebagai sang wakil Yesus Kristus di dunia, penerus Rasul Petrus. Politik dan agama hingga saat ini, dalam dunia yang makin sekuler, masih sering duduk sepelaminan.
Akhir Februari 2013, kembali Küng melontarkan kritiknya yang tajam kepada Joseph Ratzinger (nama asli Paus Benediktus XVI). Kata Küng, dengan tetap ngendonnya Ratzinger di Vatikan kendatipun dia sudah bukan Paus lagi (suatu kejadian yang belum pernah terjadi sebelumnya!), sang mantan Paus ini ingin tetap memainkan kekuasaannya sebagai sang Paus bayangan. Ya, dengan kata lain, langkah Ratzinger ini adalah sebuah politicking! Kritik tajam Küng ini termuat di Huffington Post 28 February 2013 http://www.huffingtonpost.com/2013/02/28/hans-kung-pope-benedict-will-be-a-shadow-pope_n_2781248.html?ncid=edlinkusaolp00000003. Jika ada orang yang menegaskan bahwa Ratzinger akan mematuhi penuh Paus berikutnya sebagai penggantinya meskipun dia tetap berdiam di Vatikan, pertanyaan yang muncul adalah apa motif sebenarnya Ratzinger memilih tetap ngendon di Vatikan. Untuk berlindungkah? Kita semua mungkin nyaris tidak bisa percaya kalau ini tujuannya.
Untuk semua teman yang Kristen, tariklah hikmah dari kasus besar dalam GRK ini, bahwa tidak segalanya yang berkaitan dengan agama anda itu baik. Dalam sekian kasus mutakhir di lebih dari satu agama, kita makin paham, agama malah kerap dipakai untuk melindungi kejahatan dan kebobrokan moral.
Poin pentingnya ini: jika anda tahu lembaga agama anda bobrok, jangan melindunginya, tapi ungkap dan selesaikanlah, demi kebenaran teragung. Hanya orang yang mengabdikan diri pada kebenaran teragung, akan bisa mengungkap kebobrokan moral zaman ini, yang terjadi dalam agamanya sendiri sekalipun. Pesan saya: Jangan lakukan DENIAL. Apa itu denial, baca di sini http://www.ioanesrakhmat.blogspot.com/2012/07/denial-apa-penyebabnya.html.
Tapi faktanya, jauh lebih banyak orang mau menyerahkan diri kepada kebenaran semu dan terus melakukan denial, dan melupakan kebenaran teragung. Apa itu kebenaran teragung, akan diketahui oleh setiap insan pencari kebenaran yang memiliki kelurusan hati, keluhuran budi dan akal yang sehat dan kritis. Kebenaran teragung ini terus terungkap secara bertahap, dan tak akan pernah tiba di titik final.
Tidak mengejutkan sama sekali, bahkan sudah lama ditunggu dunia, jika akhirnya pada 22 Maret 2014 Paus Fransiskus, yang menggantikan Paus Benediktus XVI, atas nama Vatikan membentuk sebuah komisi yang diberi tugas untuk menangani dan menyelesaikan kasus-kasus kejahatan seksual terhadap anak-anak yang telah dilakukan para imam Katolik di banyak negara di dunia. Berita tentang langkah ini banyak terpasang online di Internet; salah satunya adalah laporan yang ditulis Stefania Fumo, “Four Women on Pope's New Anti-Child Sex Abuse Panel”, 24 March 2014, pada http://www.lagazzettadelmezzogiorno.it/GdM_traduci_notizia.php?IDNotizia=704625&IDCategotia=2694.
Untuk komisi ini, telah ditunjuk tiga imam Katolik dan lima warga biasa gereja Katolik, termasuk empat perempuan, yang semuanya berasal dari delapan negara (mayoritas berasal dari Eropa dan Amerika). Di antara mereka adalah Uskup Kepala Boston, USA, yang bernama Kardinal Sean P. O'Malley, dan seorang perempuan Marie Collins yang ketika berusia tigabelas tahun dulu telah diperkosa di negerinya sendiri Irlandia oleh seorang pastur yang bekerja di sebuah rumah sakit.
Beberapa tahun kemudian, setelah diperkosa, Marie Collins menjadi seorang pejuang yang terkenal, yang dengan suara lantang meminta GRK mempertanggungjawabkan semua kejahatan seksual terhadap anak-anak yang telah dilakukan para rohaniwan GRK. Saat Marie Collins melaporkan kejahatan seksual yang telah dialaminya, para pejabat GRK berkata kepadanya bahwa adalah lebih penting untuk “melindungi nama baik sang imam (yang telah memperkosanya)” ketimbang “mengobati” suatu kesalahan yang “historik”.
Jejaring yang kini sudah berskala internasional, yang diberi nama The Survivors Network of those Abused by Priests (SNAP), yang berpusat di USA, memuji langkah yang telah diambil Paus Fransiskus dalam mengikutsertakan Marie Collins di dalam komisi itu. SNAP berharap, Paus Fransiskus dapat segera mulai mencopot para imam yang telah melakukan kejahatan seksual terhadap anak-anak, dan bukan membentuk sebuah panel untuk kembali mengkaji kasus-kasus skandal ini. Direktur Humas SNAP, Barbara Dorris, mengatakan bahwa Paus Fransiskus “mempunyai waktu lebih dari satu tahun untuk memecat, mencopot, mendisiplinkan atau mengadukan bahkan salah satu dari para uskup yang telah melakukan kejahatan seksual terhadap anak-anak”. Tetapi selanjutnya dengan nada prihatin dan kecewa Barbara Dorris menambahkan, “Tapi, sama seperti para pendahulunya, Paus Fransiskus telah menolak untuk mengambil langkah sederhana namun sangat penting ini dalam usaha menegakkan keadilan, menyembuhkan, dan mencegah.”
Jika sosok seperti Paus Fransiskus telah juga mengecewakan seorang yang bernama Barbara Dorris, tentu saja dunia tidak perlu berharap terlalu banyak bahwa GRK akan menyelesaikan tuntas kasus-kasus pedofili para imam GRK sedunia. Aneh dan menyedihkan rasanya jika dalam gerejapun kejahatan dilindungi. Maka tidaklah salah jika saya menduga bahwa Yesus pun ikut menangis dengan sedihnya.
----------------------
Baca juga:
(1) “Goodbye to an evil pope”, CFI, 23 February 2013, pada http://www.centerforinquiry.net/blogs/entry/goodbye_to_an_evil_pope.
(2) “Pope Benedict resigned after being handed report into gay sex and corruption in Vatican, says newspaper” dalam News Limited Network 22 Feb 2013, pada http://www.news.com.au/world/pope-benedict-resigned-after-being-handed-report-into-gay-sex-and-corruption-in-vatican-says-newspaper/story-fndir2ev-1226583285843.
(3) Rosella Lorenzi, “Money, sex scandal may be linked to Pope's resignation”, News Discovery.com 21 Feb 2013, pada http://news.discovery.com/history/religion/secret-report-of-sex-scandals-may-have-prompted-popes-resignation-130221.htm#mkcpgn=emnws1.
(4) Michael Stone, “Pope will remain in Vatican to avoid prosecution for child sex abuse”, Examiner.com 16 Feb 2013, pada http://www.examiner.com/article/pope-will-remain-vatican-to-avoid-prosecution-for-child-sex-abuse.
(5) Michael Stone, “Religion: Pope implicated in German sex abuse scandal”, Examiner.com 12 March 2010, pada http://www.examiner.com/article/religion-pope-implicated-german-sex-abuse-scandal.
(1) “Goodbye to an evil pope”, CFI, 23 February 2013, pada http://www.centerforinquiry.net/blogs/entry/goodbye_to_an_evil_pope.
(2) “Pope Benedict resigned after being handed report into gay sex and corruption in Vatican, says newspaper” dalam News Limited Network 22 Feb 2013, pada http://www.news.com.au/world/pope-benedict-resigned-after-being-handed-report-into-gay-sex-and-corruption-in-vatican-says-newspaper/story-fndir2ev-1226583285843.
(3) Rosella Lorenzi, “Money, sex scandal may be linked to Pope's resignation”, News Discovery.com 21 Feb 2013, pada http://news.discovery.com/history/religion/secret-report-of-sex-scandals-may-have-prompted-popes-resignation-130221.htm#mkcpgn=emnws1.
(4) Michael Stone, “Pope will remain in Vatican to avoid prosecution for child sex abuse”, Examiner.com 16 Feb 2013, pada http://www.examiner.com/article/pope-will-remain-vatican-to-avoid-prosecution-for-child-sex-abuse.
(5) Michael Stone, “Religion: Pope implicated in German sex abuse scandal”, Examiner.com 12 March 2010, pada http://www.examiner.com/article/religion-pope-implicated-german-sex-abuse-scandal.