My mystical poem
Suatu pagi....
Aku berdiri di atas sebuah jembatan
Sunyi sendirian tanpa kawan dan lawan
Lah kulihat jembatannya mengalir
Air di bawahnya diam tak teralir ke hilir
Dan mobil-mobil jalan di atas air perlahan
Dan angsa-angsa berenang di atas jembatan
Suatu siang....
Aku sedang duduk di atas sebuah bangku
Sunyi sendirian tanpa buku dan kartu
Lah kulihat bangkunya ada di pangkuanku
Dan aku duduk di udara kosong terpaku
Dan muka Bumi menjadi hamparan awan berpacu
Dan awan-awan menjadi daratan pemangku
Suatu sore....
Aku memegang sebilah keris sakti dan magis
Sunyi sendirian tanpa tangis tanpa senyum manis
Lah kulihat kerisnya memegang tanganku keras
Sarung keris masuk menancap ke batang keris
Ujung keris menjadi pangkal dan basis
Pangkal menjadi ujung jung teratas
Magis, magis, magis
Suatu malam....
Aku menarik nafas panjang dan lapang
Sunyi sendirian tanpa otot tanpa tulang
Lah kulihat udara mendesak deras melanglang
Keluar dari hidung tanpa tertikung tanpa terpalang
Aku menghembuskan nafas kencang tak kepalang
Lah udara mengalir deras ke dalam paru-paru pulang
Jam dua belas tengah malam temaram
Aku duduk sendirian berkawan kesunyian malam
Kutatap jam dinding memantau detak sang kala
Lah jarumnya terhenti walau berdetak rela
Waktu tak beranjak ke larut pukul satu malam
Berbalik gerak menuju jam sebelas malam
Kulihat di cermin wajahku makin muda belia
Semua bintang terang dan sang rembulan tak beredar jua
Sang kala berhenti terdiam lembam
Serasa Sang Abadi merasuk jiwaku dalam-dalam
Kekelaman malam tertelan dalam batinku yang dalam
Kini....
Aku sungguh mengerti wanti-wanti
Tapi aku juga tak paham sejati diri
Aku tercerahkan dalam diri sejati
Tapi pikiranku gelap benar seperti mati
Aku hidup tapi juga mati
Aku mati tapi juga hidup
Aku mandraguna serba sakti
Tapi juga rentan mati bak bunga menguncup
Aku kosong walau penuh
Teka-teki bagi para sahabat pencari
Kayuh, kayuh, kayuh terus perahu tak bersauh
Jauh, jauh, jauh tak terengkuh bahari
Sampai tergapai tergenggam Sang Mentari jauh
Di titik terbenamnya hari nan lestari
Kayuh, kayuh, kayuh, tak pernah jua berlabuh
Jauh, jauh, jauh sampai perahu luruh
Pelabuhan sejati tampak tinggal sejengkal di depan
Tetapi masih jauh, jauh, jauh, di masa depan
Berat rinduku tak tertahan-tahan
Untuk segera kembali ke masa depan impian
Sebab dari sana aku telah datang sendirian
Masuk ke dunia sendirian sunyi tanpa kawan dan lawan
Berat rinduku tak tertahan-tahan....
Berat, berat, berat....
Jakarta
25 Juni 2012
Suatu pagi....
Aku berdiri di atas sebuah jembatan
Sunyi sendirian tanpa kawan dan lawan
Lah kulihat jembatannya mengalir
Air di bawahnya diam tak teralir ke hilir
Dan mobil-mobil jalan di atas air perlahan
Dan angsa-angsa berenang di atas jembatan
Suatu siang....
Aku sedang duduk di atas sebuah bangku
Sunyi sendirian tanpa buku dan kartu
Lah kulihat bangkunya ada di pangkuanku
Dan aku duduk di udara kosong terpaku
Dan muka Bumi menjadi hamparan awan berpacu
Dan awan-awan menjadi daratan pemangku
Suatu sore....
Aku memegang sebilah keris sakti dan magis
Sunyi sendirian tanpa tangis tanpa senyum manis
Lah kulihat kerisnya memegang tanganku keras
Sarung keris masuk menancap ke batang keris
Ujung keris menjadi pangkal dan basis
Pangkal menjadi ujung jung teratas
Magis, magis, magis
Suatu malam....
Aku menarik nafas panjang dan lapang
Sunyi sendirian tanpa otot tanpa tulang
Lah kulihat udara mendesak deras melanglang
Keluar dari hidung tanpa tertikung tanpa terpalang
Aku menghembuskan nafas kencang tak kepalang
Lah udara mengalir deras ke dalam paru-paru pulang
Jam dua belas tengah malam temaram
Aku duduk sendirian berkawan kesunyian malam
Kutatap jam dinding memantau detak sang kala
Lah jarumnya terhenti walau berdetak rela
Waktu tak beranjak ke larut pukul satu malam
Berbalik gerak menuju jam sebelas malam
Kulihat di cermin wajahku makin muda belia
Semua bintang terang dan sang rembulan tak beredar jua
Sang kala berhenti terdiam lembam
Serasa Sang Abadi merasuk jiwaku dalam-dalam
Kekelaman malam tertelan dalam batinku yang dalam
Kini....
Aku sungguh mengerti wanti-wanti
Tapi aku juga tak paham sejati diri
Aku tercerahkan dalam diri sejati
Tapi pikiranku gelap benar seperti mati
Aku hidup tapi juga mati
Aku mati tapi juga hidup
Aku mandraguna serba sakti
Tapi juga rentan mati bak bunga menguncup
Aku kosong walau penuh
Teka-teki bagi para sahabat pencari
Kayuh, kayuh, kayuh terus perahu tak bersauh
Jauh, jauh, jauh tak terengkuh bahari
Sampai tergapai tergenggam Sang Mentari jauh
Di titik terbenamnya hari nan lestari
Kayuh, kayuh, kayuh, tak pernah jua berlabuh
Jauh, jauh, jauh sampai perahu luruh
Pelabuhan sejati tampak tinggal sejengkal di depan
Tetapi masih jauh, jauh, jauh, di masa depan
Berat rinduku tak tertahan-tahan
Untuk segera kembali ke masa depan impian
Sebab dari sana aku telah datang sendirian
Masuk ke dunia sendirian sunyi tanpa kawan dan lawan
Berat rinduku tak tertahan-tahan....
Berat, berat, berat....
Jakarta
25 Juni 2012