Apa yang sebenarnya dicari para ilmuwan angkasa ketika mereka meneropong angkasa sejauh-jauhnya? Tentu mereka ingin menyibak sejarah terbentuk dan berkembangnya jagat raya, sejarah galaksi-galaksi di dalamnya, dan mencoba merekonstruksi apa yang terjadi atau apa yang sebenarnya sudah ada sebelum Big Bang, before the Big Bang. Hingga kini para saintis belum bisa tiba pada periode sebelum Big Bang; periode ini masih berupa sebuah gap dalam pengetahuan manusia mengenai angkasa luar nan maha luas, dalam kosmologi modern. Ketika Stephen Hawking ditanya, ada apa sebelum Big Bang, dia menjawab bahwa pertanyaan ini “meaningless”, sama seperti orang bertanya “Ada apa di utara Kutub Utara?” Tetapi para agamawan sudah cepat-cepat mengisi gap ini dengan suatu figur allah sang Pencipta Big Bang, sehingga allah semacam ini diejek oleh para ilmuwan sebagai god of the gaps.
Sudah pasti para saintis juga (dan kita semua di belakang mereka!) mencari bentuk-bentuk kehidupan cerdas di angkasa luar (via proyek SETI, the Search for Extraterrestrial Intelligence). Sama seperti mereka, kita juga bertanya: Apakah di jagat raya, di angkasa luar, kita memiliki saudara-saudara? Are we alone in the universe? Or do we have sisters and brothers out there in the night sky? Hemat saya, menemukan saudara-saudara kita di sana, apapun peringkat kecerdasan mereka, jauh lebih penting ketimbang mencari dan menemukan keberadaan suatu allah di dalam jagat raya. Hi Green Jack, are you there in the sky? I am here on Planet Earth. Can you see me? Can you hear me calling you?
by Ioanes Rakhmat