BANJIR DAN NABI NUH
Sebuah puisi untuk Anies Baswedan
Hujan deras turun lagi
Berjam-jam tak henti
23 Februari 2020 dini hari/*/
Hingga muncul sang mentari pagi
Lagi-lagi banjir melahap DKI
Dalam 2 bulan 4 kali banjir terjadi
Sungguh suatu rekor prestasi
Prestasi jeblok kartu mati
Tak pernah satu kalipun terjadi
Menganga besar mulut Bumi
Tuk melahap hujan dari angkasa tinggi
Hingga habis tuntas tanpa basa-basi
Enak sekali seandainya Bumi
Langsung melahap hujan badai
Pemprov DKI tinggal uncang kaki
Menonton air terserap sirna sendiri
Jadi mereka tak perlu lagi
Keruk lumpur semua sungai dan kali
Keruk sampah yang menggunung di kali
Tak perlu lagi normalisasi sungai
Yang diperlukan sederhana sekali
Cuma naturalisasi, cuma naturalisasi:
Membiarkan alam berjalan sendiri
Banjir datang gak usah direpoti
Gak usah terencana diprevensi!
Gak perlu terencana diintervensi!
Gak perlu sungai terencana dinormalisasi!
Gak usah terencana ditanggulangi!
Banjir yang kotor hitam terasa ngeri
Membawa banyak kuman dan bakteri
Tokh akan diserap habis oleh Bumi
Dalam tempo singkat 30 hari
Banjir datang, santai sajalah!
Nabi Nuh saja menyerah kalah!
Eiiitt.... eiiiit itu salah! Salah!
Nuh bisa bangun sebuah mega bahtera
Meski lebih dari satu abad lamanya!
Demi generasi-generasi di depannya!
Sayangnya, kayu-kayu mega behtera
Lapuk dan rusak dimakan usia!
Kelamaan membuat segalanya sia-sia!
Betulkah alam bersabda?
Biarkan segalanya berjalan natural!
Sampai manusia semua binasa brutal!
Otak menolong tak bakal!
Tendang kecerdasan hingga mental!
Weleh, weleh!
Itu bukan sabda alam sang ayah
Jangan ke sabda itu kita menoleh
Yang eling segera berdoa dan berarak
Dipandu nurani dan otak yang masak
Alam telah dengan maha baik
Memberi kita kecerdasan di otak
Tangan dan kaki untuk bertindak
Hati nurani untuk menimbang masak
Demi kesejahteraan semua makhluk
Berpikir dan bertindaklah hai manusia
Jangan cuma bisa susun retorika hampa
Dunia kita ini banget-banget nyata
Bukan sebuah panggung sandiwara
Semua sandiwara berakhir singkat!
Usai sebelum kereta kemajuan berangkat!
Digilas hingga mangkat!
Mati tanpa harkat!
/*/ Tgl 25 Feb 2020 DKI kebanjiran lagi dengan lebih luas dan lebih dalam. RSCM juga kena banjir. Empat banjir DKI sebelumnya: 1 dan 24 Jan, 8 dan 23 Feb 2020.
Jakarta,
23 Februari 2020
☆ ioanes rakhmat
Sunday, February 23, 2020
Friday, February 14, 2020
Sinyal radio misterius dari jarak 500 juta tahun cahaya
N.B. Diperluas 22 September 2021
Fast Radio Burst (FRB)
SINYAL RADIO MISTERIUS yang datang dari sebuah galaksi 500 juta tahun cahaya dari Bumi tertangkap oleh teleskop radio Canadian Hydrogen Intensity Mapping Experiment. Sinyal ini, berlangsung dalam milidetik, berulang setiap 16,35 hari sudah lebih dari 1 tahun.
Datang dari alien cerdas? Sangat mungkin, bukan! Karena dibutuhkan energi yang luar biasa besar untuk mengirimnya sampai terdeteksi di Bumi sebagai pulsa-pulsa gelombang radio yang berdenyut sangat cepat, yang dinamakan Fast Radio Burst (FRB), yang tak dipunyai alien manapun dalam jagat raya. Itu alasan yang dikemukakan.
Lebih mungkin FRB tersebut sebagai suatu fenomena astronomis natural yang menanti penjelasan. Pasti akan muncul banyak penjelasan, sampai alhirnya berkonvergensi jadi satu penjelasan terkuat.
Entahlah. Kita tunggu saja. Mau saya sih, FRB ini kiriman dari suatu peradaban cerdas di angkasa luar. Seru jadinya.
Sejauh ini, ada dua kemungkinan yang telah diajukan tentang FRB interval 16,35 hari ini.
Pertama, "sumbernya dapat sejenis benda langit yang mengorbit sebuah bintang atau sebuah benda langit lainnya. Dalam skenario ini, sinyal-sinyal akan berhenti ketika terhalang oleh benda langit lainnya... Tetapi ini masih belum menjelaskan bagaimana sebuah benda langit dapat mengirim sinyal-sinyal radio itu secara teratur."
Kedua, "Sebuah kemungkinan lain adalah angin-angin bintang ("stellar winds") dapat bergantian memperkuat atau malah memblokir sinyal-sinyal radio dari suatu benda langit yang ada di belakang bintang-bintang tersebut. Atau dapat juga sumbernya adalah suatu benda langit yang berotasi."
Catat, berbagai FRB, yang bergerak merambat dalam kecepatan cahaya, sudah terdeteksi sejak 2007, tapi kebanyakan hanya berupa 1 kali denyut cepat gelombang radio lalu menghilang, dan ada sejumlah FRB yang denyut pulsa gelombangnya tertangkap "berulang" dan bersumber dari lokasi yang sama.
Lebih mungkin FRB tersebut sebagai suatu fenomena astronomis natural yang menanti penjelasan. Pasti akan muncul banyak penjelasan, sampai alhirnya berkonvergensi jadi satu penjelasan terkuat.
Entahlah. Kita tunggu saja. Mau saya sih, FRB ini kiriman dari suatu peradaban cerdas di angkasa luar. Seru jadinya.
Sejauh ini, ada dua kemungkinan yang telah diajukan tentang FRB interval 16,35 hari ini.
Pertama, "sumbernya dapat sejenis benda langit yang mengorbit sebuah bintang atau sebuah benda langit lainnya. Dalam skenario ini, sinyal-sinyal akan berhenti ketika terhalang oleh benda langit lainnya... Tetapi ini masih belum menjelaskan bagaimana sebuah benda langit dapat mengirim sinyal-sinyal radio itu secara teratur."
Kedua, "Sebuah kemungkinan lain adalah angin-angin bintang ("stellar winds") dapat bergantian memperkuat atau malah memblokir sinyal-sinyal radio dari suatu benda langit yang ada di belakang bintang-bintang tersebut. Atau dapat juga sumbernya adalah suatu benda langit yang berotasi."
Catat, berbagai FRB, yang bergerak merambat dalam kecepatan cahaya, sudah terdeteksi sejak 2007, tapi kebanyakan hanya berupa 1 kali denyut cepat gelombang radio lalu menghilang, dan ada sejumlah FRB yang denyut pulsa gelombangnya tertangkap "berulang" dan bersumber dari lokasi yang sama.
Dari semua FRB ini, tidak ada petunjuk-petunjuk bahwa pengirimnya adalah organisme-organisme cerdas dari angkasa luar, termasuk juga FRB yang sedang khusus dibicarakan di atas yang berinterval 16,35 hari, yang belum pernah terdeteksi sebelumnya.
Read more:
Read more:
Tribune News Service, "Mysterious radio signal from distant galaxy repeats every 16 days", South China Morning Post, February 13, 2020, https://amp.scmp.com/news/world/united-states-canada/article/3050389/mysterious-radio-signal-distant-galaxy-repeats.
Gamma Ray Bursts (GRBs)
GRBs atau "ledakan kuat sinar gamma" yang tertangkap di Bumi dari kekelaman jagat raya sudah lama menjadi suatu misteri yang belum bisa dipecahkan para ilmuwan.
GRBs ini seolah muncul dan tertangkap di Bumi dari "langit yang kosong", lantaran galaksi-galaksi yang menjadi sumber GRBs berlokasi sangat jauh dari Bumi, berjarak milyaran tahun cahaya dari planet kita, sehingga tak terobservasi.
GRBs dalam jagat raya yang paling misterius, seolah muncul begitu saja dari langit yang kosong, diyakini muncul dari bintang-bintang yang meledak. Sumber gambar LiveScience.
Sejauh ini, ada dua penjelasan terkemuka tentang penyebab GRBs di "langit yang kosong" yang telah diajukan para astronom.
Pertama, sinar-sinar gamma muncul ketika gas-gas jatuh ke dalam lubang-lubang hitam (black holes) supermassif yang terletak pada inti pusat semua galaksi dalam jagat raya.
Dalam skenario itu, di saat gas tersedot masuk ke dalam sebuah lubang hitam, sebagian kecil dari gas ini lolos dari sedotan, lalu meradiasi atau memancar kuat sebagai semburan-semburan (atau jet) materi yang besar dan bergerak hampir dalam kecepatan cahaya. Dipikirkan bahwa jet-jet atau semburan-semburan (yang diibaratkan sebagai "pipa-pipa kosmik") ini dapat menjadi sumber munculnya GRBs.
Kedua, GRBs muncul dari ledakan-ledakan bintang-bintang atau supernovae.
Ketika bintang-bintang besar yang kehabisan bahan bakar meledak sangat dahsyat sebagai supernovae, ledakan-ledakan ini dapat melentingkan partikel-partikel di sekitarnya sehingga bergerak nyaris dalam kecepatan cahaya.
Partikel-partikel yang berenergi luar biasa besar ini--- yang dinamakan sinar-sinar kosmik atau cosmic rays--- dapat bertabrakan dengan partikel-partikel lain yang berhamburan dari kawasan-kawasan gas yang tak terobservasi, di antara bintang-bintang. Tabrakan-tabrakan ini menghasilkan sinar gamma.
Dalam suatu studi yang baru, satu tim ilmuwan mengarahkan fokus mereka pada penjelasan yang kedua ini. Mereka membangun model interaksi-interaksi antara sinar-sinar kosmik dan gas antarbintang dalam beranekaragam galaksi yang sedang membentuk bintang-bintang.
Mereka menemukan bahwa kecepatan emisi sinar gamma dipengaruhi oleh beberapa faktor kunci, termasuk ukuran galaksi, kecepatan pembentukan bintang (yang berdampak pada kecepatan terjadinya supernova) dan energi awal sinar-sinar kosmik yang diciptakan oleh masing-masing supernova.
Mereka membangun model emisi sinar gamma dari semua galaksi dalam jagat raya, lalu menemukan bahwa bagian terbesar GRBs yang muncul dari langit yang kosong dihasilkan di dalam galaksi-galaksi yang sedang membentuk bintang-bintang, persisnya oleh ledakan-ledakan bintang-bintang yang massif dalam disk-disk galaksi-galaksi yang sangat jauh.
Sebuah peta langit sinar gamma, yang diambil dengan Teleskop Antariksa Sinar-gamma Fermi, kepunyaan NASA. Sumber foto LiveScience.
Ketika tim peneliti ini sudah memiliki sebuah model yang memprediksi besaran kecepatan GRBs untuk setiap ukuran galaksi, mereka membandingkan model mereka dengan suatu survei real radiasi sinar gamma yang dikompilasi oleh Teleskop Antariksa Sinar-gamma Fermi milik NASA.
Nah, para peneliti itu menemukan bahwa kalkulasi-kalkulasi mereka cocok dengan observasi-observasi NASA dan bahwa ledakan-ledakan bintang-bintang di dalam galaksi-galaksi yang sedang membentuk bintang-bintang dapat menjelaskan kebanyakan, jika tidak semua, GRBs di langit yang kosong.
Dus, temuan mereka ini adalah suatu tonggak sejarah yang signifikan, yang memecahkan suatu misteri jagat raya yang sejak tahun 1960-an sudah berusaha dikuak para astronom.
Read more:
Brandon Specktor, "Scientists finally have an explanation for the most energetic explosions in the universe", LiveScience, 22 September 2021, https://www.livescience.com/empty-sky-gamma-ray-burst-supernova-emissions.
Matt A. Roth, Mark R. Krumholz,..., Silvia Celli, "The diffuse gamma-ray background is dominated by star-forming galaxies", Nature 597 (2021), 341-344, https://www.nature.com/articles/s41586-021-03802-x.
Tuesday, February 11, 2020
Bertuhan dengan kafah
Frasa Arabik "as-silm kaffah" (lihat teks QS al-Baqarah 208 dalam konteks utuh sastranya) berarti hidup dalam DAMAI MENYELURUH dengan Tuhan YME ("hablum minalah") dan dalam DAMAI MENYELURUH dengan sesama manusia, alam dan semua bentuk kehidupan ("hablum minnas"). Jadi, kedamaian penuh vertikal-horisontal. Itulah bertuhan dengan kafah.
Yesus meminta hal yang sama. Sabdanya, "Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, kekuatanmu, jiwamu, dan dengan segenap akal budimu. Dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
Janganlah lagi bangkit dalam wujud apapun "suatu sekte pemuja kematian" atau "a cult of death" seperti daulah islamiyah ISIS di tempat manapun dan kapanpun. Tidak benar pendapat dan keyakinan yang menyatakan bahwa menjadi ISIS adalah wujud beragama kafah.
Enough is enough.
Saturday, February 8, 2020
Si anak burung
SI ANAK BURUNG
Si anak burung selama ini keenakan
Langsung diberi induk makanan
Dari patuk pindah ke patuk
Hidup tak terasa suntuk dan sumuk
Kata sang induk, tak boleh terus begitu
Sudah saatnya si anak sendiri maju
Tuk cari makanan sendiri
Si anak sungguh merasa jeri
Diterjang ombak dia kalang kabut
Selanjutnya si anak merasa takut
Dia sembunyi sambil membuka patuk
Berharap ada makanan otomatis masuk
Kalau begitu kapan bisa mandiri?
Akhirnya si anak mulai belajar
Tempaan badai datang silih berganti
Kini dia menjadi piawai dan pintar
Kalahkan rasa takut
Tinggalkan kenikmatan
Jadilah pelaut tak takut maut
Mengalahkan ganasnya lelautan
Jakarta, 8 Feb 2020
Si anak burung selama ini keenakan
Langsung diberi induk makanan
Dari patuk pindah ke patuk
Hidup tak terasa suntuk dan sumuk
Kata sang induk, tak boleh terus begitu
Sudah saatnya si anak sendiri maju
Tuk cari makanan sendiri
Si anak sungguh merasa jeri
Diterjang ombak dia kalang kabut
Selanjutnya si anak merasa takut
Dia sembunyi sambil membuka patuk
Berharap ada makanan otomatis masuk
Kalau begitu kapan bisa mandiri?
Akhirnya si anak mulai belajar
Tempaan badai datang silih berganti
Kini dia menjadi piawai dan pintar
Kalahkan rasa takut
Tinggalkan kenikmatan
Jadilah pelaut tak takut maut
Mengalahkan ganasnya lelautan
Jakarta, 8 Feb 2020
Thursday, January 30, 2020
Mineral padat debu bintang usia 7 M tahun ditemukan di Bumi
MATERIAL PADAT DEBU BINTANG USIA 7 MILYAR TAHUN DITEMUKAN DI BUMI
Partikel debu bintang yang berasal dari kurun 7 milyar tahun lalu, ketika Matahari kita belum terbentuk, ditemukan dalam sebuah meteorit yang jatuh di Australia tahun 1969, tepatnya di padang sapi Murchison, Victoria.
Inilah material padat bintang (dalam bentuk mineral keras silikon karbida) yang tertua yang pernah ditemukan para ilmuwan. Mereka bekerja sekaligus dalam gabungan tiga bidang ilmu: astrogeologi, astrofisika-kimia, dan kosmologi.
Laporan riset ilmiahnya baru dirilis awal 2020 ini. Tonton videonya di bawah ini.
Ketika bintang-bintang mati, terlontarlah partikel-partikel yang terbentuk di saat terjadi badai ledakan bintang-bintang tersebut, lalu masuk ke ruang jagat raya, membentuk klaster-klaster debu bintang, yang bercampur dengan gas-gas.
Akhirnya, klaster-klaster ini bertemu satu sama lain, luruh bersama dan membentuk bintang-bintang baru bersama planet-planet dan bulan-bulan dan meteorit-meteorit. Bintang-bintang mengalami siklus kehidupan dan kematian.
Material padat debu bintang ini menjadi sampel bintang-bintang, persisnya debu bintang yang real. Material ini ada yang terperangkap dalam meteorit-meteorit, dan berada di situ untuk kurun yang panjang, tak berubah selama milyaran tahun. Jadilah material padat ini kapsul-kapsul waktu sebelum sistem Matahari kita terbentuk yang menyingkapkan bagaimana bintang-bintang terbentuk di era prasolar.
Inilah bukti pertama era "baby boom" bagi pembentukan bintang-bintang, yang tidak berlangsung dalam kecepatan periodikal konstan, tapi fluktuatif. Ada kalanya bintang-bintang terbentuk dalam peringkat kecepatan yang tinggi, dan ada kalanya dalam peringkat kecepatan yang rendah.
Dari material padat debu bintang ini, kita dapat belajar tentang bintang-bintang induk kita, asal-usul carbon dalam tubuh kita, asal-muasal oksigen yang kita hirup, dan kurun sebelum sistem Matahari kita terbentuk, bagaimana bintang-bintang terbentuk dalam galaksi kita, dan sejarah terbentuknya galaksi Bima Sakti.
Read more:
Field Museum, "Meteorite contains the oldest material on Earth: 7-billion-year-old stardust: The ancient stardust reveals a 'baby boom' in star formation.", ScienceDaily, Jan 13, 2020,
https://www.sciencedaily.com/releases/2020/01/200113153306.htm. Lihat juga Ben Guarino, "7-billion-year-old stardust is the oldest stuff on Earth", The Washington Post, Jan 14, 2020, https://www.washingtonpost.com/science/2020/01/13/seven-billion-year-old-stardust-is-oldest-stuff-earth/.
Laporannya di jurnal PNAS, lihat Philip R. Heck, Jennika Greer, Levke Kööp, Reto Trappitsch, Frank Gyngard, Henner Busemann, Colin Maden, Janaína N. Ávila, Andrew M. Davis, Rainer Wieler, "Lifetimes of interstellar dust from cosmic ray exposure ages of presolar silicon carbide", Proceedings of the National Academy of Sciences, Jan 28, 2020, 117 (4) 1884-1889,
https://www.pnas.org/content/117/4/1884.
Partikel debu bintang yang berasal dari kurun 7 milyar tahun lalu, ketika Matahari kita belum terbentuk, ditemukan dalam sebuah meteorit yang jatuh di Australia tahun 1969, tepatnya di padang sapi Murchison, Victoria.
Inilah material padat bintang (dalam bentuk mineral keras silikon karbida) yang tertua yang pernah ditemukan para ilmuwan. Mereka bekerja sekaligus dalam gabungan tiga bidang ilmu: astrogeologi, astrofisika-kimia, dan kosmologi.
Laporan riset ilmiahnya baru dirilis awal 2020 ini. Tonton videonya di bawah ini.
Ketika bintang-bintang mati, terlontarlah partikel-partikel yang terbentuk di saat terjadi badai ledakan bintang-bintang tersebut, lalu masuk ke ruang jagat raya, membentuk klaster-klaster debu bintang, yang bercampur dengan gas-gas.
Akhirnya, klaster-klaster ini bertemu satu sama lain, luruh bersama dan membentuk bintang-bintang baru bersama planet-planet dan bulan-bulan dan meteorit-meteorit. Bintang-bintang mengalami siklus kehidupan dan kematian.
Material padat debu bintang ini menjadi sampel bintang-bintang, persisnya debu bintang yang real. Material ini ada yang terperangkap dalam meteorit-meteorit, dan berada di situ untuk kurun yang panjang, tak berubah selama milyaran tahun. Jadilah material padat ini kapsul-kapsul waktu sebelum sistem Matahari kita terbentuk yang menyingkapkan bagaimana bintang-bintang terbentuk di era prasolar.
Inilah bukti pertama era "baby boom" bagi pembentukan bintang-bintang, yang tidak berlangsung dalam kecepatan periodikal konstan, tapi fluktuatif. Ada kalanya bintang-bintang terbentuk dalam peringkat kecepatan yang tinggi, dan ada kalanya dalam peringkat kecepatan yang rendah.
Dari material padat debu bintang ini, kita dapat belajar tentang bintang-bintang induk kita, asal-usul carbon dalam tubuh kita, asal-muasal oksigen yang kita hirup, dan kurun sebelum sistem Matahari kita terbentuk, bagaimana bintang-bintang terbentuk dalam galaksi kita, dan sejarah terbentuknya galaksi Bima Sakti.
Read more:
Field Museum, "Meteorite contains the oldest material on Earth: 7-billion-year-old stardust: The ancient stardust reveals a 'baby boom' in star formation.", ScienceDaily, Jan 13, 2020,
https://www.sciencedaily.com/releases/2020/01/200113153306.htm. Lihat juga Ben Guarino, "7-billion-year-old stardust is the oldest stuff on Earth", The Washington Post, Jan 14, 2020, https://www.washingtonpost.com/science/2020/01/13/seven-billion-year-old-stardust-is-oldest-stuff-earth/.
Laporannya di jurnal PNAS, lihat Philip R. Heck, Jennika Greer, Levke Kööp, Reto Trappitsch, Frank Gyngard, Henner Busemann, Colin Maden, Janaína N. Ávila, Andrew M. Davis, Rainer Wieler, "Lifetimes of interstellar dust from cosmic ray exposure ages of presolar silicon carbide", Proceedings of the National Academy of Sciences, Jan 28, 2020, 117 (4) 1884-1889,
https://www.pnas.org/content/117/4/1884.
Subscribe to:
Posts (Atom)