Thursday, December 21, 2017

Melihat Punggung Tuhan

MELIHAT PUNGGUNG TUHAN

SEORANG PENDETA YANG JELITA, tadi pagi, seperti sudah 10 hari terakhir ini dia lakukan, mengirim lewat WA sebuah mem ucapan selamat pagi ke saya.


Gambar mem tersebut bagus. Tertulis pada mem itu kata-kata Inggris "Good Morning" dan sekian baris lain kata-kata indah.

Dalam bahasa Indonesia bunyinya begini:

TUHAN itu ada: 
di atasmu untuk memberkatimu
di bawahmu untuk menopangmu
di kiri kananmu untuk mengawalmu
di belakangmu untuk mendorongmu maju
di depanmu untuk memimpin

Lalu saya jawab:

Thank you. Tapi Tuhan dengan kita juga main petak umpet. Tak kelihatan di mana pun walau ada.

Dia menjawab:
Wah itu pengalaman sendiri ya?

Saya jawab lagi:

Kita semua, anda dan saya dan orang lain, sedang bermain petak umpet dengan Tuhan. Atau lebih tepat: Tuhan sedang bermain petak umpet dengan kita. Ini ketetapan jagat raya. Abadi. Tanpa akhir.

Bermain terus dengan ceria, lari-larian dengan bebas, sekaligus bisa melelahkan, bak kehabisan tenaga, keduanya.

Segera sang pendeta manis itu bertanya:

Kenapa tidak deal dengan Tuhan untuk bisa bertemu, saling tatap, saling genggam habis, dan saling merangkul?

Jawab saya pendek saja:
Dua pihak tidak seimbang.

Sang pendeta itu penasaran bertanya:
Duuh, kok gitu? Kesimpulannya apa dong?

Saya jawab lagi dengan kata-kata ini:

Dalam kehidupan beriman, kita tidak akan pernah bisa melihat Tuhan seluruhnya.

Kalaupun terlihat, yang terlihat hanya bagian punggung belakang Tuhan, sekelebat. Tuhan bergerak di depan kita menuju masa depan. Kita cuma bisa lihat bagian punggungnya.

Kita harus berlari maju, mengejar Tuhan, jika mau menyentuh Tuhan, seperti dalam permainan petak umpet. Kita yakin kita bisa mengejar dan memegang Tuhan. Untuk itu, tidak mungkin kita berlari mundur.

Tapi, begitu sudah dekat, dan kita mau sentuh dan pegang, Tuhan selalu mengelak.


Tuhan tahu-tahu cepat bersembunyi lagi di balik gunungan bebatuan yang jauh, atau di belakang kumpulan batang-batang pohon besar di dalam hutan tak bertuan, atau Tuhan melompat dan menyelam ke dalam danau tanpa dasar dan tanpa tepi.

Tuhan itu elusive. Selalu ngeles jika mau digenggam erat. Tuhan hanya bisa dilihat, tidak bisa dicengkeram, sebagian demi sebagian jika kita maju, berlari maju, ke depan, tidak bisa berlari mundur. Jika kita berlari mundur, kita akan pasti keserimpet lalu terjengkang jatuh. Kita terluka. Makin jauh dari punggung Tuhan.

LALU SANG PENDETA jelita yang suka berkomunikasi via WA ke saya itu menjawab saya dengan mengirim sebuah emotikon wajah kera yang menutup dua matanya dengan dua belah tangannya.

Entah kenapa dia kirim emotikon itu. Mungkin dia tidak mau baca jawaban terakhir saya itu yang dia sudah baca.

Selamat bermain petak umpet.

Salam, 
ioanes rakhmat

21 Des 2017

Silakan share jika ingin. Tq.


Saturday, December 16, 2017

Gempa Bumi dan Kesalehan Keagamaan

GEMPA KUAT 7,3 SR SEMALAM (JUMAT, 15 Des 2017, pukul 23:47:57) dan KESALEHAN KEAGAMAAN



N.B.
Updated 20 Agustus 2018

Seorang nona pekerja di bidang finance yang kenal saya memberi pendapatnya ke saya tentang gempa bumi semalam. Gempa yang menimbulkan kehebohan di Jakarta ini semalam segera saja diumumkan BMKG berpotensi timbulkan tsunami di beberapa kawasan Siaga dan Waspada di Jawa Barat.




Terkait rasa ngeri yang timbul karena gempa itu, dan ingatan traumatik tsunami Aceh sekian tahun lalu, si nona itu bilang: Harus perbanyak ibadah! Harus!

Berikut ini jawaban saya yang sudah saya perluas.

Ya, itu betul. Tapi sikap saleh perlu disertai juga oleh otak yang berisi dan aktif.

Karena kita berpikir, dan kita belajar dan memiliki ilmu pengetahuan, maka sebagai orang yang bertuhan, yakinlah kita bahwa gempa bumi sama sekali buka cara Tuhan untuk membunuh janin-janin, bayi-bayi dalam kandungan, ibu-ibu yang sedang hamil, kaum muda yang giat bekerja membangun bangsa, dan para manula.

Bagaimana gempa bumi (tektonik dan vulkanik) dapat terjadi, sudah bisa dijelaskan dengan gamblang oleh ilmu pengetahuan sebagai suatu kejadian yang natural, dan kekuatannya juga sudah dapat diukur lewat teknologi maju, dan kerusakan dahsyat yang ditimbulkannya juga dapat di atasi tahap demi tahap.

Ingatlah selalu, bahwa mengabdi dan cinta kepada Tuhan yang mahatahu dan mahatakterbatas, berarti juga mengabdikan diri kepada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai terapannya yang bersumber pada kemahatahuan Tuhan.

Jadi, kesalehan juga mendorong kita untuk bisa membangun dan mengembangkan iptek yang nanti bisa menangkal atau mencegah dan mengendalikan gempa bumi yang, jika berlangsung bebas, bisa menelan sangat banyak korban, manusia dan harta.

Sekarang iptek prediktor, pencegah, pelawan dan pengendali berbagai bencana alam dahsyat belum ada; tetapi para fisikawan dan teknolog futuris sudah memprediksi iptek antibencana alam suatu saat di masa depan akan kita punyai. Ahh, betulkah? Berkhayal ya?

Ketahuilah, di tahun 2018 ini, para ilmuwan untuk pertama kalinya mulai mengebor planet Bumi mulai dari dasar laut hingga 10 km menembus dan masuk ke mantel Bumi yang merupakan 80% dari massa Bumi.

Pengeboran ini dilakukan dari kapal laut iptek Jepang Chikyu di 3 tempat di Lautan Pasifik: Hawaii, Costa Rica dan Mexico. Total biaya 542 juta USD; sebagian dipikul pemerintah Jepang.

Tujuan yang ingin dicapai lewat pengeboran ini:

1. Mengetahui komposisi kimiawi mantel Bumi;
2. Menemukan mikroba yang bisa hidup di mantel Bumi;
3. Menginvestigasi batas antara kerak dan mantel Bumi;
4. Menemukan cara untuk memprediksi gempa Bumi;
5. Menemukan pengetahuan bagaimana planet Bumi terbentuk.

Saya sangat antusias dengan proyek iptek pengeboran planet Bumi ini. Jawaban-jawaban yang akan ditemukan nantinya akan juga bisa memberi pengetahuan tambahan tentang relasi kita, manusia, dengan planet Bumi dengan lebih luas, dan daya tahan kita hidup di planet ini.




Pengeboran Bumi dengan berbagai tujuannya (klik atau sentuh gambarnya untuk dapatkan ukuran yang lebih besar dan kata-kata yang terbaca jelas)


Dan, iptek memprediksi gempa (lihat poin ke empat di atas) akan kita miliki, tahap demi tahap, dan akan semakin maju.

Lebih jauh lagi, jika gempa nanti sudah bisa diprediksi dengan makin akurat, turutan-turutan kejadian alam lainnya seperti tsunami dan kawasan mana saja yang akan terlanda getaran dari pusat gempa juga akan dapat diprediksi bahkan penyebaran gelombang gempa akan dapat dikendalikan.

Teknologi yang makin maju, jika dilihat dari pengetahuan sekarang, tampak seperti fiksi atau magic.

Mari balik ke soal kesalehan. Kalau kesalehaan tidak ditopang oleh kecerdasan otak yang dihasilkan oleh sekolah yang tinggi dan proses pembelajaran yang terbuka dan makin maju, kita yang saleh akan makin ketinggalan dari negara-negara lain yang sudah melesat maju di dunia iptek dalam banyak bidang kehidupan.

Negara-negara tersebut bisa sangat maju karena warga mereka bukan cuma mementingkan kesalehaan tapi juga kecerdasan otak dan prestasi tanpa batas di dunia iptek.

Jika kita tidak bisa mengejar ketertinggalan kita, sudah pasti kita akan terus-menerus menjadi bangsa pecundang yang serba emosional dan tak mampu berpikir cerdas dan bernalar.

Si nona itu kemudian mengirimkan sebuah emotikon satu jempol ke WA saya. Jempol lelaki tampaknya. Padahal lebih indah jempol perempuan karena ada catnya.



GODZILLA, dewa gempa dalam mitologi Jepang di era modern


Tadi pagi, seorang teman baik dari gereja mengirimkan via WA sebuah renungan harian yang masih anyar, yang juga membicarakan gempa bumi semalam.

Isinya serupa dengan pendapat si nona di atas, tapi tidak sama.

Si penulis renungan harian itu menekankan, saya parafrasiskan, hal berikut ini.

Di tengah banyak ancaman kehidupan dalam dunia yang terus berubah, dan ancaman bencana alam seperti gempa bumi semalam, orang Kristen harus makin kuat, kokoh dan teguh beriman dan nempel pada Yesus Kristus, sang "batu karang" yang kokoh sebagai fondasi iman dan ketaatan kita.

Jangan bangun rumah di atas fondasi pasir karena pasti akan runtuh jika diterjang hujan dan banjir. Tapi bangunlah rumah iman kita di atas batu karang Yesus Kristus, sehingga kita akan tetap aman dan bertahan jika banjir menerpa bangunan iman kita.

Nah, ke teman saya yang berbudi luhur itu, dan seorang ayah yang sabar, saya berikan respons saya yang mirip, tapi tak sama, dengan yang saya sudah berikan ke si nona di atas. Berikut ini.

Iman dan sikap saleh dan sikap berserah ke Tuhan harus disertai otak yang berisi dan aktif. Kok? 

Ya, supaya orang yang soleh nantinya jadi mampu membangun dan mengembangkan iptek untuk mengendalikan dan memutar arah gempa dan tsunami atau bahkan membatalkan dan menangkal semua ancaman bencana alam. Untuk saat ini, iptek semacam itu tampak seperti sebuah fiksi sains.



Pak Presiden Joko Widodo di kawasan penampungan korban gempa di Lombok Utara, 13 Agustus 2018 


Agama dan iman dan doa yang kuat dan kokoh saja tak bisa membelokkan arah sebuah meteor besar yang suatu saat bisa jadi akan bergerak cepat persis menuju Bumi lalu menghantam planet kita ini. Serupa dengan kejadian 66 juta tahun lalu yang menewaskan nyaris seluruh dinosaurus non-avian di muka Bumi.



Gempa bumi Lombok sejak 29 Juli 2018


Coba kalau para dino zaman itu sudah punya teknologi pengalih gerak meteor besar yang masih jauh yang sedang melesat ke arah Bumi atau punya teknologi laser untuk menggeser tahap demi tahap lintasan meteor itu atau teknologi nuklir untuk meledakkan luluh meteor itu di angkasa luar pada kurun tersisa yang pendek, ya para dino itu masih hidup.

Itu pengandaian loh. Sebab otak reptilia besar dan dahsyat alias dinosaurus memang tidak atau belum memiliki neokorteks yang dimiliki oleh kita, organisme cerdas yang baru muncul di suatu tempat di Afrika 300.000 tahun lalu. Neokorteks inilah yang memampukan kita membangun iptek tanpa pernah berakhir.

Jadi, iman kepada Yesus Kristus perlu menjadi dasar yang kokoh bagi bangunan kehidupan keagamaan setiap orang Kristen.

Tapi jika sebuah rumah dibangun hanya berdasar iman dan kesalehan keagamaan, tanpa berlandaskan ilmu pengetahuan dan teknologi yang relevan, ya rumah yang kuat iman itu akan roboh juga jika diterjang badai dan banjir besar, atau jika kulit Bumi menggeliat kuat atau mengulet saat baru bangun tidur.

Rumah yang dibangun di atas bebatuan yang terserak, tak tertata dan tak terintegrasi kuat, sama lemahnya dengan rumah yang dibangun di atas pasir. Menata dan menyatukan bebatuan sebagai fondasi kokoh sebuah rumah memerlukan iptek, tidak bisa memakai iman.

Iman dan iptek memberi kita kehidupan. Tidak boleh dipisah jika kita mau hidup sehat, maju dan benar, sama halnya otak tidak bisa dilepas dan dibuang dari kepala jika kita mau hidup. Iman itu bisa ada karena kerja sel-sel otak kita, sel-sel neural yang juga membuat kita mampu bernalar dan berpikir cerdas.

Tetapi beriman dan bernalar berada dalam dua wilayah yang berbeda, meski keduanya produk aktivitas neurologis.

Beda keduanya dapat dijelaskan begini: beriman pada Tuhan memampukan kita hidup tabah dan tetap bersyukur meski sedang dalam penderitaan berat dan lama. Bernalar dan berpikir cerdas membuat kita mampu membangun peradaban yang kian maju di atas fondasi iptek modern. Dengan iptek modern juga kita kian mampu mengurangi dan mengalahkan berbagai bentuk penderitaan dan azab, seperti berbagai penyakit dan kelaparan dan kemiskinan dan bencana alam.

Beriman itu ibarat sedang mengapresiasi sebuah puisi yang mengesankan. Sedangkan ilmu pengetahuan itu adalah sebuah perjalanan puitis menuju misteri-misteri yang tidak kita ketahui, yang tak pernah habis.

Asyik juga bisa berkomunikasi lewat WA dan merenungi gempa bumi semalam.

Bedanya dari si nona, saya belum terima sebuah emotikon jempol perempuan dari teman gereja saya itu.

Silakan share. Tq.

Salam,
ioanes rakhmat

Sabtu, 16 Des 2017
Diedit 20 Nov 2021


Saturday, December 2, 2017

Yesus, Yakobus, dan Rasul Paulus

YESUS ORANG NAZARETH, YAKOBUS SI ADIL dan RASUL PAULUS

Ada sebuah DOKUMEN GNOSTIK yang ditulis dalam bahasa Yunani yang memuat percakapan YESUS dengan "saudara"-nya, YAKOBUS SI ADIL.




Pertemuan tahunan Society of Biblical Literature (SBL) mutakhir, 18-21 Nov 2017, di Boston, menjadikan dokumen gnostik Kristen WAHYU PERTAMA YAKOBUS (WPY) sebagai salah satu fokus perbincangan.

WPY adalah satu-satunya dokumen yang ditulis dalam bahasa Yunani dari 52 dokumen dalam Perpustakaan Nag Hammadi atau The Nag Hammadi Library yang nyaris seluruhnya, 51 dokumen, ditulis dalam bahasa Koptik, yang keseluruhannya ditemukan di Nag Hammadi, Mesir, tahun 1945.

Dalam WPY, Yesus menyapa Yakobus sebagai "saudaraku" (yang "bukan ragawi") yang diberi sebutan tambahan "si Adil".

Dalam percakapan ini, Yesus mengajarkan dan menyingkapkan hal-hal yang dibutuhkan dan memampukan Yakobus setelah Yesus wafat untuk menjadi sang guru yang baik, "Yakobus si Adil", yang membimbing orang untuk mengenal Yesus.

Sebagai sebuah dokumen yang heterodoks, yang memuat ajaran gnostik Kristen (abad ke-2 hingga abad ke-6 M), WPY tentu saja dulu ditolak untuk menjadi bagian Perjanjian Baru.

Meskipun demikian, dokumen WPY menjadi sebuah sumber sastra ekstra-PB penting yang memberi kita gambaran tentang dekatnya hubungan Yesus dan Yakobus secara personal.

Selanjutnya, saya beri info tambahan yang relevan yang sudah saya dalami. Kekristenan Yahudi awal dibangun oleh Yakobus si Adil, yang menganut teologi yang bertolakbelakang dengan teologi yang diajarkan Rasul Paulus yang mencari para pengikut baru Yesus dari orang-orang bukan Yahudi.

Dari berbagai dokumen lain di luar PB, juga sedikit dari PB sendiri, kita mendapatkan gambaran yang jelas tentang konflik sengit antara kekristenan Yahudi (yang dibangun Yakobus si Adil) dan kekristenan Yunani yang dibangun Rasul Paulus, meski Paulus tidak melepaskan seluruh tradisi keagamaan Yahudi yang sebelumnya dipertahankannya mati-matian selaku seorang Farisi.

Kita tahu, kekristenan Paulus kemudian menjadi kekristenan pemenang lewat berbagai pertarungan ideologis dan politis di era patristik. Paulus menang karena kekuatan politik Romawi berpihak kepadanya lewat bapak-bapak gereja awal.

Sedangkan kekristenan Yahudi awal sendiri tenggelam, diawali dengan penyingkiran ke Pella (sebelah timur Sungai Yordan, di kawasan Dekapolis) sebelum pecah Perang Yahudi vs. Roma Pertama (tahun 66-77 M), dan diakhiri dengan exodus bangsa Yahudi keluar Palestina yang diharuskan oleh Dekrit Kaisar Hadrianus tahun 135 setelah Perang Yahudi Kedua usai (tahun 132-135 M) dengan kekalahan telak bangsa Yahudi.





Orang yang mengenal dekat Yesus dari Nazareth, dan mengenal Yesus muka berhadapan muka, yakni Yakobus, tidak sejalan dengan Rasul Paulus. Anehnya, kekristenan di zaman modern (Ortodoksi) malah jauh lebih dekat ke Paulus ketimbang ke Yakobus si Adil dan ke Yesus orang Nazareth.

Baca tuntas buku saya yang membeberkan dengan komprehensif pertikaian antara kekristenan Yakobus dan kekristenan Paulus, yang berjudul Menguak Kekristenan Yahudi Perdana (2009), 200 halaman. Gambar sampul depan terpasang di atas.

Berita tentang WPY dan pertemuan tahunan SBL di sini
http://www.sciencealert.com/greek-first-apocalypse-james-nag-hammadi-library-teaching-tool.

Teks terjemahan Inggris dokumen WPY lihat di http://gnosis.org/naghamm/1ja.html.

Silakan di-share jika ingin.

Dokumen lain yang relevan dibaca, Kisah Masa Kanak-kanak Bunda Maria menurut Yakobus, tersedia di sini http://ioanesrakhmat.blogspot.co.id/2010/11/protevangelium-jacobi-atau-kisah-masa.html?m=1.

Salam, 
ioanes rakhmat
02 Des 2017


Thursday, November 23, 2017

Iklan lagi: Mau masuk sorga?

SORGA YA DI BUMI INI.
TAK ADA PILIHAN LAIN YANG BERMAKNA!

Tulisan ini saya buat sebagai reaksi saya atas sebuah video (saya lampirkan satu atau dua screencapture dari gambar adegan-adegan dalam video ini) yang berisi pesan masuk sorga lewat Yesus. Video ini kiriman seorang sahabat yang sangat baik hati. Terima kasih kepadanya.




Sorga, kita tahu, ditawarkan banyak pengkhotbah agama, untuk berbagai kepentingan. Termasuk untuk kepentingan ekonomi dan politik. Tak heran, jika demi sorga, orang yang beragama mau berseteru dan berperang, dua kondisi yang ironisnya diajarkan tidak ada dalam sorga. Ajaran dan perbuatan kok berbenturan?

Saya juga berulangkali diingatkan untuk jangan kehilangan peluang untuk masuk sorga, lewat hanya satu jalan, percaya pada Yesus. Mereka yang "menjual" sorga ke saya ini berasumsi saya sudah jauh dari Yesus. Asumsi ini datang dari alam "neraka", hemat saya.

Karena, faktanya, saya hingga detik ini dengan riang tetap bersahabat dengan Yesus, sosok mulia yang saya cintai, sosok agung yang ingin saya makin kenal lewat kajian-kajian ilmiah. Cinta pada Yesus, bagi saya, memerlukan juga ilmu pengetahuan untuk digunakan dalam usaha makin mengenal dan makin memahami Yesus. Tak ada benturan antara cinta kepada Tuhan dan ilmu pengetahuan. 

Orang yang suka membenturkan, pastilah tidak mencintai Yesus dan membenci ilmu pengetahuan. Padahal Yesus sendiri meminta para pengikut-Nya untuk mencari supaya mendapatkan, dan untuk mengetuk pintu supaya dibukakan bagi mereka. Yuup, jangan pura-pura lupa bahwa Yesus juga memerintahkan murid-murid-Nya untuk mengasihi Tuhan Allah dengan segenap akal budi.

Mencari, menemukan dan mengembangkan iptek supaya makin bermanfaat buat umat manusia dan alam serta kehidupan, adalah juga ibadah yang agung.




Tapi memang sudah jelas, saya belum mau masuk sorga dan juga tidak akan pernah mau. Kok? Ya, ada alasan-alasan yang mendasari sikap saya ini.

Dalam Doa Bapa Kami (DBK) yang tertulis dalam injil Perjanjian Baru, ada bagian doa ini (konon diajarkan Yesus) yang berbunyi, "Jadilah kehendak-Mu di Bumi seperti di sorga."

Nah, menjadikan kehendak Allah terwujud di Bumi ini yang belum dan tak akan pernah selesai saya lakukan. Selama belum selesai, ya tak ada keinginan saya untuk masuk sorga lewat kematian, apalagi lewat kematian yang sengaja dipercepat. Saya adalah seorang pekerja, seorang hamba, bukan seorang bos dan juga bukan seorang tuan besar.




Kehendak Allah ya tentu banyak, mungkin tak terbatas sama halnya dengan sifat-Nya yang mahatahu dan mahatakterbatas. Tapi, kalau memusingkan dan mencoba memahami hal yang tak terbatas ini, ya kita tidak akan pernah melakukan apa-apa yang bermakna selama kehidupan di muka Bumi.

Jadi, ya sebut saja tiga contoh tentang hal yang Allah pasti kehendaki.

Sudah pasti, tak ada keraguan sedikitpun, bahwa Tuhan itu mahapengasih-penyayang dan mahapenolong.

Dengan demikian, Tuhan menghendaki kita juga untuk mewujudkan kasih sayang dan pertolongan kepada sesama manusia, semua bentuk kehidupan, dan alam indah ini yang di dalamnya kita hidup.

Sudah pasti juga bahwa Tuhan itu Mahatahu. Dus, Tuhan juga menjadi sumber kemahatahuan; dus Dia juga sumber segala ilmu pengetahuan. Bukan hanya sebagai sumber, Tuhan yang mahatahu juga muara semua ilmu pengetahuan, muara yang tak pernah bisa kita datangi tuntas.

Tak terbayangkan oleh saya jika ada orang yang berpikir atau yakin bahwa Tuhan itu anti dan membenci ilmu pengetahuan, dan juga bahwa Tuhan itu menolak akal serta nalar insani yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk membangun iptek.

Nah, Tuhan yang mahatahu pastilah menghendaki kita untuk juga dengan cerdas dan tekun  mengembangkan dan memajukan ilmu pengetahuan tanpa batas.

Ilmu pengetahuan itu memang tanpa batas, tak akan pernah selesai dan tak akan pernah mencapai garis finish, karena dibangun dan dikembangkan oleh sangat banyak orang lintaszaman, lintasgenerasi, lintasgeografi, lintas kebudayaan. Dibangun dan dikembangkan lewat akal, lewat proses bernalar dan berbagai metode keilmuan yang sangat dinamis, dialektis, partisipatif, kumulatif, progresif dan serbaterbuka, infinite, tak berhingga.

Kenapa tak berhingga, tanpa batas? Karena ada sangat banyak bahkan tak terbatas anekaragam fenomena alam dalam jagat raya kita dan juga bermacam-macam fenomena dalam jagat-jagat raya lain yang juga ada tanpa batas. Iptek manusia kapan pun juga tak akan pernah selesai dan tuntas mengobservasi dan memahami semua fenomena ini dan menarik manfaat semuanya itu bagi kehidupan dan peradaban, di masa kini hingga ke masa depan tanpa batas.

Dus, ilmu pengetahuan bergerak terus ke depan, makin maju, tak bisa dihentikan oleh kekuatan apapun dan tak akan pernah tamat. Lahir dan berkembangnya iptek, dan manfaat besar yang diberikan iptek bagi kehidupan dan dunia ini, menunjukkan bahwa manusia memiliki akal, nalar, kecerdasan dan keluhuran budi.

Tentu saja, ada juga orang-orang bejad dari kalangan para politikus dan militer dari berbagai agama dan para pemilik modal besar, yang bisa menunggangi dan memanipulasi iptek demi mencapai tujuan-tujuan durjana mereka. Selain itu, ada juga para pelacur di dunia ilmu pengetahuan, yang dinamakan junk scientists, yang piawai menelikung dan memelintir iptek juga demi memuaskan kerakusan mereka dan mewujudkan pikiran-pikiran jahat mereka.

Jadi, sekarang, kalau tiga hal yang menjadi kehendak Tuhan itu kita laksanakan dengan cerdas, tekun, gigih, ikhlas, girang, dan kooperatif, ya kita sedang menjadikan kehendak Tuhan terwujud di Bumi ini.

Di sorga, tentu semua "penghuni" sorga menjalankan kehendak Tuhan yang mahapengasih-Penyayang, mahapenolong, dan mahatahu. Kalau tidak demikian, pasti bukan sorga namanya; mungkin sarang bandit, musuh Tuhan, tempat kekejian dan kejahatan berkuasa dan merajalela tanpa batas.

Jadi, jika di Bumi kita mewujudkan kehendak Tuhan, itu artinya kita juga sedang hidup di dalam sorga. Ajaran Yesus dalam DBK itu menekankan hal ini: jadikan Bumi ini sorga dengan menjalankan dan mewujudkan sorga di muka Bumi. Kata Yesus dalam DBK, "Datanglah Kerajaan-Mu!" Datang ke mana? Ya ke dalam dunia ini! Kapan? Ya sekarang ini dan seterusnya! Yesus tidak berkata, masukilah sorga di luar dunia ini sesudah anda mati.

Ketika Yesus mengajar dan memotivasi orang lewat perumpamaan-perumpamaan-Nya tentang kerajaan Allah, atau kerajaan sorga, Yesus tidak mengarahkan mereka ke dunia lain sesudah kematian, tetapi ke kehidupan dalam dunia masa kini di Bumi ini, di negeri Palestina, yang sedang dijajah Kekaisaran Romawi dan kaki-tangan Yahudi mereka.

Lewat kisah-kisah imajinatif dan kreatif yang Yesus susun sendiri dengan memukau, mereka digairahkan dan diberdayakan sehingga mereka dapat menjalani kehidupan mereka yang berat, ngenes dan pedih dengan tabah, gembira, tekun, kuat, tegar, baik hati, pantang berputusasa, lantaran Allah itu pengasih, penyayang, penolong, dan hadir di tengah mereka.

Jadi, ingat tiga hal ini saja dulu untuk kita jalankan dan realisasikan di muka Bumi sebagai bagian dari Kerajaan Sorga: kasih sayang, penolongan, dan pengembangan ilmu pengetahuan. Ingatlah, iptek itu suatu sarana yang memperbesar peluang dan kemungkinan untuk kasih sayang dan pertolongan dapat diwujudkan bagi semua bentuk kehidupan dan bagi kebaikan alam semesta ini.

Karena jagat raya kita ini, termasuk planet Bumi dalam sistem Matahari kita, masih akan ada bermilyar-milyar tahun dari sekarang, dan begitu juga halnya dengan kehidupan yang terus mengalami evolusi (alamiah dan buatan), maka mewujudkan tiga kehendak Tuhan itu adalah juga tugas yang tak akan pernah selesai.

Alkisah, ada lima musafir yang sedang berkelana di sebuah gurun pasir sangat luas. Mereka bertekad untuk menemukan nirwana atau sebut saja sorga lewat ziarah gurun mereka.

Dalam perjalanan mereka yang melelahkan dan memakan jiwa raga, akhirnya mereka tiba di suatu tempat yang tampaknya tidak bisa dilewati lagi karena dihalangi dinding tinggi tiga meter, yang membentang panjang, tak terlihat ujung-ujungnya di kiri dan di kanan.

Mereka berbincang sejenak persis di depan tembok penghalang itu. Mereka sepakat untuk melihat ada apa di balik tembok itu, lalu akan  melompatinya. Dengan membangun tangga dua tubuh, dengan yang satu menjadi injakan yang lainnya, peziarah pertama berhasil melihat apa yang ada di balik tembok itu. Dia cuma berseru, "Amboi!"; lalu melompat masuk ke kawasan di balik tembok. Hilang.

Orang yang kedua, dengan cara yang sama, juga dapat mencapai tepi atas tembok, lalu melihat  sesuatu di balik tembok, dan spontan berteriak girang, "Woow, hebat, luar biasa!" Lalu dia langsung lompat ke kawasan yang sedang dilihatnya. Lenyap.

Peziarah yang ketiga dan yang keempat juga melihat hal yang sama dan melakukan hal yang sama pula. Empat orang pengelana lain telah berada di kawasan seberang, lalu tidak terdengar lagi suara mereka. Sunyi.

Tinggal satu peziarah gurun yang menjadi orang terbawah dari tangga manusia yang tadi mereka buat bersama. Dia ditinggal pergi empat kawannya. Dia kini yatim. Sebatangkara. Living in aloneness. Empty. Single. Still. Silent. Quiet.

Dia tidak bisa memegang tepi atas tembok. Tak ada yang bisa membantunya untuk dapat melihat segala hal yang sebelumnya telah dilihat empat kawan seziarahnya, yang kini telah hidup di kawasan seberang. Sirna.

Si pengelana sebatangkara ini berlari jauh ke sisi kanan, lalu balik lagi ke sisi kiri. "Mungkin ada sebuah pintu", pikirnya.

Setelah sekian waktu mencari sekuat tenaga, kasihan, si pengelana piatu ini tidak menemukan satu pun pintu masuk. Akhirnya, dia duduk terpekur seorang diri di lantai pasir gurun, hanya ditemani kesunyian dan kekosongan, juga pertanyaan tanpa jawaban.

Selang satu jam tenggelam dalam kesunyian, si peziarah tunggal ini akhirnya memutuskan untuk mencari sebuah batu tajam yang akan dijadikannya pemukul dinding di hadapannya, untuk membuat lubang-lubang pijakan kaki saat memanjat nanti.

Dia berjalan senyap sendiri ke arah lain, mencari sebuah batu yang diinginkan. Berhasilkah?

Beruntunglah, setelah berjalan lima hari dengan bekal yang makin tipis, si pengelana yatim ini berhasil menemukan sebuah batu persis seperti yang diinginkannya. Batu itu teronggok sendirian, sunyi, juga sebatangkara, entah datang dari mana. Mungkin sisa pecahan meteor yang jatuh dari langit, kiriman jagat semesta. Entah dikirim kapan.

Apapun juga, dia bawa batu itu, balik lagi ke tembok tinggi dan panjang tanpa ujung itu. Lima hari dia habiskan waktu untuk tiba kembali di depan dinding misterius itu. Telah sepuluh hari dinding itu ditinggalkannya hanya untuk menemukan sebuah batu pemahat dan pencungkil.

Mulailah dia memukul dan mencungkili dinding itu pada titik setengah meter dari dasar tempat dia berpijak. Akhirnya terbentuk sebuah cerukan cukup dalam pada dinding itu. Lubang kedua yang lebih tinggi setengah meter dari lubang pertama berhasil juga dibuatnya. Ketika tangannya tidak bisa menjangkau tempat yang lebih tinggi di atas lubang-lubang yang sudah berhasil dibentuknya, dia tak kehilangan akal.

Dengan berdiri pada lubang-lubang teratas, dan dengan menempelkan tubuhnya pada dinding itu, susah-payah dia membuat lubang-lubang lain yang lebih tinggi dan lebih tinggi lagi. Tubuhnya makin lelah dan lemah. Tapi jika dia tak punya mental superbaja, tidak pernah sebelumnya dia memutuskan untuk menjadi seorang musafir gurun bersama empat sahabatnya yang kini telah tidak bersamanya lagi.

Akhirnya, lubang terakhir yang diperlukannya berhasil dia buat. Dengan menaikkan sebelah kakinya ke lubang itu, huuupp.... dia dengan sekuat sisa tenaganya dapat mengangkat tubuhnya ke atas, lalu kedua belah tangannya berhasil memegang tepi atas tembok aneh itu.

Segera saja terlihat olehnya pemandangan di kawasan di balik tembok. Dia langsung berseru perlahan, lelah dan kehausan, "Ooh, inilah nirwana!"

Anda tahu, apa yang selanjutnya dilakukan si peziarah gurun itu di saat dia sudah menemukan apa yang dipersepsinya sebagai nirwana?

Alih-alih dia melompat kegirangan ke kawasan nirwana di balik dinding, seperti yang telah sebelumnya dilakukan empat sahabat seperjalanannya, si pengelana sunyi sendiri ini malah turun lagi ke tempat semula dia berada, di lantai pasir gurun gersang dan kering. Kok?

Katanya dalam hati,

"Aku telah menemukan nirwana, dan telah juga berhasil membuat tangga lubang pada dinding pemisah ini yang berguna untuk orang memanjat dan tiba di kawasan nirwana.

Aku tidak butuh nirwana lagi.

Biarlah aku menunggu di bawah, di sebelah sini.

Para pengelana lain yang akan melintas ke sini dan terhalang oleh dinding ini akan kuberitahu bahwa nirawana ada di baliknya.

Aku akan bantu mereka memanjat dinding ini lewat tangga lubang-lubang yang sudah kubuat. Nirwana menanti mereka."

Begitulah keputusan si pengelana kelima yang berhati agung, yang kini sunyi sepi sendiri, sebatangkara, tanpa kawan bicara: menunggu para musafir gurun tiba di tempat dia duduk berhari-hari, bermalam-malam, sepanjang sisa umurnya.

Jagat semesta, entah bagaimana, heran, tergerak untuk menjatuhkan makanan dan minuman lewat burung-burung gurun besar yang sewaktu-waktu melintas di angkasa, di atas diri si peziarah senyap yatim hening ini, yang memiliki hati berlian dan kalbu yang dalam tanpa dasar.

Kata Yesus, "Jadilah kehendak-Mu di Bumi seperti di sorga!"

JADI, bukan kejarlah dan masuki sorga di kawasan seberang kehidupan, setelah anda mati. Bukan "Datangilah sorga!" di luar dunia, tapi "Datangkanlah sorga" ke Bumi ini!

Bangun dan tegakkan sorga di tanah muka Bumi ini lewat tiga hal utama:

• kasih sayang
• kegiatan menolong
• pengembangan iptek

supaya kehidupan kita semua, dan kehidupan organisme lain, makin baik, sehat, bersahabat dan membahagiakan semua.

Burung-burung tidak akan pernah telat untuk terbang dan mendatangi anda untuk memberi anda makan dan minum yang secukupnya, dari langit. Jika tak ada kawan di muka Bumi yang dekat anda, tapi hanya kesunyian tanpa nada, the silence of all silence, maka tataplah langit. Ajak bicara trilyunan kartika yang terang bercahaya. Mereka yang di langit, siang dan malam, akan menjadi kawan-kawan akrab dan setia. Menyelubungi dan menyelimuti dan menghangatkan tubuh, hati dan akal.

Jika bunga di padang begitu indah didandani, dan burung di udara dan di pepohonan begitu riang dan terpelihara, dan jangkrik riang gembira bernyanyi, dan kunang-kunang semarak bercahaya, apalagi anda semua yang memiliki hati, jiwa, pikiran, ucapan dan perbuatan yang luhur dan mulia.

Wahai kawan, sorga ya di muka Bumi ini, tak ada pilihan lain. Sungguh, tak ada pilihan lain yang real dan bermakna.

Sesudah anda mati, tak ada lagi tubuh, tak lagi ada otak, tak ada lagi lima indra, tak ada lagi gerak, tak ada lagi aktivitas mental, tak lagi ada hati, tak ada lagi waktu, tak ada lagi pengalaman, tak ada lagi tanggungjawab, tak ada lagi sejarah, tak ada lagi cita-cita pemacu.

Anda tidak bisa lagi berkunjung ke panti asuhan. Tak ada lagi kegiatan latihan paduan suara. Tidak lagi ada kesibukan mengantar anak-anak ke sekolah. Tak bisa lagi mengajar sebagai dosen. Tak ada lagi kegiatan lari pagi. Tak bisa lagi anda bermain cinta. Tak ada lagi tanggungjawab sosial politik, kebudayaan, kesenian, dan ekonomi anda.

Juga, sesudah anda mati, bagi anda tak ada lagi planet Bumi yang menjadi rumah bersama umat manusia, tempat kita menanam tetumbuhan, membangun pabrik, mendirikan universitas, menyusun ilmu pengetahuan, mendirikan perumahan, membangun irigasi, membangun tempat rekreasi, mengikat relasi sosial dan memajukan peradaban.

Yesus sungguh betul, kerajaan sorga itu datang ke Bumi ini sekarang, bukan didatangi sesudah kita mati.

Setelah anda mungkin berulangkali membaca seluruh uraian saya di atas, anda masih tetap mendambakan dan ingin masuk sorga setelah kematian, ya tak apa-apa.

Mungkin di sorga nanti anda bisa tahan hidup abadi, tanpa bekerja dan tanpa berkarya. Rehat abadi di sebuah dipan sorgawi, berbaring tanpa daya karena anda wafat di Bumi lalu masuk sorga pada umur 123 tahun. Mungkin juga anda di sorga hanya bernyanyi abadi, entah dengan melodi, lirik dan alat musik apa, sebab anda wafat saat anda masih belia, umur 23 tahun, sebagai seorang penyanyi beken generasi milenial di Bumi.

Namun, sebaiknya anda bisa dan mau melihat bahwa sorga yang sungguh real dan bermakna ya sorga di muka planet Bumi. Dan nanti juga sorga di planet-planet lain dalam sistem Matahari kita dan di dalam sistem-sistem matahari lain dalam galaksi kita Bima Sakti dan di luarnya, dalam ruang hampa alam semesta kita.

Sorga itu sebuah kata kerja, sebuah tugas, sebuah panggilan masa kini, bukan suatu angan-angan antahberantah di balik kehidupan, atau di balik kematian.

Baiklah, saya ucapkan: Damai sejahtera bagi Bumi dan segenap penghuninya.

Silakan share.

Salam saya, 
ioanes rakhmat

23 Nov 2017
Diedit 20 Nov 2021


Sunday, October 29, 2017

31 Oktober 1517, Hari Reformasi Protestan, sebuah kecelakaan sejarah!

40% WARGA JERMAN TEWAS DALAM "PERANG TIGA PULUH TAHUN" YANG BERKOBAR AKIBAT REFORMASI


Aku tidak yakin aku dapat menjelaskan apa artinya jika aku mengatakan bahwa aku berasal dari sisi Katolik Protestantisme. Tapi, paling sedikit, itu berarti aku tidak berpikir bahwa Kekristenan baru dimulai pada Reformasi.
--- Stanley Hauerwas


Pada 31 Oktober 1517 di pintu gereja Wittenberg, Jerman, Martin Luther menancapkan 95 tesisnya, tertuju ke Uskup Agung Mainz. Semua tesisnya ini melawan posisi doktrinal dan praktek Gereja Katolik di eranya.




Selanjutnya, gerakan reformasi gereja yang bergelombang luas muncul di seluruh Eropa yang berujung kelahiran Gereja Protestan.

Reformasi abad ke-16 dalam roh kekristenan dan nasionalisme Jerman ini umumnya dilihat berdiri atas tiga prinsip keyakinan, yaitu Sola Scriptura ("hanya Alkitab"), Sola Fide ("hanya iman") dan Sola Gratia ("hanya karunia").

31 Oktober diperingati hingga saat ini sebagai hari Reformasi Gereja, yaitu hari kelahiran Gereja Prostestan sebagai akibat reformasi yang dijalankan para tokoh Reformasi seperti Martin Luther, Ulrich Zwingli, Heinrich Bullinger, Yohannes Kalvin, John Knox, dll, selain juga radikalis Reformis seperti Thomas Muntzer dan Karl Stadt dll.




Gerakan Reformasi di Eropa ini berakhir tahun 1648 dalam Perdamaian Westphalia setelah berakhirnya Perang 30 Tahun (1618-1648) sebagai akibat susulan Reformasi Protestan, dengan menghancurkan nyaris seluruh Jerman dan menewaskan sampai 40 persen warga Jerman. 




Hemat saya, jika seluruh kehidupan orang Kristen Protestan masa kini di abad ke-21 ditundukkan pada Alkitab saja, dan segala hal dalam dunia harus diatur menurut seluruh ketentuan Alkitab saja, seperti kemauan Yohannes Kalvin dulu atas kota Jenewa (yang gagal telak!), maka pola pikir dan kelakuan orang Protestan ini bukan saja tidak akan jalan, tapi juga tergolong dalam ideologi teokratisme, atau paralel dengan ideologi khilafah dalam dunia Islamis radikal.

Di NKRI teokratisme tidak berlaku. NKRI tegak di atas hukum positif ("lex positiva" atau "ius positum") yang disusun legislatif dan/atau eksekutif dan disahkan lembaga tinggi legislatif DPR. Agama-agama diberi kebebasan diamalkan oleh masyarakat dalam semangat ideologi Pancasila, dilindungi negara, tapi tidak mengatur pemerintahan NKRI.

Silahkan share, jika ingin.
Thanks.

ioanes rakhmat
28 Okt 2017

Hari Sumpah Pemuda
"Kita tidak sama,
kita kerja sama."
☆ Presiden Joko Widodo