Monday, April 3, 2017

Wahai teman, para ateis itu bukan hamba setan!


Ilustrasi Cloud Computing. Mungkin ini sorga data dan informasi langit yang real...


Seorang pegiat di suatu gereja berkeberatan atas pernyataan saya dalam sebuah tulisan saya bahwa para ilmuwan adalah HAMBA TUHAN. Dia protes. Ini prinsip, katanya, serupa dengan gaya para Kristen evangelikal.

Alasan dia, karena banyak saintis yang ateis. Anti-Tuhan. Lalu dia sebut dua nama besar: Albert Einstein dan Stephen Hawking. Katanya yakin: mana mungkin dua saintis ateis anti-Tuhan ini Hamba Tuhan.

Ini tanggapan saya kepadanya (lewat WA):

Ya sudah, saya gak maksa anda atau orang lain kok untuk terima tulisan dan pikiran saya. Tapi, hemat saya, anda perlu baca tulisan saya itu kembali berkali-kali karena ketahuan anda belum memahaminya dengan benar. Terpasang di sini.

Pahami lagi ya. Saya ini pemikir, orang yang mengedepankan akal, nalar dan ilmu pengetahuan dalam banyak usaha untuk memahami, mengerti dan menjelaskan berbagai fenomena dalam dunia ini.

Saya ini pemikir pejuang. Terus berpikir dan menjelajah, karena ingin saya tiba di ujung infinitas yang tak ada ujungnya. Tiba di ujung yang bukan ujung, di akhir yang bukan akhir.

Saya bukan pemikir letoi pecundang, yang tak mau dan tak mampu lagi berpikir progresif. Atau karena sudah letoi dan ringkih, kalah dengan rayuan dan lipstik uang, kedudukan dan kekuasaan.

Jadi, saya gak mau ulang-ulang advis lama. Alhasil, saya bosan dengan klise-klise agama. Agama lebih banyak bikin ribut dewasa ini di seluruh dunia. BISING. BIkin puSING. BIkin SintING.

Tak ada Tuhan dalam kebisingan. Tuhan, saya alami, ada dalam keheningan. Tetapi, tentu, Tuhan itu mahaberada.

Jika anda mencari Tuhan dalam kebisingan ritual-ritual keagamaan anda, dalam kebisingan mempercekcokkan visi dan misi keagamaan anda, dalam kebisingan organisasi kelembagaan keagamaan anda, dalam kebisingan mengumpulkan dan menilep uang organisasi kelembagaan keagamaan anda, maka tidak ada Tuhan dalam semua kebisingan itu.

God is the silent, the still, the quiet.

Dalam kebisingan, orang jadi tuli dan stres, dus gak bisa lagi mendengar suara orang lain yang mungkin juga keras dan menambah bising; apalagi mendengar "suara Tuhan" yang sunyi, senyap, silent, tak terdengar, tak tersadap, tak bisa direkam dalam pita kaset jadul atau dalam disk atau flashdisk modern atau di dalam "awan kemuliaan ilahi" Cloud Computing.

Tapi saya menyukai banyak metafora keagamaan yang terbuka untuk dipahami dari sudut-sudut pandang baru.

Metafora itu bagian dunia senibudaya, dipakai dapat dalam bentuk wahana sastra untuk berbicara tentang dunia-dunia yang tidak dikenal atau yang imajiner, atau sebagai ibarat atau kiasan atau perumpamaan. Bisa juga dalam bentuk wahana seni lukis, seni pahat, seni drama, seni suara, seni gerak, atau seni sinematografis, dll.

Lewat metafora, anda pindah atau menyeberang (Yunani: ferein) untuk masuk ke kawasan-kawasan lain yang melampaui atau yang ada di seberang (Yunani: meta) kawasan dunia sehari-hari anda. Kawasan-kawasan seberang ini kawasan nilai-nilai yang lebih tinggi, kawasan transenden, kawasan adinilai.

Kalau anda sudah cukup jauh menjelajahi kehidupan dan pemikiran para saintis, anda akan menemukan fakta bahwa mereka pun tidak jarang memakai metafora-metafora ketika berusaha menerangkan hal-hal yang rumit dan belum terpahami dalam dunia sains.

Selain itu, saya tetap mendekatkan diri kepada Tuhan yang sunyi, yang senyap, the Silent God. 

Listen to the silent God. The noisy God doesn't exist. Noisy religious believers never know the Silent God, while the noisy God never exists. Actually, they believe in God-of-nowhere, in nothing.

Tuhan dalam dunia iptek tentu saja bukan "Bapak yang bertakhta di sorga". Tapi kemahatahuan tanpa batas. Infinitas. Tanpa bilangan. Tanpa angka. Tak terdefinisikan. Lebih luas dari Tuhan-tuhan agama-agama, sebab oleh agama-agama terlembaga, Tuhan YMTahu dan YMTakterbatas telah dibatasi dan dikurung dalam petak-petak doktrin, akidah, kredo, ideologi, ritual dan organisasi. Dalam sikon pengerangkengan ini, Tuhan YMTakterbatas telah mengelak dan menyelinap pergi, membebaskan diri.

Einstein mengembangkan sendiri konsepnya tentang Tuhan dalam jalur yang sudah dibuka Baruch Spinoza. Di antara para fisikawan, ungkapan "the Einsteinian God", tidaklah asing atau mengejutkan.

Bagi Albert Einstein, hukum-hukum sains dalam jagat raya yang tanpa batas, yang belum seluruhnya para ilmuwan pahami dan temukan, dan yang menjadi landasan struktur alam semesta dan memberi orde harmonis pada jagat raya, dipenuhi misteri dan tak akan pernah habis dipahami manusia.

Hukum-hukum sains ini juga, paradoksalnya, menuntun kita kepada infinitas, ketidakberhinggaan, yang tidak akan pernah dapat dirumuskan untuk menjadi sebuah hukum besi sains lainnya.

Jika diungkap dalam satu kata sebagai sebuah metafora, misteri dan ketidakberhinggaan inilah "God", "the Einsteinian God". Tuhan yang mahatakterbatas, yang manusia dapat pahami dan imajinasikan selangkah demi selangkah, tanpa akhir.

Pikiran dan imajinasi kita itu ibarat ikan-ikan kecil warna-warni yang, dari satu generasi ke generasi selanjutnya, sedang berenang-renang dengan ceria ke segala arah di kedalaman lelautan yang tidak memiliki dasar, tepi atau pantai atau permukaan, atau pulau atau pelabuhan.

Einstein memang dengan terang telah menyatakan bahwa dia tak bisa terima Tuhan yang dibuat serupa manusia, "sang Bapak Yang Lanjut Usia dengan jenggot yang putih lebat yang ada di langit" (ini gambaran dalam kitab Daniel; bukan karangan saya). Ini namanya ANTROPOMORFISME TEOLOGIS, artinya Allah (Yunani: theos) digambarkan dalam rupa (Yunani: morfee) manusia (Yunani: anthropos), dan juga otomatis diberi sifat-sifat manusia.

Albert Einstein menolak teologi antropomorfis ini meski sang saintis besar ini berlatarbelakang agama Yahudi yang kitab sucinya (Tanakh) penuh dengan metafora teologis antropomorfis.

TUHAN Albert Einstein terlalu besar untuk dijejalkan ke dalam kitab suci bangsanya. Sebaliknya, kitab suci itu kekecilan untuk menyimpan Allah menurut konsep Einstein.

Bagi saya, baik Einstein, maupun Hawking yang menaruh perhatian dan kepedulian besar pada daya tahan kehidupan Homo sapiens di masa depan dan telah berulangkali mendesak para ilmuwan untuk, dalam kurun yang masih tersisa, mengubah planet Mars menjadi tempat tinggal kedua kita, lebih tinggi status mereka sebagai Hamba Tuhan meski keduanya menolak konsep tradisional tentang Tuhan yang disusun manusia-manusia kuno dan dapat dibaca dalam kitab-kitab suci.

Sumbangan Einstein dan Hawking luar biasa besar dan bernilai kepada dunia, umat manusia dan peradaban yang dibangun di atas iptek modern. Billy Graham, Bunda Teresa (!), Martin Luther, maaf, gak ada apa-apanya jika dibandingkan dua saintis besar ini, sejauh terkait kemajuan peradaban modern yang dibangun di atas sainstek modern. Dari buahnya kau kenal pohonnya, bukan dari doktrinnya.

Doktrin-doktrin religius yang diklaim paling benar dan paling mulia silakan dipropagandakan ke mana-mana, tapi apa hebatnya jika ternyata (anda tentu tak buta fakta) banyak juru propaganda itu (tentu tidak semua) jadi megalomaniak dan psikopat, haus duit, haus kekuasaan, haus seks, serakah terhadap kehidupan. Hati-hatilah terhadap bujuk rayu WEIN, WEIB, GESANG, GELD und MACHT!

Jika juru propaganda doktrin-doktrin keagamaan yang diklaim hebat itu ternyata hidup dengan mengumbar nafsu semacam itu, apakah betul mereka menghamba pada Tuhan? Atau malah sebetulnya mereka menghamba pada sosok-sosok lain yang sama sekali bukan Tuhan YMPengasih dan MPenyayang dan MTahu?

Silakan sebut Einstein dan Hawking hamba Setan, kalau itu memang yang anda inginkan./*/ Saya yakin, dua ilmuwan besar ini gak akan ngamuk, paling cuma tersenyum. Bagi sangat banyak orang, juga bagi saya, mereka jauh lebih dekat ke diri Tuhan YMTahu ketimbang Ratzinger dan John Calvin.

Begitu saja. Stay calm.

/*/ Menyetankan orang lain yang berbeda atau lawan yang lebih tangguh adalah bagian dari strategi "name-calling" ritualisme religius. Jika lawan sudah diberi label negatif setan atau babi ngepet atau jejadian, atau serigala, atau vampir, maka setiap anggota grup yang memberi label itu wajib melakukan ritual pengusiran setan atau eksorsisme. 

Ritual ini ditujukan kepada lawan-lawan yang sudah sepihak dikategorikan jahat atau najis, ya setan atau babi ngepet atau apapun yang dipandang buas dan anti-Tuhan.

Karena manusia lain itu sudah diubah sepihak sebagai setan atau babi ngepet atau jejadian atau vampir atau kampret, atau tukang sihir, maka orang lain yang sudah diberi "name-calling" itu harus ditengking, setannya diusir, atau orangnya dirantai, disiksa dan digempur sampai mati. 

Itulah salah satu strategi tempur melawan musuh yang terlalu kuat, dengan musuh itu dihina dan direndahkan dulu habis-habisan secara sepihak. 

Ritual eksorsisme, sebagai ritual, memberi legitimasi terhadap anggota grup pemberi label untuk melakukan kekerasan dan pembunuhan terhadap lawan atau anggota grup lain yang berbeda. Bagi mereka yang melakukan ritual ini, menyiksa dan menewaskan lawan adalah hal yang patut. Dalam situasi ini, ritual dan penyiksaan dan pembunuhan menjadi satu. Penyiksaan dan pembunuhan menjadi ritual.

Jika ritual ini sudah berhasil dijalankan dengan sang setan atau sang vampir atau sang jejadian atau sang babi ngepet-nya sudah ditengking, dipasung, dibekuk, atau dihancurkan, maka grup pemberi label-label ini melihat disharmoni sosioreligius sudah ditiadakan, dan harmoni sudah ditegakkan kembali. Tentu saja, harmoni dan disharmoni ini didefinisikan sepihak oleh grup pemberi "name-calling".

Strategi ritual "name-calling" dan eksorsisme dipakai banyak kalangan sejak zaman kuno hingga kini dalam berbagai bentuk. Label-labelnya juga beda-beda, bergantung lingkungan sosiobudaya dan sosioreligius. 

Di negeri kita kini, banyak "name-calling" yang sedang bermunculan di tengah persaingan dan pertikaian memperebutkan banyak hal antargrup-grup yang berbeda. Silakan daftarkan sendiri.

Jahatkah ritual "name-calling" eksorsisme? Sangat jahat. Banyak orang benar dan tak bersalah, mati dibunuh lewat strategi ini.

N.B.
Jika anda mau penuh dan puas mengenal Stephen Hawking dan Albert Einstein, ada sebuah tulisan komprehensif saya tentang mereka. Ini linknya https://ioanesrakhmat.blogspot.co.id/2012/06/stephen-hawking-dan-albert-einstein.html?m=0.

Jakarta, 03 April 2017

Salam
ioanes rakhmat


Saturday, April 1, 2017

Meng-AGAMA-kan sains, dan men-SAINS-kan agama. Loh, itu oxymoronik!



"Kebencian terhadap Barat, jika ada umumnya karena 'victim-mentality' yang subjektif, tidak perlu membuat siapapun membuang sainstek modern. Jika dibuang, ya kita akan cepat mati. Jika anda tidak percaya, buktikanlah sendiri. Tapi saya tahu pasti, anda atau siapapun, bahkan orang yang sangat anti-Barat, tidak akan pernah mau membuktikannya sendiri."

"Ketahuilah, ada agama Barat, dan juga ada agama Timur. Tetapi jika anda menyatakan sainstek modern yang antara lain telah mengirim banyak wahana antariksa ke luar Bumi, ke planet-planet lain dalam sistem Matahari, bahkan ada yang sudah meninggalkan sistem Matahari lalu memasuki dunia antarbintang, sebagai sains Barat, maka anda sudah terjatuh ke dalam sebuah parit hitam kerancuan berpikir."

Seorang teman Muslim menyatakan bahwa dia berniat untuk membangun sebuah kerangka pemikiran yang akan bisa memperdamaikan sains dengan agama, dan agama dengan sains. Dalam bingkai pemikirannya ini, katanya, dia mau memperlihatkan bahwa AGAMA ITU ILMIAH dan SAINS ITU AGAMAWI. Pendek kata, dia ingin mengagamakan (dalam kasusnya: mengislamkan) sains, dan tentu saja juga segala sesuatu.

Niatnya ini bukan hal baru, datang pergi bergantian. Berikut ini tanggapan saya kepadanya lewat WA. Cukup panjang. Bacalah dengan cermat, anyway. Pasti obor pencerahan memberikan cahaya dan terangnya kepada anda.

1. Dengan memakai sebuah ungkapan dalam agama anda, mengagamakan sains itu ya syirik. Sains jadi absolut, mutlak, tak bisa salah, sama seperti Tuhan dalam teisme. Dalam agama monoteis yang berusia jauh lebih tua dari agama anda, Yudaisme, ada sebuah perintah tegas untuk manusia (umat) tak boleh mempertuhan sesuatu apapun yang bukan Tuhan.

2. Faktanya, sains itu tak absolut, relatif, bisa salah, selalu diuji dan diuji lagi berdasarkan bukti-bukti baru, dan dikoreksi atau ditinggalkan sama sekali. Sebagai seorang yang saleh, apakah anda mau atau berani memperlakukan Tuhan anda seperti itu? Pasti tidak. Jadi sains tidak sama dengan Tuhan dalam teisme. Jika kosa kata Arabik dipakai, Tuhan itu "LAISA KAMITHLIHI SYAIUN", artinya, "tak ada yang menyamainya".

3. Realitanya, tak ada satupun ilmuwan di dunia ini, sejak awal era modern hingga kini, yang mempertuhan dan menyembah sains atau berdoa memanggil sains.

4. Jadi, salah jika sains dijadikan agama. "Sains agama" adalah sebuah oxymoron: Dua hal yang berbenturan atau bertentangan  disatukan. "ES goreng" atau "segi tiga lingkaran" atau "garis lurus yang melengkung" atau "kebohongan yang jujur" atau "agamawan ateis" atau "ilmuwan yang bodoh" adalah ungkapan-ungkapan oxymoronik.

5. Sebaliknya, men-sains-kan agama juga sebuah oxymoron, dan hanya melahirkan suatu agama baru yang berparas ganjil, sama sekali bukan sains baru.

6. Misalnya, jika agama dijadikan sains, lahirlah bukan sains, tapi AGAMA-BUMI-DATAR-USIA-6.000 TAHUN.

7. Satu contoh lagi dari "agama sains": AGAMA-DINOSAURUS-SUDAH-HIDUP-BERSAMA-MANUSIA-KURUN-6.000 TAHUN LALU.

Mau lagi? Ini: AGAMA-MENGUKUR-ENERGI-KINETIK-KECEPATAN-GERAK-MALAIKAT.

8. Jelaslah: "mengagamakan sains" dan "mensainskan agama" hasilnya cuma oxymoron. Hanya melahirkan agama lagi yang berwajah aneh. Tidak pernah satu kalipun melahirkan sains terobosan yang para penemunya patut diberi Anugerah Nobel fisika, misalnya.

Tentu, ilmuwan yang saleh beragama penerima Anugerah Nobel ada banyak. Tetapi yang diberi Anugerah Nobel tentu bukan teks-teks kitab-kitab suci mereka atau agama-agama mereka, melainkan buah-buah kreativitas pemikiran dan eksperimen mereka yang luar biasa, yang menghasilkan temuan-temuan keilmuan terobosan yang luar biasa.

Setahu saya, TAK PERNAH ADA seseorang yang seumur kehidupannya hanya membaca dan menghafal teks-teks Alkitab atau teks-teks kitab-kitab suci lain tiba-tiba mampu menghasilkan temuan ilmiah terobosan baru, sehebat apapun dia diklaim sebagai pakar kajian kitab suci atau pakar penghafal seluruh isi kitab suci.

Temuan-temuan baru ilmiah yang absah tidak pernah berwatak partisan atau berlaku hanya untuk lingkungan sendiri yang esoterik. Tapi berlaku universal, lintasruang, lintaswaktu, lintasbudaya, lintasagama, dan akan bertahan untuk waktu yang sangat panjang atau malah dapat bertahan abadi.

Jika anda sudah memahami seluk-beluk ilmu pengetahuan, tentu anda akan langsung sepakat bahwa tidak ada apa yang dinamakan ilmu pengetahuan Yahudi atau ilmu pengetahuan Kristen atau ilmu pengetahuan Islam atau ilmu pengetahuan Buddhis atau ilmu pengetahuan Hindu atau ilmu pengetahuan Kejawen dst. Kalau NGELMU Kejawen, ya ada. Tapi ilmu pengetahuan dan ngelmu adalah dua hal yang berbeda.

Seandainya ada sains Islam atau sains Kristen, ya sekalian saja islamkan atau kristenkan rambutan, jeruk, nangka, jambu bol, pisang, kucing, beruang, simpanse, bonobo, onta, anjing, babi, cicak, kadal, ikan, katak, kutu air, bakteri, janin, bayi, layang-layang, pesawat terbang, roller coaster, jarum, ginjal, jantung, paru, mata, hidung, bawang, payung, kembang, bulan, planet, galaksi, black holes, wormholes dan lain-lain.

Oh ya, ada satu hal lagi. Jika menurut anda ilmu pengetahuan Kristen itu ada, maka tentu ilmu pengetahuan itu hanya absah bagi orang Kristen. Selama anda masih Kristen, maka absahlah ilmu pengetahuan Kristen anda itu.

Nah, bagaimana jika kemudian anda pindah agama atau katakanlah anda menjadi ateis? Apakah status anda yang baru ini, sebagai orang bukan-Kristen, atau ateis, membuat ilmu pengetahuan Kristen yang sebelumnya anda yakini betul, masih tetap betul? Tentu anda akan menjawab, ilmu pengetahuan Kristen itu kini sudah tidak betul lagi. Jika itu jawaban anda, ya itu artinya ilmu pengetahuan Kristen yang sebelumnya anda yakini betul atau sahih, bukanlah ilmu pengetahuan, tetapi agama Kristen atau dogma Kristen. Jelas, bukan?

9. Dus, apakah ada jalan lain yang bukan jalan buntu oxymoron yang dinamakan "sains agama" atau "agama sains"? ADA.

10. Berikut ini jalan pikiran saya yang belum ditempuh orang lain, setahu saya, khususnya dalam teisme.

11. Saya mulai dengan teologi: Tuhan itu dipercaya mahatahu. Kemahatahuan Tuhan ini tanpa batas. Tak pernah habis. Tak pernah kering. Tak ada puncaknya. Tak ada dasarnya. Tak ada ujungnya. Tak ada bilangannya. Yang ada ketakberhinggaan. Infinitas.

12. Semakin kita dekat dengan sifat-sifat Tuhan, semakin mulia diri kita, menuju status Insan Kamil, Bodhisattva, Buddha, Krishna, Wishnu, Mahatma, Kristus, Rupa Allah.

13. Nah, jika Tuhan mahatahu, dan pengetahuan kita makin banyak, maka kita masuk ke sifat Tuhan, yakni mahatahu, yang kita raih sebagian demi sebagian. Tahap demi tahap. Lewat dialektika tesis versus antitesis. Akumulatif. Tak pernah selesai. Makin dekat Tuhan, malah makin jauh harus berziarah. Ke pelabuhan yang selalu samar, tak pernah terkunjungi untuk berlabuh.

14. Hanya lewat ilmu pengetahuan tentang jagat raya yang terus dikembangkan, kita makin banyak tahu, tanpa batas. Otak manusia memang bekerja terbatas, tapi batas ini sulit ditentukan. Ini pengalaman semua pemikir pejuang, pengalaman semua orang berakal yang mau memakai akal dan kemampuan bernalar mereka, bahu-membahu, topang-menopang, bergandengtangan.

Tapi, pemikir yang tidak tangguh dan bukan pejuang, pemikir yang sudah letoi dan kelelahan, pemikir pecundang, memilih untuk menyerah saat diperhadapkan pada hal-ihwal yang sulit, yang sebetulnya menantang. Hal-ihwal ini bisa dipecahkan hanya lewat keberanian berpikir berbeda, berakal dan bernalar tidak lazim, berpikir dan bernalar "out of the box", yang bukan asal berpikir, atau asal bernalar, atau asal-asalan ngoceh bak orang yang sedang sakit jiwa.

Juga lewat imajinasi yang berani dengan memakai landasan-landasan keilmuan yang sudah ada untuk terbang tinggal landas, jauh menuju angkasa. Pengetahuan dan imajinasi berinteraksi, bak awan-awan di angkasa yang saling kejar, merangkul, lalu membubung, bergantian, gulung-menggulung.

Selain itu, ilmu pengetahuan akan terus berkembang dan maju tanpa batas karena dihasilkan lewat kerjasama antarpara ilmuwan lintaszaman dan lintasgeografis, bahkan nanti mungkin lintasgalaksi dan lintasjagat-jagat raya.

Sifatnya yang akumulatif, partisipatif, progresif dan dialektis (tesis versus antitesis yang bermuara pada sintesis sebagai sebuah tesis baru) ini membuat jalan buntu abadi tak ada dalam dunia ilmu pengetahuan.

Seseorang yang mau memulai dari nol kajiannya sendiri atas suatu fenomena hanya karena dia mau orisinal murni, adalah orang buta yang melakukan kebodohan dan kemubaziran.

Dari waktu ke waktu, dari zaman ke zaman, manusia makin tahu banyak terus-menerus ya hanya lewat ilmu pengetahuan. Dari kerja akal dan nalar, dengan berpijak pada bukti-bukti empiris, lewat metode-metode riset yang kreatif, ilmu pengetahuan berkembang, pengetahuan-pengetahuan baru didapat. Aktivitas yang tak pernah selesai.

Lewat pengkajian-pengkajian ilmiah, dengan yang mutakhir membarui yang lama, manusia punya potensi menjadi serba tahu. Serba tahu yang tak pernah akan selesai sebagai titik, full stop. Tapi serba tahu yang selalu sebagai koma atau sebagai titik-titik. Serba tahu yang serba tidak tahu. Ini real, bukan oxymoronik. Lao Tzu menasihati, jika engkau berhasil menemukan sebuah pikiran, tertawakanlah pikiranmu itu. Kok? Ya, supaya anda bergerak maju terus-menerus.




15. Dus, ilmu pengetahuan adalah Jalan Mulia menuju pencapaian sifat kemahatahuan Tuhan. Sungguh-sungguh Jalan Mulia yang harus tidak dinodai oleh kenajisan, ketamakan, pelacuran, dan aib.

16. Lebih tegas: ilmu pengetahuan yang terus berkembang akumulatif, progresif dan dialektis tanpa akhir adalah JALAN MULIA NAN AGUNG MENUJU TUHAN Yang Maha Agung.

17. Karena itu, para ilmuwan yang mengabdikan diri dengan bermarwah pada ilmu pengetahuan adalah juga PARA HAMBA TUHAN.

18. Para ilmuwan itu hamba-hamba Tuhan bukan karena mereka taat dan saleh beragama dan rajin beribadah dan menyembah Tuhan lewat berbagai kegiatan keagamaan.

Itu bukan sebuah oxymoron. Tuhan tidak dikenal hanya lewat jalur-jalur agama-agama. Tuhan Yang Maha Tahu jauh melampaui, dan tidak bisa dikerangkeng dalam, agama-agama apapun.

Para ilmuwan mengabdi pada Tuhan Yang Maha Tahu tak lewat jalur agama-agama, tapi lewat JALAN ILMU PENGETAHUAN sebagai jalan memasuki kemahatahuan Tuhan yang tak terbatas, tahap demi tahap, lewat dialektika, bahu-membahu, lintasruang dan lintaszaman, dengan tekun dan berkomitmen penuh.

19. Jalan agama dan jalan ilmu pengetahuan adalah DUA JALAN BERBEDA MENUJU TUHAN Yang Maha Tahu. Keduanya tak bisa ditumpuk.

Kenapa tidak bisa ditumpuk? Karena Tuhan dalam ilmu pengetahuan adalah Tuhan Yang Maha Tahu tanpa batas, tak berhingga, infinitas. Sebagai infinitas, Tuhan dalam ilmu pengetahuan tidak bisa dipaksa masuk habis, dijejali, ke dalam kitab-kitab suci apapun, atau ke dalam doktrin-doktrin keagamaan apapun. Tuhan dalam ilmu pengetahuan didekati, diakrabi, lewat berbagai aktivitas keilmuan yang tak pernah selesai.


Sebaliknya, Tuhan yang sebetulnya tak terbatas, infinite, oleh agama-agama telah dikurung dan direduksi menjadi finite ke dalam institusi-institusi agama, ke dalam dogma dan akidah, ke dalam kitab-kitab suci, ke dalam ritual-ritual, yang beku dan kaku dan diabsolutkan. Cobalah rombak dan angkat kurungan-kurungan ini dan jebol pintu-pintunya, maka adu jotos dan pertikaian adalah muaranya.

20. Faktanya, sumbangan signifikan bagi peradaban dan kehidupan yang lebih baik DATANG UMUMNYA DARI ILMU PENGETAHUAN.

21. Obor penerang jalan kehidupan dan peradaban dan pencerah akal budi JUSTRU DINYALAKAN JAUH LEBIH BANYAK OLEH PARA ILMUWAN. Ini fakta, lepas dari ihwal apakah si ilmuwannya teis, agnostik, nonteis, atau ateis.

Dari buah kehidupan seseorang, bukan dari filsafat atau ideologi keyakinannya atau dari doktrin-doktrin keagamaannya, kita tahu pohonnya hingga akarnya. Banyak orang yang mengaku cerdas, berilmu, dan fasih berkhotbah tentang akhlak dan etika dan kebesaran Tuhan, eeeeh akhirnya masuk penjara karena kasus KKN.

22. Fakta juga: AGAMA-AGAMA lebih banyak menyulut api peperangan dan perpecahan dunia dan umat manusia dewasa ini.

23. Kenapa bisa begitu? Karena agama-agama menjadikan institusi mereka sendiri sebagai tujuan, dan Tuhan Yang Maha Tahu dilupakan

24. Ketika agama apapun dijadikan tujuan, dan bahkan disetarakan dengan Tuhan, sehingga Tuhan de facto tersingkir, maka hasilnya adalah pertikaian, korosi, ilusi dan pendangkalan dalam kehidupan beragama.

25. Apakah ilmu pengetahuan tak punya masalah? Apakah cuma agama sumber berbagai problem dunia yang kronis dan yang akut?

26. Oh tidak. Ilmu pengetahuan pun punya sangat banyak problem yang tak ringan. Ada yang sudah teratasi dan terpecahkan, dan ada juga yang terus bertahan membandel.

27. Tapi segala problem dalam dunia ilmu pengetahuan TAK DISELESAIKAN LEWAT PERANG dan PERTUMPAHAN DARAH dan HUJATAN.

28. Jika sedang menghadapi suatu problem teoretis keilmuan, problem ini diatasi lewat pengkajian lebih lanjut, tukar pikiran, evaluasi kritis, dan debat bermartabat. Di ruang debat ilmiah, para ilmuwan tak akan adu jotos.

29. Jika diperkirakan akan muncul sekian problem etika terkait berbagai ujicoba di lab, para ilmuwan mendiskusikan soal ini dengan terbuka. Banyak pihak pengambil kebijakan dalam banyak segmen masyarakat dan dunia dilibatkan. Sikap inilah salah satu etika dunia keilmuan.

30. Lewat pengkajian lintasilmu dan lintasbidang atas suatu fenomena, hasil yang dicapai akan jauh lebih solid, lebih kaya dan lebih handal. Jika suatu prediksi ilmiah yang semula diyakini akan terbukti atau terkonfirmasi ternyata akhirnya gagal dibuktikan atau gagal ditemukan secara empiris, kegagalan ini biasanya menjadi titik tolak baru untuk memulai pengkajian-pengkajian baru dengan pendekatan-pendekatan yang berbeda.

31. Karena tak ada klaim mutlak-mutlakan dalam dunia sains, setiap perbedaan pendapat memacu penelitian lebih jauh. Dalam dunia sains, perbedaan pendapat malah dicari dan sangat diperlukan. Tak ada ketakutan terhadap pendapat-pendapat ilmiah yang berbeda.

32. Problem teoretis apapun dalam dunia sains adalah peluang untuk meneliti lebih jauh, mencari pendekatan-pendekatan alternatif, dan menarik kesimpulan yang lebih mendasar dan lebih kokoh.

33. Tapi ada juga PROBLEM MORAL INSANI dalam dunia ilmu pengetahuan, yang terkait dengan "vested interests" kalangan-kalangan tertentu dalam dunia politik, militer, dan ekonomi.

34. Dari antara para ilmuwan, ada banyak juga yang tergoda untuk menjadi para pelacur di dunia sains karena iming-iming.

35. Mereka disebut "junk scientists", yakni orang yang membangun pendapat-pendapat yang diklaim ilmiah karena dibayar mahal, tidak muncul dari kajian-kajian ilmiah yang cermat, objektif dan absah. Para intelektual pelacur ini tidak pernah habis dalam dunia ini.

36. Bayaran untuk "junk scientists" dapat berupa uang, jabatan politik atau berbagai fasilitas lain. Germo mereka ya para politikus dan para konglomerat yang sedang mengejar target-target politik, militer dan ekonomi tertentu. Di era Donald Trump sekarang di USA mereka banyak bermunculan dengan memutarbalik fakta-fakta perubahan iklim, keamanan Genetically Modified Foods, Plants, Crops and Organisms, dll.

37. Tapi dalam komunitas global para ilmuwan, "junk scientists" cepat ketahuan, lalu terkucil sendiri meski mereka, misalnya, sudah kuat di politik atau sudah kaya.

38. "Junk scientists" tak bisa merusak sains sebab sains punya hukum-hukum sains sendiri yang universal dan berlaku lintaszaman untuk waktu yang panjang.

39. Sifat universal dan lintaszaman suatu posisi ilmiah terlihat dari hasil yang sama jika posisi ini diuji lagi di mana saja, kapan saja dan oleh siapa saja. Sekalipun pendekatan dan metode penelitian ilmiah diganti, tetap saja para ilmuwan akan tiba di temuan dan kesimpulan yang sama jika temuan dan kesimpulan ini absah dan solid. Ini yang dinamakan sifat simetris invarian dari ilmu pengetahuan.

40. Lewat verifikasi universal dan lintas zaman inilah sains selalu terbuka untuk mengoreksi dirinya sendiri. Sains itu akbar karena mampu memeriksa dan mengoreksi diri lewat usaha para ilmuwan. Tak ada ilmu pengetahuan yang sudah final abadi.

41. Verifikasi dan koreksi diri ini dua karakter utama sains yang tak memungkinkan sains menjadi IDEOLOGI TUNGGANGAN para "junk scientists" dan germo-germo mereka.

42. Banyak orang yang berpendapat keliru bahwa sainstek yang terus berkembang dan kini sedang memasuki tahap-tahap kemajuan yang mengherankan sekaligus mendebarkan hati berakar pada dosa manusia. Kisah teologis tentang Adam dan Hawa di Taman Eden umumnya dipakai sebagai landasan skriptural bagi pendapat yang keliru itu.

43. Ini tanggapan saya: Kok sainstek berakar dari dosa? Ya salah. Sang perempuan Hawa dalam metafora Taman Eden bukan sang insan pembawa masuk dosa ke dalam dunia lewat keinginannya atau kuriositasnya untuk memiliki pengetahuan moral etis tentang hal yang baik dan hal yang buruk, hal yang benar dan hal yang salah, hal yang mulia dan hal yang aib.

44. Sesungguhnya, sang Hawa adalah simbolik insan primordial perempuan pencari dan pencerah kesadaran moral etik. Kesadaran ini juga menjadi bagian kesadaran para ilmuwan ketika mereka tak putus-putusnya mencari pengetahuan-pengetahuan baru, menjalankan eksperimen-eksperimen untuk menemukan mana pengetahuan yang benar dan mana pengetahuan yang salah, dan menerangi peradaban dengan obor terang ilmu pengetahuan mereka.

45. Satu poin sangat penting yang tidak boleh dilepaskan: Sainstek lahir dari kemahatahuan Tuhan yang dibagi bertahap lewat dialektika dan terakumulasi ke manusia dari segala latarbelakang, segala zaman dan segala tempat. Tujuannya ya supaya kehidupan manusia makin baik, peradaban makin maju, rasa kesesamamanusiaan makin kuat, planet Bumi, alam dan semua bentuk kehidupan terpelihara, bertahan dan lestari.

46. Jika dosa itu termanifestasi dalam berbagai sakit penyakit, azab dan kematian (seperti diajarkan gereja Kristen selama ini), tokh kita semua tahu dan banyak mengalami fakta yang menunjukkan bahwa sainstek medikal dan farmakologi menyembuhkan banyak sakit penyakit, mengatasi penderitaan, menyehatkan kehidupan kita, dan memperpanjang umur rata-rata manusia sedunia.

47. Sekarang ini sedang diusahakan sainstek hidup kekal. Ini bukan agama, tapi sainstek yang sangat menantang. Para sainstis dan teknolog bidang ini, dalam bidang ilmu gerontologi, memandang penuaan dan kematian sebagai suatu penyakit yang nanti akan bisa disembuhkan lewat berbagai metode teknis dan pengobatan.

Jadi ketimbang muncul dari dosa, sainstek malah mengalahkan dosa.

48. Akhirulkalam, saya ingin menegaskan sesuatu yang penting. Jika Tuhan itu mahatahu dan mahatakterbatas, jadilah Tuhan selalu sebagai Misteri Besar yang tidak akan pernah terhampiri tuntas dan habis. Siapakah yang bisa sampai di ujung infinitas, di muara ketakberhinggaan? Infinitas itu tak punya ujung, tak punya muara, tak memiliki angka.

Kalau anda beriman kepada Allah, anda sesungguhnya beriman kepada sesuatu yang belum selesai, sesuatu yang masih terbuka, sesuatu yang misterius. Misteri apapun selalu penuh teka-teki. Selama sebuah teka-teki belum terpecahkan, teka-teki ini belum selesai.

49. Karena anda beriman kepada sesuatu yang masih berupa misteri, teka-teki, iman anda seharusnya tak pernah bisa absolut, selalu relatif, masih dalam perjalanan, masih belum selesai bahkan tak pernah selesai, masih terus mencari jawab, masih terus bertanya, masih terus menyelidiki, dan tidak mungkin tidak bisa salah. Tidak ada ilmuwan manapun yang akan berkata, "Aku sudah selesai!"

Beriman itu ibarat berlayar atau berenang di lelautan luas dan dalam tanpa dasar, tanpa tepi, tanpa pantai, tanpa pulau, dan tanpa pelabuhan. Sementara berlayar dan berenang, kawasan-kawasan baru yang asing dan tidak dikenal terus-menerus ditemukan dan menunggu dieksplorasi dengan cermat dan terfokus.

50. Semakin beriman seseorang kepada Allah Yang Maha Tahu dan Yang Maha Takterbatas, semakin orang ini terbuka kepada berbagai kemungkinan baru dan menakjubkan di masa depan yang tak pernah berakhir. Dia akan memandang dirinya dan perjalanan kehidupannya selalu dinamis, belum selesai, tak pernah selesai, tak kunjung tamat, sekalipun suatu saat dia akan wafat.

Secara ragawi dan mental dia memang suatu saat wafat, tetapi perjalanan kehidupan dan pencariannya akan terus dilanjutkan orang-orang lain, tak pernah selesai, tak pernah berhenti. Albert Einstein sudah wafat, tapi pikiran dan pencariannya hidup terus dalam diri para fisikawan generasi-generasi setelahnya yang tak akan habis. Einstein belum selesai!

Tapi oleh teknologi, Einstein, Hawking, atau siapa pun, dapat diberi keabadian digital, lahir kembali dalam dan lewat perangkat digital yang dibangun berdasarkan seluruh data digital mereka atau data lain tentang diri mereka yang didigitalisasi. Sosok digital ini dapat bercakap-cakap kembali dengan si pengguna perangkat digital ini di masa kini dan di manapun.

Jadi, seharusnya dalam hidup bertuhan dan beragama apapun, ya tak ada sikap dan perilaku mutlak-mutlakan dan menang-menangan atau dengki-dengkian dalam diri orang yang beragama, entah orang ini ilmuwan atau bukan ilmuwan.

Ya, karena semua orang yang bertuhan dan beragama selalu ada dalam ziarah, dalam pelayaran di lelautan yang dalam, tak memiliki dasar, tak berpantai, tak memiliki pelabuhan final apapun.

Ada yang berenang sendirian; ada juga yang berenang ramai-ramai, bahkan bersama lumba-lumba, anjing-anjing laut, ikan-ikan warna-warni, bahkan dengan ikan-ikan duyung.

END.

Silakan share.

Jakarta, 01 April 2017
Ioanes Rakhmat


Monday, March 27, 2017

Occam's Razor atau Lex Parsimoniae

TUHAN ITU SIMPEL....




Si nona di atas ingin hidup simpel. Itu sudah cukup, katanya. Sementara banyak orang membuat kehidupan mereka jadi rumit, ruwet, ribet, menjelimet, kusut, dan menularkan semua ini ke orang lain. Anda pilih yang mana? Simple atau complicated?




Untuk menjawab pertanyaan di atas, saya perkenalkan dulu seorang rahib Fransiskan, filsuf skolastik Inggris, yang bernama William dari Ockham. Dia lahir di dusun Ockham, Surrey, Inggris, 1285; wafat 1347 di Munich, Bavaria, Kekaisaran Romawi Kudus. Sang rahib ini beken loh.

Hingga kini William dari Ockham terkenal, antara lain, dalam filsafat epistemologis dan prinsip metodologi keilmuan, yang diungkapnya ringkas, begini: "Entia non sunt multiplicanda praeter necessitatem." Artinya, "Tidak perlu memperumit hal-hal yang sebetulnya tidak rumit."

Pernyataan Ockham itu dikenal sebagai "Occam’s Razor" (atau "Ockham’s Razor"). Dalam ungkapan Latinnya dinamakan "lex parsimoniae", artinya “kaidah yang paling hemat kata”. Kaidah ini bersifat epistemologis, artinya: ikut menentukan KEABSAHAN atau KETIDAKABSAHAN suatu posisi PENGETAHUAN (Yunani: epistÄ“mÄ“).

Jika anda perlu tahu dulu epistemologi itu apa, baiklah saya usahakan sebuah definisi yang saya rumuskan sendiri. Epistemologi adalah "the logical procedure one utilizes to legitimize a scientific proposition or a scientific theory or a scientific hypothesis which should ever be verified."

Aah lebih enak, lebih simpel, ditangkap kalau definisi itu diungkap dalam bahasa Indonesia. Baiklah. 

Epistemologi adalah suatu prosedur logis yang digunakan orang untuk melegitimasi atau mengabsahkan suatu proposisi ilmiah atau suatu teori ilmiah atau suatu hipotesis ilmiah yang harus selalu diverifikasi.

Jadi, untuk mempertahankan bahwa suatu teori ilmiah anda atau sebuah posisi ilmiah anda itu sah, "legitimate", dan benar, anda harus uraikan dan beberkan apa alasan logis anda ("the logic you employ") atau prosedur pengujian logis atau metode yang anda pakai untuk menemukan dan mempertahankan kebenaran atau keabsahan posisi ilmiah anda.

Pendek kata, sesimpel mungkin, epistemologi adalah "logos" atau "logika" tentang keabsahan sebuah "epistēmē", sebuah "pengetahuan".

Biasanya, dalam dunia ilmu pengetahuan empiris, epistemologi yang dipakai adalah EPISTEMOLOGI EVIDENSIALIS (Latin: evidentia, "bukti"): keabsahan atau kebenaran suatu posisi keilmuan atau suatu pengetahuan ditentukan oleh, atau berdasarkan, bukti-bukti EMPIRIS. Artinya: bukti-bukti yang dapat ditangkap atau dicerap lima indra, atau lewat bantuan instrumen-instrumen teknologis seperti mikroskop, teleskop, kamera, spektroskop, atau instrumen sains terbesar di dunia sekarang ini yang dinamakan Large Hadron Collider, dll, atau lewat model-model matematis atau model-model komputer atau model-model statistik, dst.

Dalam epistemologi evidensialis, keabsahan sebuah pengetahuan diuji lewat apa yang dinamakan verifikasi, yakni pengujian berlapis berdasarkan bukti-bukti empiris yang bisa diajukan, teori-teori ilmiah besar yang sudah diterima, dan koherensi logis konstruk pengetahuan yang sedang diuji. Lewat verifikasi berlapis ini, keabsahan atau ketidakabsahan, kebenaran atau kesalahan sebuah posisi pengetahuan akan dapat diputuskan.

Jika tidak berpijak pada bukti, melawan teori-teori besar dan tidak memperlihatkan koherensi logis, maka suatu pendirian yang diklaim ilmiah kehilangan legitimasinya sebagai suatu posisi ilmu pengetahuan, lalu dibuang ke dalam keranjang sampah.

Jika si perancangnya tetap ngotot terus menyebarkan dan mempropagandakan apa yang diklaimnya sebagai "temuan ilmiah" tapi tidak lolos verifikasi, maka dia masuk ke dalam kawanan pseudosaintis.

Atau mereka masuk ke dalam gerombolan pelacur dunia ilmu pengetahuan yang dijuluki "junk scientists", yaitu orang-orang yang mengonstruksi suatu posisi yang diklaim posisi ilmiah berdasarkan pesanan dari penguasa politik dan/atau dari kalangan berduit untuk menggolkan tujuan-tujuan politik dan ekonomi mereka. 

Mereka mengagungkan apa yang dengan aneh dinamakan "post-truth", yakni pemutarbalikan kebenaran yang sudah diuji oleh ilmu pengetahuan, lalu menyebarluaskan pemutarbalikan kebenaran atau info dan data palsu hasil rekayasa ini dengan memancing dan memanfaatkan emosi dan perasaan manusia yang dibuat tidak terkontrol lagi oleh kebenaran, fakta dan etika.

"Junk scientists" adalah orang yang tak berakal, orang bodoh, lantaran hanya berpikir di jalur pesanan. Orang cerdas tak ada yang mau diperlakukan begitu atau memperlakukan diri begitu.

Di mana-mana dengan cepat para pelacur di dunia sains ini terlempar dengan sendirinya dari komunitas ilmuwan lokal, apalagi dari komunitas para ilmuwan tersohor dunia.

Nah, sekarang fokus kembali pada Occam's Razor. Kaidah Occam ini mencakup tiga unsur elementer dalam dunia sains.

Pertama: Jangan membuat rumit hal-hal yang sebenarnya tidak rumit.

Kedua: Teori yang paling mungkin benar adalah teori yang paling ringkas dan paling sederhana dari antara teori-teori yang ada yang lebih berbelit dan rumit.

Ketiga: Jika anda mau menjelaskan apapun, mulailah selalu dengan memakai hal-hal yang secara empiris sudah diketahui, jangan membuat lompatan-lompatan iman yang tidak memerlukan bukti-bukti dan teori-teori besar saintifik, tetapi penuh dengan asumsi-asumsi.

Makin banyak asumsi yang dibangun, makin rumit dan ribet jalannya dalam orang mencari kebenaran; dan semakin lemah fondasi kebenaran yang diklaim, lalu akhirnya klaim kebenaran ini amburadul dan ambruk. 

Makin sedikit asumsi dipakai dalam sebuah penjelasan atas suatu fenomena, penjelasan yang hemat kata dan sederhana ini makin diperlukan untuk menjadi sebuah pilihan ilmiah yang didahulukan. Saya sebut ini "preferential option for the simple".

Itulah Occam’s Razor yang perlu diingat terus jika anda masuk ke dunia sains empiris. Sebagaimana pisau cukur ("razor") dipakai untuk memangkas, Occam's Razor menyadarkan kita untuk memangkas hal-hal yang ribet dan rumit, alhasil hal-hal yang simpel akan kita peroleh.

Dengan demikian, Occam's Razor berfungsi heuristik (dari kata Yunani heuriskein, artinya "mencari"), sebagai suatu filosofi penuntun yang kita terapkan di saat kita harus memilah-milah dan mencari-cari dan menjatuhkan pilihan di antara banyak pilihan, mulai dari pilihan yang sangat rumit dan menjelimet hingga pilihan yang simpel, gamblang, praktis dan paling ekonomis.



Ilustrasi bedanya "simple" dan "complicated". Ditambahkan 27 Agustus 2021


Pikiran yang kusut, menjelimet, dan penuh asumsi dan prasangka, tidak pernah bermuara pada kebenaran dan ilmu pengetahuan, tapi menjadi sebuah sumber kerumitan dan kesesatan. Orang yang berakal, tak bisa kusut dalam berpikir. Jika suatu pikiran tampak kusut, si pemikirnya tentu bodoh, tak berakal dan tak mampu bernalar.

Ilmu pengetahuan justru ada untuk membawa manusia keluar dari kerumitan, dari ketakberakalan, dari kebodohan, dan membuat kehidupan jadi lebih mudah dan lebih simpel dijalani.

Jika seorang bodoh menolak ilmu pengetahuan, bahkan membencinya, maka kebodohannya menjadi tanpa batas, kedalaman dan ketinggian kebodohannya tak terukur. Sebaliknya, jika seorang cerdas terus-menerus haus dan mencari dan menimba ilmu pengetahuan dan mengembangkannya, maka kecerdasannya terus tumbuh makin tinggi dan makin rimbun, tanpa pernah berakhir.

Teman-teman Muslim tentu tahu sebuah kaidah fikih yang menyatakan: “Yassiru walaa tu ‘assiru.” Maksudnya: Permudahlah, jangan dipersulit.

Tidak usah dibuat ribet dan rumit, kalau sesuatu itu sudah simpel. Jika diperlukan, malah buat lebih simpel lagi. Ini kurang lebih serupa dengan ucapan sosok besar mendiang Gus Dur yang kita semua sudah tahu, “Gitu aja kok repot!” Kalau dicocok-cocokkan, ya mirip Occam’s Razor.

Nah, menjelang hari pencoblosan dalam Pilkada DKI 2017 putaran kedua, saya merasakan dan melihat hal bagaimana orang musti beragama itu, khususnya di DKI Jakarta, sedang menjadi sesuatu yang pelik, rumit, ribet dan kehilangan kesimpelannya.




Saking rumitnya beragama di Jakarta, ada pihak-pihak yang membuat sebuah meme yang bergambar pocong-pocong berkafan kain putih yang sedang berjalan ramai-ramai dalam sebuah barisan di jalan raya. Tentu anda tahu maksud dan latarbelakang meme itu dibuat dan disebarkan.

Ya, meski seagama, jika pilihan politik berbeda, maka orang yang memegang posisi politik yang berbeda ini, jika mati, diancam tidak akan menerima pelayanan ritual bagi mayat mereka. Alhasil, mayat-mayat harus urus diri mereka sendiri. Karena syahwat politik, agama dijadikan alat yang digunakan semena-mena. Ribet, rikuh, kusut dan menyakitkan hati, ya bagi mereka yang mempertahankan kejujuran, kesimpelan dan spiritualitas agung sebagai nilai-nilai luhur. Politik tanpa etika memang memporak-porandakan agama apapun.

Memang sejak dulu, ihwal beragama itu, hal "being religious", senantiasa dapat menjadi sesuatu yang rumit, menjelimet, sangat bikin ribet dan rikuh. Sudah pasti, oleh para pemuka agama-agama yang tak visioner, hal beragama itu dibuat pelik, rumit, kusut, berbelit dan ngelibet di sana-sini, bahkan sering melawan akal sehat, apalagi akal ilmiah, hanya untuk menggolkan kepentingan-kepentingan partisan mereka sendiri.

Timbul pertanyaan: Apakah Tuhan YMBaik, Al-Rahman dan Al-Rahim, YMTahu, adalah Tuhan yang rumit, ribet, dan berbelit, dus juga Tuhan yang membuat segala hal menjadi sulit, rumit, berbelit, melilit dan membelit, serta senang bikin rikuh dan bikin ribut?

Hemat saya, Tuhan itu tidak demikian. Tuhan itu simpel, dan ingin segala sesuatu dalam kehidupan manusia juga simpel, tidak rumit, tidak ribet, dan tidak berbelit. Keributan umumnya buah kerumitan dan keribetan. Syukurlah, God is simple. Simpel karena God is love. Satu kata saja: love. Cinta. Sufi besar Rabiah Al-Adawiyya jauh-jauh hari telah melihat ini.

Kita semua tahu, apalagi Tuhan, bahwa kehidupan yang rumit dan berbelit-belit membuat siapapun, termasuk para penguasa dan para konglomerat, apalagi rakyat kecil yang miskin dan kumuh, terperosok ke dalam parit stres dan depresi. Sudah pasti, dalam parit ini tubuh dan jiwa terus mengkeret lalu koit.




Tahukah anda dua pernyataan berikut ini? Yang satu diucapkan Albert Einstein bahwa "Saat solusinya simpel, itulah jawaban Tuhan." Lalu yang kedua dikatakan oleh Leo Tolstoy bahwa "Hal yang dibutuhkan, dibuat Tuhan simpel. Hal yang rumit, dibuat Tuhan tidak dibutuhkan." 

Kesimpelan dalam dunia sains ditekankan oleh Jacob Bronowski ketika dia, dengan mengacu ke Albert Einstein, menulis bahwa 

“Einstein adalah seorang yang dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang luar biasa sederhana. Dan apa yang diperlihatkan oleh karya-karyanya adalah bahwa ketika jawaban-jawabannya juga sederhana, maka anda dapat mendengar Allah yang sedang berpikir.” 

Ya, Tuhan YMBaik itu, sang Cinta kudus, sepemikiran dengan William dari Ockham.

Karena mencari penjelasan-penjelasan yang simpel dengan berdasar bukti-bukti, bukan berdasar asumsi-asumsi yang serba menjelimet, atas berbagai fenomena alam raya, ilmu pengetahuan mudah sekali maju dan berkembang. Catat, "simpel" itu bukan "naif". 

Orang yang naif adalah orang yang tidak banyak pengetahuannya, penuh prasangka, tidak punya pengalaman, tidak punya kemampuan berpikir dengan cermat, tidak arif, dan kerap hantam kromo. Berbicara asal jadi, asal bunyi.

Orang yang berpengetahuan luas dan banyak pengalaman, serta memiliki kearifan, wisdom, selalu berupaya berbicara simple, menjelaskan dengan gamblang, menjauh dari pemborosan kata, rendah hati, dan memperlihatkan kehidupan yang sederhana tetapi mulia. Banyak intelektual besar Indonesia menjalani kehidupan mereka sesimpel mungkin. 

Nah, saya kira, jika agama-agama mau juga maju, tidak ketinggalan zaman, tak berubah jadi undur-undur yang berjalan cuma mundur, Occam's Razor juga perlu dibawa masuk ke dalam dunia agama-agama.

Kalau seorang petarung renang mana pun memakai baju renang yang gombrong dan terus bikin ribet dan membelit-belit anggota-anggota tubuh, pasti dia akan kalah telak saat bertarung dengan seorang perenang lain yang berpakaian renang yang sangat ringkes dan menempel ketat pada tubuh.

Beragama itu ya berenang dengan gesit dan tangkas, melaju cepat, makin maju jauh dan jauh ke depan, di lelautan cinta kasih Tuhan, di samudera kemahatahuan Tuhan sebagai sumber besar segala ilmu pengetahuan dan kearifan.

Berenang untuk apa? Ya untuk rekreasi, untuk menciptakan hidup kita baru terus-menerus, dan untuk membawa dan meneruskan lebih jauh dan lebih luas lagi cinta kasih Tuhan Yang Maha Baik dan kemahatahuan Tuhan Yang Maha Tahu lewat ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan tahap demi tahap.

Simpel gitu kok. Bak makan sepiring nasi dengan lauk sambel dan pecel doang.

Jakarta, 27 Maret 2017

Baca juga

Salam,
ioanes rakhmat


Thursday, March 23, 2017

Mama, engkau tidak boleh menjadi tua!
Jangan sampai menangis ya!

Mama, aku tak mau kamu jadi tua!

Usia tambah, tubuh jadi jompo, degeneratif, menua, adalah hal lumrah dalam jagat raya, untuk segala hal, yang biologis dan yang nonbiologis. Karena bekerjanya ENTROPI atau The Arrow of Time dalam fisika.

Akibat entropi, sistem biologis tubuh anda lambat-laun masuk ke kondisi chaotic, kehilangan harmoni dan sinkronisasi, lalu akhirnya collapse dan terdekomposisi, terurai berantakan.

Menjadi tua, lalu mati, bukan kutukan, kutukan dewa atau kutukan setan, tapi bagian dari hukum-hukum fisika. Tetapi akan tiba saatnya, proses penuaan tubuh dan mental manusia bisa dilawan dan dikalahkan lewat ilmu pengetahuan tentang hidup kekal. Tapi, hidup 2000 tahun atau hidup tak bisa mati, apakah bukan sebuah azab juga? Saya tak bisa menjawab pertanyaan berat ini sekarang.

Kanak-kanak, saya juga dulu di usia 6 tahun, kaget saat pertama kali tahu bahwa manusia bisa tua lalu mati. Pangeran Siddhartha Gautama, menurut legenda Buddhis, tersentak dengan soal ini malah ketika dia sudah dewasa, saat dia pertama kali, di luar istana ayahnya, melihat seorang kakek jompo yang sedang berjalan bungkuk dengan susah payah dan iringan orang-orang yang meratap yang sedang mengantar sebuah keranda jenazah yang diusung.


Jadi, bagi anak-anak dan bagi orang dewasa, bagi semua orang, hal menjadi tua lalu mati (atas diri sendiri dan juga atas orang yang dikasihi), adalah suatu pengetahuan tentang fakta yang menimbulkan rasa takut yang dahsyat. Mengerikan. Menimbulkan rasa duka yang sangat dalam. Ini baru pengetahuan, apalagi faktanya.

Ini bagian dari "Big Questions", pertanyaan-pertanyaan besar, tentang kehidupan. Mengapa kita lahir, lalu masuk ke umur jompo, lalu akhirnya menjadi mayat, mati? Apa sebetulnya tujuan kita dilahirkan? Apakah memang ada tujuannya, ataukah kebetulan saja kita dilahirkan tanpa kita minta?

Pelan-pelan anak-anak akan juga bisa menerima fakta kematian kekasih-kekasih mereka. Tapi masih banyak Big Questions yang akan menerjang pikiran dan hati mereka sementara mereka bertumbuh dewasa.

Orang-orang yang berilmu dan arif perlu membimbing mereka untuk mereka dapat menemukan sendiri jawaban-jawaban yang bermakna untuk mereka atas berbagai pertanyaan eksistensial besar yang bermunculan satu demi satu dalam perjalanan kehidupan mereka. Tanpa jawaban yang bermakna, kehidupan mereka akan kehilangan energi pendorong.

Nah, supaya anda dapat hidup bermakna, dan mumpung anda sekarang masih muda dan masih hidup, ya berbuat baiklah sebanyak-banyaknya untuk membuat duka dan azab berkurang dalam dunia ini. Supaya rasa takut hidup teratasi, apalagi rasa takut mati, dalam diri orang banyak, dan khususnya dalam diri anda sendiri. Makna hidup ada di situ, tidak di kegiatan lain yang hanya mempertontonkan ketamakan, kemewahan, dan kebrutalan anda.

Mati meregang nyawa itu cuma sekejap, paling lama 10 menit. Tapi hidup itu, dengan semua suka duka dan azab yang banyak, panjang loh. Bisa sampai 70 tahun atau 120 tahun, bergantung pada sekian hal: jam biologis kehidupan kita seluruhnya, cara kita hidup, cara kita memelihara kesehatan, keamanan atau ketidakamanan hidup kita sehari-hari, kondisi lingkungan hidup kita, dan peristiwa-peristiwa yang datang tak terduga.

Jelas, berani mati itu gampang, cuma butuh waktu sekejap. Tapi berani hidup itu, sangat sulit, perlu waktu puluhan tahun untuk bisa menang dalam kehidupan yang penuh azab dan pergumulan.

Jadi, dalam kehidupan normal sehari-hari, beranilah hidup, bukan berani mati. Hanya orang pengecut yang berani mati, tapi tidak berani hidup.

Apapun juga, karena setiap orang bisa mati detik ini juga atau mati mendadak tanpa persiapan, ya selagi nafas dan energi tubuh masih ada, berbuat baik dan sebarkanlah kasih sayang ke sebanyak mungkin orang. Itulah makna kehidupan kita. That is the meaning of our lives! Jalani hidup yang bermakna semacam ini dengan berani!

Bagikanlah dengan berani apapun yang baik dan bermanfaat yang anda punya ke orang lain yang memerlukan, mulai ke orang yang terdekat hingga ke orang yang terjauh. Di depan mata anda, atau jauh di belahan lain dunia. Di era Internet, mata anda bisa ada di seluruh dunia.

Saatnya kita mati akan tiba juga. Saatnya kita ditangisi dengan penuh duka pasti akan terjadi. Saatnya kita tidak bisa tertawa dan tidak bisa menangis lagi, akan pasti datang. Saatnya kita tidak bisa lagi hidup gemerlap, tidak bisa lagi makan enak di resto-resto besar, dan tidak bisa lagi keliling dunia dengan biaya ratusan juta hingga milyaran rupiah, AKAN JUGA DATANG, bisa detik ini, bisa juga besok atau lusa. Yakni ketika kita sudah menjadi mayat. Datangnya bisa senyap, bisa juga dengan keriuhan kata, hiruk-pikuk, dan banjir air mata. Hidup memang begitu. Begitulah hidup.

Saat kematian tiba, dan tubuh anda sudah terbujur kaku dan dingin, madah dan ritual keagamaan tidak bisa anda dengar dan rasakan atau pahami lagi. Mati adalah "the point of no return", masuk ke rumah ketiadaan dan kesunyian.

Madah hanya menghibur orang yang hidup, dan ritual cuma menjadi kesibukan agama. Mayat tidak memerlukan penghiburan, juga tidak butuh ritual. Supaya anda yakin, tanyailah setiap mayat, jangan tanyai orang yang sedang sekarat karena mereka juga tak bisa menjawab.

Ya, orang lain sibuk dan repot dan bikin ribet di sekitar mayat kaku anda. Tapi semuanya itu tidak ada lagi gunanya buat anda, tak lagi berpengaruh pada mayat anda. Dan "anda" sendiri sudah bukan "anda" lagi. You don't exist anymore. Ke mana "anda" pergi, no one knows! Or else, most people know, you go to nowhere. You have finished. You have arrived at a house of nothing, a home of stillness.

Ketika ajal datang, tubuh kita yang sexy, rambut kita yang indah, tas tangan kita yang berharga ratusan juta rupiah, atau tubuh anda yang kokoh dan kekar, tidak akan dibawa. Begitu juga semua harta, termasuk rumah-rumah mewah dan tanah-tanah anda yang luas di banyak lokasi di dalam dan di luar negeri, dan bergunung-gunung uang simpanan anda, tidak bisa anda pakai lagi.

Kita cuma butuh tanah paling luas 3m x 3m, sebagai lahan rumah masa depan, yang dinamakan KUBURAN atau MAKAM.

Kalau tubuh anda berakhir sebagai setumpuk kecil debu halus hasil kremasi, lewat pelarungan sisa-sisa tubuh anda sebagian tertebar di permukaan air laut dan sebagian lain terhembus angin entah ke mana, mungkin terbang ke dunia bintang-bintang, entah bagaimana caranya.

Atau jika ongggokan debu halus sisa jasad anda dimasukkan ke dalam sebuah guci yang sesudahnya ditutup rapat, rumah masa depan anda ya guci itu yang dibiarkan tenggelam sampai di dasar laut dangkal.

Atau bisa juga rumah idaman masa depan anda cuma sebuah kotak tempat orang menitipkan guci-guci debu mayat dengan kewajiban membayar.

Sedihkah anda saat membaca apa yang baru saya ungkap di atas? Kalau sedih, ya tidak apa-apa. Di dunia ini sangat banyak kok orang yang bersedih lantaran sangat banyak hal. Sedih, pedih dan ringkih tertatih itu bersaudara. Bagaimana dengan orang-orang yang punya kekuasaan besar dan harta yang sangat banyak jumlahnya?

Kekuasaan politik, kekuatan militer dan paramiliter, kedudukan tinggi hingga ke langit, nama yang bergelar panjang berlerot, harta simpanan setinggi Gunung Everest, dan para dayang sexy, atau para pria muda nan jantan mitra seksual anda, yang sebelumnya anda kejar dengan ambisius dan dengan mengorbankan marwah diri, lalu anda peroleh dan pertahankan lewat perbuatan keji kepada banyak orang lain dan lewat pembunuhan, AKHIRNYA HARUS ANDA LEPASKAN DAN TINGGALKAN TOTALLLLL! Kalau semua itu anda mau angkut ke alam kubur, ya tidak akan muat. Jika mau anda bawa lewat jasa kirim FedEx, ya alamat tujuannya di alam baka tidak ada yang tahu.

Fakta ini juga akan membuat anda lebih sedih lagi: Kalau hari ini kita masih hidup, besok belum tentu. Kita hanya percaya saja bahwa besok atau di tahun 2018 kita masih akan hidup. Kepercayaan kita ini BISA TIDAK TERPENUHI. Boleh percaya, tapi jangan sekali-kali mengabsolutkan kepercayaan anda itu.

Anyway, tariklah nafas dalam-dalam sekarang, bernyanyilah dalam hati, pujilah Tuhan anda, gembirakan hati anda, berpikirlah positif dan optimis.

Lalu berjalanlah ke luar. Masuk ke tempat yang lebih ramai di luar rumah anda atau di luar ruang kantor megah anda. Keluarlah dari zona aman dan mewah anda.

Ada sekian orang yang sedang menunggu uluran tangan anda di sana, di luar. Wajah mereka kuyu. Mata mereka sembab. Tangan dan kaki mereka gemetar karena kelaparan. Baju mereka lusuh dan apek.

Atau mereka sedang meratap pilu karena negeri mereka telah luluh lantak lantaran pertikaian agama.

Wujudkan kebajikan di sana. Buat kebaikan hati anda dialami real oleh mereka. Love your fellow human beings intelligently. Cintai sesamamu manusia dengan cinta yang cerdas.

Orang jahat terlalu lihai dan licik untuk dicintai oleh anda dengan lugu. Ada banyak orang jahat jenis ini, yang tidak luluh oleh cinta. Jika anda dengan lugu mencintai orang jenis ini, cinta anda yang tidak cerdas, meski ikhlas dan tulus, malah akan mereka permainkan untuk membuat diri mereka makin sadis dan brutal.

Meski begitu, jangan melihat sesamamu yang sedang menanggung azab, yang sedang susah, sebagai gangguan, sebagai ingus, sebagai kutil, sebagai sebungkus sampah kulit udang, sebagai beban berbau busuk yang membuat anda mual lalu bersumpah serapah dan mencaci dalam hati. Sekali lagi, cintai mereka dengan cinta yang cerdas, cinta yang melek, tidak buta, tapi tulus dan ikhlas.

Kata para sesepuh, Tuhan anda kerap datang lewat diri mereka. Menyamar. Menitis. Mengambil wujud fisik. Jadi, jika anda mencintai Tuhan anda, usahakan untuk mencintai mereka dengan cinta yang tulus, ikhlas, melek, dan cerdas.

23 Maret 2017

Stay blessed.

ioanes rakhmat



Thursday, March 9, 2017

Sudah tahukah anda Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)? Semoga sudah!

PTSD singkatan dari “post-traumatic stress disorder”, artinya “gangguan stres pasca-trauma”. Trauma artinya “luka ragawi”, atau “pengalaman mental yang sangat menghancurkan jiwa”.

PTSD adalah suatu gangguan mental yang serius, yang timbul karena pengalaman-pengalaman traumatik di masa sebelumnya. Baik pengalaman kejiwaan maupun pengalaman fisik. Sebagai suatu gangguan psikiatrik, PTSD timbul berkepanjangan, terus-menerus datang setelah si penderita mengalami “kejut dan kesakitan mental dan raga” atau “trauma” yang berat.


PTSD penting untuk kita ketahui, sebab pengetahuan ini mungkin bisa membantu kita untuk membangun masyarakat Indonesia yang lebih teduh. Masyarakat yang tidak anarkhis, tidak chaotic. Dan kelompok-kelompok yang sukanya memecahbelah dan mengadudomba sesama WNI yang berasal dari anekaragam latarbelakang SARA, tidak lagi bisa berbuat semau mereka. Tidak sedikit dari antara mereka juga terkena PTSD.

Trauma akar yang memicu PTSD adalah kejadian-kejadian yang berat di masa sebelumnya, atau yang nyaris merenggut nyawa si penderita. Misalnya: menyaksikan pembunuhan, atau nyaris terbunuh, mengalami kecelakaan berat, berada dalam situasi perang, penganiayaan, kekejaman luar biasa, atau mengalami pelecehan seksual di masa kecil atau ketika dewasa, atau berada dalam situasi teror, kerusuhan besar, pertumpahan darah, bencana alam yang dahsyat, dll.

Semua peristiwa buruk ini membekas kuat dalam pikiran dan batin. Ditekan dan dipendam ke alam bawah sadar, tapi selalu muncul lagi ke permukaan, entah berupa mimpi buruk kilas-balik, kegelisahan luar biasa di saat tidur, gangguan tidur yang serius, atau berupa halusinasi dan visi-visi yang menyeramkan, atau ketakutan dan kepanikan, kehilangan kontrol diri, dan kondisi gampang kaget dan ingin lari.

Ingatan tentang semua peristiwa traumatik itu tak bisa dihapus, tapi muncul terus sebagai kilas-balik yang mengakibatkan sejumlah gangguan mental berkepanjangan: rasa gelisah, cemas, takut, stres, kenangan yang muncul membandel atas masa lalu yang mengerikan, keinginan lari dari realitas, isolasi diri, sensitivitas perasaan mati, tak bisa percaya orang, ketaktahuan sedang merasakan apa dan harus berbuat apa, kondisi tak bisa bekerja, tak dapat berkonsentrasi, tercekam perasaan dan pikiran harus terus siaga dan waspada, akhirnya putus asa, depresi, yang mendorong pasien untuk lari dari realitas atau mencoba bunuh diri. In short, PTSD tampak dalam empat simtom yang berkaitan satu sama lain, tapi muncul tidak linier. 1. Re-experiencing symptoms Peristiwa mengerikan di masa lalu yang tetap membekas selalu dirasakan dialami kembali, bisa muncul begitu saja, dan bisa juga karena ada pemicunya. Bisa sebentar, bisa juga berlarut-larut. Kedamaian jiwa sirna. Dunia terasa mencekam, tidak bersahabat. Seolah dibawa sebuah mesin waktu, mengalami kilas-balik, kembali masuk ke masa lampau saat peristiwa-peristiwa traumatik semula betulan dialami. 2. Avoidance and “numbing” symptoms Si penderita ingin selalu menghindar dari orang atau hal-hal yang dapat memicu ingatan kembali trauma masa lalunya. Menjauhkan diri dari relasi sosial. Memilih hidup terisolasi. Menyendiri. Tertekan. Depresi. Pasif total. Saat diminta untuk menjelaskan apa yg sedang dirasakan dan dipikirkan ketika PTSD datang, si penderita merasa mati rasa, dan pikirannya dirasakan sudah tak bekerja lagi. Mati rasa dan mati pikiran. Tak tahu dan tak berdaya harus berkata apa, atau harus berpikir apa, atau berbuat apa atau merasakan apa. Seolah semua indra, kehendak, dan kemampuan kognitif dan emosi telah lumpuh, tidak hidup lagi, mati. “Numbing” ini bagian dari “avoidance”. 3. Hyperarousal, or increased emotional arousal, or increased feeling on guard and alert symptoms Orang yang terkena PTSD selalu membangun sikap waspada dan siaga yang sangat tinggi terhadap segala sesuatu yang dilihat, dialami atau yang sedang mendatangi dirinya. Selalu curiga dan was-was. Dia sangat khawatir kejadian traumatik di masa lalunya terjadi lagi yang dibayangkannya akan menyiksanya kembali.

Karena itu dia selalu supersiaga, superwas-was, superwaspada, paranoid, seolah sikon buruk yang dulu dialami akan segera terjadi lagi. Jiwa para veteran perang banyak yang terganggu dan mereka merasa seolah perang belum selesai. Suasana pertempuran yang mencekam seolah akan dialami lagi. Kecelakaan seolah akan terjadi lagi. Darah seolah akan membanjir lagi. Seolah si penderita akan dianiaya lagi, atau akan diperkosa lagi. Seolah gempa bumi dan tsunami segera terjadi lagi. Seolah penganiayaan dan pembunuhan akan ada lagi. Seolah para teroris, penjarah dan pemerkosa akan segera menyerang dan merusak semuanya lagi.

Padahal mereka adalah para penyintas, “survivors”. Mereka sudah dibebaskan dan sudah diselamatkan, sudah kembali aman di rumah mereka. Tapi mereka merasa masih sedang disandera, ditawan, disekap, dianiaya, atau akan diperkosa lagi, atau masih berada di daerah bencana, atau di zona perang. 4. Substance-abuse and aggressive behavior Pada sisi lain, lantaran beban mental sangat berat dan ingin lari dari dunia, si penderita berubah menjadi pecandu miras dan NAPZA. Mereka mudah murka, agresif, kasar, asosial, pembuat keributan dalam rumah atau dengan tetangga dan dalam masyarakat, gagal kerja, introvert, hidup eskapis. Semua ini akhirnya akan membinasakan diri mereka.

Hingga kini PTSD masih terus dipelajari. Banyak seginya yang belum dipahami betul. Yang pasti, para penderitanya perlu empati, mendapatkan terapi medik yang profesional dengan melibatkan para seniman dan budayawan. Pendampingan jangka panjang jelas dibutuhkan mereka. Juga cek, jangan-jangan kita sendiri menderita PTSD dalam tahap-tahap awal. Menurut data yang tersedia, banyak sekali orang di dunia ini yang sudah terkena PTSD, tapi mereka mengganggap gangguan mental ini enteng saja seolah cuma stres ringan yang bisa reda sendiri. Padahal trauma psikiatrik PTSD tidak bisa hilang sendiri, tapi membutuhkan penanganan medik.


Sepuluh langkah praktis Saya bukan seorang psikiater. Tapi saya punya pengalaman sendiri untuk mengatasi gejala-gejala awal stres. Berikut ini beberapa poin yang sudah teruji.
  • Hiduplah dengan santai. Relaxed. Banyak rekreasi, melihat alam terbuka, olah raga ringan, dan bermain, akan memulihkan dan membangun kesehatan mental kita.
  • Libatkan diri dalam berbagai bentuk pelayanan sosial. Seringlah berkumpul bersama dengan teman-teman. Kepikunan dini dan depresi umumnya tidak datang cepat-cepat ke orang yang giat di banyak kelompok sosialkeagamaan dan sosialbudaya.
  • Latihan meditasi vipassana dengan teratur akan sangat membantu. Bisa berlatih sendiri, atau dengan bimbingan seorang pemandu yang sudah berpengalaman. Tidak ada hal yang klenis dalam meditasi vipassana.
  • Jika suka dengan hewan-hewan peliharaan dalam rumah, pelihara dan bergaullah akrab dengan mereka. Liur anjing yang masuk ke dalam tubuh lewat jilatan anjing peliharaan ikut membantu meredakan stres dan memperkuat imunitas tubuh. Jalan berkeliling dengan ditemani anjing peliharaan yang setia sangat membantu mengurangi rasa stres sekaligus sendi, otot dan tulang tetap terpelihara bugar, tidak cepat regeneratif.
  • Seringlah bernyanyi dengan riang. Nyanyikan madah-madah yang mengagungkan Tuhan dengan penuh penghayatan. Bernyanyi seperti ini akan merangsang aliran hormon keteduhan dan kedamaian yang dikeluarkan kelenjar-kelenjar dalam tubuh, yang akan membuat kita merasa tenteram dan damai. Jika tidak bernyanyi, dengarkan lagu-lagu teduh dan resapi semua unsurnya. Jika anda ateis, ya carilah dan nyanyikan lagu-lagu sekuler yang bisa menimbulkan efek yang sama pada mental anda.
  • Jika suka melukis, isilah waktu dengan kegiatan melukis, walaupun masih di tingkat pemula. Ungkap suasana batin dan pikiran anda lewat lukisan-lukisan anda sendiri. Atau mulai biasakan menuangkan semua isi hati dan pikiran anda ke dalam buku harian elektronik anda, setahap demi setahap, hari demi hari.
  • Jika bisa sendiri, atau dengan bantuan orang lain, dapatkan teman-teman yang betul-betul bisa merasakan isi hati dan pikiran anda, mampu berempati, dapat dipercaya, dan sanggup mendengarkan semua curhat anda, bahkan ikhlas menerima kemarahan anda dengan penuh pengertian.
  • Jika anda pernah percaya pada satu sosok agung yang disucikan dalam agama anda, misalnya Gautama, atau Yesus, atau Krishna, dll, sering-sering visualisasikan diri mereka dalam batin dan pikiran anda sebagai sosok-sosok cahaya agung yang tetap mencintai anda dan memahami sikon kehidupan anda, dan akan mampu menolong dan menyembuhkan anda. Berdoalah.
  • Lawan, jika muncul keinginan untuk merusak diri sendiri. Lawan, jika muncul keinginan untuk mencoba NAPZA atau miras sebagai tempat dan kegiatan pelarian anda. Bangkitkan optimisme anda. Bangkitkan.
  • Sebisa mungkin, jangan rutin meminum obat-obat antidepresi. Datangi psikiater jika dirasa memang perlu untuk berkonsultasi.
Itulah uraian sederhana yang bisa saya berikan tentang PTSD. Semoga berguna. Sudah banyak artikel dan buku kajian ilmiah tentang PTSD ditulis. Selanjutnya, teman-teman perlu mendalami sendiri.

Silahkan share. Tak perlu minta izin dulu. Thank you. Jakarta, 9.03.2017 ioanes rakhmat Sumber: http://www.ptsd.ne.gov/what-is-ptsd.html. https://healingfromcomplextraumaandptsd.wordpress.com/tag/trust-2/.