Friday, December 23, 2011

Zazen: jalan menuju pencerahan (1)





Membopong di saat diperlukan


 

Dua orang rahib sekali waktu berjalan bersama dan mereka harus melewati suatu jalan berlumpur. Lebih parah lagi, hujan sangat lebat baru saja turun. Setelah berputar mencari belokan, mereka bertemu seorang gadis cantik yang mengenakan kimono sutera dan selendang indah yang melingkari pinggangnya. Si gadis jelita ini tak bisa menyeberangi persimpangan jalan yang penuh lumpur.

"Mari sini, Nona," kata rahib yang pertama. Dengan membopong si nona cantik ini dengan kedua tangannya, sang rahib membawanya menyeberangi jalan berlumpur itu.

Rahib yang kedua tidak berkata sepatah katapun lagi sampai hari makin larut ketika mereka berdua tiba di kelenteng tempat mereka bermalam. Maka si rahib kedua ini tak dapat lagi menahan dirinya, lalu berkata ketus dan dengan nada tak senang. "Kita para rahib tidak boleh mendekati apalagi menyentuh kaum perempuan," tegasnya. "Sangat berbahaya buat kita. Mengapa engkau melakukan hal itu?"

"Aku telah meninggalkan gadis itu di sana," sahut si rahib pertama. "Apakah engkau masih menggendongnya?" 

Apa yang mau dikatakan oleh koan Zen/1/ di atas? Pikirkanlah dalam-dalam.

Hemat saya, koan Zen ini mau menyatakan bahwa hal yang paling menentukan siapa diri kita bukanlah terutama tingkah laku kita secara fisik, melainkan apa yang mengisi pikiran kita. Pikiran adalah segalanya. Siapa atau apa kita ini, ditentukan oleh isi pikiran kita.

Si rahib pertama sudah tak memikirkan si gadis jelita yang telah dia bopong menyeberangi jalan berlumpur. Tetapi si rahib kedua, kendatipun dia tak pernah membopong si gadis itu, sebenarnya dialah yang terus membobong si gadis jelita itu dalam pikirannya yang tak pernah melupakannya. Si rahib kedua inilah yang terus berada dalam bahaya bersentuhan dengan si gadis jelita itu, lewat pikirannya.

Kalau memang berbahaya bagi seorang rahib jika menyentuh seorang perempuan, maka yang sebenarnya berada dalam bahaya berat adalah si rahib kedua, karena si gadis itu masih terus diam dalam pikirannya, sementara si rahib pertama sudah tak mengingat diri si gadis jelita itu.

Lagi pula, si rahib yang pertama mau masuk ke dalam bahaya karena dia mau menghindarkan si gadis jelita itu dari bahaya terjatuh ke dalam kubangan lumpur. Dia mau masuk ke dalam bahaya demi membebaskan orang lain dari bahaya. Pikiran semacam ini adalah pikiran yang tercerahkan, yang membuahkan kebajikan besar tiada tara.

Ketika si rahib yang pertama masuk ke dalam bahaya dengan dia menyentuh tubuh si gadis jelita, suatu perbuatan yang tak boleh dilakukan seorang rahib, justru dia malah telah menabur suatu karma baik buat kehidupannya, karena dia telah menolong suatu kehidupan. 

Sedangkan si rahib kedua, yang tak mau masuk ke dalam bahaya menyentuh tubuh seorang perempuan, dan tetap mempertahankan moralitas kerahiban, tak menabur karma apapun, dan malah terus mengotori dirinya dengan terus tetap mengingat si gadis jelita itu.

Melanggar moralitas umum, malah menabur karma baik. Mempertahankan moralitas umum, malah tak menghasilkan karma apapun. Suatu paradoks!

Paradoks-paradoks, itulah yang diungkap banyak koan Zen. 

Bagaimana dengan kehidupan anda? 

Apakah anda seperti si rahib kedua? 

Di satu sisi, anda mempertahankan dan membanggakan kesucian lahiriah dan kemilau baju sutera anda. Tetapi, di sisi lain, benak dan hati anda penuh dengan kesombongan rohaniah, perasaan paling benar sendiri, fitnah, sumpah-serapah, sikap tak peduli pada orang lain, dan kebiadaban dan kemaksiatan.

Jika betul begitu, betapa sangat berat beban pikiran anda. Mengapa anda terus mau menggendong beban berat pikiran anda itu? Hiduplah dengan ringan hati, lapang pikiran, keteduhan mental, dan kedamaian jiwa.



oleh ioanes rakhmat 

Nikmati juga: 

--------------------

/1/ Koan adalah sebuah kisah atau sebuah dialog atau sebuah debat yang digunakan sebagai sebuah wahana sastra oleh para guru Zen untuk membimbing murid-murid mereka dalam pelatihan olah pikiran dan olah intuisi untuk tiba pada pencerahan budi.

Biasanya pelatihan semacam ini dilangsungkan para murid Zen dalam posisi duduk bersila, posisi teratai/lotus, dengan pikiran dibiarkan bergerak sendiri, dan mereka tinggal hanya mengikuti gerak pikiran ini. Titik awal untuk membuat pikiran selanjutnya bergerak sendiri adalah konsentrasi meditatif terhadap sebuah koan. Pelatihan semacam ini disebut zazen, yang bisa berlangsung berjam-jam lamanya, bergantung pada banyak koan yang mereka sedang renungi.

Zen adalah sebuah aliran dalam Buddhisme Mahayana, yang fokus ritual terpentingnya adalah olah pikiran dan konsentrasi pikiran dalam suatu zazen, dan bagi Zen Buddhisme pengalaman religius tertinggi adalah olah pikiran. Kata Zen sendiri berarti meditasi (Sanskrit: samādhi, dhyāna).

Dalam Zen Buddhisme, tak dikenal konsep teologis antropomorfik tentang Allah Yang Maha Esa/Kuasa, suatu konsep terpenting dalam agama-agama monoteistik. Keselamatan, bagi Zen Buddhisme, adalah penguasaan pikiran dan pencerahan akal budi, dan siapa diri kita ini ditentukan oleh apa yang ada dalam pikiran kita.

Menurut Zen Buddhisme, pikiran manusia adalah segalanya, dan mengendalikan pikiran adalah tugas paling mulia dalam kehidupan seorang manusia. Beragama, dalam Zen Buddhisme, bukanlah menyembah suatu Allah, melainkan mengontrol pikiran, dan lewat pikiran yang benar dan berani, orang disanggupkan melakukan kebajikan.




Wednesday, December 21, 2011

Dewi Venus

L

Lukisan Sandro Botticelli (sekitar 1486), menggambarkan Dewi Venus yang dilahirkan dari busa-busa air laut. Judul lukisan ini Kelahiran Dewi Venus 
(Italia: Nascita di Vinere), kini dipajang di Galeri Uffizi, Florence. 


Dalam kepercayaan Yunani-Romawi kuno, Dewi Venus (Yunani: Dewi Afrodite; Irak: Dewi Ishtar), yang dipercaya berkuasa atas hari Jumat, diagungkan sebagai dewi cinta, kecantikan, musim semi, dan bunga yang semerbak.

Selain Matahari dan Bulan, planet Venus di angkasa, yang terletak di urutan kedua dari Matahari, adalah benda langit yang paling terang, yang sejak zaman kuno disebut sebagai Bintang Fajar (Yunani: Fosforus = Pembawa Cahaya) atau Bintang Senja (Yunani: Hesferus = Barat), bergantung pada sisi mana dari Matahari planet ini sedang berada.





Kita semua tahu, di atas ini adalah simbol gender perempuan, gabungan lingkaran dan salib. Tapi mungkin tak banyak yang tahu, bahwa simbol ini sebetulnya, dalam tafsiran masa kini,  menggambarkan cermin genggam yang selalu dibawa Dewi Venus.

Nah, berkaitan dengan simbol gender perempuan, lingkaran pada bagian atas simbol menyimbolkan Planet Venus sebagai planet yang paling terang di antariksa; dus, simbol gender ini mau menyatakan bahwa kaum perempuan adalah kaum yang dipenuhi cinta, cantik jelita, memberi pertumbuhan, cerdas, dan harum bak bunga.

Selain itu, di samping menyimbolkan kesatuan, keutuhan, kelengkapan, kesempurnaan, keabadian, siklus tanpa awal dan tanpa akhir, lingkaran juga berarti kekuasaan yang ada pada perempuan, roh atau semangat bawaan yang ada pada setiap perempuan. 

Jadi, sebetulnya, gender perempuan itu hebat, powerful, tidak powerless; cuma, karena sudah ribuan tahun budaya pria mendominasi dan mengatur gender perempuan, maka tampak seolah kaum perempuan insan yang lemah, padahal sama sekali tidak! 

Bangkitlah, wahai kaum perempuan, lawanlah misogini yang dipertahankan dalam agama-agama kaum pria.

SELAMAT HARI IBU 22 Desember 2011
untuk kaum perempuan Indonesia!


Saturday, December 17, 2011

A Musing about A Lady’s Charms



The beautiful eyes of a lady.... Are you, men, captured by those charming eyes?


When you meet a lady, don’t kiss her mouth, but her eyes, because there is love on her eyes specifically designed only for you!

When you meet a beautiful lady, don’t look at her big breast, but her forehead because what makes her alive and charming is the brain behind it.

When you are captured by a lady’s physical charm, think first not about her physical attraction, but about what exists inside her abdomen.

When you are not conquered and intoxicated by the physical beauty of a lady, you can freely enjoy all of the charms she has for you.

The beauty of a lady’s body and face is not to be covered by a piece of cloth, but to be enjoyed thankfully as the gift of nature for all.

Enjoy thankfully the beauty of a lady’s body and face as you can enjoy a beautiful painting of a famous painter of the world.

A gorgeous lady and a beautiful painting are not mutually exclusive.

Mystics past and present imagine the beauty of their God as the beauty of a lady’s body, face and mouth which are worth enjoying indeed.

Even the intense sexual intercourse between a man and a lady in the night is imagined by mystics as the unity between a believer and her God.

You cannot dismiss sexual imageries and symbolism when you wish to articulate your intense relationship with your God.

God is essentially sexual, and sex is essentially godly.

You, men, therefore, should not blame sex in defense of your anti-sexual patriarchal religion.

You, men, therefore, should not use your male God to silence the voice of enlightened and free women of the world.

Without sex, there is no god of whatsoever form and essence.

Sex is not evil; but the religious man who thinks the beauty of a lady’s body as evil and therefore tries to regulate it, is evil.

Keep calm, please!

by Ioanes Rakhmat
December 16, 2011


Sex is power


SEX is not evil; but the religious man who thinks the beauty of a lady’s body as evil and therefore tries to regulate it, is evil.


 


The symbol of feminine Venusian sex power, force and spirit which has the features of infinity, unity, wholeness, compassion, beauty, birth, growth, fragrance and brightness. The circle represents both Planet Venus, perfection, infinity, fertility, and feminine power.


Sex is power; the man who cannot appreciate the beauty of sexual parts of a lady’s body therefore knows not about the power a woman has. 

A woman who knows the beauty and attraction of the sexual parts of her body is a woman of power who can’t be conquered by a man's religion. 

A religion that hates a woman’s beauty and sexual attraction is a religion of the male being and therefore is replete with jealousy. 

Give chances to women of the world to construct religions if you wish to live in a world in which compassion and the motherhood prevail. 

If your God is a true God, it must be an androgynous God who has the motherhood as well as the fatherhood sides of its personality. 

The time has come to bury the male God once for all, and to resurrect the androgynous God who long since has been killed by the male culture. 

Judaism, Christianity and Islam are the religions given birth to by the male culture of antiquity, and therefore contain evil misogyny. 

So, I repeat, give chances to women of the world to construct religions if you wish to live in a world in which compassion and the motherhood prevail. 

Women, make your brains as attractive and charming as your beautiful breasts!

Women, conquer man and his patriarchal religion by your natural beauty and brilliant brains!




Friday, December 16, 2011

Beragama Sarkofobik Versus Beragama Sarkofilik



“Jangan membangun rumah di atas jembatan, tapi laluilah dengan baik!”  

Di atas adalah sebuah pepatah bijak kaum agamawan gnostik. 

Yang dimaksud dengan “jembatan” dalam pepatah ini adalah dunia jasmaniah yang sedang kita diami.  Dunia fisik yang kita kenal ada hanya untuk dilewati, ditinggali hanya untuk sementara saja, bukan sebuah rumah abadi. Dunia fisik tidak penting, bahkan tak bernilai, jika dibandingkan dunia non-fisik yang menjadi tujuan pamungkas kaum agamawan gnostik. Dunia non-fisik yang ada di seberang “jembatan” akan dimasuki ketika raga yang dipandang memenjara jiwa sudah ditanggalkan.

Kaum agamawan gnostik rindu masuk ke dunia non-fisik, dan ingin bersegera melepaskan raga mereka yang kini dipandang sedang memenjarakan jiwa mereka.

Saat raga sudah ditinggalkan lewat kematian fisik, dan dunia fisik sebagai sebuah jembatan sudah diseberangi, mereka masuk ke tahap rehat di dunia lain. “Rehat” adalah sebuah terma religius kaum agamawan gnostik yang menunjuk pada pengalaman keselamatan abadi di dunia non-fisik.

Apakah anda setuju dengan pandangan kaum agamawan gnostik bahwa dunia fisik dan  raga anda tak bernilai apa-apa dibanding dunia rohani dan jiwa/roh?

Pandangan dunia semacam itu dari kaum agamawan gnostik disebut sebagai pandangan yang sarkofobik, menolak daging/raga.

Lawan “sarkofobik” adalah sarkofilik, menyukai daging/raga.

Bagi kaum agamawan sarkofilik, dunia fisik dan tubuh mereka adalah benda-benda sangat penting, bernilai dan memiliki arti penting tersendiri.

Kaum agamawan sarkofilik sangat serius dengan dunia ini dan dengan tubuh mereka serta dengan waktu kehidupan mereka di dalam dunia ini. Nilai terpenting kehidupan keagamaan ada justru ketika kaum agamawan sarkofilik masih hidup secara ragawi dalam dunia fisik masa kini.

Bagi kaum agamawan sarkofilik, agama ada justru untuk kehidupan sekarang dalam raga di dalam dunia fisik sekarang ini. Wawasan-wawasan sarkofilik mendorong kaum agamawan untuk berprestasi besar dan agung sementara mereka masih hidup dalam dunia ini.

Bagi kaum agamawan sarkofilik, hadiah surga atau ancaman neraka sesudah kematian sama sekali tak menarik dan tak menakutkan mereka. Mereka justru takut kalau-kalau kehidupan mereka dalam raga di dalam dunia fisik sekarang ini tak menghasilkan prestasi apapun.

Surga yang harus diraih justru ada dan dialami sekarang ini dalam dunia fisik yang mereka sedang tinggali sebagai manusia yang bertubuh. Neraka yang mengerikan justru mengancam bukan nanti setelah kematian, melainkan sekarang ini dalam dunia fisik ini.Yang satu harus dicapai, yang lainnya harus dihindari, justru sekarang ini.

Mereka berusaha keras untuk berprestasi besar dalam banyak bidang kehidupan karena  kehidupan ragawi dan dunia ini sangat bernilai pada dirinya sendiri.

Pada pihak lain, kaum agamawan gnostik ingin cepat-cepat meninggalkan dunia fisik sekarang ini dan masuk ke dunia lain yang non-fisik. Dus, eskapisme menjadi bagian sentral dari pandangan dunia keagamaan kaum agamawan gnostik.

Kalau kaum agamawan sarkofilik mengejar pengetahuan fisik untuk membangun dunia masa kini, kaum agamawan gnostik sebaliknya mencari pengetahuan rohani.

Sesuai dengan sebutan untuk diri mereka, pengetahuan yang mereka kejar dinamakan gnosis, sebuah kata Yunani yang berarti “pengetahuan”. “Gnosis” adalah pengetahuan spiritual yang perlu mereka temukan dan miliki, yang membuat mereka tercerahkan dan mengetahui bagaimana cara mencapai rehat abadi.

Keseluruhan gnosis yang mereka pegang mengarahkan mereka ke tujuan pamungkas mereka: lepas dari raga, masuk ke dalam rehat abadi di dunia lain.

Dalam gnosis diajarkan:

  • bahwa raga itu penjara jiwa, raga buruk dan tak abadi, jiwa abadi, jiwa berasal dari dunia atas adikodrati yang tak bisa binasa;
  • bahwa jiwa-jiwa yang sekarang terkurung dalam tubuh adalah percikan-percikan cahaya dan sempalan-sempalan dzat ilahi Yang Maha Agung suprakosmik;
  • bahwa oleh karena tertipu oleh berbagai hal ragawi dan duniawi dan anasir-anasir jahat, jiwa-jiwa menjadi mabuk dan tertidur sehingga lupa asal-usul ilahi mereka;
  • bahwa jiwa-jiwa yang sedang tertidur dan mabuk itu, sehingga lupa rumah sejati mereka, harus disadarkan kembali lewat berbagai cara dan media;
  • bahwa meditasi dan pengarahan mata batin ke dalam bagian terdalam relung batin, akan membuat mereka menemukan jati diri asli mereka;
  • bahwa lewat tapa brata, samadhi, dan penaklukan semua dorongan indrawi dan ragawi, mereka akan makin mampu menarik diri lepas dari penjara ragawi;
  • bahwa lewat askese, selibat dan kehidupan menyendiri, mereka akan makin bisa menjauhkan diri dari penjara dunia fisik, lalu masuk ke dunia non-fisik;
  • bahwa kerinduan besar jiwa untuk kembali menyatu dengan dzat ilahi Yang Maha Agung Suprakosmik, adalah inti terdalam perasaan religius;
  • bahwa jiwa itu, kendatipun sedang terpenjara, suci dan tak bernoda, sehingga setiap manusia gnostik harus menjaga kesucian batin dan jiwa mereka.
Untuk menjaga kesucian batin dan jiwa, mereka harus terus-menerus berperang melawan segala sesuatu yang duniawi dan ragawi indrawi.

Kalau mereka mendisiplinkan diri untuk hidup suci dan tak bernoda, hal ini bukan karena kehidupan ragawi dipandang sangat bernilai pada dirinya sendiri, tetapi karena mereka tak mau menjadi serupa dengan dunia ini yang dipandang bernilai negatif dan memenjara.

Kalau seorang gnostik tak mau korupsi, misalnya, hal ini dilakukan bukan karena dia mau membangun suatu kehidupan bangsa dan negara yang bersih, melainkan karena mereka tak mau membuat jiwa mereka ternoda oleh hal-hal kedagingan dan keduniawian. Motif mereka hidup suci tak dimaksudkan untuk membawa perubahan struktural-sistemik dalam suatu negara, tapi hanya untuk menjaga jiwa mereka tetap bersih.

Dari praktek kehidupan suci manusia-manusia gnostik, mustahil perubahan struktural-sistemik terjadi dalam suatu negara. Kenapa? Seperti raga, dunia ini dan juga negara dipandang oleh mereka sebagai penjara-penjara jiwa semata, dus tak ada nilai positif pada dirinya sendiri. Alih-alih ingin membarui dunia dan negara demi generasi masa depan, manusia gnostik malah ingin raga, negara dan dunia ini dimusnahkan segera.

Sebaliknya, kaum agamawan sarkofilik ingin membarui dunia dan negara supaya generasi masa depan dapat hidup dengan lebih baik dan lebih sejahtera. Kalau kaum agamawan sarkofilik menjalani suatu kehidupan yang suci, ini dilakukan bukan karena mereka menolak dan membenci segala hal yang ragawi, tapi karena mereka tahu bahwa akhlak dan moral yang baik akan memperkuat ketahanan sebuah negara dan bangsa. Tak berlebihan jika dinyatakan bahwa bagi seorang agamawan sarkofilik, kesucian batin pribadi jauh kalah penting dibandingkan kesucian masyarakat.

Pada pihak lain, pandangan yang negatif terhadap raga dan dunia ini dapat menimbulkan suatu praktek kehidupan libertinis yang melawan moral yang sehat. Seorang gnostik, karena menolak daging dan dunia ini, dapat hidup sembarangan dan tidak bermoral. Kenapa? Karena dengan hidup sembarangan dan tak bermoral, mereka menganggap mereka telah berhasil menginjak-injak dan mempermainkan hal-hal indrawi dan ragawi, dan menganggap semua itu tak ada sama sekali. Sesuatu yang tidak real ada, tak akan berpengaruh apa-apa. Mereka beranggapan, semakin mereka dapat hidup tak bermoral, semakin jaya jiwa mereka meremehkan hal-hal ragawi dan indrawi. Suatu paradoks!

Nah, semua hal yang sudah diuraikan di atas, memperlihatkan ciri-ciri kehidupan keagamaan yang sarkofobik dan yang sarkofilik. Anda pilih yang mana? Saya dengan tegas memilih kehidupan keagamaan yang sarkofilik. Jika anda memilih kehidupan keagamaan yang sarkofilik, maka anda akan serius berjuang untuk menjadi seorang agamawan yang cerdas, sebab anda bermotivasi besar untuk membangun dunia dan peradaban insani, dan membuat kehidupan anda makin sehat dan makin bahagia dari waktu ke waktu. Untuk mencapai hal-hal ini, anda memerlukan kecerdasan.


oleh Ioanes Rakhmat
Jakarta, 16 Desember 2011