Sunday, November 8, 2015

Ben Carson: Calon presiden Amerika yang bisa jadi paling dungu dalam sejarah Amerika Modern



Kita semua sekarang ini tentu sudah dengar nama Benjamin Solomon Carson, dan mungkin sekali juga sudah tahu siapa dia dan apa sepak terjangnya hari-hari ini di Amerika ketika pertarungan antar kandidat-kandidat presiden Amerika sedang berlangsung seru. 

Pilpres negara besar Amerika di depan ini akan jatuh pada 8 November 2016, sebagai Pilpres ke-58. Pilpres diadakan setiap empat tahun sekali. Presiden terpilih lewat Pilpres 2016 akan menjadi presiden ke-45 Amerika Serikat.



Akankah pria ini, Ben Carson, menjadi orang nomor satu di Amerika?


Kini ada cukup banyak politikus dari partai-partai politik dan calon-calon independen yang sedang bertarung untuk menang sebagai orang nomor satu Amerika nantinya. 

Selain banyak calon dari partai-partai kecil dan calon-calon independen, ada beberapa nama yang kini tampak sangat menonjol dalam pertarungan politik tingkat tinggi ini. 

Mereka yang menonjol ini antara lain Hillary Clinton (Partai Demokrat), Martin O’Malley (Partai Demokrat), Bernie Sanders (Partai Demokrat), dan Ben Carson (Partai Republik), dan Donald Trump (Partai Republik). Sementara ini, Ben Carson memimpin dengan 23% dan Donald Trump dengan 25%.  

Kali ini, saya fokus pada Ben Carson, yang dilahirkan 18 September 1951 di Detroit, Michigan, Amerika, sebagai putera kedua Robert Solomon dan Sonya Carson. 

Semasa kanak-kanak dan remaja, dia tampil sebagai seorang yang cepat marah dan beringas, dan beberapa kali pernah melakukan kekerasan fisik kepada orang-orang lain.

Di hari-hari ini ketika calon-calon presiden Amerika sedang bertarung, masa-masa lalu Ben Carson yang gelap dan keras kini sedang disoroti banyak media dan kalangan; dan dia harus mengeluarkan banyak energi (dan tentu dana juga) untuk menangkis semua berita tentang masa lalu dirinya yang keras dan brutal. Selain itu, seluk-beluk studi kesarjanaannya juga dipersoalkan orang. Berbagai kebohongan Ben Carson telah diungkap./1/ Akan habiskah riwayatmu, Carson?


Walaupun berasal dari keluarga miskin, karena ketekunannya membaca dan kepercayaan dirinya yang besar dan kesediaannya mencari uang dengan mengerjakan apa pun, akhirnya siswa Ben Carson berhasil menjadi seorang mahasiswa kedokteran. 

Setelah menjadi seorang dokter bedah saraf, pada usia 33 tahun dia sudah diangkat sebagai Direktur Bedah Saraf Pediatrik di Rumah Sakit Johns Hopkins (1984-2013), dan menjadi terkenal karena keberhasilannya memisahkan dua anak kembar siam untuk pertama kalinya.

Belum lama ini, Ben Carson dengan terang-terangan telah menyatakan bahwa dia tidak yakin jika otoritas UUD Amerika berada di atas otoritas Alkitab./2

Banyak kalangan yang melihat Ben Carson sebagai sosok yang akan―jika terpilih menjadi presiden Amerika―memasukkan kembali agama (Kristen, khususnya Kristen Adventis Hari Ketujuh) ke dalam kehidupan politik Amerika. Sekularisme Amerika dilihat sedang terancam dengan serius oleh sosok semacam Ben Carson.  

Saya mencatat sejauh ini ada dua pernyataan lain yang dibuat Ben Carson yang mengharuskan saya menyimpulkan bahwa dia adalah seorang calon presiden Amerika yang paling naif dalam sejarah modern Amerika dari Partai Republik yang juga dikenal sebagai Grand Old Party/GOP, yang didirikan 1854. 

Bagaimana dia tidak harus dicap naif, sebab sebagai seorang dokter bedah saraf dan sebagai seorang politikus calon presiden Amerika, dia sama sekali buta dengan pandangan-pandangan ilmu pengetahuan tentang sedikitnya dua hal. Pertama, tentang kalangan gay/lesbian, dan, kedua, tentang tujuan dari pembangunan piramida-piramida di era Mesir kuno.

Dalam suatu kesempatan, Ben Carson menegaskan bahwa kondisi kehidupan di dalam penjara bisa mengubah seorang heteroseksual menjadi seorang homoseksual. 

Jadi, baginya, perilaku homoseksual itu mutlak bagian dari gaya hidup yang dipilih dengan sadar, bukan sesuatu yang dibentuk semenjak seorang homoseksual berada dalam kandungan ibunya./3/

Jika itu alasan Ben Carson, kondisi yang serupa juga bisa berlaku pada diri gay dan lesbian: jika seorang gay/lesbian untuk waktu yang panjang tidak bisa bercinta dengan sesama jenis, maka demi pemuasan syahwat seksual mereka, mereka juga akan dengan terpaksa berhubungan seks dengan orang-orang heteroseksual, meskipun tidak akan mengalami kepuasan puncak. Jika gaya hidup seksual corak ini dijalankan sangat lama, maka, memakai nalar Ben Carson, kalangan gay/lesbian akan berubah menjadi heteroseksual. 

Pernyataannya itu, yang telah menimbulkan sinisme mendalam terhadapnya, menunjukkan bahwa sang politikus ini adalah seorang dokter bedah yang asal bunyi, dan sama sekali tidak mendasarkan pendapatnya tentang kalangan gay/lesbian pada ilmu pengetahuan modern yang sudah menemukan bahwa orientasi seksual seseorang (baik kalangan heteroseksual, maupun kalangan LGBT) itu bersifat biologis, neural dan genetik./4/  

Baru saja, 4 November 2015, Ben Carson juga menegaskan kembali kenaifannya saat dia menyatakan kembali untuk kedua kalinya bahwa piramida-piramida besar di Mesir tidak dibangun sebagai kuburan-kuburan para firaun Mesir, tetapi didirikan oleh (atau atas perintah) seorang Yahudi yang bernama Yusuf (yang sebelumnya seorang budak di Mesir) untuk menjadi gudang-gudang penyimpanan gandum ketika seluruh negeri Mesir (kuno) sedang menghadapi masa kelaparan yang mengerikan selama tujuh tahun./5

Dia menyatakan pendapatnya yang ganjil ini pertama kali di tahun 1998 di Universitas Andrews yang berafiliasi dengan Gereja Adventis Hari Ketujuh./6

Sang politikus naif yang berambisi menjadi presiden Amerika ini mendasarkan pendapatnya yang aneh ini tentang piramida-piramida di Mesir pada teks-teks tertentu dalam kitab suci Yahudi Tenakh atau Perjanjian Lama gereja (Kejadian 41). 

Apakah karena dia bodoh, maka dia juga dengan bodoh memahami kitab sucinya? Ataukah karena literalisme biblisistis dan Adventisme yang dipertahankannya, dia mendungukan dirinya sendiri? 



Tiga piramida akbar Giza, dibangun sekitar 2613-2494 SM. Yang tertua dan terbesar dinamakan piramida (Firaun) Khufu (Yunani: Kheops) 


Sebaliknya para arkeolog menegaskan bahwa piramida-piramida Mesir kuno (era 2375-2160 SM; dan juga era 2686-1750 SM) bukanlah bangunan-bangunan besar berongga, dengan ruang kosong di dalamnya; dan bahwa orang Mesir kuno sendiri telah menuliskan dengan terang pada dinding-dinding piramida-piramida mereka teks-teks pemakaman yang menyatakan apa tujuan mereka mendirikan bangunan-bangunan besar yang mempesona itu./7

Penelitian-penelitian mutakhir sudah menyingkapkan lebih banyak fakta tentang piramida-piramida Mesir dan bagaimana bangunan-bangunan besar ini dulu dibangun. 

Mitos-mitos dan teori-teori konspirasi―misalnya bahwa piramida-piramida dibangun oleh alien-alien cerdas yang datang dari angkasa luar, dan mereka memberikan ke orang Mesir kuno teknologi yang kini telah hilang―makin terbukti tidak benar./8

Para fisikawan pun ikut memberi jawaban-jawaban atas pertanyaan tentang metode membangun piramida-piramida pada zaman Mesir kuno dengan memanfaatkan bahan-bahan dan teknologi sederhana yang tersedia waktu itu./9/

Ok, berikut ini respons saya kepada Mr. Ben Carson.

Wahai Mr. Ben Carson, terus terang saya heran, dari mana anda memperoleh keyakinan dan keberanian menjadi calon presiden sebuah negara besar di dunia yang sudah diakui sebagai sebuah negara di mana ilmu-ilmu pengetahuan baru terus lahir dan terus berkembang? 

Seandainya anda terpilih nanti sebagai presiden Amerika, apakah anda memang punya tujuan untuk memperbodoh rakyat negara maju yang besar ini? 

Apakah nanti anda akan memperluas kebodohan di Amerika, jauh melampaui sejumlah besar rakyat Amerika yang bodoh, yang nanti akan memilih anda? 

Atau, anda dalam kebodohan anda harus siap menghadapi arus balik yang bergelombang besar yang akan menerjang anda karena kesadaran untuk berpikir ilmiah nantinya tetap akan menang di Amerika, di atas kebodohan yang kini anda sedang bela dan perlihatkan!

Wahai Mr. Ben Carson, anda sebetulnya seorang politikus “oportunis” sejati, yang sedang bermain dan sedang menunggangi corak keberagamaan konservatif atau malah fundamentalis dari ratusan juta orang Amerika yang memang menutup diri mereka rapat-rapat terhadap sains modern dan hanya mau melihat, mendengarkan dan taat pada teks-teks Alkitab yang mereka pahami literalistik. 

Mereka membutakan diri mereka terhadap ilmu pengetahuan, dan anda ―meskipun seorang dokter bedah―mengikuti kebutaan mereka hanya untuk mendulang suara mereka demi apa yang anda bayangkan sebagai kemenangan politis anda nantinya. Anda sangat naif dan tidak bermoral!

Jakarta, 8 November 2015

ioanes rakhmat

 

Catatan-catatan

/1/
Antara lain di sini http://www.thedailybeast.com/articles/2015/11/09/ben-carson-gifted-hands-active-imagination.html.

/2/ Lihat J.T. Eberhard, “Ben Carson isn't sure if the Constitution has authority over the Bible”, Patheos, 4 August 2015, pada http://www.patheos.com/blogs/wwjtd/2015/08/ben-carson-isnt-sure-if-the-constitution-has-authority-over-the-bible/. Lihat juga pada http://www.christianpost.com/news/ben-carson-asked-gotcha-question-does-the-bible-have-authority-over-the-constitution-142209/.

/3/ Lihat reportase Jeffrey Kluger, “No Ben Carson, Homosexuality Is Not a Choice”, Time, 6 March 2015, pada http://time.com/3733480/ben-carson-gay-choice-science/.

/4/ Tentang temuan-temuan sains modern mengenai sumber-sumber atau penyebab orientasi seksual seseorang sudah saya uraikan panjang lebar. Lihat Ioanes Rakhmat, “LGBT, Agama, Teks Alkitab, dan Pandangan Sains Modern”, Freethinker Blog, 24 September 2015, pada http://ioanesrakhmat.blogspot.co.id/2015/09/lgbt-agama-teks-alkitab-dan-pandangan.html.

/5/ Erica Brown dan Ellen Uchimiya, “Ben Carson’s unusual theory about Pyramids”, CBS News, 4 November 2015, pada http://www.cbsnews.com/news/ben-carsons-unusual-theory-about-pyramids/.

/6/ Lihat video Youtube https://youtu.be/FrqShRhxJBM.

/7/ Lihat Fiona MacDonald, “Here’s how scientists know the pyramids were built to store pharaohs, not grain”, Science Alert, 6 November 2015, pada http://www.sciencealert.com/here-s-how-scientists-know-the-pyramids-were-built-to-store-pharaohs-not-grain. Lihat juga Kristina Killgrove, “Archaelogists to Ben Carson: Ancient Egyptians Wrote Down Why The Pyramids Were Built”, Forbes Science, 5 November 2015, pada http://www.forbes.com/sites/kristinakillgrove/2015/11/05/archaeologists-to-ben-carson-ancient-egyptians-wrote-down-why-the-pyramids-were-built/

/8/ Lihat video dan teks penjelas: “Watch: How were the pyramids built”, Science Alert, 6 November 2014, pada http://www.sciencealert.com/watch-how-were-the-pyramids-built.

/9/ Lihat misalnya penjelasan di Science Alert, 28 Agustus 2014, “Did physicists just solve the construction mystery of the Great Pyramid?”, pada http://www.sciencealert.com/did-physicists-solve-the-construction-mystery-of-the-great-pyramid?utm_source=Article&utm_medium=Website&utm_campaign=InArticleReadMore.



Monday, November 2, 2015

Iman yang tidak berubah

Fosil ditempatkan dalam sebuah museum....!


- Pak, sebagai seorang Kristen konservatif, saya bersyukur kepada Tuhan Yesus, sebab Dia telah setia menjaga iman saya kepada-Nya sehingga tidak berubah sedikitpun hingga kini, bahkan sejak zaman para rasul Yesus Kristus!

+ Oh, imanmu iman yang itu, itu juga, sejak dibangun di zaman para rasul Yesus Kristus di abad pertama Masehi?

- Ya, saya berbahagia, sebab iman Kristen saya sejak dulu hingga sekarang ya iman yang itu, itu juga. Saya gigih memegang iman yang satu itu saja. Saya setia.

+ Laura, saya dengar kamu baru punya bayi ya. Betulkah?

- Ya, Pak, saya telah melahirkan seorang bayi lelaki yang sehat tiga bulan yang lalu. Itu karunia besar dari Tuhan untuk saya dan suami saya. Kami berbahagia dengan kehadiran bayi kami itu.

+ Selamat ya Laura atas bayimu itu. Setiap orangtua tentu menjadi berbahagia jika dikaruniakan Tuhan seorang bayi yang sehat. Siapa nama putramu itu, Laura?

- Oh, dia kami beri nama Petra Teguh Perkasa. Nama yang bagus, bukan, Pak?!

+ Ya, nama yang bagus. Dengan nama itu, kamu berharap bayimu itu nanti akan menjadi sosok yang kuat, teguh dan perkasa seperti Rasul Petrus, bukan?

- Ya, itulah memang yang persisnya kami harapkan.

+ Sejak kelahirannya, apa saja yang sudah kamu lihat terjadi pada bayi Petra?

- Oh, sekarang berat badannya sudah bertambah sekitar 3,5 kg, Pak. Pipi-pipinya jadi makin montok. Rambutnya yang dibawa dari rahim, yang sudah kami cukur, kini sudah berganti dengan rambut baru. Hitam dan ikal. Waah, senangnya kami.

+ Saya ikut senang, Laura. Apa lagi yang kamu lihat telah dialami bayimu itu?

- Ooh, sekarang Petra semakin sering mengoceh, lebih-lebih kalau dia kami ajak bercakap-cakap. Mulutnya lemes. Tampaknya dia akan jadi anak yang cerdas. Tenaganya juga makin kuat, terasa kalau dia memegang telunjuk saya, Pak.

+ Apa lagi?

- Ooh, dia juga kelihatan makin mengenal lingkungan sekitarnya, mulai dari mainan-mainan yang ada di sekitar tempat tidurnya, hingga ke wajah papa, mama dan opa dan omanya. Tampak sekali, rasa ingin tahunya terus makin besar dan meluas. Pokoknya, Petra terus bertumbuh dan berkembang dan berubah pesat. Dia hidup sangat sehat. Tentu, itu semua terjadi karena kami sangat telaten memperhatikan dan memenuhi semua kebutuhan tubuh dan kebutuhan jiwanya.

+ Syukurlah.

- Ya, Pak. Terima kasih.

+ Kamu lihat ’kan, karena Petra hidup, dia tumbuh terus, berkembang terus. Karena dia sehat, berat badannya bertambah dan kecerdasannya juga terlihat berkembang. Perhatiannya juga makin meluas. Perubahan adalah tanda kehidupan.

- Ya, Pak, karena dia hidup dan sehat, makanya dia tumbuh, berkembang dan berubah nyata dari hari ke hari, sebagaimana kami amati dengan cermat. Dokter anak yang ikut merawat dan memperhatikannya juga memuji-muji pertumbuhan dan kesehatan Petra.

+ Syukurlah.

- Ya, Pak. Terima kasih.

+ Tapi, apa yang terjadi andaikan berat badan Petra tidak naik-naik? Andaikan tenaganya tidak tambah kuat? Andaikan rambutnya tidak tumbuh-tumbuh?

- Ya, itu artinya, dia menderita penyakit, Pak. Dia sakit. Tubuhnya bermasalah.

+ Andaikan kecerdasannya tidak berkembang? Andaikan perhatiannya ke dunia sekitar tidak meluas? Andaikan dia tidak kunjung mengenal wajah-wajah orang-orang terdekat di sekitarnya? Andaikan dia tidak pernah mengoceh?

- Aaah, si Bapak ini .....! Ya, kalau itu yang terjadi, artinya Petra punya masalah mental.

+ Kalau Petra terus berada dalam kondisi-kondisi yang saya andaikan itu, apa yang akan terjadi padanya?

- Aaah, si Bapak. Tentu Petra pasti akan mati. Kok pertanyaan-pertanyaan Bapak begitu? Saya jadi merasa gak nyaman nih.

+ Nah, coba kita umpamakan imanmu kepada Yesus itu sebagai Petra, bayimu.

- Kok?

+ Ya, di awal tadi, kamu ’kan menyebut-nyebut imanmu kepada Yesus. Mari kita kembali ke soal imanmu itu.

- Maksud Bapak?

+ Petra hidup, karena itu bayimu itu berkembang, bertumbuh, dinamis, pendek kata mengalami perubahan. Tidak begitu-begitu saja. Perubahan menandakan kehidupan.

- Ya, itu sudah sangat jelas. Semua orang juga tahu hal itu, Pak.

+ Nah, kalau Petra mati, dia tidak akan berkembang, tidak akan bertumbuh, begitu-begitu saja sejak lahir, bantut. Lalu, ya Petra lenyap dari kehidupan. Harus dimakamkan.

- Aaah, si Bapak. Ucapan Bapak itu bikin saya takut. Terdengar seram.

+ Ok. Menurutmu, imanmu kepada Yesus itu iman yang hidup, atau iman yang mati?

- Ya tentu saja saya ingin punya iman yang hidup, sama seperti saya ingin Petra terus hidup dengan sehat.

+ Di awal percakapan kita tadi, kamu bilang, kamu bersyukur karena kamu punya iman yang itu, itu saja, sejak awal, bahkan sejak zaman para rasul Yesus Kristus.

- Ya, itu iman Kristen saya, iman yang kokoh, iman yang tidak bisa berubah lagi, iman yang konservatif, iman yang itu, itu saja, sejak dulu. Iman yang setia.

+ Itu artinya, kamu mempertahankan iman mayat, iman yang sudah mati, iman yang tidak bisa bertumbuh lagi, tidak bisa berubah lagi, iman yang tidak memiliki kehidupan lagi.

- Apa?

+ Iman mayat. Iman yang sudah harus dimakamkan, bukan dibiarkan ada di antara orang hidup. Iman yang sudah menjadi fosil. Jika gereja adalah umat Yesus Kristus yang hidup, maka iman gereja harus bertumbuh, berkembang dan berubah, sejalan dengan kehidupan ini, terus dinamis, berkembang, berubah. Tuhan itu ada di antara orang hidup, di dalam ruang kehidupan, bukan di dalam kuburan.

- Oooohhhh.


Jakarta, 2 November 2015

Friday, October 30, 2015

The Mind of God



Di atas adalah bahasa matematis Theory of Everything (TOE) yang dibangun fisikawan teoretis terkenal Prof. Michio Kaku (Universitas City, New York). TOE itu menyatukan empat forsa (gravitasi, elektromagnetik, nuklir kuat dan nuklir lemah) dalam alam sejauh kita sudah temukan. 

Pada waktu big bang, empat forsa ini menyatu sebagai superforce. General relativity Einstein (untuk dunia makro) dan mekanika quantum (untuk dunia mikro partikel-partikel subatomik) dan juga dimensi-dimensi yang lebih tinggi dalam hyperspace (mulai dimensi ke-5 [cahaya] hingga dimensi ke-41), disatukan dalam TOE. 

Hyperspace itu kawasan multidimensional yang berada di antara jagat-jagat raya yang paralel (multiverse), di luar jagat raya kita. Di luar jagat raya kita, terdapat jagat-jagat raya lain dalam jumlah tak terbatas.  

TOE juga disebut the theory of creation, yang sanggup menjelaskan sinergi atau simbiosis atau interaksi dan integrasi antara proton, elektron, quark, atom, molekul, big bang, black holes, singularitas, wormholes, hingga ke DNA organisme sampai ke bunga-bunga bakung di padang dan hal-hal apa saja yang anda akan pikirkan. 

Maka itu, TOE juga dinamakan The Mind of God, yang Einstein kejar-kejar tapi hingga akhir hayatnya tidak berhasil dia dapatkan.

Anda bisa menjelaskan maksud persamaan matematis Michio Kaku ini? Via Internet, anda dapat memperoleh penjelasannya dalam bahasa yang gamblang. Sejauh saya observasi, persamaan Kaku ini belum diterima secara universal oleh para fisikawan. Lain halnya dengan persamaan Einstein E=mc2.

 
Kata Michio Kaku, “Tujuan saya hidup adalah menemukan sebuah persamaan; sebuah persamaan yang panjangnya mungkin tidak lebih dari 1 inch, yang meringkas segala sesuatu yang kita ketahui tentang jagat raya fisikal.... Saya sungguh percaya bahwa suatu saat nanti nasib semua kehidupan cerdas dalam jagat raya akan bergantung seluruhnya pada persamaan ini.”


Dengarkan kuliah Prof. Michio Kaku yang singkat, padat dan jelas tentang jagat raya hanya dalam 42 menit 13 detik, berjudul The Universe in A Nutshell, di https://youtu.be/0NbBjNiw4tk.



Monday, October 26, 2015

Akar-akar moralitas



Di manakah moralitas berakar? 


TANYA-JAWAB

- Pak, untuk menjadi orang baik, apakah beragama satu-satunya jalan?

+ Ya, ada orang yang karena ajaran-ajaran agama mereka berhasil menjadi orang baik. Itu bagus. Dalam hal ini, agama menjadi jalan menuju kebaikan, bahkan juga jalan menuju keagungan. Tetapi, jangan lupa, juga ada sangat banyak orang yang beragama, karena ajaran-ajaran agama, malah menjadi orang yang bejat dan tidak bermoral.

- Masak sih Pak? Apa ada ajaran agama yang akan membuat orang jadi tidak baik?

+ Ya ada. Tidak semua ajaran agama itu, jika diikuti apa adanya, akan menghasilkan orang baik. “Baik” di sini dalam arti berguna dan bermanfaat positif bagi sesama manusia, sesama makhluk, peradaban, dan dunia ini dengan segala kemajemukannya.

- Ya, Pak, saya setuju bahwa beragama saja memang tidak cukup untuk menjadikan orang baik. Saya sudah melihat fakta-faktanya. Apakah dengan demikian, pilihannya adalah menjadi ateis supaya manusia menjadi baik?

+ Ada orang ateis yang berhasil menjadi orang baik, bahkan menjadi sosok dunia yang agung, sekalipun mereka tidak beragama. Tetapi, jangan lupa, ada juga banyak orang ateis yang bejat dan tidak bermoral.

- Jadi?

+ Ya, baik teisme maupun ateisme, sama-sama punya peluang untuk menjadikan orang baik dan juga untuk menjadikan orang tidak baik. Yang satu tidak melebihi yang lain. Teisme dan ateisme bukan obat mujarab yang magis, yang pasti dengan cespleng akan menjadikan orang baik. Tidak ada obat magis dalam dunia ini. Jika orang ateis memandang ateisme sebagai obat mujarab yang magis, maka mereka telah menempatkan ateisme di posisi agama, sebab hanya agama yang mengklaim diri sendiri sebagai obat mujarab dan magis bagi semua penyakit.

- Oh begitu ya Pak. Jadi, jika agama-agama bisa gagal menjadikan orang baik, ateisme ternyata juga bukan sebuah alternatif yang bagus.

+ Ya, saya sudah menemukan, ateisme juga kini sedang menjadi sebuah penjara baru setelah orang melepaskan agama-agama yang mereka pandang sebagai penjara. Para ateis dewasa ini, saya temukan, sedang terpenjara dalam kebencian terhadap agama-agama (dinamakan religiofobia) dan dalam penolakan kuat terhadap iman atau kepercayaan (dinamakan fidofobia). Padahal faktanya adalah agama-agama, iman dan kepercayaan adalah juga bagian dari kehidupan kita yang sehat dan normal. Ada banyak hal yang baik yang dapat diberikan agama-agama, iman dan kepercayaan, di samping tentu saja hal-hal yang tidak baik.

- Jadi, mereka keluar dari penjara lama agama-agama hanya untuk masuk lagi ke dalam sebuah penjara baru ateisme?

+ Tepat!

- That’s fine! Pak, sebagai orang Kristen yang sudah dilahirkan kembali oleh Roh Kudus, boleh saya tawarkan sesuatu kepada Bapak?

+ Silakan.

- Begini Pak. Hemat saya, semua agama tidak akan berhasil menjadikan orang baik, juga agama Kristen. Yang saya yakini, hanya Yesus pribadi saja yang bisa mengubah orang, dari jahat menjadi baik, lewat Roh-nya yang akan diberikan kepada setiap orang yang mau percaya dan beriman kepadanya, dan menjadi bagian dari komunitas yang didirikan-Nya, yang terus bermetamorfosa.

+ Loh, bukankah Yesus kini juga bagian dari agama Kristen? Apa bisa Yesus diceraikan dari agama Kristen yang sekarang ini terdiri atas sangat banyak aliran? Apakah bisa Yesus bicara sendiri tanpa memakai aliran-aliran agama Kristen yang anda katakan terus berubah?

- Sangat bisa, Pak. Yesus itu jauh lebih besar dari agama Kristen aliran apapun, dan tidak bisa dikuasai oleh satu aliran Kristen apapun. Yesus itu pribadi yang hidup, dan tidak bisa dibatasi dalam kekristenan aliran apapun. Yesus sanggup muncul sendiri sebagai sang Pria kemilau berjubah putih, langsung ke orang yang sedang membutuhkannya, lalu menyampaikan firman-firman-Nya. Atau sebagai sosok insan yang dibuat menderita oleh para pembenci Yesus.

+ Hemat saya, jika kamu melihat Yesus hadir sebagai sosok kemilau berjubah putih dan berbicara kepadamu, kamu mengalami halusinasi. Pemicunya neurologis, ada pada lobus temporalis organ otakmu. Jangan salah, terlepas dari fakta real yang empiris, halusinasi tentang Yesus sedemikian rupa juga punya fungsi positif untuk menguatkan mental para pengikut-Nya. 

- Gaak begitu, Pak. Maksud saya, itu Yesus sungguhan yang datang kepada orang yang beriman dan percaya pada-Nya. Saya yakin itu Yesus betulan. Banyak orang telah mengalaminya. 

+ Nah, pernyataanmu tentang Yesus itu, sedalam apapun kamu yakini kebenarannya, itu tetap sebuah pendapatmu, pendapat aliran gerejamu juga.

- Aaaahhh...gaaak begitu, Pak. Tapi.... ya... ya.... ya itulah yang diajarkan ke saya oleh sang pendeta besar gereja saya.

+ Ya, yang kamu hormati dan junjung tinggi-tinggi sebetulnya bukan Yesus, tetapi ajaran sang pendeta gerejamu, yang kamu sebut tadi sang pendeta besar. Yesus yang dia sebut-sebut itu, ya Yesus kepunyaannya. Pendeta-pendeta lain juga punya Yesus mereka sendiri-sendiri, Yesus yang sesuai aliran gereja mereka masing-masing. Mustahil menceraikan Yesus dari aliran-aliran agama Kristen. Dan juga, seperti kata anda, Yesus memang tidak pernah bisa dikuasai dan dihabiskan oleh satu aliran agama Kristen saja. Selalu muncul tafsiran-tafsiran baru terhadap Yesus sejalan dengan perubahan zaman dan konteks kehidupan, dan juga dengan kepentingan-kepentingan dan ambisi-ambisi sosioekonomis dan politis para pebisnis injil.

- Tapi, hemat saya, itulah ajaran yang terbenar tentang Yesus, yang sudah dipikirkan dalam-dalam dan sangat lama oleh sang pendeta besar gereja saya. Sang pendeta besar gereja saya ini tidak mungkin salah, Pak. Dia sudah meraih gelar doktor dalam apologetika, Pak.

+ Loh, kalau sang pendeta besar gerejamu itu tidak bisa salah, dia sudah sama dong dengan Tuhan Yesus dalam kepercayaanmu. Katamu tadi, Yesus selalu jauh lebih besar dari aliran Kristen apapun. Ternyata sekarang, sang pendeta besar gerejamu tampaknya malah lebih besar dari Yesus.

- Uuppps. Betul juga ya. Jadi,.... sang pendeta besar gereja saya itu salah ya, Pak? Ah, masak sih dia salah. Gaaaaakkkk mungkin deeeh! Gaak mungkin. Gaaakkk mungkin. Gaaaakkkkkk!

+ Terserah penilaianmu sendiri. Pakailah pengalaman dan akalmu sendiri untuk menilai.

- Jadi, sang pendeta besar gereja saya itu bisa salah ya, Pak?

+ Kalau dia memang pakar apologetika, pasti dia akan keluarkan banyak alasan dan banyak jurus silat untuk membela dirinya sendiri, dengan dipoles sana sini oleh ayat-ayat Alkitab.

- Apologetika itu sebetulnya apa, Pak? Pasti bukan ilmu sihir, bukan?

+ Apologetika itu.... ya itu.... ilmu membela kepercayaan sendiri dari semua keberatan dan kritik. Para apologet semacam sang pendeta besar gerejamu itu selalu memakai sebuah kacamata kuda hitam tebal dalam memandang dunia ini. Saking piawainya dia membela dan mempertahankan kepercayaan keagamaannya, sebagai apologet dia sering menyihirmu dan warga gerejamu.

- Ooh begitu. Jadi, selama ini saya sudah tersihirkah olehnya?

+ Ya, periksa dirimu sendiri dengan jujur, dan gunakan akalmu untuk menemukan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang berguna dan mana yang tidak berguna. Usahakan untuk selalu eling dan sadar. Jangan sampai tersihir oleh apapun.

- Oooh, jadi akal kita bisa menuntun kita untuk tahu memilah-milah nilai-nilai moral. Apa betul begitu, Pak? Selama ini, saya hanya diajarkan satu hal: jadikanlah Alkitab sebagai satu-satunya sumber moralitas, sumber akhlak.

+ Tentu, sejauh masih relevan, Alkitabmu dapat kamu gunakan sebagai salah satu sumber ajaran moral, tetapi bukan satu-satunya sumber. Ada sangat banyak sumber yang tersedia untuk kita gunakan sebagai sumber-sumber ajaran moral.

- Ada banyak sumber ajaran moral? Apa saja itu, Pak? Saya jadi tertarik nih.

+ Dulu, sebelum lahir agama tertua (70.000 tahun lalu di Afrika Selatan), moyang kita Homo sapiens sudah hidup selama tiga ratus ribu tahun lebih tanpa agama apapun. Meskipun demikian, mereka sudah punya moralitas (dalam bentuk masih sederhana) yang membuat mereka dapat membangun dan mempertahankan masyarakat-masyarakat mereka. Tanpa nilai-nilai moral yang mengendalikan suatu masyarakat, masyarakat manapun akan cepat roboh dan lenyap.

- Jika belum ada agama apapun, lantas dari mana moyang kita mendapatkan nilai-nilai moral?

+ Dari banyak sumber lain: dari berbagai pengalaman kehidupan, dari dunia alam yang luas, dari lingkungan sosiobudaya, dari contoh-contoh yang mereka amati dalam dunia kehidupan hewan-hewan lain, dari pengetahuan-pengetahuan sederhana yang mereka akumulasi secara bertahap, dari intuisi mereka sendiri, dan dari kegiatan berpikir dan merenung panjang dan luas.

- Ooh begitu ya. Baru terbuka pikiran saya sekarang. Selama ini otak saya terus diselubungi awan-awan gelap. Akibatnya, yang saya lihat setiap hari hanya agama, agama dan lagi agama.

+ Yang terpenting adalah akal sebagai sumber moralitas. Lewat akal yang digunakan dengan aktif dan cermat, semua hal yang moyang kita alami dalam kehidupan sehari-hari dipikirkan dan direnungi matang-matang oleh mereka. Aktivitas kognitif dalam organ otak inilah yang kemudian melahirkan nilai-nilai moral. Kognisi mental adalah sumber utama atau akar terdalam moralitas dalam kehidupan Homo sapiens.

- Apakah sebelum manusia, Homo sapiens, muncul di muka Bumi sebagai bagian dari evolusi biologis, sudah ada hewan-hewan lain yang juga mengerti dan menghayati moralitas?

+ Pertanyaan yang sangat bagus. Saya cukup heran, kamu mampu bertanya demikian.

- Begitu ya, Pak.

+ Ya,... hewan-hewan lain yang tergolong primata, khususnya yang disebut kera-kera besar (great apes), seperti bonobo dan simpanse, ditemukan lewat studi-studi ilmiah mampu memperlihatkan sikap dan kelakuan bermoral. Mereka menjalani kehidupan mereka sehari-hari dalam masing-masing komunitas mereka bukan hanya lewat naluri, tetapi juga lewat nilai-nilai moral. Otak primata ini juga sanggup melahirkan kognisi yang memunculkan moralitas dan kesadaran.

- Tapi, apakah Bapak bermaksud menyatakan ada pertalian biologis antara kita, Homo sapiens, dan simpanse dan bonobo, dan mungkin juga dengan gorilla dan orangutan?

+ Ya, sudah lama ditemukan, Homo sapiens dan kera-kera besar memiliki pertalian biologis, tepatnya pertalian genetik, yang menunjukkan kita dan mereka memiliki moyang bersama dalam sejarah evolusi kita dan sejarah evousi kera-kera besar. Pendek kata, kita dan great apes adalah sesama sepupu.

- Aaahh, Pak, apa yang Bapak katakan sebagai “pertalian genetik” dan “sesama sepupu” antara manusia dan kera-kera besar, adalah hal yang paling dibenci oleh sang pendeta besar gereja saya.

+ Ya, saya sudah menduga hal itu. Tetapi, itulah salah satu fakta sains terbesar dan paling signifikan, yang ditunjang bukti-bukti yang semakin banyak dari berbagai disiplin ilmu.

- Aaah, Bapak tadi sudah berhasil membuka penglihatan saya bahwa agama bukanlah satu-satunya sumber ajaran moral, tetapi ada banyak, khususnya akal budi atau kemampuan kognitif manusia.

+ Itu sungguh-sungguh sebuah mukjizat dari anda. Supaya maju selangkah lagi, ya anda terimalah fakta sains evolusi itu. Jika anda sanggup, itulah mukjizat kedua buat anda.

- Aaahh, gaaak lah Pak. Saya takut kena laknat dari mulut sang pendeta besar gereja saya.

+ Sebaiknya awan-awan gelap itu anda singkirkan secepatnya supaya sang Mentari pencerah menyinari anda tanpa awan penghalang.

- Tapi saya takut silau oleh kemilau cahaya Mentari, Pak.

+ Jadikan cahaya sang Mentari sumber energi yang menghidupkan, bukan membutakan mata.

- Gaak ah! Risikonya terlalu besar dan berat buat saya.

+ Loh, kenapa kamu takut terhadap sang Mentari? Bukankah Yesus Kristus sendiri, dalam kepercayaan gereja, adalah sang Mentari Yang Tak Terkalahkan, Sol Invictus? Mengapa kamu takut oleh kemilau Sol Invictus ini?

- Aaaah, Pak, anda telah membuat batin dan akal saya merana sekarang ini. Apakah untuk tercerahkan sempurna, orang harus merana?

+ Tampaknya memang harus begitu. Membuka jendela akal dan batin, harus siap disergap kemilau cahaya Mentari.

- Aaahhh!

Jakarta, 26 Oktober 2015
ioanes rakhmat


N.B.: 
Tentang moralitas, baca juga ini https://ioanesrakhmat.blogspot.com/2012/05/asal-usul-moralitas.html?m=0.

dan ini http://ioanesrakhmat.blogspot.com/2014/11/sciences-and-values.html?m=0.