Tuesday, January 13, 2015
Orang Buta dan Seekor Gajah Besar
Apa yang terjadi, jika seorang buta diminta menjelaskan sosok seekor gajah yang besar? Wah, hasilnya akan rame! Yang satu akan bilang, oh gajah itu hanyalah seutas tambang. Yang satunya lagi akan berkata, oh gajah itu hanyalah tembok. Yang lainnya dengan yakin berkata, oh gajah itu rupanya semeter selang besar. Si buta yang memegang hanya kuping gajah akan ngotot menyatakan, oh gajah itu seperti tampah rupanya.
Sang gajahnya sendiri terheran-heran, bingung dan bengong! Pusing tujuh keliling. Hanya bisa mengernyitkan keningnya dalam-dalam.
Begitulah, metafora orang buta dan seekor gajah besar menggambarkan kepada kita bahwaTuhan itu mahabesar dan mahatakterbatas. Pengenalan manusia lewat agama hanyalah pengenalan tentang Tuhan secara parsial, sangat jauh dari lengkap. Tetapi celakanya, nyaris semua orang beragama mengklaim bahwa agama mereka masing-masing adalah keseluruhan diri sang Tuhan sendiri. Hanya orang yang matanya buta dan pikirannya dangkal akan ngotot menyatakan bahwa ekor gajah atau belalai gajah atau telinga gajah adalah gajah itu sendiri.
Akibatnya sudah banyak kita saksikan. Tuhan yang satu berkelahi dengan Tuhan yang lain, dan umat yang satu berselisih dengan umat yang lain. Dan Tuhan yang sejati hanya bisa mencucurkan air mata, menangis dalam kesedihan yang dalam, bak seorang bunda yang menangis saat melihat putra dan putrinya berkelahi dan menyerang satu sama lain. Siapakah yang mau menyeka air mata Tuhan, sang Bunda kita? Siapakah yang mau menghibur hati sang Bunda, yang sedang berduka sangat dalam?
Saya terdorong untuk mengungkapkan Tuhan dalam bahasa perempuan, sebagai sosok sang Ibu yang hatinya selalu iba, tidak bisa marah dan tidak bisa bertindak keras. Kalau sudah tidak bisa berbuat hal lain secara fisikal di dunia objektif, seorang ibu biasanya akan menangis pilu dalam dunia subjektifnya, dalam batinnya yang paling dalam. Tangisan putra, kata orang, derita bunda. Sebaliknya juga benar: tangisan bunda, derita putra dan putrinya.
Kata banyak orang, sosok bunda menyimpan jauh lebih banyak misteri ketimbang sosok ayah. Bahkan fisikawan besar Stephen Hawking melihat misteri terbesar dalam jagat raya ini bukan misteri-misteri fisika, tetapi misteri kaum perempuan, the mystery of women. Begitulah, Tuhan sebagai sosok sang Bunda menyimpan jauh lebih banyak misteri ketimbang kalau sang Tuhan yang sama diungkap secara metaforis dalam bahasa lelaki. Misteri Tuhan sebagai sang Bunda tak terbatas, terungkap hanya sedikit demi sedikit, dan untuk bisa terungkap sepenuhnya, hanya keabadian yang memungkinkannya. Berapa panjang waktu yang dinamakan keabadian itu? Bisakah anda menjawabnya? Bayangkanlah, seluruh gunung di pegunungan Himalaya sedang dipindahkan oleh seekor burung pipit lewat patuknya yang mungil ke suatu tempat lain. Secuil demi secuil tanah dipatuknya, lalu dibawa terbang ke sebuah tempat lain yang sangat luas untuk dipindahkan. Berapa lama waktu yang diperlukan sang burung pipit ini untuk berhasil memindahkan seluruh pegunungan Himalaya itu? Keabadian jauh melebihi waktu yang diperlukan si burung pipit ini.
Karena misteri Tuhan sang Bunda itu tak terbatas, maka selama kehidupan kita, kita hanya mampu menangkapnya secara parsial, sedikit demi sedikit saja, itupun kita lakukan secara perspektival, artinya hanya dari sudut pandang terbatas yang kita pilih. Selamanya, kita tidak bisa melihat realitas sepenuh-penuhnya, tetapi hanya bisa secara perspektival. Bulan purnama yang menggantung di langit, tidak bisa kita lihat sepenuh-penuhnya sebagai sebuah bola padat bersinar. Kita hanya bisa melihat sang bulan ini hanya separuh, yaitu sisinya yang tampak dari Bumi. Separuhnya lagi tidak pernah akan bisa kita lihat dari planet kita, kecuali kita menumpang sebuah wantariksa untuk membawa kita ke sisi di balik sisi bulan yang kita selama ini lihat. Memandang bulan yang objektif kelihatan saja kita harus perspektival, apalagi jika kita memandang dan mencoba memahami sang Bunda ilahi yang besarnya tidak terbatas. Ibaratnya, kita ini sebutir debu yang mau melihat keseluruhan jagat raya tanpa batas.
Karena manusia selalu perspektival, maka pemahaman manusia tentang sang Tuhan yang sudah diungkap oleh agama-agama juga selalu perspektival. Kita tidak akan bisa melihat keseluruhan diri Tuhan seketika. Terlalu dahsyat dan terlalu luas sang Tuhan sebagai sang Bunda, sehingga mustahil sang Bunda habis terpahami manusia. Tuhan yang sudah habis dipahami manusia, kehilangan sifat ketuhanannya. Kata Abdurrahman Wahid, “Sia-sialah upaya menjaring Tuhan hanya ke dalam sebuah pengertian saja. Dia lebih besar dari apapun rumusan manusia tentang hakikat-Nya yang Mahasempurna.”
Agama-agama, dengan demikian, sudah kodratnya harus perspektival. Karena itu, tidak ada jalan lain, selain semua umat beragama saling mengenal satu sama, saling memahami satu sama lain, bersedia untuk berdialog dan berdiskusi, supaya oleh kita bersama-sama kebenaran-kebenaran Tuhan terungkap makin luas dan makin dalam, makin multidimensional, dalam makin banyak perspektif, makin penuh. Bahkan kalaupun seluruh agama bisa disatukan tanpa sisa, sang Tuhan sebagai sang Bunda kita selalu jauh lebih besar dari semua pemahaman dalam semua agama tentang Tuhan. Agama apapun sudah kodratnya tidak bisa sombong, seperti Tuhan sang Bunda tidak pernah bisa sombong.
Karena sang Bunda ilahi kita tidak bisa kita pahami habis, karena sang Tuhan selalu mahatakterbatas, selalu mahatahu, maka adalah tugas kita untuk terus-menerus belajar dan menimba serta mengembangkan ilmu pengetahuan tanpa batas. Belajar, menimba ilmu, dan memajukan ilmu pengetahuan tanpa batas, adalah usaha-usaha yang sejalan dengan usaha kita semua untuk mengenal sang Bunda dengan lebih luas dan lebih dalam lagi setiap hari. Semakin Tuhan itu dipercaya mahatahu, maka semakin harus kita bertambah cerdas dan bertambah ilmu setiap hari. Mengenal Tuhan sang Bunda, pasti mendorong kita untuk terus mau belajar dan mau berubah. Pada sisi lain, tidak ada bunda manapun yang menginginkan anak-anaknya bodoh dan berilmu dangkal. Setiap bunda, ingin putra dan putrinya cerdas, berilmu tinggi, dan terus mengalami perubahan menuju kematangan dan kedewasaan. Perubahan adalah tanda kita masih hidup dan masih sedang belajar.
Periksalah diri anda, apakah anda masih berubah, ataukah sudah tidak pernah berubah lagi. Banyak orang yang masih hidup secara ragawi, tetapi pikiran dan kesadaran mereka telah mati. Saya berharap, anda tidak seperti mereka. Berubahlah menjadi makin dewasa dan matang.
Jakarta, 13 Januari 2015
by ioanes rakhmat
Monday, January 12, 2015
The Deity That Weeps
Look! Our Great Mother is weeping now!
Let us console the heart of our Great Mother!
Let us together wipe Her tears now!
Let us make Her cry no longer!
Know that She cannot be angry!
She cannot be rude!
She cannot be impure!
She cannot be nasty!
She cannot hate!
She cannot intimidate!
She cannot terrorize!
She cannot annihilate!
She cannot wage war!
She cannot slaughter!
She cannot shoot!
She cannot loot!
She cannot draw a sword!
She cannot make anybody scared!
She cannot seize anybody’s land!
She cannot make anybody enslaved!
She cannot send anybody to hell!
She cannot be cruel!
She cannot be brutal!
She cannot kill!
She can only weep!
Weep, weep, weep!
Deep, deep, deep within!
For Her beloved children!
She is gracious, merciful and kind
She can only cry for the world
The cry that heals the wound
The cry that saves the world
The Great Mother let Her be!
Of the Earth, the sky and all the stars
Of all humans, plants and animals
Of the past, the present and the future
Look! Our Great Mother is weeping now!
Let us console the heart of our Great Mother!
Let us together wipe Her tears now!
Let us make Her cry no longer!
Jakarta, 12 January 2015
by ioanes Rakhmat
N.B.: This poem is sincerely dedicated to all victims of terror attacks in our broken world today. What I had in mind when I composed this poem is not Mary the mother of Jesus. I gave the name The Great Mother for the deity because I wanted to express a woman god, not a man god, hoping that a woman god could express the meekness side of a god. A woman god who is meek is, i feel it, more heart-touching than a man god in the reality of violence in our world today. Good and touching metaphors can heal the world.
by ioanes Rakhmat
N.B.: This poem is sincerely dedicated to all victims of terror attacks in our broken world today. What I had in mind when I composed this poem is not Mary the mother of Jesus. I gave the name The Great Mother for the deity because I wanted to express a woman god, not a man god, hoping that a woman god could express the meekness side of a god. A woman god who is meek is, i feel it, more heart-touching than a man god in the reality of violence in our world today. Good and touching metaphors can heal the world.
Saturday, January 10, 2015
Serangan teroris terhadap majalah satiris Charlie Hebdo, Paris
Make peace. Do not make war!
Satir-satir karikaturis yang dipublikasi majalah Charlie Hebdo untuk menyerang agama-agama (bukan hanya agama Islam) ditempatkan oleh Prof. Caroline Weber dalam sejarah panjang gerakan antiklerikalisme radikal Prancis. Gerakan ini, dalam pandangan para editor majalah ini, bertujuan untuk mem-“banalisasi” (to banalize) agama-agama apapun, termasuk Gereja Roma Katolik Prancis, sehingga agama-agama tidak lagi ditabukan untuk dibicarakan dan dikritik. Ada beberapa karikatur satiris majalah ini yang menyerang GRK dengan keras, antara lain karikatur-karikatur mesum yang dikenakan pada Paus. Itu juga tujuan para editor majalah ini dengan karikatur-karikatur satiris yang menyerang agama Islam, yakni untuk membanalisasi agama ini. Kalau GRK sudah terbanalisasi, tampaknya dunia Muslim belum; entah sampai kapan. Tulisan bagus Prof. Weber ini wajib anda baca, terpasang di http://www.wsj.com/articles/charlie-hebdo-is-heir-to-the-french-tradition-of-religious-mockery-1420842456?.
Mark Juergensmeyer terkenal sebagai analis bagus atas kasus-kasus terorisme atas nama agama-agama dalam dunia kita belakangan ini. Dua bukunya dibaca sangat banyak orang, Terror in the Mind of God: The Global Rise of Religious Violence (edisi ke-3, 2003); dan Global Rebellion: Religious Challenges to the Secular State, From Christian Militia to Al Qaeda (2008).
Selain dia, Robert A. Pape juga dikenal dengan analisis-analisisnya yang kuat terhadap kekerasan-kekerasan yang dilakukan orang beragama untuk mencapai status martir. Bukunya yang mengulas suicide bombers juga banyak dibaca orang, berjudul Dying to Win: The Strategic Logic of Suicide Terrorism (2005).
Mengenai serangan teroris di Paris yang telah menewaskan 12 jurnalis majalah satiris Charlie Hebdo, yang sedang banyak disorot dan dibicarakan orang di hari-hari belakangan ini, Mark Juergensmeyer baru saja menulis sebuah analisis yang dipasang online pada blognya, dengan judul “Religion Was Not the Reason for the Paris Attack”. Ini link ke tulisannya itu http://juergensmeyer.org/religion-was-not-the-reason-for-the-paris-attack/#comment-1593.
Dua paragraf terakhir dalam tulisannya itu berbunyi demikian:
“It is not right, of course, to blame Christianity for the acts of angry young men who are Christian, even when they claim to be defending the Christian community. Similarly, Islam is not responsible for angry Muslims. Sadly, by evoking faith as an element of their bloody rage, however, they compound their crimes. They cause religion to be one more injured victim of their awful actions.”
Saya terjemahkan:
“Tentu saja tidak betul jika kekristenan dipersalahkan atas aksi-aksi kemarahan orang-orang muda yang sedang marah yang beragama Kristen, sekalipun mereka mengklaim bahwa mereka sedang membela komunitas Kristen. Begitu juga, Islam tidak bertanggungjawab bagi Muslim-muslim yang sedang marah. Namun susahnya, dengan mengacu ke kepercayaan keagamaan sebagai sebuah unsur dari kemarahan mereka yang menimbulkan pertumpahan darah, mereka melipatgandakan dan memperburuk kejahatan-kejahatan mereka. Mereka membuat agama menjadi salah satu korban lagi dari aksi-aksi mereka yang brutal.”
Saya telah memberi sebuah komentar dan pertanyaan kepada Mark Juergensmeyer pada blognya itu. Demikian:
You wrote, “Religion doesn’t cause the violence, it is the excuse for it.” That means, the religion they adhere to, legitimizes their violent actions. There is always an interaction between religious doctrines and human actions. Is this what you really mean?
Saya terjemahkan:
“Anda menulis, 'Agama tidak menimbulkan kekerasan; agama hanya menjadi dalih pembenaran atas kekerasan.' Itu berarti, agama yang mereka anut melegitimasi aksi-aksi kekerasan mereka. Selalu ada interaksi antara doktrin-doktrin keagamaan dan tindakan-tindakan manusia. Apakah ini yang sebetulnya anda maksudkan?”
Saya sedang menunggu tanggapan Mark Juergensmeyer. Bagaimana tanggapan anda?
Saya sendiri berpendapat, mendewasakan agama-agama lewat karikatur-karikatur keras bukanlah sebuah pendekatan yang arif, meskipun sudah ada hasilnya dalam sejarah antiklerikalisme Prancis dengan terbanalisasinya GRK sekarang ini. Tetapi yang jadi soal serius, hemat saya, adalah apakah nilai karikatur-karikatur yang keras sama dengan nilai 12 nyawa manusia lebih yang telah direnggut oleh tembakan roket-roket dan peluru-peluru tajam? Saya tidak berhasil memahami logika yang ada di dalam aksi teror ini. Bisa jadi, dalam semua aksi teror, logika yang dipakai adalah logika yang menempatkan nyawa semua manusia di tempat yang sangat rendah bahkan tanpa nilai, di hadapan hal-hal lain yang dipercaya para teroris sebagai hal-hal yang agung tiada taranya, yang untuk membela hal-hal ini mereka sanggup tidak menyayangkan nyawa mereka sendiri dan, celakanya, juga nyawa orang-orang lain.
ioanes rakhmat
Jakarta, 10 Januari 2015
Tuesday, January 6, 2015
“Meme”, Apakah itu?
Virus kultural menyebar, bukan saja antarmanusia, tapi juga antarbenua!
“Meme”
adalah pemendekan kata benda Yunani “mimeme” (atau “mimema”) (artinya “sesuatu yang ditiru”); kata kerjanya “mimeisthai” yang
artinya meniru, mengingat, mengikuti, terjangkiti atau tertulari. Dalam bukunya The Selfish Gene,
Richard Dawkins adalah orang pertama yang menciptakan dari kata “mimeme” kata
tunggal “meme” yang baginya dekat dengan kata “gene”./1/
Kalau
gen/molekul DNA diteruskan manusia ke manusia lain lewat sperma atau telur,
meme juga menular lewat cara-cara lain yang nongenetik dari orang ke orang. Meme
tidak meneruskan DNA, tapi semua produk kognitif budaya, seperti ide,
pengetahuan, gambar, pakaian, kata-kata, cara hidup, cara berbudaya, adat-istiadat, dan
juga ide-ide dalam agama-agama, dll.
Meme
menularkan semua produk kognitif budaya ini lewat otak ke otak, lewat proses
imitasi dan pembelajaran yang terus-menerus dan real, bukan lewat alam melalui
seleksi alamiah. Jika kuliah dosen anda tertangkap oleh otak anda, alhasil anda
makin cerdas dan berpengetahuan, meme yang dia sebarkan tertular dengan efektif
ke otak anda. Dan meme dari otak anda akan meneruskan meme dosen anda ini ke
orang-orang lain lebih banyak lagi.
Sejumlah
pakar berpendapat, sebagaimana molekul DNA itu suatu struktur kimiawi yang
hidup dan menyebar, begitu juga meme, terstruktur, hidup dan menyebar. Meme
dianggap sebagai suatu struktur yang hidup, ada dalam otak, menyebar ke
mana-mana dalam unit-unit lewat kegiatan pembelajaran dan penyebaran informasi dalam semua
kebudayaan. Richard Dawkins sendiri dalam bukunya The Extended Phenotype (1982) menyatakan bahwa meme “secara ragawi berdiam dalam otak”./2/ Dengan kemajuan teknologi neurocitra (“neuroimaging technology”) masa kini, studi-studi empiris terhadap keberadaan meme dalam otak kini sudah dapat dilakukan, misalnya oleh Adam McNamara, khususnya untuk menemukan basis-basis neuralnya./3/
Karena
sifatnya yang menyebar dan menular, meme juga dinamakan “virus kognitif” atau “virus
kultural” yang memuat dan menularkan data dan informasi kultural. Sebagaimana
data dan info komputasional hidup real dalam dunia virtual, diam atau menyebar,
begitu juga meme hidup dalam suatu dunia virtual data dan informasi kultural setelah keluar dari otak. Meme juga berubah menjadi kata-kata dan ide-ide dalam buku-buku atau dalam e-books, atau dalam bentuk data digital di Internet, membentuk apa yang dinamakan meme Internet. Dengan adanya Twitter, misalnya, meme Internet dapat dengan cepat menyebar dan tertular nyaris ke seluruh muka Bumi.
Begitu juga, saat meme dalam unit-unit menyebar dari otak ke otak, meme selalu berinteraksi dengan bidang-bidang lain kehidupan yang dikaji oleh berbagai disiplin ilmu lainnya, sebab setiap otak manusia tidak berada dalam kevakuman atau kekosongan. Otak kita itu juga bersifat sosial, selalu membutuhkan pergaulan dengan otak-otak lain dalam berbagai konteks sosial dan ekologi. Saat menular dan berinteraksi ini, meme dapat memperbanyak diri, dan juga bermutasi khususnya saat meme menjawab “desakan-desakan selektif” seperti persaingan ide-ide kultural atau dalam suatu perang kultural.
Begitu juga, saat meme dalam unit-unit menyebar dari otak ke otak, meme selalu berinteraksi dengan bidang-bidang lain kehidupan yang dikaji oleh berbagai disiplin ilmu lainnya, sebab setiap otak manusia tidak berada dalam kevakuman atau kekosongan. Otak kita itu juga bersifat sosial, selalu membutuhkan pergaulan dengan otak-otak lain dalam berbagai konteks sosial dan ekologi. Saat menular dan berinteraksi ini, meme dapat memperbanyak diri, dan juga bermutasi khususnya saat meme menjawab “desakan-desakan selektif” seperti persaingan ide-ide kultural atau dalam suatu perang kultural.
Lewat meme yang
menyebar lalu masuk ke dalam otak kita, lalu kita membangun budaya, evolusi
kebudayaan pun berlangsung, tidak dikendalikan oleh seleksi alamiah. Kalau DNA
yang tersebar membuat evolusi biologis berjalan dalam jangka waktu yang panjang,
maka meme yang menyebar membuat evolusi kebudayaan berlangsung dalam jangka
waktu yang pendek. Kalau DNA yang
tersebar membuat evolusi biologis berjalan alamiah, lewat meme yang dinamis dan
tersebar evolusi kultural kita bangun dan rancang sendiri, sesuai kemampuan
setiap peradaban.
Jika unit-unit meme disebarkan dari otak manusia ke otak manusia lainnya, tentu adalah mungkin meme juga dapat disebarkan dan ditularkan dari otak spesies alien-alien cerdas dari angkasa luar ke otak banyak homo sapiens di planet Bumi ini, khususnya otak para manusia jenius yang telah dan sedang melahirkan pemikiran-pemikiran besar untuk peradaban manusia, dulu maupun kini. Tentu saja, meme yang ditularkan dari otak organisme-organisme cerdas dari dunia-dunia lain ini ke otak banyak manusia Bumi tidak begitu saja menguasai seluruh pemikiran dalam otak para manusia Bumi penerima meme luar Bumi. Dalam semua kasus interaksi antarmeme, selalu terjadi dialog, keterbukaan, penerimaan, sintesis, mutasi, atau bahkan penolakan penuh terhadap meme yang diterima. Tentu saja, interaksi antara meme alien-alien cerdas dan meme manusia-manusia jenius yang saya pikirkan ini murni spekulasi saya; kalaupun spekulasi ini benar, spekulasi ini sama sekali tidak bisa dibuktikan secara empiris, karena kita tidak akan pernah berhasil mewawancarai alien-alien cerdas itu atau menemukan meme mereka secara empiris.
Jika unit-unit meme disebarkan dari otak manusia ke otak manusia lainnya, tentu adalah mungkin meme juga dapat disebarkan dan ditularkan dari otak spesies alien-alien cerdas dari angkasa luar ke otak banyak homo sapiens di planet Bumi ini, khususnya otak para manusia jenius yang telah dan sedang melahirkan pemikiran-pemikiran besar untuk peradaban manusia, dulu maupun kini. Tentu saja, meme yang ditularkan dari otak organisme-organisme cerdas dari dunia-dunia lain ini ke otak banyak manusia Bumi tidak begitu saja menguasai seluruh pemikiran dalam otak para manusia Bumi penerima meme luar Bumi. Dalam semua kasus interaksi antarmeme, selalu terjadi dialog, keterbukaan, penerimaan, sintesis, mutasi, atau bahkan penolakan penuh terhadap meme yang diterima. Tentu saja, interaksi antara meme alien-alien cerdas dan meme manusia-manusia jenius yang saya pikirkan ini murni spekulasi saya; kalaupun spekulasi ini benar, spekulasi ini sama sekali tidak bisa dibuktikan secara empiris, karena kita tidak akan pernah berhasil mewawancarai alien-alien cerdas itu atau menemukan meme mereka secara empiris.
Selain lewat
meme yang terus mereproduksi diri, bermutasi dan menyempurnakan diri dan menyebar, evolusi
kultural juga sebetulnya dapat berlangsung lewat DNA yang kita desain ulang
untuk mencapai tujuan-tujuan kultural kita. Kita tidak hanya sedang mengalami
evolusi alamiah lewat mutasi alamiah DNA yang memerlukan waktu sangat banyak generasi ke depan,
tapi juga sedang mengalami “self-designed evolution” (SDE) lewat teknologi
rekayasa genetik, terang-terangan ataupun diam-diam, dalam waktu yang sangat
singkat.
SDE dan
penyebaran virus kognitif meme menghasilkan evolusi homo sapiens dan
kebudayaannya secara artifisial. SDE dan penyebaran virus kognitif meme adalah
dua faktor utama perkembangan pesat peradaban kita sekarang ini. Evolusi
spesies secara alamiah, yang juga berpengaruh pada evolusi kebudayaan, dapat kita kendalikan atau malah kita percepat lewat
evolusi biologis dan evolusi kultural yang kita desain sendiri, lewat rekayasa genetik
dan lewat penyebaran unit-unit meme yang dipercepat.
Jakarta, 6
Januari 2015
by ioanes rakhmat
by ioanes rakhmat
Catatan-catatan
/1/ Richard Dawkins, The Selfish Gene (edisi paperback; Oxford: Oxford University Press, 1976), hlm. 206.
/2/ Richard Dawkins, The Extended Phenotype (Oxford: Oxford University Press, 1982), hlm. 109.
/3/ Adam McNamara, “Can we measure memes?”, Frontier in Evolutionary Science 3 (25 May 2011), doi: 10.3389/fnevo.2011.00001, pada http://journal.frontiersin.org/Journal/10.3389/fnevo.2011.00001/full.
/1/ Richard Dawkins, The Selfish Gene (edisi paperback; Oxford: Oxford University Press, 1976), hlm. 206.
/2/ Richard Dawkins, The Extended Phenotype (Oxford: Oxford University Press, 1982), hlm. 109.
/3/ Adam McNamara, “Can we measure memes?”, Frontier in Evolutionary Science 3 (25 May 2011), doi: 10.3389/fnevo.2011.00001, pada http://journal.frontiersin.org/Journal/10.3389/fnevo.2011.00001/full.
Puisiku: Inilah Agamaku!
Agamaku sungguh sangat sederhana
Tidak rumit, tidak ribet, namun sakti
Namanya pun sangat melapangkan dada:
Agama Kebaikan Hati
Tanpa doktrin, akidah atau dogma
Tidak ada hierarki dari kepala hingga kaki
Hati nurani jadi pemandu utama
Ilmu pengetahuan menerangi setiap hati
Rumah ibadahku dunia luas terbentang
Tanpa atap, dinding dan tiang-tiang
Ke dalamnya siapapun boleh bertandang
Bahkan boleh tinggal sampai ajal datang
Kitab suciku langit malam luas terbentang
Penuh bintang bercahaya gilang-gemilang
Dikagumi dan dibaca semua
insan rupawan
Penuh misteri yang membuat hati tertawan
Ritualku membaca dan menulis buku-buku
Untuk mencerahkan dunia dengan ilmu pengetahuan
Manusia menjadi cerdas dan tinggi berilmu
Serangga, rumput dan burung pun ikut tercerahkan
Syahadatku, “Aku cinta umat manusia dan kehidupan.”
Sederhana, pendek, tidak ribet dan tidak rumit
Namun sangatlah sulit kalau mau dilaksanakan
Tak cukup diikrarkan lewat mulut komat-kamit
Tuhanku sang Cinta Kasih Tanpa Batas
Bukan sebuah nama yang indah-indah dirancang
Atau yang diperebutkan insan-insan terbatas
Tapi sebuah kata kerja yang memacu kerja cemerlang
Nabiku diriku sendiri untuk diriku sendiri
Berdiam tenang dan agung dalam sanubari
Dia perintahkanku, “Kenalilah dirimu sendiri!”
Mengenal diri tanda keagungan diri sendiri
Tidak diucapkan keras-keras ke angkasa raya
Tapi dilakoni diam-diam setiap hari dalam sunyi
Menghidupkan diriku sendiri dan seluruh semesta
Nyanyian rohaniku “Imagine” karya John Lennon
Tidak dilantunkan riuh dengan musik bergempita
Tapi ampuh menggerakkan hadirin dan penonton
Untuk menjadikan kedamaian isi jagat semesta
Komunitas keimananku umat manusia sejagat
Tanpa segregasi, alienasi, separasi dan diskriminasi
Hidup bersaudara dan saling mengasihi kuat-kuat
Tidak ada ideologi yang memecah dan menguasai
Ikrarku: mengabdi demi kebaikan dan kasih sayang
Demi kemanusiaan dan persaudaraan
Demi kesehatan dan umur panjang
Demi kecerdasan dan ilmu pengetahuan
Tulis di kolom agama KTP-mu
Agama: Kebaikan Hati
Tak ada yang bisa menolak kebaikan hatimu
Penjahat pun tunduk pada kebaikan hati
Tulis di kolom agama KTP-mu
Agama: Kebaikan Hati
Tak ada yang bisa menolak kebaikan hatimu
Penjahat pun tunduk pada kebaikan hati
Marilah bersamaku bersatu ramai-ramai
Mengubah diri sendiri dan dunia luas tanpa tepi
Lewat agamaku yang sederhana namun membuai:
Agama Kebaikan Hati
Jakarta, 6
Januari 2015
by ioanes
rakhmat
Subscribe to:
Posts (Atom)