Thursday, June 18, 2015

Pantaskah Ibu Aung San Suu Kyi dicaci?

Aung Sang Suu Kyi sedang disambut bunga-bunga oleh para pendukungnya setibanya dia di Burma, 14 Juni 2015, setelah berkunjung ke China

Dari hasil pemantauan saya, sekarang ini terlihat banyak Muslim, dan juga para pegiat HAM, yang mencemooh bahkan mengatai-ngatai Aung San Suu Kyi dengan keras, lantaran, kata mereka, sang Ibu pemenang Hadiah Nobel perdamaian ini ternyata hanya berdiam diri saja ketika berhadapan dengan kondisi buruk Muslim Rohingya. Untuk mereka yang semacam ini, baiklah saya ketengahkan sebuah cuplikan wawancara terbaru dengannya.

Sehabis perkunjungannya ke China beberapa waktu lalu, Ms. Aung San Suu Kyi pada 16 Juni 2015 diwawancara lewat telpon oleh jurnalis The Washington Post, Mr. Fred Hiatt. Ada sejumlah hal yang dibicarakan, misalnya hubungan partai Liga Nasional untuk Demokrasi (National League for Democracy, NLD) yang dipimpinnya dengan RRC, Pemilu Burma yang dijadwalkan November 2015 ini, ekstrimisme keagamaan, hak-hak kaum minoritas, dan hal-hal lain. Perhatikan sebagian wawancara berikut ini. 

T: Mengapa nasionalisme Buddhis kini sedang bangkit?

 
J: Aku pikir, kita harus membedakan nasionalisme dan ekstrimisme. Hal yang kami khawatirkan adalah ekstrimisme. Nasionalisme, ketika terkendali dan digunakan dengan cara yang benar, bukanlah suatu hal yang buruk. Yang menjadi masalah adalah ekstrimisme.

T: Apakah sekarang ekstrimisme menjadi sebuah masalah di Burma?

 
J: Menurutku, semua ekstrimisme di seluruh dunia, bukan hanya di Burma, di dalam masyarakat manapun, dapat menjadi sebuah masalah.

T: Apa sumber esktrimisme di negeri anda? Kenapa kita sekarang sedang menyaksikannya?

 
J: Ya, akupun bertanya-tanya. Tetapi tentu saja, jika anda sedang membicarakan negara bagian barat Rakhine, masalah-masalah ini telah berlangsung selama berdekade-dekade. Masalah-masalah ini memang terus membara, dan pemerintah belum bertindak cukup untuk mengurangi ketegangan dan menyingkirkan sumber-sumber konflik.

T: Menurut anda, apakah orang Rohingya harus mendapatkan kewarganegaraan?

 
J: Pemerintah Burma kini sedang melakukan verifikasi status kewarganegaraan di bawah UU Kewarganegaraan 1982. Aku pikir, mereka harus melakukannya dengan sangat cepat dan sangat transparan, lalu memutuskan apa langkah-langkah selanjutnya yang harus diambil dalam prosesnya.

T: Apa yang anda akan katakan kepada rekan-rekan anda di luar Burma yang menyatakan bahwa anda harus terus-menerus berbicara tentang kondisi sangat buruk yang sedang dialami orang Rohingya dan minoritas-minoritas lain?

 
J: Dalam negara Burma, ada banyak minoritas. Aku selalu mendukung hak-hak kalangan minoritas, perdamaian dan harmoni, dan juga kesetaraan, dan banyak hal lain, yang semuanya termasuk dalam nilai-nilai demokratis yang NLD dan kalangan lain sedang perjuangkan sejak tiga dekade lalu hingga kini. Kami sendiri selama bertahun-tahun ini telah mengalami tindakan-tindakan keras pelanggaran HAM, begitu juga kalangan-kalangan lainnya. Banyak sekali dari kalangan minoritas kami yang melawan berhubung hak-hak mereka tidak dilindungi. Perlindungan hak-hak kaum minoritas adalah suatu isu yang harus ditangani dengan sangat, sangat hati-hati, dan juga dengan secepat dan seefektif mungkin. Aku tidak yakin pemerintah sudah mengambil langkah-langkah yang cukup terhadap isu ini. Sebetulnya, menurutku, mereka belum melakukan hal-hal yang cukup mengenai isu ini.

T: Apa yang anda maksudkan dengan “sangat, sangat hati-hati”? 


J: Maksudku hanyalah bahwa itu adalah suatu isu yang sangat sensitif, dan ada sangat banyak kelompok rasial dan keagamaan, sehingga apapun yang kami lakukan terhadap suatu kelompok, akan selalu ada dampaknya pada kelompok-kelompok lain juga. Jadi, situasinya memang sangat rumit, sehingga tidak bisa diselesaikan dalam satu malam saja.

T: Apakah partai-partai ekstrimis merupakan sebuah risiko politis bagi NLD, dan apakah bisa ada satu alasan untuk sentimen semacam itu ditimbulkan dan ditunggangi? 


J: Itu mungkin saja, sebab NLD tidak pernah mendukung ekstrimisme dalam bentuk apapun. Jadi, kelompok-kelompok ekstrimis tidak akan memandang diri mereka sebagai sahabat-sahabat NLD. Jadi, sangatlah mungkin ada suatu motif politis di balik apa yang dinamakan kebangkitan gerakan-gerakan keagamaan.

Nah, saya berharap, kita jadi makin bisa lebih empatetis dalam memahami posisi Aung San Suu Kyi, dan tetap yakin bahwa dia berkomitmen untuk membela dan melindungi hak-hak kaum minoritas Burma yang memang sedang banyak dilanggar. Semoga NLD akan menang telak dalam Pemilu November mendatang ini, dan hasilnya tidak akan dianulir oleh militer Burma yang masih belum bisa melepaskan diri dari kekuasaan politik, sementara pemerintah yang sekarang berkuasa menjalankan sistem pemerintahan demokratis semu. Dan semoga juga, seusai Pemilu nanti, Daw Suu tidak akan dikenakan tahanan rumah kembali oleh pihak militer, dan demokrasi menang mutlak di negerinya. Hanya lewat demokrasi, hak-hak kelompok-kelompok minoritas di Burma akan dihargai sepenuhnya, dan kewajiban-kewajiban mereka akan juga dapat dijalankan dengan baik. 


Jika Aung San Suu Kyi sekarang gagah-gagahan melawan dengan frontal rezim yang tengah berkuasa dan kekuatan militer yang masih sangat kokoh di baliknya, demokrasi yang Suu Kyi sedang perjuangkan, akan kandas lagi, terkubur makin dalam di tanah Burma. Hemat saya, Daw Suu sangat cermat membaca peta geopolitik Burma masa kini; dia berwawasan jauh, profesional, cerdas membaca situasi dan kondisi, hanya demi satu hal: kemenangan langgeng demokrasi di negeri Burma.
 

Jadi, gantilah cacian dan sumpah serapah dengan berkat, doa, dan dukungan semangat! Sebar energi positif ke dalam masyarakat. Padamkan api cacian dan gelegak amarah dalam masyarakat. Hanya dengan cara ini, dunia akan lebih baik dari saat ke saat. Orang yang terus-menerus mencaci orang lain jelas sekali adalah orang yang belum memiliki kedamaian dalam batinnya sendiri; dus, otomatis dia tidak akan bisa membawa kedamaian ke dalam masyarakat dan dunia. Start peace with your own self!

Salam,
ioanes rakhmat
 


Jangan dilewatkan pemantauan saya terhadap kasus Muslim Rohingya sejak 2102!

Baca selengkapnya wawancara di atas di http://www.washingtonpost.com/opinions/aung-san-suu-kyi-on-the-state-of-democracy-in-burma/2015/06/16/b3bfa124-141c-11e5-89f3-61410da94eb1_story.html.