Friday, August 27, 2010

Stephen Hawking
tentang Alien dan Planet Mars

Stephen William Hawking dilahirkan pada 8 Januari 1942 dari pasangan suami-istri Frank Hawking dan Isobel Hawking. Bidang penelitian utama Hawking adalah kosmologi teoretis dan gravitasi Quantum. Karir ilmiahnya sebagai seorang mahafisikawan dan kosmolog kebangsaan Inggris telah berlangsung lebih dari empat puluh tahun. 

Dalam hal-hal yang berkaitan dengan agama, Hawking mengambil suatu posisi agnostik. Dia memang berulangkali menggunakan kata “Allah”, tetapi dalam pengertian metaforis, untuk menggambarkan poin-poin dalam buku-buku dan pidato-pidato publiknya. Akan tetapi mantan istrinya, Jane, dalam suatu pengadilan perceraian mereka, menyatakan bahwa Hawking seorang ateis.

Hawking menyatakan bahwa dia “tidaklah religius dalam pengertian yang normal” dan percaya bahwa “jagat raya diatur oleh hukum-hukum sains. Hukum-hukum ini bisa saja didekritkan oleh Allah, tetapi Allah tidak ikut campur untuk melanggar hukum-hukum itu.” Dalam buku terbarunya, yang ditulis bersama Leonard Mlodinow, yang berjudul The Grand Design (September 2010), Hawking menegaskan posisinya sebagai seorang ateis. Dia menyatakan bahwa “permulaan jagat raya diatur oleh hukum-hukum sains dan tidak perlu digerakkan oleh suatu allah” dan bahwa “jagat raya muncul secara spontan, berawal dengan segala cara yang mungkin”. 

Tulisnya juga dalam buku yang sama bahwa adanya hukum-hukum fisika yang telah “disetel dengan pas” (finely tuned) “tidak memerlukan suatu pencipta yang baik hati yang telah membuat jagat raya untuk kebaikan kita” dan bahwa karena fluktuasi Quantum, “jagat raya dapat muncul dari ketiadaan”. Baginya, “penciptaan spontan adalah alasan mengapa ada sesuatu ketimbang tak ada apa-apa” dan bahwa “sejumlah besar jagat raya diciptakan dari ketiadaan, dan tak memerlukan intervensi suatu makhluk supernatural atau suatu allah”.

Hawking, yang berpegang pada “determinisme saintifik”, jelas menolak mukjizat. Determinisme saintifik menegaskan bahwa segala hal dalam jagat raya memiliki asal-usul pada masa lampau dan akhir pada masa depan yang berlangsung dalam jalur hukum-hukum sains yang tak bisa dilanggar, sehingga awal dan akhir segala sesuatu dapat diprediksi serta ditentukan dengan tepat dan lengkap. Dalam buku The Grand Design, dia menyatakan determinisme saintifik menyingkirkan kemungkinan adanya mukjizat atau suatu peran aktif Allah atau suatu kekecualian terhadap hukum-hukum alam. Dia menyatakan bahwa “Allah tidak dapat mencampuri jalannya jagat raya” dan menegaskan bahwa “suatu hukum saintifik bukanlah suatu hukum saintifik jika hukum ini berlaku hanya apabila suatu makhluk supernatural memutuskan untuk tidak mencampurinya”.

Pada tahun 2010, Hawking membandingkan agama dan sains, katanya: “Ada suatu perbedaan mendasar antara agama, yang didasarkan pada otoritas, dan sains, yang didasarkan pada observasi dan nalar. Sains akan menang sebab sains terbukti bekerja.”


Tentang alien

Dengan menggunakan suatu basis matematika bagi asumsi-asumsinya, Hawking menyatakan bahwa dia hampir dapat memastikan bahwa alien ada di bagian-bagian lain jagat raya. “Menurut otak matematis saya, bilangan-bilangan saja sudah dapat membuat pemikiran tentang alien sebagai suatu pemikiran yang secara rasional sempurna. Tantangan yang real adalah memikirkan para alien itu aktualnya dapat seperti apa.” Hawking percaya alien bukan hanya pasti ada di planet-planet, tetapi mungkin bahkan di tempat-tempat lain, seperti di dalam bintang-bintang atau bahkan mengapung-apung di angkasa luar. Hawking juga memperingatkan bahwa beberapa spesies ini dapat cerdas dan dapat mengancam Planet Bumi. Kontak dengan spesies semacam itu dapat membinasakan umat manusia. “Jika para alien mengunjungi kita, akibatnya akan sama dengan ketika Kolumbus mendarat di Amerika, yang ternyata tidak baik bagi penduduk asli Amerika,” katanya. Dia menasihati, ketimbang berusaha membangun kontak dengan para alien, manusia harus berupaya menghindari kontak dengan bentuk-bentuk kehidupan alien.



alien kecil bertubuh hijau akan menginvasi Bumi? Jangan takut, mereka lemah!

Tetapi NASA tidak mendukung Hawking, malah merencanakan program jangka panjang maupun jangka pendek untuk mencari kehidupan di antariksa, bukan terutama berupa aliens hijau bertubuh besar dan cerdas, tetapi berupa DNA lewat sebuah proyek yang dinamakan The Search for Extra-terrestrial Genomes (SETG) yang sekarang ini difokuskan dulu pada planet Mars.
  
Proyek NASA yang dinamakan SETG ini dikhususkan untuk menguji hipotesis bahwa kehidupan di planet Mars, jika ada, memiliki nenek moyang yang sama dengan kehidupan di planet Bumi. Bukti-bukti makin bertambah yang menunjukkan bahwa mikroba-mikroba yang dapat bertahan hidup, dapat ditransfer di antara dua planet ini, suatu kemungkinan yang sebagian didasarkan pada kalkulasi-kalkulasi lintasan-lintasan meteor dan kajian-kajian magnetisasi yang mendukung hanya pemanasan yang moderat pada inti-inti meteor. Tentang proyek ini, lihat di http://astrobiology.nasa.gov/astid/projects/a-search-for-extra-terrestrial-genomes-setg-an-in-situ-detector-for-life-on-mars-ancestrally-related-to-life-on-earth. Logis, jika kita berharap, proyek ini akan nantinya diperluas oleh NASA ke planet-planet lain manapun yang terjangkau, yang diduga berisi bentuk-bentuk kehidupan jenis apapun, misalnya bulan Europa dari planet Jupiter, yang kawasannya sangat asam.
 

Tentang kolonisasi Planet Mars

Pada tahun 2007, sebelum masuk ke penerbangan gravitasi-nol, dengan nada sedikit futuristik Hawking berkata, “Banyak orang telah bertanya kepada saya mengapa saya mengambil penerbangan ini. Saya melakukannya karena banyak alasan. Pertama-tama, saya percaya bahwa kehidupan di muka Bumi sedang berada pada suatu risiko yang makin besar untuk terhapus sama sekali oleh suatu bencana seperti perang nuklir yang terjadi dadakan, suatu virus yang direkayasa secara genetik, atau bahaya-bahaya lain. Saya pikir umat manusia tidak memiliki masa depan jika mereka tidak memasuki angkasa luar. Saya karena itu ingin mendorong minat masyarakat pada angkasa luar.” 

Terraforming: mempersiapkan planet Mars untuk menjadi rumah kedua homo sapiens di masa depan

Dalam suatu wawancara dengan The Daily Telegraph (2001), Hawking menyarankan bahwa angkasa luar adalah harapan jangka panjang untuk Planet Bumi. “Koloni-koloni di angkasa luar bisa jadi harapan satu-satunya,” kata Hawking. Sehari sebelum NASA mengonfirmasi keberadaan air di Planet Mars, di hadapan U.S. House Committee on Science and Technology, pada 30 Juli 2008, Hawking membuat sebuah pernyataan, “Menemukan air di Planet Mars dapat berarti bahwa suatu koloni Planet Mars di masa depan dapat menggunakan air ini sebagai suatu sumber oksigen. Ini adalah suatu langkah pertama untuk menyebarluaskan umat manusia masuk ke angkasa luar, yang menurut saya harus merupakan tujuan jangka panjang kita.” Kini, di tahun 2011, sekian situs di planet merah Mars sudah dipastikan berisi air yang melimpah, bahkan disimpulkan bahwa planet Mars memiliki air yang aktif, dulu maupun sekarang. Tentang ini, simak di http://ioanesrakhmat.blogspot.com/2011/11/air-di-kutub-utara-planet-mars.html.


Planet Mars, bakal menjadi planet kedua
di samping Bumi yang dihuni spesies manusia

Sejalan dengan pandangan Hawking, Prof. J. Richard Gott, astrofisikawan dari Princeton University, USA, menyatakan, “Kita harus membangun suatu koloni di Mars yang dapat menopang dirinya sendiri. Hal itu akan membuat kita suatu spesies dua planet dan akan membuat lebih baik prospek survival jangka panjang kita dengan memberi kita dua kesempatan ketimbang hanya satu kesempatan.” Sebelum Hawking dan Gott, almarhum Carl Sagan, seorang astronom dan fisikawan yang saya kagumi betul, juga sudah menyatakan hal yang sama.

Ya, suatu Taman Eden kedua pada saatnya, mungkin di penghujung abad XXI, akan berdiri di Planet Mars. Hal ini hanya mungkin terjadi jika umat manusia di Planet Bumi berani memetik “buah pohon pengetahuan” dan memakannya, maksudnya: jika umat manusia makin banyak yang berani berpikir ilmiah dan membangun teknologi yang dapat diandalkan untuk survival mereka di masa depan. Eksistensi dan ketahanan umat manusia di masa depan terletak pada tangan mereka sendiri, pada sains serta teknologi yang mereka kembangkan dan terapkan, bukan pada seorang juruselamat ilahi manapun yang hanya tahu kehidupan di zaman kuno yang pra-saintifik dan pra-modern.

(Tulisan ini dalam versi pertama yang jauh lebih pendek, juga terbit di Koran Tempo, edisi Sabtu, 6 November 2010, hlm. A9; bisa juga dibaca pada situs ini).