Ini alien hijau khayalan manusia, dibuat dengan postur manusia, tapi jelek banget
Alien-alien yang sudah membangun peradaban ribuan, jutaan hingga milyaran tahun jangan kita bayangkan akan tampilkan diri sebagai sosok-sosok ragawi hijau dengan dua mata yang besar. Juga jangan kita bayangkan wantariksa mereka akan sebesar benua yang melanglang jagat raya (seperti ditampilkan dalam film The Independence Day).
Nanoteknologi
Nanoteknologi adalah sebuah kunci penting untuk membuka tabir eksistensi alien-alien cerdas di angkasa luar. Dengan nanoteknologi yang mencakup logam dan daging, alien-alien cerdas bisa mengubah tubuh mereka jadi atom-atom yang bisa berubah ke wujud apapun yang mereka kehendaki.
Dengan menggunakan nanoteknologi molekuler yang sangat advanced, semua wantariksa mereka juga dibangun dengan ukuran hanya sebesar molekul, sehingga tidak tampak oleh mata biasa kita. Begitu juga, alat-alat pemantau Bumi dan berbagai organisme yang hidup di planet ini yang sudah mereka bisa hasilkan pastilah berukuran sangat kecil, sebesar molekul, sehingga tidak teramati oleh kita.
Apakah nanoteknologi mereka yang sudah sangat maju dengan fantastik, memungkinkan mereka mengubah raga mereka menjadi partikel-partikel cahaya yang dinamakan foton, alhasil sebagai organisme-organisme cahaya mereka melanglang jagat raya dengan sangat bebas? Mungkin sekali! Pertanyaan saya ini saja sudah membuat saya sendiri terpesona luar biasa, sekalipun jawaban positifnya saya belum bisa tahu dengan pasti.
Jadi, saya ulangi, langkah terpenting dalam dunia sains dan teknologi perekayasaan yang mereka telah capai adalah menguasai nanoteknologi. Apa artinya bagi kita? Seperti dikatakan fisikawan Amerika, Neal Francis Lane, “Seandainya saya ditanya bidang apa dalam sains dan teknologi perekayasaan yang paling mungkin menghasilkan terobosan-terobosan masa depan, saya dapat menunjuk ke sains dan teknologi perekayasaan yang berskala nano.”
Sudah kita ketahui, 1 nano sama dengan 10-9 (baca: 10 pangkat minus 9, atau 1 per 1000.000.000). Lewat nanoteknologi, terciptalah material, peralatan dan sistem-sistem dengan cara mengontrol materi dalam skala nanometer dan memanfaatkan fenomena dan berbagai properti yang baru (fisikal, kimiawi dan biologis) pada skala itu.
Peran imajinasi
Saya tentu saja terbuka untuk mengakui bahwa pertanyaan saya ini bisa saja pertanyaan yang muncul hanya dalam dunia fiksi sains. Tetapi imajinasi yang kuat juga diperlukan dalam dunia sains demi kemajuan sains itu sendiri.
Albert Einstein menyatakan, “kecerdasan sejati bukanlah pengetahuan tetapi imajinasi.”/27/ Sang fisikawan paling jenius pada masanya ini juga menegaskan bahwa “imajinasi lebih penting dari pengetahuan, sebab pengetahuan itu terbatas, sedangkan imajinasi merangkumi seluruh dunia, mendorong kemajuan dan melahirkan evolusi. Imajinasi persisnya adalah suatu faktor yang real di dalam penelitian ilmiah.”/28/
Filsuf Amerika mazhab pragmatisme, John Dewey, menyatakan hal yang serupa bahwa “suatu kemajuan besar dalam sains muncul dari suatu keberanian baru untuk berimajinasi.... Tidak ada batas yang bisa ditetapkan bagi jangkauan dan kedalaman hipotesis-hipotesis.”/29/
Saya adalah orang yang selalu bertanya, meskipun banyak pertanyaan saya belum dapat dijawab. Ini pertanyaan saya selanjutnya. Kenapa kita hingga sekarang belum pernah bertemu dengan alien-alien cerdas dan armada wantariksa mereka, atau berhasil memantau eksistensi mereka di angkasa luar yang jauh lewat instrumen-instrumen canggih yang sekarang ini kita sudah miliki, jika mereka ada dan sudah memiliki peradaban yang sangat maju, dan sudah mengunjungi Bumi?
Argumen Paradoks Fermi
Pembaca yang budiman tentu segera saja melihat ada paradoks dalam pertanyaan saya ini, yang dalam dunia keilmuwan dinamakan Paradoks Fermi.
Dengan ringkas Paradoks Fermi dapat diungkap begini: Ukuran yang kelihatan dari jagat raya kita, dan usianya yang sudah 13,8 milyar tahun, menyarankan bahwa banyak peradaban yang secara teknologis sudah sangat maju harus ada dalam jagat raya kita. Namun hipotesis ini kelihatan tidak konsisten (atau paradoksal) dengan fakta bahwa hingga saat ini kita belum mendapatkan bukti-bukti empiris yang dapat diamati apapun untuk mendukungnya.
Argumen-argumen Paradoks Fermi, yang juga dikenal sebagai Pertanyaan Fermi (Fermi Question) atau Kebisuan Besar (the Great Silence) atau Silentium Universi (Latin; artinya Kebisuan Jagat Raya), disusun bersama-sama oleh fisikawan Enrico Fermi dan fisikawan Michael H. Hart, sebagai berikut:
Pertama, Matahari kita adalah sebuah bintang yang tipikal (umum) dan relatif muda. Ada bermilyar-milyar bintang dalam galaksi kita (Bima Sakti) yang usianya bermilyar-milyar tahun lebih tua.
Kedua, nyaris pasti beberapa dari bintang-bintang ini memiliki planet-planet yang seperti Bumi. Dengan anggapan bahwa Bumi itu sebuah planet yang tipikal, maka beberapa dari planet-planet ini bisa menghasilkan dan mengembangkan bentuk-bentuk kehidupan cerdas yang sudah membangun peradaban-peradaban.
Ketiga, beberapa dari peradaban-peradaban ini dapat membangun suatu sistem perjalanan lintasbintang, suatu teknologi yang kita di Bumi sedang kaji sekarang ini.
Keempat, sekalipun kecepatan perjalanan lintasbintang yang sekarang ini didambakan oleh kita masih rendah, galaksi Bima Sakti, dengan kecepatan rendah ini, dapat seluruhnya dikolonisasi dalam beberapa puluh juta tahun saja (5 sampai 50 juta tahun), suatu kurun yang tidak besar jika diukur dari jam kosmologis.
Nah, dengan empat dasar pemikiran ini, mustinya Bumi sudah dikolonisasi atau dikunjungi oleh alien-alien cerdas. Tapi paradoksnya, hingga saat ini tidak tersedia bukti apapun yang meyakinkan bahwa mereka ada dan sudah mengunjungi Bumi. Selain itu, belum ada tanda-tanda yang terkonfirmasi yang menunjukkan alien-alien cerdas itu ada di tempat-tempat lain dalam galaksi kita atau di tempat-tempat lain (sejauh dapat dideteksi) dalam jagat raya kita yang dapat diobservasi oleh kita. Dus, Fermi bertanya, “Di manakah Mereka?”
Berbeda dari pendapat Neil deGrasse Tyson yang sudah saya kutipkan pada epigraf di atas, menurut saya mungkin sekali sebetulnya alien-alien cerdas dari galaksi-galaksi lain yang jauh, sudah berada di antara kita di planet Bumi. Bagaimana mungkin?
Ya, mungkin mereka ada di sekitar kita tidak dalam eksistensi ragawi, tapi berupa energi, cahaya, informasi, pikiran yang melayang bebas, dan wujud-wujud lain yang serba asing bagi kita.
Begitu juga, armada wantariksa mereka mungkin juga ada di Bumi, tapi tidak kasat mata karena masing-masing wantariksa mereka hanya sebesar molekul atau paling banter sebesar tapak tangan kita. Mungkin juga mereka telah membangun koloni di Bulan kita, dan dari situ mereka aktif mengikuti perkembangan peradaban kita dengan setia dari abad ke abad, dari milenium ke milenium. They are watching us attentively!
Kembali ke epigraf Tyson di atas. Tentu sangat mungkin kalau banyak alien cerdas di angkasa luar dulu sekali pernah meneropong Bumi atau mengirim sejumlah wantariksa tanpa awak untuk mempelajari biologi Bumi, persis seperti kita sekarang mengirim rover-rover ke planet Mars dan beberapa wantariksa tanpa awak lain ke planet-planet dan bulan-bulan lain dalam tata surya untuk menemukan kehidupan.
Mungkin saja mereka waktu itu hanya menemukan kehidupan bersel tunggal (bakteri, misalnya) di planet Bumi. Nah, mustinya mereka yang sudah sangat maju itu mampu menghitung kapan, lewat evolusi, bakteri-bakteri di Bumi akan berubah menjadi organisme cerdas, Homo sapiens misalnya.
Jadi, sangat mungkin juga alien-alien cerdas itu dulu pernah mendatangi Bumi (kondisi yang dinamakan paleokontak), ketika mereka lihat di Bumi sudah muncul kehidupan cerdas yang sudah lama mereka tunggu-tunggu, dan sangat mungkin kini mereka malah sedang berada di antara kita (neokontak). Saya percaya Tyson tentu juga berpikir ke arah ini.
Etika yang agung
Tetapi pertanyaan yang sangat penting adalah: Kenapa alien-alien cerdas itu tidak langsung saja menjajah dan menjarah planet Bumi kita lalu memusnahkan kita dan peradaban kita? Nah saya percaya satu hal ini: Semakin maju suatu peradaban, semakin etis perilaku organisme yang membangunnya. Begitulah dengan alien-alien cerdas.
Jika alien-alien yang ada di sekitar kita memiliki peradaban yang sudah sangat maju, jauh meninggalkan kita, begitu juga halnya dengan moralitas mereka. Mereka tidak akan menjajah dan menjarah planet Bumi, karena etika yang mereka hayati sudah sangat agung, seagung tingkat peradaban mereka. Itu juga yang dipercaya Carl Sagan: alien-alien cerdas memiliki etika sangat agung tidak terbayangkan, sejalan dengan tingkat kemajuan peradaban mereka.
Leo Tolstoy juga melihat hubungan antara keagungan dan akhlak yang tinggi saat dia menyatakan, “Tidak ada keagungan jika tidak disertai keterbukaan, kejelasan, kebajikan dan kebenaran.”
Saya melihat, mustinya ini menjadi sebuah hukum (moral) dalam dunia sains, jika sains ingin terus berkembang maju dan peradaban yang dibangun di atasnya mau terus berkembang dan yang terpenting mau bertahan abadi dalam jagat raya, tidak mati karena sebab-sebab internal. Saya juga berpendapat, hukum moral ini harus juga diberlakukan dalam politik pemerintahan negara-negara di seluruh dunia kita. Tanpa politik yang agung, sains juga tidak akan menghasilkan hal-hal yang agung untuk peradaban.
Tanpa hukum moral ini, sains bisa menghasilkan banyak kejahatan yang akhirnya akan memusnahkan peradaban apapun dalam jagat raya. Saya percaya, hukum ini juga dipegang dan dijaga oleh alien-alien cerdas di angkasa luar karena mereka ingin peradaban mereka kekal bertahan dan terus berkembang dalam jagat raya.
Apa yang dinamakan peradaban (civilization) tidak pernah statis. Arnold J. Toynbee menyatakan bahwa “peradaban adalah suatu gerakan, bukan sebuah keadaan yang statis, sebuah pelayaran dan bukan sebuah pelabuhan.”/30/ Dalam pandangan Toynbee juga, peradaban-peradaban dapat mati bukan karena sebab-sebab alamiah, melainkan nyaris selalu karena bunuh diri, bukan karena dibunuh./31/
Anda semua mungkin setuju kalau saya menyatakan bahwa jauh lebih murah biayanya, jauh lebih efisien dan jauh lebih relaks jika kita memakai politik kasih sayang, kebajikan dan persaudaraan dalam memelihara perdamaian abadi sejagat, ketimbang memakai kekuatan senjata, kekerasan, kejahatan, permusuhan, intimidasi, terorisme, politik devide et impera, imperialisme dan kolonialisme.
Bisa jadi, dalam hal ini saya hanyalah seorang pemimpi. Margaret Thatcher di tahun 1987 pernah menyatakan bahwa “Suatu dunia tanpa persenjataan nuklir bisa jadi hanya suatu mimpi; tetapi anda tidak bisa mendasarkan suatu pertahanan yang pasti pada mimpi-mimpi. Tanpa kepercayaan dan keyakinan timbal-balik yang lebih besar antara Timur dan Barat ketimbang yang ada sekarang, maka suatu dunia tanpa persenjataan nuklir bisa jadi akan kurang stabil dan lebih berbahaya bagi kita semua.”/32/
Saya merasa sejiwa dengan Thomas Jefferson (1743-1826) ketika sosok besar presiden ke-3 Amerika ini, dalam suratnya kepada John Adams (Monticello, 1 Agustus 1816), menyatakan “Aku menyukai mimpi-mimpi tentang masa depan, lebih baik ketimbang sejarah masa lampau.”
Thatcher, yang pernah dijuluki si perempuan Inggris tangan besi, mungkin tidak tahu kalau Albert Einstein di tahun 1946 pernah berpesan bahwa “anda tidak dapat mencegah sekaligus mempersiapkan perang. Untuk mencegah perang, diperlukan lebih banyak iman, keberanian dan tekad ketimbang yang dibutuhkan untuk mempersiapkan perang.”/33/
Bagaimanapun juga, sudah seharusnya suatu peradaban yang berkembang makin maju, akan disertai juga dengan pertumbuhan moralitas yang makin agung dan mulia dari semua organisme cerdas yang membangun peradaban itu.