Thursday, December 30, 2021

Sedikitnya 70 planet pengembara, tanpa bintang inang, baru ditemukan dalam Bima Sakti

 



Ilustrasi planet yang mengembara. Sumber ilustrasi: Video SciTechDaily.


N.B. diedit 3 Januari 2022


Suatu tim astronom, yang dipimpin Hervé Bouy, astronom dari Laboratoire d’Astrophysique de Bordeaux, Universitas Bordeaux, Prancis, baru-baru ini telah berhasil menemukan 70 sampai 170 planet pengembara (selanjutnya ditulis singkatan Inggrisnya FFPs, free-floating planets, planet-planet yang mengapung bebas, atau wandering planets) yang tidak mengorbit bintang-bintang inang di kawasan sejauh 420 tahun cahaya dari Bumi. 

FFPs yang baru ditemukan ini tergolong planet-planet besar seukuran Jupiter, dan merupakan sampel terbesar FFPs yang terlokalisasi dalam satu kelompok.

Kawasan lokasi penemuan FFPs ini dikenal sebagai kawasan asosiasi perbintangan Upper Scorpius OB dan Ophiucus, dalam galaksi Bima Sakti. Kawasan ini berisi sejumlah awan atau nebulae, dan yang paling dikenal adalah awan Rho Ophiuci, Nebula Pipe, Barnard 68, dan Coalsack.

Laporan penelitian mereka telah diterbitkan di jurnal Nature Astronomy, 22 Desember 2021. Penulis utama artikel riset ini adalah Núria Miret-Roig, juga dari Laboratoire d’Astrophysique de Bordeaux.

Kita sudah tahu, tentu saja, bahwa planet Bumi bukan sebuah FFP, yang mengapung dan bergerak bebas di angkasa luar, tetapi planet yang terikat pada, dan mengorbit, bintang Matahari sebagai bintang inang.

Dalam sistem Matahari kita, ada 8 planet yang mengorbit bintang inang Matahari, yakni Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus. Selain itu, ada juga objek-objek lain yang karena gravitasi terikat pada bintang Matahari, yakni planet-planet cebol (dwarf planets), misalnya Pluto (ditemukan 18 Februari 1930), juga berlusin-lusin bulan, jutaan asteroid, komet dan meteoroid.


Sistem Matahari kita. Sumber: Bigmamaearthacademy. Klik gambar untuk memperbesar.

Kita katakan, Bumi masuk dalam sistem Matahari. Planet-planet lain yang tidak masuk dalam sistem Matahari kita, dinamakan eksoplanet-eksoplanet.


Image Pluto yang pada 2006 dicopot dari statusnya sebagai planet, lalu digolongkan sebagai sebuah planet cebol./*/ Sumber image: NBCNews.

Nah, paling sedikit 70 FFPs di kawasan Upper Scorpius dan Ophiucus yang baru ditemukan itu tidak mengorbit bintang inang manapun. Saya mau menyebut mereka planet-planet yatim, orphaned planets, karena tidak memiliki bintang-bintang induk untuk diorbiti. Kasihan juga ya. Poor planets.

Tetapi saya jadi berpikir-pikir, apakah akhirnya FFPs tidak akan terdampar di suatu kawasan langit, menjadi anggota-anggota dari sistem- sistem eksoplanet yang memiliki satu atau lebih bintang inang? 

Baiklah kita bertanya, bagaimana FFPs dapat ada?

Sejumlah astronom yakin bahwa FFP terbentuk dari rontoknya suatu awan gas yang terlampau kecil untuk membentuk sebuah bintang. Alih-alih menjadi sebuah bintang, mereka berubah menjadi planet-planet (gas) pengembara. 

Atau, FFP adalah sebuah planet yang “ditendang ke luar” (“kicked out) atau dilontarkan atau diejeksi (“ejected) dari sistem bintang inang mereka yang masih dinamis dan tidak stabil, di dalam sistem-sistem eksoplanet-eksoplanet raksasa. Ejeksi kerap terjadi dalam 10 juta tahun pertama kehidupan suatu sistem eksoplanet.

Tetapi, ihwal bagaimana mekanisme pembentukan FFPs yang sebenarnya, masih belum diketahui.

Jika model ejeksi yang dipakai, maka mungkin ada lebih banyak FFPs yang seukuran Bumi dalam galaksi kita. 

Planet besar seukuran Jupiter (yang memiliki radius 69.911 km, atau 11 kali lebih lebar dibandingkan Bumi) sukar untuk ditendang ke luar dari sistem Mataharinya. Jadi, mungkin ada jauh lebih banyak FFPs yang seukuran Bumi yang sedang berkelana bebas dalam galaksi Bima Sakti.

Bagaimana FFPs dapat ditemukan dan citra atau image mereka diambil?

FFPs paling banyak ditemukan lewat survei-survei mikrolensing. Yakni, para astronom mengamati dalam waktu yang sangat singkat suatu eksoplanet ketika planet ini berada dalam satu garis pengamatan (dalam posisi “alignment”) dengan sebuah bintang yang melatarbelakanginya. 

Karena kejadian mikrolensing berlangsung hanya satu kali (lantaran planetnya berkelana tanpa tujuan), observasi-observasi lanjutan terhadap satu FFP tidak mungkin dilakukan.

Lazimnya, image suatu FFP mustahil dapat diperoleh lewat teleskop-teleskop berhubung planet ini tidak memantulkan cahaya yang diterimanya dari bintang manapun. Tetapi ada cara kedua, yang dipakai tim Núria Miret-Roig.

Astronom Núria Miret-Roig dan timnya berhasil memanfaatkan fakta bahwa beberapa juta tahun setelah pembentukan FFPs, planet-planet pengelana ini masih cukup panas untuk memancarkan cahaya sehingga dapat terdeteksi langsung oleh kamera-kamera yang sangat peka yang terpasang pada teleskop-teleskop besar.

Tim Núria Miret-Roig menggunakan 80.000 observasi (hasil kerja para astronom dari seluruh dunia selama 20 tahun) untuk mengukur cahaya semua anggota FFPs di kawasan Upper Scorpius dan Ophicus dengan menggunakan panjang gelombang optikal dan near-infrared.


Image di atas adalah lokasi 115 FFPs atau free-floating planets atau wandering planets, yang ditampilkan sebagai lingkaran-lingkaran kecil merah di kawasan langit Upper Scorpius dan Ophicus, Bima Sakti. Sumber gambar: SciTechDaily, 28 Desember 2021.

Sesudah itu, pengukuran dengan dua panjang gelombang itu digabung oleh mereka dengan pengukuran-pengukuran atas bagaimana FFPs tersebut bergerak melintasi langit, dalam hal ini gerakan-gerakan kecil, warna-warna dan pancaran cahaya puluhan juta sumber-sumber di kawasan langit yang luas diukur. Cara pengukuran gabungan ini memungkinkan pengidentifikasian yang stabil atas objek-objek yang paling samar di kawasan.

Temuan 70-170 FFPs ini dimungkinkan karena tim astronom tersebut memanfaatkan hasil-hasil observasi dan Arsip Astro Data observatorium NOIRLab NSF, Astro Data Lab Science Platform yang dioperasikan Community Science and Data Center (CSDC). Juga hasil-hasil observasi dari teleskop-teleskop di seluruh dunia yang berbasis di Bumi (seperti European Southern Observatory, Canada-France-Hawaii Telescope, and Subaru Telescope) dan yang mengorbit Bumi. 

Perlu diketahui, kamera Energi Gelap, dan kamera NEWFIRM (di Observatorium Kitt Peak National di Arizona), luar biasa membantu tim Núria Miret-Roig berhubung kedua kamera ini terhitung sebagai kamera-kamera widefield yang paling peka di dunia.

Sebetulnya, FFPs ditemukan pertama kali di tahun 1990-an. Tapi, temuan-temuan termutakhir di atas hampir mendobelkan jumlah FFPs yang hingga kini sudah ditemukan.

Sebagai penutup, saya ajak anda untuk membayangkan hal-hal apa yang akan terjadi jika planet Bumi ditendang mental, misalnya oleh Dewa Thor, dari sistem Matahari, lalu berubah menjadi sebuah planet pengembara yang luntang-lantung, tak jelas mau bergerak bebas ke mana, bergantung interaksi gravitasi-gravitasi yang dialaminya. 

Maka, apakah yang akan terjadi dengan semua bentuk kehidupan dan semua peradaban yang sudah dibangun manusia di planet Bumi? Tetapi, jangan khawatir, bayangan ini tidak akan terjadi sebab sistem Matahari kita sudah stabil dinamis, di usianya yang sudah mencapai 4,5 milyar tahun.

Jakarta, 30 Desember 2021
ioanes rakhmat



/*/ Catatan tentang Pluto

Pada 2006, International Astronomical Union (IAU) memutuskan mencopot status planet dari Pluto, lalu menggolongkannya sebagai sebuah planet cebol atau a dwarf planet.

Keputusan IAU itu didasarkan definisinya tentang sebuah planet. Yakni, sebuah planet harus berbentuk bulat, mengorbit bintang Matahari dan telah secara gravitasional “membersihkangaris orbitnya dari benda-benda langit lain. Dua syarat pertama dipenuhi Pluto; tapi karena garis orbital Pluto juga menjadi garis orbital objek-objek lain yang dinamakan plutino”, maka Pluto tidak lagi diberi status sebuah planet.

Namun, jika yang dipakai definisi dari abad ke-16 bahwa sebuah planet adalah suatu objek yang memiliki geologi yang aktif di ruang antariksa, maka bukan saja Pluto, tetapi juga asteroid-asteroid seperti Ceres dan Makemake, dan bulan-bulan Europa, Enceladus, Titan dan Triton, tergolong planet.

Tetapi juga ada masalah dengan definisi dari abad ke-16 tersebut, khususnya terkait kajian-kajian terhadap eksoplanet-eksoplanet yang lazimnya mustahil untuk ditentukan apakah memiliki geologi yang aktif atau nonaktif.

Lihat Tom Metcalfe, Should Pluto be a planet again? The debate rages on”, NBCNews, 30 December 2021, https://www.nbcnews.com/science/space/pluto-planet-debate-rages-rcna8848.


References

Association of Universities for Research in Astronomy (AURA), Largest Collection of Free Floating Planets Found in the Milky Way, Phys.org, 26 December 2021, https://phys.org/news/2021-12-largest-free-floating-planets-milky.html.

AURA, “At Least 70 Free-Floating Planets Discovered in a Nearby Region of the Milky Way”, SciTechDaily, 28 December 2021, https://scitechdaily.com/at-least-70-free-floating-planets-discovered-in-a-nearby-region-of-the-milky-way/.

Lihat artikel riset Núria Miret-Roig, Hervé Bouy, Sean N. Raymond, Motohide Tamura, Emmanuel Bertin, David Barrado, Javier Olivares, Phillip A. B. Galli, Jean-Charles Cuillandre, Luis Manuel Sarro, Angel Berihuete and Nuria Huélamo, “A rich population of free-floating planets in the Upper Scorpius young stellar association”, Nature Astronomy, 22 December 2021, https://www.nature.com/articles/s41550-021-01513-x.

Ikuti juga video Free Floating Planets Youtube STDaily 1 dan video Youtube STDaily 2.

Tom Metcalfe, Should Pluto be a planet again? The debate rages on”, NBCNews, 30 December 2021, https://www.nbcnews.com/science/space/pluto-planet-debate-rages-rcna8848.