Saturday, July 9, 2022

MEREKA, LEGION, MENGANCAM-ANCAM AKU !!

 


Pertama-tama, pandanglah meme yang terpasang di atas. Tertulis di situ kata-kata penyanyi besar Elvis Presley. Kata-kata yang mengharukan. Seolah Elvis masih hidup di antara kita. Saya terjemahkan:

Semoga anda dapat mengikuti
Mimpi-mimpi anda
Dan selalu percaya pada diri anda sendiri

Tetaplah menatap bintang-bintang
Allah dan pengharapan
Ada dalam hatimu

Ada satu lagu Elvis Presley yang menjadi salah satu lagu favorit saya, judulnya Where No One Stands Alone. Lagu ini direkam 25 Mei 1966. Lirik dan musik karya Mosie Lister.

Saya terjemahkan bagian-bagian tertentu liriknya. Berikut ini.

Suatu ketika aku berdiri
di malam hari
Dengan kepalaku tertunduk dalam-dalam
Di dalam kegelapan yang paling gelap
Dan hatiku merasa sendirian

Dan aku berseru oh Tuhan
Jangan sembunyikan
Wajahmu dari aku...
Pegang tanganku sepanjang jalan
Setiap jam
Setiap hari

Dari sini
Ke sang Misteri Besar
Raih tanganku
Biarlah aku berdiri
Di mana tak ada seorangpun
Yang berdiri sendirian

Saya terpesona sekaligus sedang dikuatkan oleh lagu Elvis Presley tersebut. Perasaan Elvis mungkin sekali perasaan saya juga.

Jika Tuhan Yesus dirasakan tidak hadir, Dia hadir dalam ketidakhadiran-Nya, presence in absence. Wajah Yesus tidak pernah tersembunyi atau disembunyikan oleh-Nya, karena wajah dan kehadiran-Nya ada di mana-mana, bahkan di dalam ketidakhadiran.

Tuhan oleh Elvis dilihat sebagai Sang Misteri Besar, “the Great Unknown”. Albert Einstein memahami Tuhan sebagai “too large a Mystery”, sang Misteri yang terlalu besar untuk dapat dipahami manusia, atau sebagai “too large a Dimension”, suatu Dimensi yang terlalu besar untuk dapat dipersepsi manusia.

Rudolf Otto memakai ungkapan (versi Latin) “Mysterium tremendum et fascinans” dalam menyebut Tuhan, yakni Misteri yang dahsyat menggentarkan sekaligus memukau dan penuh belaskasihan.

Saya memandang Tuhan sebagai “the Endless Unknown”, sang Misteri Abadi, juga sebagai “sang Maha-Langit”, “the Almighty omni-Sky”. Kepada-Nya saya menyerahkan diri sepenuhnya, dan bersama-Nya saya, jati diri sejati saya, masuk ke infinity and eternity, here and now, beyond human scientific understandings and perceptions. This is a deeply personal experience that makes you humble.

Baiklah, sekarang saya mau melanjutkan kisah-kisah saya tentang Legion.

Kali ini, tentang ancaman-ancaman yang sejauh ini ditujukan ke saya oleh roh-roh najis Legion. Oh ya, sebelumnya, sudah saya tulis terkait hal-hal lain yang menyangkut Legion dan saya, di sini, di sini, dan di sini. Bacalah, jika belum. 

Saya segera mulai berkisah tentang ancaman-ancaman yang paling mutakhir, lalu ke belakang. Akan saya sebutkan bentuk-bentuk ancaman yang saya telah terima, dan pesan-pesan yang disampaikan ke saya yang dapat saya tangkap. 

1. Ancaman lewat tikus yang dibunuh

Rabu, 6 Juli 2022, pagi hari di saat saya baru ke luar rumah, untuk berolah raga jalan kaki, saya berdiri di halaman luar di depan pintu kecil dari pintu dorong teralis rumah kami.

Dengan posisi tubuh menghadap ke rumah saya, segera saya menengadah ke atas. Lalu dengan mengangkat tinggi-tinggi kedua belah tapak tangan yang tertangkup, saya memberi hormat pada sang Matahari yang cerah bercahaya jauh di atas kepala saya, seraya dalam hati saya berdoa.

Bagi saya, sang Matahari adalah objek metaforis yang membawa alam mental saya ke Yesus Kristus, sang Sol Invictus, sang Mentari yang tak terkalahkan, sang Terang Dunia.

Setelah itu, saya berdiri menghadap ke jalan raya, bersiap mau berdoa dengan wajah menatap ke langit, meminta perlindungan Tuhan Maha-Langit. Ketika itulah saya melihat seekor bangkai tikus yang masih segar tergeletak persis di tengah jalan raya di depan rumah kami.

Bersamaan dengan itu, seorang perempuan yang sudah tidak muda lagi dan sangat ceriwis, dengan suara yang tampak sengaja dikencangkan, menyebut-nyebut nama sebuah tempat di luar Jakarta. Saat itu, dia sedang merumpi bersama seorang nenek lain yang sudah lansia betul (usia 80-an), yang duduk di sebuah kursi roda, di pinggir seberang jalan tetangga kanan kami.

Tempat yang disebut-sebut si perempuan tua ceriwis itu, sementara ini, dalam bulan Juli 2022, memang ada kaitannya dengan kami, karena akan kami kunjungi untuk berlibur mencari ketenangan dan keheningan. Rencana ini beberapa kali kami bicarakan internal di dalam rumah kami sendiri.

Sesudah menyebut-nyebut nama tempat itu, si perempuan pengerumpi tua itu segera bergegas menyeberang jalan, lalu masuk ke dalam rumahnya, rumah tetangga kedua di sebelah kanan rumah kami. Nenek satunya lagi, yang berkursi roda itu, berdiam persis di sebelah kanan rumah kami.

Oh ya, dua tetangga sebelah kanan rumah kami ini adalah antek-antek Legion. Salah satunya, yang persis bersebelahan dengan rumah kami, baru tinggal beberapa bulan di situ, sebagai rumah kontrakan. Si pengontrak sekeluarga datang membawa misi Legion, misi kegaduhan dan perusakan, pengupingan dan kemakelaran.

Bagaimanapun juga, saya menangkap asosiasi antara penyebutan nama tempat di luar Jakarta itu dan bangkai segar seekor tikus itu. Dua isyarat ancaman yang sengaja disampaikan ke saya. Ancaman pembunuhan, seperti mereka membunuh seekor tikus.

Kami sudah lama tahu, hal apapun yang kami bicarakan internal dalam rumah kami, akan segera sampai ke telinga para insan demonik Legion.

Ya tentu, saya tahu, ada seorang lelaki yang salah satu pekerjaannya adalah menguping. Bisa dengan kuping biologis, bisa juga dengan kuping elektronik. Mungkin si penguping itu diam di atas genteng rumah kami, atau, lebih mungkin, di bawah tanah.

Sepasang kupingnya pastilah selebar kuping-kuping si Bona, anak gajah cebol berkuping lebar, yang, dalam dunia dongeng anak-anak, bisa terbang dengan mengepak-ngepakkan sepasang telinga lebarnya. 

Si pria Bona ini juga memiliki suatu instrumen elektronik untuk menimbulkan suara keras klotak klotak dalam ruang refrigerator lemari es di ruang makan dan dapur di rumah kami.

Well, ketika sudah satu putaran penuh jalan kaki di pagi hari itu, dan ketika saya melewati rumah kami, bangkai segar tikus itu sudah tidak ada.

Tetapi, di pinggir jalan seberang rumah kami, ada seorang pekerja kebersihan lingkungan (berseragam biru) yang sedang nongkrong, menunggu saya lewat dan mau melihat reaksi saya terhadap bangkai segar tikus itu yang sudah tidak ada di tempatnya semula.

Ya, di depan matanya, tangan kanan saya menunjuk ke tempat yang sebelumnya tergeletak bangkai tikus itu, seraya mulut saya bersuara cut cuut cuut cuut, menirukan suara seekor tikus, sambil tangan kanan saya menirukan gerak lari seekor tikus. Jelas tahulah dia, bahwa saya sebelumnya telah melihat bangkai segar tikus itu.

Ini kata seorang teman, dekat rumah: Hanya orang yang volume otaknya sama dengan volume otak seekor tikus got, akan sanggup menaruh dengan sengaja bangkai segar seekor tikus got di tengah jalan raya.

Setelah menyelesaikan 4 putaran jalan kaki di pagi hari itu, segera saya ambil sekaleng kecil cat hitam yang ada di dalam rumah kami. Lalu saya membuat lingkaran hitam di tempat bekas tikus mati itu tadi diletakkan, dan di dalam lingkaran itu saya tulis dua kata: Tikus Mati.

Lalu, saya membuat tiga video yang terfokus pada lingkaran hitam itu dan meluas ke lingkungan dekat sekitarnya.

Tiga video itu saya mulai dengan lingkaran hitam kecil di pelataran semen di depan luar kiri rumah kami, berbatasan dengan halaman luar depan rumah di sebelah kiri rumah kami.

Lingkaran hitam kecil ini saya buat dengan cat hitam yang sama pada Minggu, 3 Juli 2022. Itu adalah penanda bahwa telah diletakkan di situ setumpuk taik anjing. Dalam lingkaran hitam kecil itu saya tulis kata-kata Taik Anjing, dan membuat gambar-gambar hitam bulat dan bulat panjang taik anjing.

Tumpukan taik anjing itu tidak terlihat dari atas karena tersembunyi di bawah juluran dan rebahan rerumputan lebat dan panjang (sampai 40 cm, bahkan 50 cm) dari tanah halaman luar rumah tetangga sebelah kiri kami yang sudah sangat lama kosong dan tak terurus.

Ketika saya mau mencabuti rerumputan yang terjulur masuk ke halaman depan rumah kami itu, saya, sebagaimana lazimnya, memeriksa dulu, apakah ada sesuatu di bawahnya.

Nah, saya langsung menemukan setumpuk taik anjing yang disembunyikan itu. Saya sama sekali tidak menginjaknya. Menurut pepatah orang di zaman kuno, hanya anjing yang bisa menyembunyikan taik anjing.

Tiga video tersebut, bersama catatan saya satu paragraf, sudah saya kirim ke Ketua Rukun Tetangga kami (RT 11) lewat WA untuk dia mau peduli (??!!), dan saya sudah pasang juga pada suatu album dalam Galeri HP saya. Dalam video itu, saya mengatakan Ok, it is a total war, karena Legion telah mengancamkan kematian kepada kami.

2. Ancaman lewat rekayasa korsleting arus listrik

Pada 25 Juni 2022, di saat saya sedang mau melintasi rumah kami ketika sedang olah raga jalan kaki di pagi hari, saya melihat dua pria pengemudi motor turun dari motor masing-masing.

Masing-masing lelaki itu membawa sebuah kandang kawat binatang pengerat. Lalu, keduanya masuk ke sebuah rumah besar, sangat dekat rumah kami, sebelah kiri rumah kami. Rumah ini juga didiami antek Legion.

Di saat melihat itu, saya naluriah bertanya dalam hati, apa tujuan dua pria itu membawa dua kandang binatang pengerat. Dalam hati juga, saya bertanya kepada Tuhan Yesus: Akan ada kejadian apa lagi, ya Tuhanku?

Tuhan Yesus memberi saya suatu jawaban.

Sekitar jam 10 malam hari, tanggal 27 Juni 2022, ketika saya dan isteri sedang berbaring di ranjang dalam kamar tidur kami, saya melihat seekor tikus rumah kecil berjalan di bagian atas tepi plafon bawah gipsum kecil dan sempit yang mengitari kamar tidur kami. Di atas plafon gipsum kecil ini, ada plafon gipsum atas yang lebar di atas seluruh ruang kamar tidur kami.

Saya sangat kuat terdorong untuk melihat bagian dalam yang membentuk bak dari plafon yang pinggirannya baru saja dilintasi tikus rumah tersebut.

Mendengar suara gerakan tubuh saya, tikus itu segera lenyap, masuk ke dalam celah sempit yang ada antara plafon kecil tersebut dan tutup penyekat dinding kamar, satu meter dari tempat kemunculannya tadi. Tapi, segera disusul kemunculan seekor tikus rumah lain yang ukuran tubuhnya sedikit lebih besar, yang begitu terlihat, langsung lenyap, surut kembali.

Dengan berdiri pada bagian atas yang datar dari tangga lipat aluminium ukuran kecil-sedang yang sudah saya bentangkan (membentuk huruf kapital A, dengan puncaknya datar), saya melongok ke bagian bak sebelah dalam plafon gipsum kecil itu.

Pada bagian dalam bak plafon ini melintas 2 meter pipa tembaga yang sudah terinsulasi dari sebuah AC Split yang terpasang di kamar tidur kami. Selain itu, pada dasar bak plafon kecil itu tergeletak kabel-kabel listrik berinsulasi karet warna putih untuk memberi enerji listrik pada sekian bohlam lampu hemat enerji yang menerangi kamar tidur kami di malam hari.

Pipa tembaga AC ini, bersama kabel listrik yang dilapisi karet warna putih, dibalut karet busa (sponge) seluruhnya, lalu dibalut lagi dengan insulasi tipis warna coklat muda, sebagaimana lazimnya.

Apakah yang saya temukan ketika saya melihat bagian dalam bak plafon kecil tersebut?

Pada pipa tembaga yang terinsulasi itu, saya menemukan bekas gigitan tikus di tiga tempat. Salah satunya, lihat foto di bawah ini.

Ya, jelaslah, selama dua hari sejak saya melihat dua lelaki pembawa dua kandang binatang pengerat itu, dua ekor tikus rumah yang (pastilah) terlatih telah, dalam dua malam, menggigiti tiga bagian pipa tembaga AC yang terinsulasi tersebut.


Minggu sebelumnya, ketika saya mau mengganti sebuah bohlam lampu hemat enerji yang sudah tak bisa bernyala lagi, saya melihat insulasi pipa tembaga AC tersebut masih bagus seluruhnya. Belum pernah ada kejadian, insulasi pipa tembaga AC digigiti dan dimakan tikus-tikus rumah selama dua puluh tahun lebih kami mendiami rumah kami ini.

Jika kabel listrik di dalam insulasi tersebut juga sudah digigiti, maka korsleting arus listrik pasti akan terjadi. Dan.... korsleting ini akan dapat membakar rumah kami jika tidak segera teratasi. Itulah tujuan durjana dan barbar insan-insan Legion.

Ketahuilah, hai Legion, Tuhan Yesus berkuasa jauh di atas kalian, sekalipun kalian memandang diri dengan jumawa sebagai raja-raja tanpa mahkota di Indonesia ini.

Malam itu juga, atas petunjuk puteri kami, di bawah lintasan pipa tembaga terinsulasi AC tersebut saya letakkan dua lembaran karton tebal (tebal 0,5 cm, yang saya ambil dari dua cover kalender meja) yang di atasnya saya sudah borehi pasta atau jeli lem tikus tube merk Gajah. Lem tikus ini sangat lengket dan tak berbau, meski sudah sangat lama, mungkin sudah 2 tahun lebih, ada di rumah kami, dan tidak pernah dipakai.

Sampai jam dua lewat tengah malam, saya menunggu dua ekor tikus rumah yang terlatih tersebut muncul lagi, dan berharap keduanya tertangkap lewat dua lembaran karton tebal lem tikus yang sudah terpasang.

Tapi,... kedua ekor tikus rumah tersebut tidak kunjung muncul lagi. Mungkin keduanya sudah dipanggil oleh para pelatih masing-masing, lalu balik ke kandang masing-masing. Mereka pasti tahu, karena kami di rumah cukup seru membicarakan tikus-tikus tersebut.

Si lelaki penguping yang sudah saya sebut di atas, mungkin sekali sudah meneruskan (sebagai informan) info tentang karton-karton tebal lem tikus yang sudah saya geletakkan di dua tempat di dasar bak plafon kecil tersebut.



Dua ekor tikus rumah terlatih? Ya, setelah saya cari info di Internet, tahulah saya bahwa karet busa dan karet pembalut kabel listrik bukanlah makanan alamiah tikus rumah atau tikus got apapun.

Hanya dengan dilatih dan dikondisikan, tikus-tikus rumah baru akan menggigit, dan memakan sebagian, karet busa insulasi pipa tembaga AC dan karet insulasi kabel listrik dalam rumah. Hal ini perlu kita semua ketahui. Ada banyak bisnis melatih tikus-tikus rumah untuk menggigit dan memakan benda-benda yang bukan objek gigitan dan makanan alamiah tikus-tikus rumah.

Saya cuma perlu melakukan suatu observasi sangat simpel dan kecil. Dibandingkan remah-remah bekas gigitan karet busa yang tertinggal dan terserak di dasar bak plafon, volume lubang-lubang karet busa yang dihasilkan dari gigitan dua ekor tikus rumah tersebut jauh lebih besar.

Keesokan harinya, setelah menyelesaikan olah raga jalan kaki di pagi hari, saya pergi jalan kaki ke sebuah toko bahan bangunan untuk membeli dua tube lem tikus lagi. Tersedia di situ lem tikus tube merk Fox.

Di saat saya bertanya ke pemilik toko tersebut, lalu membeli dua tube lem tikus Fox, ada seorang anak muda yang pasang kuping mendengarkan pembicaraan kami. Sudah beberapa kali hal itu terjadi sebelum-sebelumnya pada waktu saya berbelanja di toko-toko bahan bangunan manapun. Baru belakangan saya menyadari, selalu ada orang ketiga yang menguping.

Biarlah, supaya mereka kali ini tahu bahwa tikus-tikus peliharaan yang mereka telah latih, akan saya jadikan sate setelah tertangkap lewat lem sangat lengket penangkap tikus-tikus rumah terlatih perusak. Sekarang, karton tebal segi empat lem tikus sudah saya pasang di banyak tempat. Sate-sate tikus rumah nanti akan saya berikan ke anjing-anjing, dengan taik anjing sebagai bumbunya.

Oh ya, usaha membakar rumah kami lewat rekayasa korsleting listrik yang sudah saya beberkan di atas, bukanlah usaha yang pertama. Dalam tulisan saya sebelumnya, sudah saya kisahkan usaha-usaha serupa, tapi berbeda metode, yang dilakukan manusia-manusia demonik Legion.

Berhubung tangga lipat aluminium yang ada di rumah kami berukuran kecil-sedang, kami sudah memesan lewat sebuah toko belanja online sebuah tangga aluminium lipat (tinggi 2 meter) yang dapat diluruskan (tinggi menjadi 4 meter).

Yaaahh...., ketika sudah sampai di rumah kami, lalu saya periksa dengan teliti, saya temukan dua bekas gegepan (gigitan tang) baru pada salah satu sisi batang tegak tangga aluminium baru itu di bagian atas. Lewat dua gegepan tersebut, bagian batang aluminium di antara dua bekas gegepan itu dibuat melengkung. Kini sedang ditangani pihak toko belanja online tersebut.




Pastilah, pihak penjual online tersebut sudah mengasuransikan tangga lipat-lurus aluminium itu. Uang pengganti, pasti dijamin tersedia.

Yang tak tersedia adalah otak yang sehat dari para pelaku perusakan tangga aluminium baru itu. Tubuh boleh sehat dan kekar lewat makan gembul dan latihan membangun otot-otot tubuh. Tetapi jika otak sakit, alhasil pikiran jadi sakit, orang yang bertubuh sehat sempurna adalah orang sakit, sesakit-sakitnya.

3. Ancaman lewat bau hangus kayu dibakar

Sudah lama, selalu ada hembusan angin berbau sangit kayu yang hangus dibakar, yang masuk ke rumah kami, baik dari pintu di bawah, maupun dari pintu lantai dua rumah kami, tempat kamar tidur kami. Hembusan angin berbau hangus ini datang persis dari rumah antek Legion di seberang rumah kami.

Tindakan jahat tak waras itu mungkin sekali dilakukan sang Setan Bayu, the Wind Satan, yang bermukim di seberang rumah kami, yang suka bersiul menghembuskan bau busuk dari dalam mulutnya.

Bahwa hembusan angin berbau sangit kayu hangus yang dibakar adalah suatu bentuk ancaman Legion bahwa rumah kami mereka mau bakar, terkonfirmasi oleh dua kejadian.

Kejadian pertama: Di suatu malam, beberapa bulan lalu, melintaslah sebanyak dua kali di jalan raya depan rumah kami sebuah mobil bersirene mobil pemadam kebakaran. Suara sirene yang sangat kencang. Di putaran yang kedua itu, mobil bersirene mobil pemadam kebakaran itu malah berhenti selama 5 menit di jalan di depan rumah kami. Di hari yang sudah gelap loh. Saya diamkan saja, tak ambil pusing. Karena tindakan itu tindakan orang yang sedang mengalami gangguan, yaaa.... gangguan abdomen dan gangguan parkinson.

Nah, pada putaran yang kedua, ketika kembali melintasi rumah kami, mobil gila itu berhenti sekitar lima menit di depan rumah kami. Selain terdengar suara sirene yang sangat memekakkan telinga, dihembuskan juga dari mobil gila itu bau sangit kayu yang hangus terbakar. Ini konfirmasi pertama.

Konfirmasi kedua berlangsung belum lama ini.

Ketika saya di suatu pagi hari sedang akan melintasi suatu jalan tertentu --- kelanjutan dari jalan pintu masuk/keluar yang membentuk sebuah bukit, yang di puncaknya berdiri sebuah pos penjagaan yang berwarna hijau semarak --- tiba-tiba terdengar kencang suara sirene sebuah mobil pemadam kebakaran, memasuki jalan itu yang biasa saya lewati.

Jalan itu segera dijaga oleh seorang pekerja keamanan komplek perumahan kami (komplek Janur/Pelepah Asri). Orang dan kendaraan lain tak boleh masuk. Air dibuat menggenangi aspal jalanan sepanjang 200 hingga 300 meter. Jalan menjadi licin. Orang bisa terjungkal jika terpeleset. Termasuk saya yang sudah berusia jalan 64 tahun, dan bertubuh kurus.

Melihat jalan itu dijaga, saya malah didorong Tuhan Yesus untuk memasukinya. Dorongan ini suatu intuisi yang real, yang saya percayai sebagai bimbingan Tuhan. Hal seperti ini --- sudah cukup sering saya katakan --- kerap terjadi dalam batin saya. Dorongan Roh Tuhan. I am a frail elderly man of the powerful Spirit of God.

Saya masuki dan telusuri jalan licin itu dengan tenang dan hati-hati, sampai saya tiba di tempat mobil pemadam kebakaran itu diparkir di kanan jalan. Mesinnya tak nyala. Mati.

Nah, ada selang sangat besar berbahan plastik kuning dari mobil pemadam kebakaran itu yang sudah dimasukkan ke dalam sebuah rumah di kiri jalan. Tapi tidak terlihat kepanikan sekecil apapun. Semuanya tenang saja. Tidak ada aktivitas sigap para petugas pemadam kebakaran. Malah ada satu atau dua petugas berseragam resmi Polisi berdiri, menunggui mobil pemadam kebakaran tersebut.

Saya lewati saja mobil pemadam kebakaran itu dengan rileks sambil memandang tajam petugas-petugas berseragam yang sedang menjaga mobil pemadam kebakaran itu. Saya tahu apa reaksi mereka, yang terlihat pada wajah mereka. Sedikitpun tak ada rasa takut muncul di hati saya, terhadap apapun di saat itu. Yuuup, dalam hati, saya memanggil nama Tuhan Yesus.

Saya melintasi saja semua adegan itu, melanjutkan olah raga jalan kaki pagi hari saya. Saya tinggalkan semua adegan itu, moving forward. I don't care for your insanity! Because I am still fully sane! Kalau kalian sudah tak waras, ya tak waraslah sendirian. Saya tak mau ikut-ikutan tak waras. Saya masih waras penuh.

Setengah jam kemudian, ketika melintasi kembali jalan licin itu, semua adegan tadi sudah tidak ada lagi samasekali. Suasana sepi-sepi saja. Tenang-tenang saja. Mobil pemadam kebakarannya juga sudah lenyap. Tadi, di saat baru mau memasuki kembali jalan licin itu, seorang warga saya dengar ngedumel, “Kok kebakaran melulu!” Saya bisa menduga, apa yang ada dalam benak warga itu. Hendaklah ada kalangan yang merasa malu pada seorang warga yang ngedumel itu.

Itulah konfirmasi kedua bahwa ada ancaman dan usaha berulangkali untuk menakut-nakuti saya bahwa rumah kami akan mereka bakar.

4. Ancaman lewat suara gaduh alat-alat tukang bangunan

Nah, ada hal lain terkait rumah persis di seberang rumah kami tersebut.

Selain menjadi sumber hembusan angin berbau hangus kayu yang dibakar ke arah rumah kami, di rumah antek Legion ini sering sekali dibuat kegaduhan dari berbagai benda yang dipukul-pukul dengan besi, juga dari mesin bor dan mesin gerinda yang dibunyikan sangat kencang.

Kegaduhan mereka buat sebagai peringatan kepada saya terkait banyak hal. Saya sendiri berpikir, apa hubungan mereka dengan saya yang berada dalam rumah saya sendiri. Apa urusan mereka? Mengapa Legion itu sangat ketakutan sampai membuat suara-suara gaduh sebagai peringatan kepada saya? Mengapa mereka harus mengatur-ngatur kehidupan saya, sementara saya ini bukan seorang budak mereka, dan mereka juga bukan anggota keluarga saya?

Benarlah pepatah ini bahwa orang bersikap berani karena mereka berada di jalan yang benar dan hidup suci. Orang disengat rasa takut yang besar karena mereka bersalah dan hidup kotor dan menjijikkan.

Nah, ada kegaduhan yang khas yang selalu antek-antek Legion di seberang rumah saya timbulkan jika saya sedang aktif menulis dengan menggunakan dua smartphones saya.

Pastilah, ada jejaring IT/WiFi internal mereka di sekeliling rumah kami, yang membuat para antek Legion di seberang rumah kami itu selalu tahu aktivitas-aktivitas digital saya di dua HP saya, di siang hari dan juga di malam hari.

Saya sedang mencari info bagaimana jejaring IT/WiFi Legion di sekitar rumah kami itu dapat di-deaktivasi selamanya. Belum saya ketahui hingga saat ini. Pasti Tuhan Yesus akan menolong saya.

Cara yang paling sederhana adalah toggle WiFi di smartphone, saya nonaktifkan dulu, setelah itu baru menulis.

Mengaktifkan VPN tidak mau saya lakukan, sebab lewat VPN inilah --- yang dijalankan dengan tidak jujur oleh suatu perusahaan penyedia perangkat lunak app antivirus (karena mereka dibayar kalangan lain) --- beberapa waktu yang lalu orang yang berdomisili di Amerika Serikat dapat mengakses HP saya dan mengubek-ngubeknya (lewat jalur masuk IP yang bukan IP saya yang sebenarnya di Indonesia). Semoga dalam hal ini saya benar.

App antivirus itu, yang perusahaannya tampak bermurahhati kepada saya (lewat pemberitahuan “We have got you covered!”), sudah saya copot dari dua smartphones saya.

Nah, kegaduhan khas yang bagaimana yang dibuat di rumah di seberang rumah kami?

Ya, kegaduhan bunyi kencang bom yang meledak, buuuuummmm, di siang dan di malam hari, tapi bukan bom teroris betulan. Cuma bom teroris-terorisan! Gayanya gaya teroris, tapi bomnya bukan bom betulan. Mungkin pelakunya nanti akan jadi teroris benaran.

Kemarin ini, ketika saya sedang menulis blog post ini dengan menggunakan HP saya, sudah tiga hingga empat kali terdengar suara ledakan buuuuuummmm di rumah seberang. Ditambah lagi, ada kegaduhan lain yang timbul dari tembok-tembok yang digebuki palu-palu di rumah yang sedang direnovasi, rumah ketiga di sebelah kanan rumah kami.

Barusan, kurang lebih pukul 01:30 siang, Sabtu, 9 Juli 2022, terdengar bunyi kencang mesin gerinda di jalan raya depan rumah kami, setelah sebelumnya terdengar suara orang yang sedang memberi aba-aba untuk sebuah mobil mundur. Saya menangkapnya sebagai suatu pesan ancaman, karena mereka tahu saya sedang berkonsentrasi menulis blog post ini. Saya tak tertarik untuk keluar, melihatnya langsung. Soalnya, ancam-mengancam dengan suara mesin gerinda sudah menjadi kebiasaan keji mereka, yang mustahil diubah.

Di saat saya menulis, mereka membuat kegaduhan. Ketika saya sehat, mereka berbuat segala hal untuk membuat saya tertekan, lalu jatuh sakit.

Ketika saya hening dalam meditasi, mereka menyebarkan bau hangus kayu yang dibakar ke dalam rumah kami. Mungkin juga, bau hangus itu dihasilkan dari serbuk olahan pabrik yang cuma perlu dimasukkan ke dalam bara api.

Daripada kalian, wahai Legion, menghembuskan angin pembawa bau sangit kayu yang dibakar, lebih baik kalian bakar kemenyan supaya baunya mengusir roh-roh najis Legion.

Nah, saya tidak tertarik untuk menyelidiki, sumber bunyi buuuuummm itu apa. Mungkin sebuah bola besi berat dijatuhkan ke lantai tanah rumah. Bisa juga cuma suara rekaman yang diperdengarkan lewat sebuah loudspeaker besar. Apapun juga, itu sesuatu yang tak waras. Whatever, it is an insanity! Dan... mereka akan terus melakukannya.

Nah, seorang lelaki yang berdiam di rumah tetangga persis di sebelah kanan rumah kami, yang sudah saya tulis di atas menjalankan pekerjaan menguping (pekerjaan gajah cebol Bona berkuping lebar, dalam dongeng anak-anak) untuk kepentingan Legion, juga harus (kenapa harus, ya?) membuat kegaduhan yang sama ketika Legion memandang saya harus diperingatkan.

Si manusia pria gajah cebol Bona antek Legion ini mahir sekali membunyikan dengan sangat kencang mesin bor dan mesin gerinda. Bahkan dua alat tukang bangunan ini dia pakai betul-betul untuk membor batu betulan dan menggerinda besi betulan, di dalam rumahnya sendiri.

Bayangkan, betapa patut sangat dikasihani orang-orang lain, sebagai satu keluarga, yang berdiam di dalam rumah si lelaki Bona itu. Bunyi penging terdengar setiap hari. Debu berterbangan dalam rumah dari bebatuan sungguhan yang dibor. Percikan api menyebar ke segala arah ketika mesin gerinda sedang menggerinda besi, atau debu halus berhamburan ketika sedang menggerinda bongkahan batu besar yang sudah disiapkan sebelumnya.

Suara sangat penging mesin bor dan mesin gerinda yang kami dengar datang persis dari rumah tetangga kanan kami itu, asli suara dua mesin ini yang sedang dipakai, bukan suara rekaman. Juga tidak datang dari rumah ketiga di sebelah kanan rumah kami yang sedang direnovasi, yang juga sering membuat kegaduhan yang tidak wajar, berbulan-bulan terus-menerus gaduh, tak pernah selesai, hingga saat ini, dan tidak pada tempat dan waktunya (beberapa kali, kegaduhan dibuat jam 7 malam hari selama 30 menit, di bagian belakang bangunan yang mereka sedang renovasi!).

Saya hanya bisa mengurut-urut dada, dan sungguh-sungguh mendoakan si lelaki Bona itu (bersama isterinya) agar Tuhan Yesus menggerakkan hatinya untuk mencari pekerjaan lain yang mempunyai nilai, kualitas dan martabat.

Janganlah siapapun tunduk kepada, dan mau diperhamba oleh, roh-roh najis Legion. Jika seseorang bertuhan, dia pasti menolak dan melawan Legion.

Kita tidak boleh menolak keberagamaan yang teduh, mendamaikan, membangun kehidupan yang toleran, dan mendorong kemajuan bangsa dan negara. Tetapi kita harus tegas menolak keberagamaan yang ekstrim, yang dipenuhi kegaduhan, kemarahan, kedangkalan, keangkuhan, perusakan, tindak kejahatan, dan perasaan paling benar sendiri.

Baru beberapa waktu belakangan ini sudah tidak terdengar lagi kegaduhan mesin bor dan mesin gerinda yang tak waras yang dibuat si pria Bona itu.

Kegaduhan yang timbul dari tembok-tembok rumah kontrakannya itu yang dipukul-pukul dengan palu kuat-kuat olehnya sendiri, juga sudah tidak terdengar lagi belakangan ini. Kegaduhan yang muncul dari besi-besi yang diadu, juga sudah tidak terdengar lagi atau sudah berkurang.

Saya sudah dengan baik-baik menganjurkannya, dari dalam rumah saya sendiri dengan suara agak kencang, untuk mencari pekerjaan lain, di bidang ojek online, jika dia mau. Dia punya sebuah sepeda motor.

Eehhh.... si pria Bona itu kini bertingkah lagi, suka membuat suara gaduh klotak klotak klotak atau suara tok tik tok tik yang saya dan isteri saya dengar datang dari balik atas plafon gipsum lebar persis di atas tempat tidur kami di lantai dua.

Sudah sangat jelas, suara-suara aneh di balik plafon itu bukan suara tikus-tikus gaduh. Beda sekali. Suara-suara itu suara-suara buatan, yang nada-nadanya berubah-ubah dan berinterval, dan lokasi sumbernya berpindah-pindah di balik plafon di atas tempat tidur kami. Terdengar umumnya ketika saya sedang bekerja dengan smartphones saya.

Suatu ketika, di saat bunyi kencang klotak klotak terdengar dari balik plafon di atas ranjang kami, saya membalasnya dengan menggebrak keras titik sumber bunyi itu. Bunyi klotak klotak itu langsung hilang, dan samasekali tidak terdengar suara tikus-tikus yang berlarian ketakutan.

Selain itu, hanya tersedia ruang sempit setinggi kurang lebih 15-20 cm antara plafon gipsum lebar di atas kamar tidur kami dan permukaan bawah coran dak yang ada di atas sebagian ruang tidur kami.

Di ruang sangat sempit itu tidak ada kabel listrik apapun, juga tidak ada pipa tembaga berinsulasi AC apapun. Juga mustahil tikus-tikus rumah mau berdiam di ruang sempit dan pasti berhawa pengap itu. Juga tidak ada lubang apapun yang dapat dimasuki seekor tikus apapun dari luar rumah.

Maka, jadilah saya berhipotesis. Mungkin sekali insan-insan Legion (cecere atau anak-anak bebek Legion banyak sekali yang bekerja sebagai tukang bangunan) telah membuat sebuah lubang yang menghubungkan bagian atas tertentu rumah tetangga sebelah kanan rumah kami (rumah kontrakan si pria Bona) dengan ruang sempit di bawah coran dak di atas kamar tidur kami.

Atau, lubang itu ada di bagian lain rumah kami yang saya perlu periksa dengan cermat. Ini akan saya lakukan tahap demi tahap, mengingat diri saya sekarang tidak sekuat dulu ketika saya berumur 30-an atau 40-an tahun.

Nah, lewat lubang itulah suara-suara klotak klotak klotak atau suara tok tik tok tik dibuat, lalu terdengar oleh kami di ruang tidur kami. Mungkin juga, ada instrumen-instrumen elektronik kecil yang telah dimasukkan ke ruang sempit itu, yang dapat disetel dari rumah kontrakan si lelaki Bona, atau dari lokasi lain yang lebih jauh, untuk mengeluarkan bunyi-bunyi buatan tersebut.

Ya, imajinasi saya sedang bekerja dan saya masuk ke kawasan ide-ide hipotetis. Kata Albert Einstein, imajinasi itu lebih penting dari pengetahuan. Sementara pengetahuan kita terbatas, meski berkembang progresif, imajinasi tidak mengenal batas-batas, kendatipun imajinasi yang terpelajar haruslah imajinasi yang berdisiplin sekaligus dinamis dan cair.

Kapan lubang dan perlengkapan elektronik itu dibuat dan dipasang? Sekian bulan lalu ketika rumah di sebelah kanan rumah kami itu sedang direnovasi besar oleh pekerja-pekerja bangunan yang menjadi bagian dari Legion. Setelah renovasi selesai, rumah ini tak lama kemudian dikontrakkan untuk dihuni keluarga si pria Bona.

Nah, hipotesis saya di atas hanya bisa dibuktikan benar atau salah kalau plafon gipsum lebar di seluruh kamar tidur kami dicopot, atau dilubangi cukup luas pada bagian di atas ranjang kami untuk memeriksa apakah ada sesuatu di baliknya yang menjadi sumber bunyi klotak klotak klotak atau bunyi tok tik tok tik.

5. Ancaman lewat suara sirene mobil dan suara motor-motor besar

Dalam tulisan blog post saya sebelumnya, sudah saya kisahkan tentang kegaduhan yang ditimbulkan oleh klakson-klakson mobil-mobil yang dibunyikan terus-menerus berinterval, yang sedang membuntuti mobil Avanza yang sedang saya kemudikan. Waktu itu, kejadian ini berlangsung berbulan-bulan lamanya. Lalu berakhir begitu saja.

Tetapi, ada kegaduhan pengganti suara klakson mobil-mobil. Kalau tidak gaduh dan berangasan, bukan Legion namanya.

Selama berbulan-bulan selanjutnya, ke mana saja saya pergi dengan berkendara mobil Avanza saya, kapanpun waktunya, entah siang ataupun malam, selalu ada sebuah mobil yang mengikuti dan membuntuti saya dengan memperdengarkan bunyi sirene yang meraung-raung bisa sampai 30 menit lamanya.

Setelah itu, mobil-mobil bersirene pembuntut itu mengambil arah lain. Di saat itulah saya terbebas dari insan-insan Legion yang memanfaatkan dan mendompleng mobil-mobil bersirene.

Anda tentu tahu semua jenis mobil yang memiliki sirene, dari mobil-mobil pribadi plat hitam (yang, setahu saya, dilarang memasang sirene), sampai mobil-mobil dinas swasta plat hitam dan mobil-mobil dinas milik negara yang berplat bukan-hitam.

Semua jenis mobil bersirene itu bergantian dikerahkan insan-insan Legion untuk menggertak, menakut-nakuti, dan mengancam saya, jika saya tetap tidak mau tunduk terhadap mereka. Tunduk untuk ganti agama. Seenaknya saja mereka itu. Adakah Tuhan yang mereka sembah berdiam dalam diri mereka dengan hening, damai dan teduh? Mereka sendiri yang perlu jujur menjawab pertanyaan ini. Beragama itu, tujuannya untuk menjadikan orang hidup teduh, damai, dan lembut hati; bukan untuk membuat anda serba panas hati, beringas, menimbulkan kegaduhan dan keributan.

Di pihak saya, ya saya selamanya hanya tunduk pada Tuhan Allah, Yahweh Elohim, sang Bapa Maha-Langit yang Mahabaik, dan kepada sang Putera Allah Maha-Langit, Tuhan Yesus Kristus yang mengasihi saya dan yang saya kasihi, sang Juruselamat dunia yang Mahabaik, sang Terang Dunia yang melenyapkan segala bentuk kuasa kegelapan.

Dan, saya pikir.... insan-insan Legion itu dengan takabur mau menunjukkan diri sebagai raja-raja di Jakarta atau bahkan di Indonesia, lewat mobil-mobil bersirene yang mengeluarkan suara mengaum-ngaum.

Mereka menjadi raja-raja? Ya, meski tanpa mahkota apapun, dan tak ada seorangpun yang pernah menjadikan mereka raja-raja. Mereka terdelusi, deluded, main percaya saja bahwa mereka adalah orang-orang besar, yang memiliki kekuatan adiinsani, superpowerful human beings, dan, karena itu, mereka merasa berhak dan mampu dengan segala cara untuk mengganti agama orang lain, atau mencampuri kehidupan privat orang lain manapun.

Padahal faktanya, di negeri Indonesia ini hukum positif adalah sang panglima bagi kehidupan kita semua, tanpa pilih bulu. Premanisme, tidak dapat hidup dalam suatu negara republik demokratis yang diatur oleh hukum positif.

Nah, apa itu delusi? Belum tahukah mereka? Delusi adalah kepercayaan yang sudah jelas salah, tapi tetap dipercaya sebagai hal yang benar dan dipertahankan mati-matian meski fakta-fakta real menyatakan hal yang lain.

Dus, orang yang terdelusi, hidup dalam penyangkalan atas fakta-fakta nyata. Dalam psikologi, fenomena mental ini dinamakan In Denial, yang sudah saya beberkan panjang lebar di sebuah tulisan saya yang lain.

Well, setahu saya, semakin agung dan besar kekuasaan yang dimiliki seseorang --- seperti Pak Presiden Joko Widodo yang sangat saya hormati dan kagumi setelah Presiden Soekarno --- semakin rendah hati dan mulia kepribadian, karakter dan tindakan orang tersebut, dan semakin luas dan dewasa spiritualitas dan wawasan pengetahuannya.

Juga, semakin kuat dorongan dalam dirinya untuk hidup mumpuni dan mengayomi orang banyak, serta mampu hidup ramah dan terbuka pada perbedaan, dalam suatu masyarakat yang majemuk.

Oh ya, saya mau bagi isi suatu mimpi saya beberapa bulan lalu, di saat saya tidur malam.

Waktu itu, sebelum tidur malam, hati saya luar biasa dipenuhi kerinduan untuk dapat melihat dan memandang wajah Yesus. Suasana mental ini muncul tentu karena ada pemicunya. Lalu saya berdoa intens, memohon kepada Yesus supaya saya dapat memandang wajah-Nya. Ini bukan doa yang pertama.

Di dalam tidur malam itu, Yesus menjawab kerinduan saya itu. Tapi yang tampil dalam mimpi saya bukan wajah Yesus yang sudah lazim saya kenali, tetapi wajah Pak Presiden Joko Widodo yang saya lihat sangat segar, cerah dan memancarkan cahaya berkilau-kilau, dan tubuhnya yang berpakaian kemeja dan celana panjang putih juga memancarkan cahaya benderang yang memukau.

Ketika terbangun dari tidur, saya termenung lama memikirkan mimpi saya yang menakjubkan tersebut. Hingga saat ini, saya belum bisa mendapatkan makna mimpi saya yang luarbiasa itu. Setiap mimpi memang harus ditafsirkan. Tentang hal ini, baca di sini dan di sini. Dalam hal mimpi saya itu, biarlah saya menunggu Tuhan Yesus menyingkapkan maknanya.

Satu hal sudah pasti, bahwa mimpi saya itu menyampaikan suatu pesan yang sangat jelas bagi diri saya bahwa Pak Presiden Joko Widodo adalah seorang yang suci.

Hal-hal lainnya terkait mimpi saya itu, akan tersingkap pada waktunya. Saya tak mau terburu-buru menafsirkan mimpi saya itu. Biarlah saya menikmati dulu rasa the magic of an extraordinary dream.

Nah, kita kembali ke negeri Indonesia. Semboyan “Bhinneka tunggal ika” (artinya: beraneka ragam, tapi tetap satu adanya) adalah semboyan yang sangat bagus untuk dan dari bangsa kita, Indonesia, dan menjadi sumber enerji mental besar bagi kemajuan dan kekuatan serta keutuhan dan kesatuan negara dan bangsa Indonesia. Nah, para insan demonik Legion itu tidak menjalani kehidupan mereka dalam koridor semboyan agung ini.

Karena saya seorang yang sadar penuh bahwa saya ini, seasli-aslinya, bukan seorang kriminal jenis apapun sejak dilahirkan, lagipula saya kini sudah menjadi seorang insan lanjut usia, ya.... saya tak pernah merasa takut sekalipun saya terus-menerus ditakut-takuti lewat banyak cara oleh insan-insan Legion terdelusi itu.

Harkat dan martabat saya sebagai seorang Kristen dan sekaligus seorang warganegara Indonesia, patriot bangsa, sedang saya pertahankan dan perlihatkan justru di saat saya sedang menjalani usia 64 tahun. Roh Allah ada di dalam diri saya. I am a frail elderly man of the mighty God in Jesus Christ. In short, I am a man of the loving God.

Ancaman dan peringatan, serta usaha menggertak saya, juga dijalankan para insan Legion itu dengan mengerahkan remaja-remaja baru gede (alias “rebage”) yang mengendarai motor-motor besar yang memiliki roda-roda besar, nyaris seukuran ban mobil sebuah sedan kecil. Bukan hanya berban besar, tapi motor-motor mereka juga mengeluarkan suara knalpot turbo yang penging dan gaduh. Gaduh. Gaduh.

Yang sudah saya pantau, ada sedikitnya empat pengendara rebage lelaki motor penging dan gaduh itu (salah satunya bernomor plat hitam B 37×× UTR), dan satunya lagi pengendara rebage perempuan.

Salah satu motor besar yang bersuara gaduh itu tidak bisa saya baca nomor plat hitamnya karena tidak dipasang di belakang motornya (dengan splashboard belakang sudah dipotong sehingga tinggal separuh), dan satu plat hitam lainnya dipasang sangat tersembunyi di depan, di bawah tangki bensin, di bawah stang. Saya tahu persis, di mana si pengemudi motor besar tanpa plat nomor ini tinggal bersama orangtuanya.

Motor-motor besar itu bisa seenaknya lalu-lalang berputar-putar melewati rumah kami, bahkan di malam hari, sambil menggeber gas, sehingga alarm mobil Avanza saya seringkali berbunyi sendiri.

Kejadian yang sangat mengganggu itu berulangkali terjadi. Termasuk oleh seorang rebage, yang juga memiliki sebuah motor besar bersuara gaduh, yang berdiam di rumah persis di seberang rumah kami, rumah antek Legion. Dalam observasi saya, si rebage ini tidak atau belum mempunyai pekerjaan tetap, atau mungkin masih berstatus mahasiswa yang belum selesai studinya. Mungkin dia sudah mendapat gelar MA, alias Mahasiswa Abadi.

Oh ya, sekalian saja saya ungkap. Insan-insan Legion juga mengerahkan balita dan batita, dan insan-insan lansia yang sudah ringkih, ketika mereka mau menyampaikan pesan dan memaksakan segala kemauan mereka ke saya. Kasihan betul ya. Tega betul ya. Itulah Legion.

Selain itu, mereka pernah mengerahkan armada Gojek dan armada GoGrab untuk membuntuti saya atau untuk menyambut saya (entah apa tujuan mereka) di tempat-tempat yang akan saya kunjungi. Tapi saya tak pernah meladeni mereka.

Nah, setelah sekian waktu saya mengamati pola-polanya, koinsidensi-koinsidensinya, serta koneksinya dengan diri saya dan peristiwa-peristiwa yang saya telah alami atau sedang alami, akhirnya saya dapat menyimpulkan satu hal, ini: bahwa kegaduhan juga ditimbulkan Legion lewat pengaturan suara ribut dan kencang kotek kotek kotek ayam-ayam yang dipelihara di sebuah rumah besar sebelah kanan rumah tetangga persis di seberang rumah kami.

Kini, jika alarm mobil Avanza saya berbunyi sendiri karena kekuatan gelombang suara (dan mungkin juga bersama gelombang elektromagnetik --- saya belum pelajari hal ini) yang dipancarkan derum keras dari knalpot-knalpot turbo motor-motor besar atau knalpot-knalpot turbo mobil-mobil tertentu, ya saya biarkan saja, karena akan berhenti sendiri. Hanya kanak-kanak yang suka membunyikan terompet.

Semua insan Legion memang berjiwa kekanak-kanakan, childish, tak akan pernah bisa dewasa dan matang. Saya berani bertaruh tentang hal ini. Memakai salah satu paham religius mereka, ya... mereka sudah ditakdirkan (terma non-Kristen) atau sudah dipradestinasikan (terma Kristiani) untuk selamanya kanak-kanak dalam kehidupan emosional dan intelektual mereka.

Tak berpengharapankah? Hopeless-kah? Ya.

Dilihat dari sudut psikiatri, semua pola pikir, tindakan, perilaku dan sikap-sikap dan suasana mental yang tidak wajar atau yang tidak waras dari kalangan Legion yang saya beberkan dalam tulisan blog post ini seluruhnya, digolongkan sebagai gangguan mental atau mental illness, yang timbul dari interaksi nurture dan nature, interkoneksi antara faktor-faktor environmental dan faktor genetik dan epigenetik. 

Ihwal apakah gangguan mental bisa disembuhkan, ataukah tidak, tetap ramai dikaji. Tentang hal ini, bacalah di sini, di sini, dan di sini, juga di sini.

Tetapi saya masih mau pertahankan optimisme, meskipun tampak seperti suatu usaha menjaring angin, atau suatu usaha mengecat langit.

Nah, saya ajak mereka untuk memotivasi diri mereka untuk bertumbuh dan berkembang dalam ranah emosi dan intelektual, menjadi insan-insan yang memiliki kecerdasan emosional yang makin matang, tidak bantut pada tahap kanak-kanak.

Dan... memiliki kemampuan metakognitif, yakni kemampuan memikirkan ulang dan mengevaluasi semua pemikiran mereka selama ini tentang dunia ini, sesama manusia yang berbeda latarbelakang, Tuhan, agama-agama, ilmu pengetahuan, moralitas, pekerjaan, kehidupan bersama yang ramah dalam masyarakat yang majemuk, dan tentang kemajuan, keutuhan dan ketahanan bangsa dan negara.

Bisakah mereka sungguh-sungguh cerdas emosi dan cerdas intelek? Diupayakan bisa, sebab dapat terjadi bahwa mereka sudah ditakdirkan atau dipradestinasikan untuk mengubah sendiri garis takdir mereka. Takdir itu bukan sesuatu yang statis, tetapi sesuatu yang dinamis. Jika takdir memang ada, takdir ada untuk diberi respons, bukan untuk dibiarkan saja.

Suara penging dan gaduh juga dikeluarkan knalpot turbo mobil sedan (hatchback) yang berfungsi, dalam observasi saya, sebagai mobil komando pengancam dan penggertak lewat suara knalpot yang kencang menderu dan mendentum ketika pedal gas ditekan kuat-kuat.

Awalnya, mobil komando Legion ini sebuah sedan hatchback warna merah tua mengkilap. Sekian bulan kemudian diganti mobil sedan hatchback warna silver. Sesudah beberapa bulan, sekarang ini, diganti lagi dengan mobil sedan full biru tua mentereng, dengan nomor plat hitam H 17xx EF (mungkin sekali ini nomor palsu), yang sering diparkir di teras rumah tetangga antek Legion, dua rumah di sebelah kanan rumah kami.

Hal yang luar biasa adalah bahwa ketika kami (berempat) berada di luar Jakarta, di kawasan Summarecon Gading Serpong, sebuah motor besar berknalpot turbo yang saya kenali dan mobil komando sedan hatchback warna merah tua mentereng tersebut di atas, menunjukkan diri bahwa mereka hadir dekat kami, disertai derum-deruman sangat keras suara-suara knalpot masing-masing yang sudah tak asing bagi telinga saya sebagai seorang pengamat gerak-gerik mereka.

Ya betul, para Legion itu terus-menerus membuntuti saya, kemanapun saya pergi, untuk menakut-nakuti kami, seolah mereka itu intel-intel negara. Setahu saya, intel betulan bekerja diam-diam, senyap, tak ketahuan, berusaha semampu mungkin untuk tidak meninggalkan jejak. Intel palsu saja yang bekerja dalam kegaduhan dan kepongahan.

Takutkah saya? Samasekali tidak. Karena saya bukan seorang kriminal apapun, sejak saya berada dalam kandungan mama saya.

Sudah lama, sampah harian rumahtangga yang saya masukkan ke dalam sebuah kantong plastik hitam, lalu saya gantung di ujung atas teralis pintu dorong rumah kami, mereka ambil lalu dibawa ke tempat lain untuk diperiksa. Mereka terus-menerus mencari-cari dan mau merekayasa bukti bahwa saya ini seorang kriminal. Telunjuk mereka arahkan ke saya, tapi yang tak mereka lihat adalah: jempol mereka sendiri terarah ke diri mereka sendiri.

Saya sih bersikap ringan-ringan saja, tidak memberi reaksi atas tingkah intel-intelan palsu mereka itu. Sekali lagi, tak ada rasa takut sedikitpun dalam diri saya. Sebaliknya, hati saya penuh nyanyian, karena ada Tuhan Yesus di dalamnya.

6. Menakut-nakuti lewat seragam resmi aparat penjaga keamanan

Saya sangat respek pada aparat kepolisian RI sebagai sosok-sosok pemberi rasa aman, ketenteraman dan perlindungan serta pertolongan kepada warga masyarakat.

Karena itu, saya yakin adalah tidak pada tempatnya, tidak patut, jika seragam kepolisian NKRI dimanfaatkan atau didompleng untuk menakut-nakuti saya yang samasekali, sejak dilahirkan hingga kini sebagai seorang lanjut usia, bukan seorang kriminal apapun.

Pertama kali di sebuah pasar swalayan besar di Mall AG, Jakarta Utara, saya melihat dan berpapasan dengan beberapa orang pria yang berseragam polisi, dan pada salah satu bahu mereka terpasang nama profesi POLISI.

Ada dua orang berseragam polisi RI yang berdiri di pintu masuk ke dalam ruang pasar swalayan tersebut. Beberapa orang lainnya, mondar-mandir saja.

Nah, di antara lelaki berseragam polisi yang mondar-mandir itu, ada seorang yang celana panjangnya kekecilan dan menggantung jauh di atas mata kaki, dan bersepatu necis orang kantoran, bukan memakai sepatu polisi yang sebetulnya.

Saya hanya menyimpan dalam hati apa yang saya telah lihat sebagai kejanggalan.

Saya juga waktu itu berpikir, jika polisi-polisi masuk ke dalam pekerjaan karyawan pasar swalayan apapun, bukankah para pengunjung yang mau berbelanja di situ akan bertanya-tanya, apakah pasar swalayan itu sudah tidak aman. Jika yang bertanya seperti itu makin banyak, bukankah akhirnya pasar swalayan apapun akan sepi pengunjung.

Nah, kali lain, saya sekeluarga datang lagi ke pasar swalayan yang sama di Mall AG. Ketika saya mau masuk ke ruang dalam, di pintu masuk berdiri dua lelaki berseragam polisi RI tetapi pada salah satu bahu masing-masing terpasang tulisan SATPAM, bukan tulisan POLISI lagi. Saya mesem-mesem saja. Kata lain SATPAM itu sekuriti.

Ketika mau masuk ke ruang dalam dengan melewati pintu masuk yang dijaga dua SATPAM yang berseragam polisi itu, saya segera memakai sebuah topi pramuka yang padanya saya sematkan bendera kecil Merah-Putih.

Ketika berhadapan dengan salah seorang SATPAM yang berseragam polisi di pintu masuk itu, sang SATPAM itu tertegun melihat topi pramuka berbendera kecil Merah-Putih yang saya pakai.

Tanpa membuang waktu, saya langsung bertanya kepadanya, apakah di dalam aman-aman saja. Sang SATPAM itu menjawab terputus-putus, “Aaa... aaa maan, Pak!” Lalu saya menimpali, “Bagus deh kalau begitu!”

Lalu saya membuat gerakan seolah mau terus masuk ke dalam ruangan barang-barang dagangan. Tapi, segera saya membalikkan badan, berjalan balik ke arah sang SATPAM itu, cuma berjarak dua langkah darinya. Apa yang saya lihat dan dengar?

Sang SATPAM yang tidak melihat saya di belakang tubuhnya, karena dia sedang menghadap ke arah luar, sedang mengontak seseorang lewat Walkie-Talkie, lalu dia berkata dengan sangat jelas, “Dia sudah tahu! Dia sudah tahu!”

Maksud si SATPAM itu adalah bahwa saya sudah tahu adegan sandiwara mereka.

Ya, adegan sandiwara yang buruk, tidak sempurna skenarionya. Yang dipermalukan bukan saya, tetapi pihak-pihak lain.

Tapi, saya masih mau mengecek lagi. Beberapa hari lalu, saya berkunjung lagi ke pasar swalayan yang sama.

Kali ini, saya lihat, yang berdiri di pintu masuk, hanya satu orang perempuan yang berseragam polisi RI, dengan di salah satu bahunya tercantum tulisan JAYAKARTA, bukan lagi tulisan POLISI atau tulisan SATPAM.

SATPAM-SATPAM pria berseragam polisi sudah tidak ada samasekali, lenyap, dari pasar swalayan itu.

Di depan si Ibu JAYAKARTA, saya kenakan lagi topi pramuka yang tersemat bendera Merah-Putih di sisi kanan topi.

Ketika berhadapan dengannya di pinggir pintu masuk, saya dengan rasa hormat bertanya ke si Ibu JAYAKARTA itu, “Ibu, apakah keadaan di dalam aman?”

Si Ibu JAYAKARTA yang masih belia itu menjawab, “Aman, Bapak!” Saya merespons, “Bagus deh!” Tetapi sang Ibu itu lantas tertegun ketika melihat topi pramuka berbendera Merah-Putih yang sedang saya pakai.

Nah, adegan-adegan yang serupa, bahkan ada yang persis sama, saya temukan dan alami juga di pasar swalayan besar baru di Mall of Indonesia, Jakarta Utara.

Bahkan juga di sebuah restoran Sushi di kawasan BSD: kasir tempat pengunjung membayar, adalah seorang POLISI yang berseragam, tetapi sepasang sepatu yang dipakainya adalah sepatu keren mengkilap mentereng orang kantoran, bukan sepatu Polisi.

Nah, setelah mengalami kejadian-kejadian di atas, masih ada satu kejadian lagi. Kali ini di suatu pintu gerbang masuk ke suatu komplek perumahan di kawasan Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara.

Baru kali itu saya alami, pintu masuk ke suatu komplek perumahan dijaga dan ditunggui petugas-petugas POLISI yang berseragam polisi.

Mengingat pengalaman-pengalaman sebelumnya, saya yakin, seharusnya dalam kondisi wajar dan aman, polisi tidak menjaga dan menunggui pintu masuk ke komplek perumahan manapun.

Maka itu, ketika mau melewati pintu gerbang masuk, kepada seorang petugas POLISI yang sedang duduk menunggu, saya dengan ramah bertanya, “Pak, saya ingin tahu bunyi Sapta Marga. Bisa beritahu saya, meski Bapak bukan seorang prajurit?”

Pak Polisi itu mengernyitkan kening, sepasang matanya terlihat aktif, bergerak ke kiri lalu ke kanan, lalu ke kiri lagi, terus begitu. Akhirnya dia berkata, “Bapak jalan saja deh!”

Meskipun saya bukan seorang polisi, juga bukan seorang prajurit TNI RI, saya adalah seorang patriot bangsa dan negara. Karena itu, saya juga berusaha sungguh-sungguh untuk menghayati dan menerapkan Sapta Marga, tujuh prinsip dasar sebagai pegangan dan penuntun kehidupan dan pelaksanaan tugas-tugas TNI.

7. Ancaman lewat fitnah politik yang luarbiasa keji

Sekian waktu lampau, saya memiliki dan mengelola tiga akun Facebook. Dua akun pertama, sudah memiliki 5.000 teman, jadi sudah full; sedangkan akun ketiga belum mencapai 5.000 friends. Tetapi akhirnya, ketiga akun FB saya ini harus saya delete permanently. Kenapa?

Alasan utama saya adalah karena ada sejumlah kalangan durjana, yang kini dapat saya golongkan sebagai bagian dari Legion, yang terus-menerus memasang iklan video-video tentang suatu gerakan separatis di Indonesia pada akun-akun FB yang saya kelola waktu itu untuk ikut mencerdaskan bangsa dan memajukan negara.

Selain itu, tautan-tautan ke gerakan separatis ini juga muncul di akun-akun FB saya waktu itu. Kalangan itu tak henti-hentinya berusaha mengaitkan diri saya dengan gerakan politik separatis domestik.

Saya sangat tidak menyukai usaha-usaha politik kotor yang keji itu. Saya tahu, kalangan mana yang memulai fitnah keji separatisme terhadap diri saya. Mereka tahu Yesus, tetapi cinta kasih Yesus tidak ada dalam diri mereka. Ya, mereka itu kawanan serigala berbulu domba-domba Yesus. Kawanan dinosaurus T-Rex gurun Kristen.

Sekian waktu lalu, lebih belakangan, tiba-tiba muncul di akun WhatsApp saya suatu kiriman naskah format PDF yang pada bagian dalam kotak segi empatnya terdapat sebuah kotak kecil yang memuat tiga huruf besar BIN.

Saya langsung mengadu ke Tuhan Yesus, “Tuhanku, Kekasihku, ada apa lagi ini?” Lalu saya diyakinkan untuk tidak usah mempedulikan naskah PDF kiriman itu, yang si pengirimnya tidak beridentitas. Saya perlu langsung menghapus saja. Lebih dari lima kali kiriman naskah yang sama masuk ke akun WA saya, yang semuanya langsung saya hapus, tanpa tahu sedikitpun apa isinya. Akhirnya, kiriman gelap itu tidak datang lagi ke akun WA saya. Berhenti sendiri.

Mungkinkah naskah PDF BIN itu bagian dari fitnah keji politik terhadap saya? Bisa jadi. Jika dokumen PDF BIN itu asli, yang saya tidak pernah tahu apa isinya, apakah pengiriman dokumen BIN itu lewat medsos WA bukan suatu tindak kriminal pembocoran suatu dokumen negara? Apa tujuan insan-insan Legion itu mengirimkannya kepada saya? Semua pertanyaan ini, tidak akan pernah bisa saya jawab, karena saya tidak memiliki sangkutpaut apapun dengan BIN, dan juga bukan wewenang saya untuk menjawab.

Saya ambil sikap positif saja bahwa mungkin juga tiga huruf besar BIN itu dimaksudkan sebagai BINTANG terang dunia. Siapa? Ya Yesus Kristus, Sol Invictus.

Well, siapakah saya ini, sampai ada kalangan yang berusaha mati-matian, dan begitu mati hati, mempertalikan saya dengan suatu gerakan separatis dalam negeri? Atau berupaya keras untuk menunjukkan bahwa saya ini, yang kini sudah lanjut usia, adalah seorang aktivis separatis di Indonesia? Aktif di dunia politik, bukan jalan kehidupan saya selamanya. Semoga Tuhan Allah, sang Bapa Maha-Langit, dapat mengampuni mereka.

Sesudah tiga akun FB itu tidak ada, dengan jedah waktu yang saya tidak ingat lagi, saya membangun sebuah akun baru FB yang memakai nama Daun Mentari. Tujuan saya: menjadikan akun FB Daun Mentari sebagai media sosial tempat saya membagi puisi-puisi saya. Karena itu, pada gambar header halaman depan saya tulis kata-kata Silent Poems.



Tapi karena masih muncul gangguan pada akun FB Daun Mentari Silent Poems, akhirnya akun ini saya hapus permanen juga (30 November 2021). Lagipula, puisi-puisi yang saya munculkan di situ, terpasang juga di Freidenk Blog saya. Ya, ada kurang lebih enam puluh puisi saya, yang saya tulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, dan semuanya tersimpan di blog saya itu.

Nah, saya juga sekian waktu lalu memiliki dan mengasuh sebuah akun Twitter, yang jumlah follower-nya sempat mencapai 8.000-an. Tetapi, karena alasan yang sama terkait penghapusan akun-akun FB yang sudah saya tulis di atas, akun Twitter saya inipun akhirnya saya deaktivasi permanen (efektif 15 Agustus 2021).

Tetapi ada screencapture dari pinned tweet yang saya tetap simpan sampai sekarang. Isi cuitannya adalah penolakan saya yang halus tetapi tegas atas segala usaha mengganti kepercayaan saya pada Yesus Kristus. Cuitan di tempat teratas ini bertanggal 19 September 2020, dan sudah dibaca lebih dari 11.000 orang.  Saya lampirkan di bawah ini.




Begitulah, fitnah politik keji digunakan untuk menakut-nakuti saya, supaya untuk akhirnya, dalam skenario biadab para insan Legion, saya akan menyerah kalah, lalu menjadi Yudas Iskariot yang dulu telah mengkhianati Tuhan Yesus yang begitu baik.

No way!

Bukan saya yang memegang kuat Tuhan Yesus, tetapi sebaliknya: Tuhan Yesus memegang dan merangkul erat saya dalam dekapan-Nya yang hangat dan penuh kasih sayang. Selamanya.

Sebagai Sang Firman yang ada pada mulanya, Yesus Kristus adalah co-creator langit dan Bumi, alam semesta, beserta segala isinya. Jadi, seluruh kekayaan material yang tersedia di planet Bumi ini tidak bisa lebih bernilai dan lebih berharga dibandingkan Tuhan Yesus.

8. Ancaman lewat info palsu ke pihak sekuriti

Semula saya merasa sangat heran, mengapa setiap saya dan isteri sedang makan steak sapi di sebuah restoran dekat-dekat gedung Sarinah, tak jauh dari Jalan Sabang, Jakarta Pusat, ada seorang petugas sekuriti (Satpam) yang mengawasi kami terus dengan perasaannya yang tampak tertekan.

Si Satpam ini herannya terus-menerus memandang ke tas tangan kain yang saya bawa. Si Satpam ini terlihat nervous, sedangkan saya yang yakin sedang diawasi, hanya merasa heran luarbiasa. Ada apa ini?

Karena kejadian seperti itu berulang lagi sekian waktu kemudian di tempat yang sama, saya dengan cergas dan naluriah menduga kuat bahwa ada info palsu yang disampaikan ke si Satpam itu (entah lewat telpon gelap, atau lewat info lisan) tentang diri kami berdua, khususnya tentang saya.

Ya, sangat mungkin, info palsu itu adalah bahwa saya ini seorang teroris yang membawa bom dalam tas tangan kain saya. Tetapi, karena saya ini seorang Tionghoa Indonesia, dan tidak terlihat sebagai seorang penjahat, si Satpam menjadi ragu terhadap info yang diterimanya.

Kejadian serupa juga saya alami ketika kami berdua berada di ruang perkantoran besar di lantai tinggi dari sebuah tower di salah satu pusat bisnis di Jakarta.

Akhirnya, saya bisa lebih memastikan bahwa memang ada info palsu yang disebar bahwa saya ini seorang teroris pembawa bom.

Kepastian yang lebih tinggi itu saya dapatkan ketika isteri saya yang jantungnya bermasalah sedang ditangani di sebuah rumah sakit jantung di Jakarta Pusat, sebelum pandemi Covid-19 melanda dunia dan Indonesia.

Karena akan ada tindakan medik kateterisasi, isteri saya diharuskan menginap satu malam di rumah sakit itu. Saya menemaninya.

Ketika sedang berberes baru masuk di sebuah kamar tidur di rumah sakit tersebut, tiba-tiba saya lihat ada dua petugas sekuriti rumah sakit (satu perempuan, dan satunya lagi lelaki) yang bergegas, hampir berlari, mendatangi kamar kami berdua. Saya terheran-heran, tapi langsung mengerti, bahwa telah masuk info palsu yang keji bahwa kami berdua adalah teroris pembawa bom.

Ketika dua petugas sekuriti itu melihat kami berdua adalah orang Tionghoa Indonesia, dan tak terlihat samasekali sebagai para penjahat, saya menangkap betapa lega hati keduanya. Lalu mereka bercakap sebentar dengan saya, basa-basi. Kemudian keduanya pergi dengan santai.

Penutup

Ya, Tuhan Yesus dan sang Bapa Maha-Langit, dan para malaikat pelindung Maha-Langit yang tak terhitung jumlahnya, selalu menjaga, memelihara, melindungi dan menyelamatkan kami. Doakan kami terus-menerus ya. Terima kasih.

Nah, jika saya masih terus diancam dan diintimidasi dan dibahayakan, dan masih terus dipaksa untuk ganti agama, pertempuran dengan insan-insan demonik setanik Legion akan saya lanjutkan terus.

Saya sudah diburu dan dikejar Legion selama 5 tahun terakhir ini, meskipun mereka sudah lama tahu bahwa saya tidak akan pernah dapat dipisahkan dari Tuhan Yesus Kristus, apapun risikonya. There is no testimony about Jesus and my faith without the test. Kata Tuhan Yesus kepada saya, penderitaanmu sudah cukup, hamba-Ku.

Jadi, masih ada banyak kejadian yang belum saya kisahkan dengan detail, yang menunggu untuk saya kisahkan dengan terbuka di ruang publik. Ya, jika insan-insan Legion itu tetap biadab terhadap kami.

Jakarta, 9 Juli 2022
Diedit 18 Juli 2022

En tō endoksō onomati Iēsou
ioanes rakhmat