Wednesday, November 10, 2021

Hewan liar/ternak potensial menjadi RESERVOA strain-strain baru virus corona




Seekor rusa ekor putih Iowa, hewan perburuan


Saya memulai tulisan ini dengan mundur ke kejadian-kejadian lebih dari satu tahun lalu, sebagai kilas balik saja. Sementara, fokus utama tulisan ini adalah suatu hasil riset mutakhir yang dipublikasi awal November 2021.

Pada 25 Mei 2020, di Freidenk Blog, saya telah menulis ihwal virus corona baru menginfeksi cerpelai (mink) di negeri Belanda. 

Menteri agrikultur Belanda dalam bulan Mei 2020 menyatakan telah ditemukan kasus kedua penularan virus corona dari cerpelai ke manusia. 

Seekor cerpelai di selatan Belanda ditemukan terinfeksi pertama kali 26 April 2020. Cerpelai-cerpelai yang terinfeksi waktu itu ditemukan di 4 dari 155 kawasan peternakan cerpelai yang kulit bulunya diperlukan untuk membuat jaket bulu.

Pada saat itu belum diketahui rinci, lewat medium apa cerpelai-cerpelai itu terinfeksi. Yang sudah dipastikan, satu cerpelai terinfeksi lewat seorang yang sedang sakit. Selebihnya, masih sedang diselidiki.

Berita selanjutnya menyatakan bahwa dalam bulan April 2020, ada dua pekerja di peternakan cerpelai yang dites positif terjangkit coronavirus. Ini diyakini sebagai asal-mula penularan virus corona dari manusia ke cerpelai di Belanda, yang selanjutnya menularkan kembali ke manusia. 

Sampai bulan Juli 2020, sudah ada 25 peternakan cerpelai di Belanda yang dilanda wabah Covid-19, dan diestimasi sudah ada 1 juta cerpelai ternak yang dibunuh untuk mencegah penularan lebih luas. Ini adalah suatu langkah precaution, suatu tindakan pencegahan.

Pembunuhan cerpelai-cerpelai untuk mencegah perluasan wabah Covid-19 dilakukan dengan cara yang sama ketika hewan-hewan semi-akuatik ini dibunuh untuk kulit bulu mereka diambil, lalu diperdagangkan. Yakni dengan memakai gas beracun karbon monoksida dan karbon dioksida. Kulit-kulit bulu cerpelai-cerpelai yang dibunuh dengan gas beracun karena wabah Covid-19 tidak diperdagangkan, tentu saja. Cerpelai-cerpelai yang sudah dibunuh massal ini mungkin dikubur, mungkin juga dibakar. Persisnya, saya tidak tahu.




Seekor cerpelai, hewan semi-akuatik


Sebagai info tambahan, Belanda menduduki posisi keempat terbesar dunia dalam industri kulit bulu cerpelai setelah China, Denmark dan Polandia.

Diakui bahwa pembunuhan massal cerpelai lewat gas beracun, meski sebagai suatu langkah pencegahan wabah yang meluas, memang mengenaskan. Selain itu, hewan-hewan semi-akuatik ini dapat tetap bernafas atau menahan nafas untuk jangka yang panjang sehingga ada kemungkinan masih bertahan hidup meski sudah diberi gas beracun. Alhasil, ada cerpelai yang baru mati ketika diberi gas beracun dua kali.

Mulai Oktober 2020, Denmark juga melakukan pembunuhan massal terhadap 17 juta cerpelai untuk memutus wabah Covid-19 di peternakan-peternakan cerpelai (ada lebih dari 1.000 peternakan). Strain virus corona yang ditemukan pada cerpelai-cerpelai di Denmark kelihatan tidak lebih berbahaya dibandingkan strain-strain lain yang sedang bersirkulasi pada waktu itu di antara warga masyarakat. 

Perdana Menteri Denmark, Ms. Mette Frederiksen, menyatakan waktu itu ke parlemen Denmark bahwa “Sekalipun kita harus bertindak cepat, haruslah jelas bagi kita bahwa UU yang baru kita perlukan, dan saat ini kita tidak punya. Saya meminta maaf atas keadaan ini.” 

Sampai sejauh itu, ada 6 negara yang telah mengalami kasus cerpelai terinfeksi virus corona, yakni Belanda, Denmark, Spanyol, Swedia, Italia, dan Amerika Serikat.

Juga sudah saya infokan lewat tulisan yang sama di Freidenk Blog itu bahwa kasus pertama di Amerika Serikat hewan dites positif terinfeksi virus corona dialami seekor harimau di sebuah kebun binatang di New York City. Harimau ini kelihatan sedang sakit saluran pernafasan. Sampel-sampel dikumpulkan dari harimau setelah sejumlah singa dan harimau di sana menunjukkan tanda-tanda sedang sakit saluran pernafasan. Mungkin “kucing-kucing besar” ini tertular SARS-CoV-2 dari seorang pekerja kebun binatang yang telah terinfeksi virus corona. Waktu itu, penyelidikan masih dilanjutkan.

Namun, CDC Amerika telah menyatakan bahwa “Pada saat ini, tidak ada bukti bahwa hewan-hewan memainkan peran yang signifikan dalam penyebaran virus penyebab Covid-19. Berdasarkan informasi terbatas yang kini tersedia, risiko hewan-hewan menularkan Covid-19 ke manusia dipandang kecil.”

Nah, sekarang di bulan November 2021, saya beberapa hari yang lalu telah membaca sebuah berita penting sejenis yang terbit online di Business Insider yang sampai ke saya lewat Yahoo.com

Berita tersebut menyampaikan suatu hasil riset tentang sejumlah rusa berekor putih (Odocoileus virginianus) di negara bagian Iowa, Amerika, yang ditemukan membawa virus SARS-CoV-2, yang ditularkan dari manusia.

Hasil riset yang masih berstatus preprint dan belum melewati peer review tersebut dapat dibaca online di BioRXiv, 6 November 2021.

Riset tersebut mengambil sampel rusa berekor putih, yang mencakup 151 ekor yang hidup di alam bebas dan 132 ekor yang sudah ditangkap dan ditempatkan dalam kawasan kandang, misalnya di kebun-kebun binatang. Jadi, total sampel ada 283 ekor.

Dalam periode April 2020 hingga Desember 2020, sampel RPLN (“retropharyngeal lymph node”, terletak di belakang bagian atas faring) diambil dari seluruh 283 ekor rusa tersebut untuk dites dengan Reverse Transcription-PCR (RT-PCR) untuk menemukan material genetik RNA SARS-CoV-2. Didapatkan, 94 ekor dari 283 ekor rusa (jadi sebesar 33,2%) positif terinfeksi SARS-CoV-2.

Selanjutnya, dari sampel RPLN yang dikumpulkan antara 23 November 2020 hingga 10 Januari 2021, ditemukan bahwa 80 dari 97 sampel (jadi sebesar 82,5%) yang dites RT-PCR positif terinfeksi SARS-CoV-2.

Secara keseluruhan, tim riset menemukan lompatan (“spillover”) majemuk virus SARS-CoV-2 antara manusia dan rusa dan antara rusa dan rusa (“multiple zoonanthroponotic spillover”).

Tidak diketahui dengan jelas, bagaimana rusa-rusa tersebut dapat tertular dari manusia, dan apakah rusa-rusa tersebut menularkan kembali ke manusia, atau ke hewan-hewan lain. 

Hal yang terlihat adalah bahwa puncak infeksi di antara rusa-rusa di Iowa terjadi bersamaan dengan melonjaknya kasus positif di antara penduduk Iowa, November-Desember 2020.

Meskipun kasus penularan SARS-CoV-2 dari hewan ke manusia sangat langka, namun tim peneliti mengingatkan bahwa banyak spesies hewan yang rentan terhadap SARS-CoV-2, dan hewan-hewan ini potensial menjadi inang-inang baru sebagai reservoa strain-strain baru virus corona hasil mutasi-mutasi, untuk jangka panjang ke depan.

Reservoa virus corona dalam hewan-hewan ini (yang hidup bebas, yang ditempatkan dalam kebun-kebun binatang, dan yang diternak) dapat tidak diketahui, dan keadaan ini akan sangat tidak menguntungkan manusia.

Yang juga harus diwaspadai adalah jika suatu mikroba patogen menimbulkan penyakit pada manusia dari hewan-hewan lain (hal yang disebut zoonosis), mikroba ini (virus atau bakteri) dapat bersirkulasi diam-diam, tak terpantau, di antara populasi-populasi hewan-hewan. Selanjutnya, dalam hal SARS-CoV-2, virus ini yang berinang dalam hewan-hewan lain dapat, seperti telah ditulis di atas, menghasilkan strain-strain baru, hasil mutasi-mutasi yang berbahaya.

Tentu saja, vaksin-vaksin juga dapat dikembangkan untuk disuntikkan pada hewan-hewan jika diperlukan, alih-alih dilakukan pembunuhan massal hewan-hewan setelah sejumlah kecil kasus positif terinfeksi ditemukan pada hewan-hewan tertentu.

Jika tingkat kasus positif di antara rusa-rusa berekor putih sudah dinilai harus diwaspadai, dan mutasi-mutasi virus pada rusa-rusa dipandang sudah membahayakan, rusa-rusa lain dan hewan-hewan lain di kebun-kebun binatang perlu divaksinasi.

Para pemburu di sejumlah negara bagian Amerika, selain Iowa, sudah diingatkan untuk berhati-hati terhadap rusa berekor putih jika mereka sedang memburu rusa. Kasus rusa berbuntut putih tertular virus corona tentu sangat mungkin telah terjadi juga di negara-negara bagian lain.

Menurut CDC Amerika, Oktober 2021, hingga saat ini tidak ada bukti bahwa manusia dapat tertular virus corona ketika sedang menyiapkan daging hewan-hewan liar (hasil perburuan) dan memakannya. 

Tetapi, tidak tertutup kemungkinan, anda dapat terkena suatu penyakit lain lewat hewan-hewan liar yang anda makan dagingnya yang belum matang betul, atau yang bersentuhan dengan anda di alam bebas.

Jika anda memelihara hewan-hewan jinak di rumah, jagalah untuk pet anda ini tidak bersentuhan dengan hewan-hewan liar yang hidup bebas, atau yang ada di kebun-kebun binatang.

Sementara ini, saya tidak tahu apakah riset serupa telah dilakukan terhadap hewan-hewan di Indonesia. 

Jakarta, 10 November 2021
ioanes rakhmat


Sumber-sumber

https://mobile.reuters.com/article/amp/idUSKBN23112K

https://www.theguardian.com/world/2020/jul/17/spain-to-cull-nearly-100000-mink-in-coronavirus-outbreak

https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/daily-life-coping/animals.html

https://www.bbc.com/news/world-europe-54818615

https://www.bbc.com/news/world-europe-54893287

https://news.yahoo.com/coronavirus-outbreak-iowa-deer-prompting-115023092.html

Artikel riset (preprint dan belum melewati peer review), Suresh V. Kuchipudi, Meera Surendran-Nair, Rachel M. Ruden,..., Peter J. Hudson, Vivek Kapur, “Multiple spillovers and onward transmission of SARS-CoV-2 in free-living and captive white-tailed deer (Odocoileus virginianus)”, bioRXiv, 6 November 2021, https://www.biorxiv.org/content/10.1101/2021.10.31.466677v2.

CDC, last reviewed 18 October 2021, https://www.cdc.gov/healthypets/covid-19/wildlife.html

Sumber gambar cerpelai, The Guardian,
https://www.theguardian.com/world/2020/jul/17/spain-to-cull-nearly-100000-mink-in-coronavirus-outbreak

Sumber gambar rusa, Iowa, 2019
https://www.businessinsider.com/coronavirus-outbreak-iowa-deer-reservoir-covid-19-2021-11

1 ekor rusa liar buntut putih, Iowa
https://www.gameandfishmag.com/editorial/where-to-go-for-last-chance-iowa-whitetails/191183