Tuesday, March 13, 2018

TKA Yang "Qualified" Makin Dibutuhkan Indonesia Sekarang Ini

 
CRANE iptek yang makin tinggi Indonesia perlukan



N.B. diedit 15 Desember 2021

Apakah judul tulisan ini membuat anda kaget? Mudah-mudahan tidak. Tapi jika anda terkejut, ya tidak apa-apa juga. Tapi kalau anda mau berpikir, tulisan ini akan membangkitkan komitmen anda untuk membuat Indonesia makin maju.

Hingga Maret 2018 ini TKA di Indonesia meningkat hingga total mencapai 126 ribu orang, atau naik 69,85 % dibandingkan di 2016. Data ini diungkap dalam berita di sini https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20180306201957-92-280945/jumlah-tenaga-kerja-asing-membludak-mayoritas-dari-china.

Sebagian besar TKA ini datang dari China, tentu, pikir saya, karena menyewa mereka diasumsikan jauh lebih murah dibandingkan jika menyewa experts dari Barat.

Dan jika ada kerjasama ekonomi antara pemerintah Indonesia dan pemerintah China yang menjadi koridor masuknya banyak TKA China, itu berarti China telah menanam investasi besar di Indonesia yang turut menggerakkan ke depan roda perekonomian Indonesia.

Selain itu, jangan dilupakan, China sekarang sudah sangat maju luar biasa di banyak sekali bidang iptek yang membuat USA ketar-ketir dan jerih juga. Mengapa ambil TKA ahli jauh-jauh dari USA atau UK dll, kalau di China sudah tersedia?

Banyak orang tanpa perenungan dulu, langsung marah atas isi berita tentang TKA itu, lalu mereka sebut banyak hal negatif dari sana-sini yang tidak didukung bukti data faktual objektif. Yang menonjol adalah kemarahan, bahkan kebencian, tanpa perenungan mendalam.

Kalau saya baca dan pahami dengan cermat, poin-poin penting berita itu banyak, antara lain TKA tidak bisa selonongan masuk dan kerja di negeri kita. Pengawasan dan kontrol sangat ketat. Izin tinggal terbatas.

Selain itu, yang dibutuhkan adalah TKA yang qualified, cakap, kompeten dan berilmu, di bidang-bidang strategis yang tidak bisa ditangani TKI sendiri karena orang kita sendiri tidak memiliki kecakapan, kompetensi dan ilmu yang mutlak diperlukan.

Dan jangan lupa fakta ini, jumlah penduduk Indonesia besar banget, sekitar 250 jutaan, seperempat milyar orang. Jumlah 126 ribu itu berapa persennya? Cuma 0,00504%. Kecil bangeeeeetttt deh.

Penduduk NKRI berjibun, tapi kenapa kita kekurangan SDM yang cakap dan kompeten untuk mengerjakan proyek-proyek strategis?

Jika ada segelintir WNI jenius dan cakap, kompeten dan berilmu tinggi, umumnya mereka memilih kerja di Barat atau di negara-negara maju non-Barat.

Kenapa? Ya karena "scientific culture" (budaya keilmuan) dan "science literacy" (melek iptek) belum menjadi bagian dari gaya hidup sebagian besaaaaar WNI.

Dus, mereka yang cerdas itu tak betah, lalu pilih hidup dan bekerja di negeri-negeri asing yang sudah melek iptek dan budaya keilmuan di sana sudah berakar dan menjadi etos hidup sehari-hari. Lagian, gaji di sana jauh lebih tinggi kendati biaya hidup juga tinggi.

Bukan cuma gaji yang memuaskan. Keterbukaan di sana juga begitu besar pada eksperimen-eksperimen dan temuan-temuan iptek terobosan. Untuk dapat berprestasi dan kreatif serta produktif, semua ilmuwan memerlukan kondisi ini.

Tengok negeri kita sendiri, terlihat nyata, kita jauuuuuh ketinggalan dalam sangat banyak hal. Kita takut iptek. Kita takut temuan-temuan baru. Kita takut laboratorium iptek. Kita takut menjadi bangsa dan negara yang maju dan modern. Kita takut menjadi cerdas. Kita takut berpikir beda dan baru. Kita takut memasuki kawasan-kawasan yang belum dikenal untuk menyibak berbagai misteri jagat raya. Serba takut. Serbaaaaa! Why?

Kita tampak melalaikan bidang riset dan pengembangan iptek modern dan pendidikan tinggi yang kompetitif dengan pendidikan tinggi di Barat dan negara-negara maju lain yang non-Barat seperti China yang kini sedang memepet USA di bidang iptek anekaragam dan ekonomi nasional dan global.

Kenapa kita lalai di bidang kemajuan iptek? Ya mungkin karena kita terlalu banyak habiskan (99 persen) waktu dan energi otak dan tubuh untuk soal-soal agama-agama melulu. Dari bangun tidur, hingga tidur lagi, agama-agama yang jadi fokus utama kita. 

Masuk kerja di kantor? Ya, masuk, tetapi di kantor kita sibuk mengurusi dan memikirkan agama-agama. Padahal kita digaji ya bukan untuk mengurusi agama-agama (kecuali mungkin kalau anda bekerja di Departemen Agama), melainkan untuk memajukan perusahaan swasta dan BUMN tempat kita bekerja lewat pengerahan segenap hard skills dan soft skills yang kita miliki dan wajib kita kembangkan terus-menerus.

Saya usulkan jalan keluar sementara ini: pakailah 80 persen waktu kita, energi kita, dan otak kita untuk belajar iptek, untuk melakukan riset dan pengembangan iptek dan membangun keunggulan ekonomi. Ini utama, mendesak, terpenting dan tugas yang tak pernah selesai.

Meraih dan memajukan ilmu pengetahuan adalah jalan agung tanpa ujung menuju kemahatahuan Tuhan yang mahatahu yang diberi Tuhan tahap demi tahap, kumulatif, dinamis, dialektis dan progresif, kepada manusia lintas zaman dan lintas lokasi geografis.

Semakin anda panjang dan lebar dan dalam mencintai Tuhan anda yang mahatahu, maka semakin kuat anda terdorong untuk dekat pada ilmu pengetahuan, untuk terus-menerus bersama banyak orang lain membangun dan menyusun serta menguji iptek-iptek terobosan baru yang tak akan pernah habis dihasilkan.

Jika agama anda (apapun) membuat anda tak berakal lagi, tak mampu bernalar lagi, tak cerdas lagi, dan benci iptek, maka pastilah ada yang salah dalam ajaran agama yang anda telah terima. Atau, anda sengaja salah dalam memahami pesan-pesan kemajuan dalam agama anda.

Lalu, 20% sisa waktu, ya bolehlah kita pakai untuk urusan agama-agama. Tujuan utama dan terpenting dari kita beragama adalah untuk membuat kita berbudipekerti luhur, memiliki kebajikan, dan mampu menyayangi sesama manusia yang berasal dari anekaragam latarbelakang, dan mencintai semua bentuk kehidupan lain.

Jika itu tujuan utama kita beragama, maka planet Bumi dan kehidupan kita menjadi indah, tenteram, damai, sejuk, semarak, beranekawarna, terpelihara dan tertopang oleh kesalingbergantungan yang seimbang dan sehat antarsemua organisme.

Jika ada ajaran-ajaran agama anda---- apa pun agama yang anda anut---- yang membuat anda tidak bisa menyayangi sesama manusia yang berbeda latarbelakang, tidak bisa memaafkan dengan tulus dan cerdas (ya, dengan cerdas, supaya anda tidak dimanfaatkan dan dikadalin oleh kalangan yang tak tahu diri) orang-orang yang (anda nilai) telah berbuat salah pada anda, dan terus-menerus makin membenci mereka, bahkan membenci bangsa-bangsa dan etnisitas-etnisitas tertentu seumur kehidupan anda, dan tidak bisa merawat planet Bumi ini, serta tak mampu bersahabat dengan bentuk-bentuk kehidupan lain yang memiliki kesadaran, pastilah ada yang salah dalam ajaran-ajaran agama yang telah ditanamkan ke dalam hati dan pikiran anda. Atau, pastilah anda salah memahami pesan-pesan besar agama anda.

Nah, jika perubahan alokasi waktu ini (80% dan 20%) kita jalankan mulai sekarang, mulai di usia dini anak-anak Indonesia, tak lama lagi NKRI akan jadi salah satu dari sepuluh besar negara termaju dunia di bidang iptek dan ekonomi. Saya optimis tentang ini. 

Saya selalu berharap, Indonesia terus-menerus dipimpin oleh sosok-sosok yang cerdas, visioner, berilmu dan berwawasan luas, merakyat, dan beretika. 

Jika setuju, tinggal action. Jika tak setuju, ya tak apa-apa. Anda cukup berdoa saja.

Cukuplah segitu.

Ioanes Rakhmat

13 Maret 2018
pk. 1:00 AM