Tuesday, September 1, 2015

Membuang kueh mangkok ke dalam tong sampah


Membuang kueh mangkok ke dalam tong sampah, lalu memilih dan membeli kueh lapis, itu ibarat menjadi ateis. Sangat gampang!

Tetapi, mengolah kembali kueh mangkok, lalu menjadikannya kueh mangkok versi 2.0, itu sangat sulit. Inilah langkah para agamawan progresif dan liberal dalam dunia agama-agama. Mereka dengan sadar dan cerdas menolak menjadi ateis.

Di dunia Muslim Indonesia, Jaringan Islam Liberal (JIL) melangkah ke situ: mengolah kembali kueh mangkok untuk menjadi kueh mangkok versi 2.0 yang diharapkan lezat dimakan dan menyehatkan. Kalau diperlukan, ya mereka juga membuat kueh-kueh mangkok versi 2.0 yang warna-warni. Ini perlu keberanian, ketekunan, keuletan, komitmen, kecerdasan, ilmu pengetahuan, pengorbanan, dan waktu yang panjang. 

“Cherry-picking”, yakni memilah-milah berbagai unsur, lalu mengambil unsur-unsur yang terbaik dan terbagus untuk digunakan, adalah hal yang lumrah dalam nyaris semua bidang kehidupan ini. Jika anda menolak cherry-picking, pilihannya adalah menjatuhkan sebuah pilihan dengan membuta, dungu, dogol, tidak arif, dan tidak cerdas. Anda bodoh dan dungu jika anda tidak memilah-milah buah cherry, lalu mengambil hanya buah-buah yang bagus dan sehat. Tanpa cherry-picking, anda menjadi tolol, tidak cerdas, tidak arif, dan berkacamata kuda tebal hitam, yang tidak memungkinkan anda memandang dan menemukan banyak warna dan alternatif lain yang diberikan dunia ini kepada anda.

Jika anda mau mendapatkan calon suami/istri yang baik, setia, cerdas dan penuh tanggungjawab, ya anda harus melakukan berulangkali cherry-picking dari antara orang-orang yang menjadi teman-teman terdekat anda. Memilih pekerjaan dan profesi, juga cherry-picking. Dalam dunia sains, kita pun semua memilih-milih, mana teori yang bisa diandalkan, dan mana yang sudah tidak bisa.

Tentu ada hal-hal kodrati yang tidak memungkinkan anda melakukan cherry-picking, misalnya anda tidak bisa memilih-milih apakah anda terlahir sebagai lelaki, perempuan, gay, lesbian atau yang lainnya. Anda juga sebelum lahir tidak bisa cherry-picking siapa yang akan menjadi orangtua anda, kebangsaan anda, negara anda, dan seterusnya.

Nah, orang ateis menuduh: Tuh, lihat, orang beragama! Mereka bisanya cuma cherry-picking! Tidak mau melihat fakta real agama mereka sendiri yang penuh kekerasan! Bisanya cuma cherry-picking teks-teks kitab suci untuk memperlihatkan sisi-sisi baik kitab-kitab suci, sementara teks-teks keras di dalam kitab-kitab suci mereka, mereka tidak mau pilih dan tidak mau perhatikan.

Loh, jika itu yang dilakukan para agamawan yang moderat, progresif dan liberal, itu artinya mereka sedang berusaha beragama dengan cerdas, jeli, relevan, banyak pertimbangan, dan terbuka pada pilihan-pilihan lain dalam beragama. Mereka sudah melepaskan kaca mata kuda hitam tebal mereka.

Nah, orang ateis juga sama: mereka melakukan cherry-picking atas hanya teks-teks kekerasan dalam kitab-kitab suci dan tradisi-tradisi keagamaan lainnya. Lalu teks-teks keras ini mereka serang dengan barbar dan brutal. Karena cherry-picking yang sempit dan picik, orang ateis tidak berhasil melihat ada sangat banyak teks lain dalam setiap kitab suci yang agung, bagus, indah, menyejukkan, mendewasakan, memperdamaikan! Karena cherry-picking, para ateis hanya menonjol-nonjolkan dan menyoroti sosok-sosok agamawan yang memang sosok-sosok radikal, militan, fundamentalis, ekstrimis, teroris.

Kenapa? Ya, karena adanya teks-teks keagamaan yang agung dan indah ini tidak sejalan dengan konsepsi ateistik mereka bahwa semua agama itu kebodohan, ketololan, dan kekerasan! Ya, karena adanya sosok-sosok agamawan besar dan mulia pengubah sejarah dunia dan yang hidup di masa kini tidak sesuai dengan konsepsi ateistik mereka bahwa agama-agama hanya bisa memproduksi para tiran, para bigot, para penyiksa, para pembunuh, para teroris, tanpa mereka mampu melihat juga ada sangat banyak bigot ateis yang radikal, esktrimis, dan militan dewasa ini.

Para ateis yang berkacamata kuda hitam tebal itu, karena cherry-picking, melihat agama-agama hanya dalam sosok-sosok seperti mendiang Osama bin Laden, mendiang Amrozi dkk, tetapi mereka gagal menemukan agama-agama cinta dalam diri sosok-sosok agung seperti mendiang Mahatma Gandhi, mendiang Martin Luther King, Jr., mendiang Abdurrahman Wahid, sosok besar Dalai Lama XIV, dan masih banyak lagi. Kenapa mereka bisa gagal? Ya karena mereka mempraktekkan cherry-picking yang dungu dan tidak cerdas, ditambah karena mereka sedang memakai kaca mata kuda tebal.

Sepakat?

Jakarta, 1 September 2015

Salam,
ioanes rakhmat