Wednesday, August 6, 2014

Dua belas kriteria kristologi yang autentik


Menyayangi, bukan mengkhianati, Yesus

☆ Editing mutakhir 6 Maret 2020

Tulisan ini adalah gabungan rangkaian kicauan saya di Twitter 5 Agustus 2014 yang sudah dikembangkan.

Rentetan kicauan saya ini merupakan sebuah tanggapan panjang terhadap sebuah komentar sangat pendek seorang Muslim sahabat saya terhadap gambar cover buku saya yang berjudul Memandang Wajah Yesus (2012) yang waktu itu saya kembali iklankan di Twitter untuk kesekian kalinya.

Ini bunyi komentarnya, “Tuhan kok wajahnya digambar...? beda-beda lagi...!” Komentarnya yang bagus ini saya jawab demikian, “Memang ada banyak kristologi, alhasil wajah Yesus juga beranekaragam. Ini kekuatan kristologi Kristen yang tidak ada di Islam.” Sahabat Muslim saya itu diam saja, tidak memberi reaksi apapun, entah kenapa. Setelah itu saya memberi uraian tentang kristologi Kristen. Selengkapnya berikut ini.



Dalam kekristenan, menggambar wajah Yesus itu sangat lumrah.

Ada sangat banyak gambar wajah Yesus, sejak era permulaan kekristenan hingga kini. Tidak cuma satu. Semua orang, Kristen atau bukan, boleh dengan bebas memikirkan siapa Yesus. Alhasil akan selalu ada banyak wajah Yesus dan kristologi yang muncul dari berbagai latarbelakang sosiobudaya, lingkungan hidup, ekonomi, politik, dan etnis.

Yesus dari Nazareth telah, sedang dan akan terus menjadi milik dunia; tidak bisa dia dimonopoli oleh kelompok apapun dan di manapun. Siapapun, dari latarbelakang agama, kebudayaan, kebangsaan dan orientasi seksual apapun, didorong untuk mau mengungkapkan pemahaman mereka masing-masing tentang sosok Yesus.

Orang ateis pun dipersilakan punya gambar wajah Yesus mereka sendiri. Yesus memang sosok yang luar biasa.

Kebebasan merumuskan kristologi ini adalah realitas, bukan fiksi, kendatipun tentu saja di dalam kekristenan sendiri ada banyak aliran doktrin yang satu sama lain kerap saling mengecam dengan keras sebatas wacana.

Saya sendiri adalah salah seorang yang kerap dikecam dengan pedas oleh banyak orang Kristen, khususnya saat saya memaparkan pikiran-pikiran saya tentang Yesus yang tidak sejalan dengan ortodoksi Kristen.

Perkenankan saya menyatakan hal berikut ini. Saya melihat diri saya dapat diandalkan jika berbicara tentang sosok Yesus sebagai sosok sejarah. Saya sudah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk meneliti sosok Yesus yang memuncak dalam penulisan sebuah disertasi doktor, yang sebelumnya didahului riset panjang hampir lima tahun di beberapa universitas ternama di negeri Belanda.

Bagaimanapun juga, masa-masa tegang yang berlumuran darah dalam memahami siapa Yesus sudah lama berlalu dalam kekristenan.

Kini kekristenan relatif sudah terbiasa dengan pluralisme dan multikulturalisme kristologi.

Di lingkungan Gereja Roma Katolik yang hierarkis dan sentralistik sekalipun, wajah Yesus juga banyak, anekaragam kristologi juga bermunculan dan terus disusun, sejak dulu hingga kini.

Gambaran-gambaran tentang sosok Yesus yang revolusioner yang muncul dalam anekaragam teologi pembebasan gaya Amerika Latin, yang sebelumnya secara resmi dikecam (oleh Paus Yohanes Paulus II dan Kardinal Ratzinger), kini sudah mulai diterima resmi oleh GRK (sejak Paus Fransiskus menjabat)./**/

Mulai dari kaum buruh sampai kalangan konglomerat hingga pemimpin negara, kristologi bebas dirumuskan masing-masing, sejalan dengan kepentingan masing-masing. Mulai dari rakyat, pemulung, buruh, sampai kalangan petinggi dan raja-raja, Yesus dengan bebas juga dibayangkan masing-masing, tentu sejalan dengan kepentingan masing-masing.

Tidak ada teologi atau kristologi yang netral atau murni datang dari sorga, tanpa kepentingan duniawi yang diperjuangkan di dalamnya. Ini fakta dalam semua agama.

Kalau dalam kekristenan kemajemukan kristologi adalah lumrah, apakah dalam Islam Muhamadologi yang majemuk dimungkinkan? Atau jangan-jangan, dalam dugaan saya, istilah “Muhamadologi” sendiri tidak diterima dalam dunia Islam.

Kristologi adalah suatu usaha ilmiah non-dogmatis untuk memikirkan dan mengungkapkan siapa sosok Yesus itu dan apa signifikansinya buat manusia dan dunia, dalam suatu konteks sosial dan konteks sejarah tertentu.

Yang merumuskan kristologi tentu saja para sarjana setelah mereka mendengarkan dan memperhatikan dengan serius dan empatetis bagaimana sosok Yesus dihayati dalam berbagai lapisan sosial dalam suatu masyarakat.

Begitu juga, Muhamadologi, jika ada, adalah suatu usaha ilmiah untuk memikirkan dan mengungkapkan siapa sosok Muhammad dan apa signifikansinya buat manusia dan dunia, dalam suatu konteks sosial dan konteks sejarah tertentu.

Teman-teman Muslim tentu bisa bantu menjawab, apakah Muhamadologi dimungkinkan dijalankan dengan bebas dan kreatif dalam dunia Islam. Saya menunggu jawabannya.

Kita perlu bekerjasama dalam rangka memotivasi setiap umat beragama untuk dapat mengembangkan atau mereformasi teologi masing-masing supaya bermunculan dengan meriah dan kreatif anekaragam teologi alternatif. Kita tentu menunggu munculnya Muhamadologi yang relaks, kreatif, cerdas, membahagiakan, dan bebas, dalam dunia Muslim dewasa ini, yang dapat menuntun umat Muslim untuk dapat hidup tanggap dalam dunia masa kini.

Hemat saya, membebaskan setiap orang Kristen untuk merumuskan sendiri kristologi mereka tanpa dikontrol lembaga apapun, membuat hidup beragama terasa relaks dan membangkitkan kreativitas, imajinasi dan karya-karya besar.

Relaks, gembira dan cerdas dalam beragama, akan lebih memungkinkan agama apapun memberi sumbangan positif bagi pembangunan peradaban saintifik apapun.

Setiap kristologi selalu kontekstual. Maksudnya: selalu dirumuskan dengan bertolak dari, dan sebagai jawaban atas persoalan, konteks sosio-historis tertentu. Selalu kontekstual tak berarti selalu relevan.

Ketika konteks berubah, dan zaman berganti, setiap kristologi akan dengan sendirinya bisa tidak relevan lagi sehingga harus dirumuskan kembali.

Reformulasi setiap teologi ketika zaman dan konteks berubah adalah suatu keniscayaan jika kita ingin dapat beragama dengan relevan dan fungsional, tidak bantut lalu binasa dan punah. Reformulasi diharuskan jika kita tidak ingin salah zaman (baca: anakronistik) dan tak mau salah budaya (baca: etnosentristik).

Karena selalu kontekstual, maka setiap usaha merumuskan kristologi juga melibatkan disiplin-disiplin keilmuan lain yang membantu orang mengenal lebih luas dan lebih dalam konteks kehidupan mereka sendiri dan konteks kehidupan umat zaman-zaman dahulu.

Antropologi budaya, anekaragam sosiologi, studi-studi kesenian dan kebudayaan, kajian-kajian gerakan-gerakan populer, ilmu sejarah, studi-studi linguistik, studi-studi sosiopolitik dan sosioekonomi, sains dan teknologi modern, dan seterusnya, terbukti sangat membantu para kristolog di semua bagian dunia di zaman modern ini dalam menyusun kristologi-kristologi baru yang tanggap dan kontekstual.

Ingat, supaya kontekstual dan relevan, setiap kristologi harus lahir dari dialektika dan interaksi kreatif antara teks kuno dan konteks zaman dulu dan teks sekarang dan konteks masa kini.

Tetapi tentu tetap muncul sebuah pertanyaan dalam benak banyak orang yang berpikir dan eling: Apakah tidak ada rambu-rambu pembatas yang membuat kristologi tidak dirumuskan dengan liar dan semau-maunya?

Atau pertanyaan lainnya: Apakah tidak ada kriteria yang membatasi segala usaha merumuskan kristologi supaya kristologinya tidak berbunyi sembarangan?

Dua belas kriteria

Kriteria tentu harus tetap ada, tapi bukan untuk membatasi, melainkan untuk membuat setiap usaha berkristologi usaha etis dan keilmuan yang bertanggungjawab, dan tak mengkhianati Yesus.

Saya memikirkan dua belas kriteria, berikut ini.

Kriteria 1: setiap usaha berkristologi haruslah usaha etis yang agung. Lewat kristologi, kehidupan Kristen menjadi kehidupan etis yang agung. Kristologi dan etika tidak dapat dipisahkan.

Jadi, jika suatu kristologi menyebabkan orang Kristen hidup sembarangan, tidak bermoral, aib dan memalukan, kristologi ini harus ditolak. Kriteria 1 ini diminta oleh Yesus saat dia meminta para pengikutnya untuk hidup “sempurna sama seperti Allah di surga sempurna adanya.”

Kriteria 2: setiap kristologi harus membela orang-orang yang tertindas dan tidak berdaya supaya mereka kembali menjadi manusia yang dihargai dan merdeka dalam menentukan jalan-jalan kehidupan mereka sendiri kini dan di masa depan.

Bergantung pada konteks sosialpolitis yang melahirkannya, setiap kristologi yang dibangun dengan landasan kriteria ini dapat menjadi kristologi politis, yang dapat mendorong umat ambil bagian dalam gerakan politik yang bertujuan membela rakyat jelata yang sedang tertindas.

Kriteria 2 ini menjadi ciri utama kehidupan Yesus dan pergerakan yang dibangun dan dijalankannya sampai akhir kehidupannya. Yesus tidak netral, tapi memihak rakyat yang sedang ditindas.

Pada masa kehidupannya di negeri Yahudi yang sedang dijajah imperium Romawi, tidak dikenal pemisahan agama dari politik atau sebaliknya. Tapi hemat saya, politik hanya berguna jika melaluinya manusia dipulihkan hakikatnya, bukan malah harkat dan martabatnya sebagai insan yang mulia dihancurkan.

Kriteria 3: setiap kristologi memulihkan hubungan manusia dengan sesamanya sebagai insan-insan yang dikasihi dan disayangi Allah sebagai sang Bapa semua insan di Bumi.

Kriteria 3 ini terlihat dalam diri Yesus yang memperlakukan setiap orang sebagai anak dari Allah yang dipanggilnya Bapa yang menyayangi semua orang. Karena semuanya anak-anak Allah, mereka bersahabat dan bersaudara, dari latarbelakang berbeda apapun mereka datang. Dalam gerakan Yesus tidak dikenal diskriminasi dalam wujud apapun.

Kriteria 4: setiap kristologi bertujuan untuk memberdayakan manusia supaya setiap manusia mampu membangun kehidupan mereka kembali dari keterpurukan dan keterasingan.

Kriteria 4 ini nyata dalam segala ucapan dan kiprah Yesus yang bertujuan untuk memberdayakan rakyat di tengah kekuatan kolonial dan kaki tangan mereka, yang melemahkan dan membuat sakit rakyat jelata.

Kriteria 5: setiap kristologi membangun kehidupan komunitas yang kuat, yang dicirikan keadilan, kesetaraan, persaudaraan, solidaritas dan cinta.

Kriteria 5 ini diwujudkan Yesus di berbagai tempat di Tanah Yahudi ketika dia membangun komunitas-komunitas persaudaraan yang anggota-anggotanya diperlakukan setara dan adil tanpa diskriminasi.

Kriteria 6: setiap kristologi mendorong rekonsiliasi antar manusia, dimulai dari komunitas-komunitas Kristen lalu meluas ke dunia luar, tidak terbendung.

Kriteria 6 ini menjadi hakikat gerakan Yesus sendiri, yakni gerakan rekonsiliasi antar manusia, di mana permusuhan diganti dengan persahabatan, kebencian diganti dengan cinta, kekerasan diganti dengan kelembutan, senjata diganti dengan cangkul dan sekop untuk menggarap lahan pertanian, cerca dan nista diganti dengan berkat dan pujian.

Kriteria 7: setiap kristologi mendorong orang untuk meninggalkan cara kekerasan dan menjalankan cara damai sebagai resolusi semua konflik dalam dunia ini.

Kriteria 7 nyata dalam cara yang dipakai Yesus saat dia menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi dalam masyarakatnya, cara non-kekerasan. Dalam Yesus, the non-violent God is present and working.

Yesus kerap memang keras, tapi dalam ucapan-ucapannya saja. Selain itu perlu diketahui bahwa polemik yang tajam dan keras antara kekristenan awal dengan sinagog Yahudi, antara kekristenan proto-ortodoks Perjanjian Baru dengan Yudaisme rabinik atau Farisaisme, terpadu dengan banyak ucapan Yesus.

Poinnya ini: Gerakan Yesus adalah gerakan non-kekerasan. Mahatma Gandhi, kita tahu, sangat dalam terinspirasi oleh Yesus sebagai sosok pejuang yang anti-kekerasan. Keduanya tragis sekali dibunuh oleh lawan-lawan mereka yang menghalalkan kekerasan.

Kriteria 8: setiap kristologi mendorong umat untuk memanfaatkan semua kemampuan mental-spiritual dan ragawi mereka demi kemaslahatan bagi banyak orang, dunia dan peradaban.

Kriteria 8 ini dijalankan Yesus saat dia menugaskan setiap orang untuk mengembangkan, bukan mematikan, berbagai kapasitas mental spiritual dan jasmaniah mereka. Kembangkan dan lipatgandakan semua talenta anda, kata Yesus dulu dan sekarang.

Jadi, jika sekarang anda berpofesi sebagai seorang seniman, hasilkanlah karya-karya seni yang agung, akbar dan bernilai abadi lewat ketekunan, kerja keras dan kerja cerdas anda.

Jika anda seorang saintis dan teknolog, abdikanlah seluruh kekehidupan anda, seluruh energi mental dan ragawi anda, bagi usaha-usaha membangun sains-sains baru dan berbagai teknologi baru demi masa depan peradaban dunia yang makin maju.

Temukanlah di bidang apa anda paling cerdas, dan buatlah kecerdasan unik anda ini makin berkembang sehingga memberi manfaat yang makin besar bagi dunia dan sesama manusia dan peradaban modern.

Kriteria 9: setiap kristologi mendorong setiap orang untuk dapat menjadi pemimpin yang melayani dan bukan dilayani, untuk menjadi abdi rakyat, bukan penguasa dan penghisap rakyat.

Kriteria 9 diterapkan Yesus sendiri saat dia memperlihatkan diri sebagai sang pemimpin yang melayani, bukan dilayani, dan rela berkorban demi kebaikan manusia. Gembala yang baik melayani domba-domba, bukan sebaliknya, bahkan rela mempertaruhkan nyawa sendiri demi kebaikan, keselamatan, kesehatan dan kehidupan domba-dombanya.

Setiap pemimpin yang baik pasti anti-KKN, sudah berhasil mengalahkan ketamakan dalam dirinya sendiri, dan konsisten dalam menerapkan dan mengembangkan hukum positif yang berlaku di dalam negaranya sendiri dan di dunia internasional.

Kriteria 10: setiap kristologi memikul tugas untuk menyembuhkan masyarakat dari berbagai penyakit dan azab sosial yang sistemik dan struktural. Komunitas yang berpusat pada Yesus dan Bapanya yang rahimi dan rahmani, haruslah menjadi komunitas penyembuh, the healing community.

Kriteria 10 adalah hakikat dari gerakan Yesus sendiri sebagai gerakan penyembuhan dan pemulihan manusia dan masyarakat, yang faktual dijalankannya tanpa kenal lelah. Yesus adalah sosok penyembuh dan pemberdaya.

Kriteria 11: setiap kristologi memberi tempat utama pada harkat dan martabat setiap orang, di atas segala akidah, ritual, syahadat, dan lembaga keagamaan apapun.

Kriteria 11 ini dijalankan Yesus dengan  serius dan konsisten sehingga dia kerap bentrok dengan para pemimpin agama yang biasa menempatkan akidah, ritual, syahadat, dan lembaga keagamaan di atas harkat dan martabat manusia.

Kriteria 11 dapat dirumuskan sebagai rehumanisasi manusia yang sebelumnya terdehumanisasi saat agama dan semua elemennya ditempatkan di atas manusia sehingga menjajah manusia.

Kriteria 12: setiap kristologi berpusat pada teologi yang memandang Allah sebagai Tuhan maha pengasih dan maha penyayang terhadap semua bentuk kehidupan.

Kriteria 12 adalah teologi Yesus sendiri: Allah itu sang Raja yang memerintah dunia dengan rahmani dan rahimi. Tidak ada kekerasan di dalam diri Allah ini.

Gambaran tentang Allah sebagai sang rahmani dan rahimi bukan gambaran khas Kristen tentu saja. Umumnya dalam setiap agama, gambaran teologis ini juga dikenal. Inilah salah satu faktor mengapa agama tetap penting di masa kini kendatipun banyak kekerasan dilakukan orang beragama.

Itulah dua belas kriteria yang musti terpenuhi oleh setiap kristologi jika kristologi ini mau autentik, kuat, dan setia pada Yesus dari Nazareth.

Perlakukan semua kriteria di atas bukan sebagai pembatas, tapi sebagai penuntun untuk menyusun sebuah kristologi yang autentik, kuat dan setia pada Yesus terus-menerus.

Konteks kehidupan setiap orang itu dinamis, berubah, bergeser, berganti; dengan demikian, kristologi juga selalu dinamis, berubah, bergeser, dan berganti. Tanpa perubahan dan dinamika, setiap kristologi berubah menjadi sekumpulan fosil kristologis.

Penutup

Dengan dua belas kriteria itu, anda dapat menyusun kristologi komunitas anda dengan bebas, kreatif dan akuntabel, bertolak dari konteks sosial anda sendiri di zaman anda, lalu masuk ke dalam dialektika dan interaksi dengan teks kuno dan konteks zaman dulu di bagian lain dunia.

Hanya jika anda bebas dan kreatif menyuarakan kristologi anda bersama komunitas anda, hidup keagamaan anda akan menjadi relaks dan membebaskan. Tidak menimbulkan stres dan tidak memenjara.

Jika anda sebagai orang Kristen hidup tertekan dan tidak bahagia, itu artinya ada yang salah dalam kristologi anda. Ubahlah itu dengan berani. Habis, apa lagi?

Kristologi yang bagus akan melahirkan psikologi yang juga bagus. Demikian juga, psikologi yang sehat dan bermutu akan melahirkan kristologi yang juga sehat dan bermutu.

Jangan sekali-sekali berpikir bahwa psikologi anda sama sekali tidak berpengaruh pada keyakinan-keyakinan keagamaan anda, dan juga sebaliknya.

Jika anda seorang kapitalis rakus yang tamak, maka di tangan anda Yesus pun akan sama dengan watak anda. Jika anda seorang dermawan yang mendapatkan kekayaan dengan cara yang legal dan bajik, maka sosok Yesus pun terjelma di dalam kedermawanan dan kejujuran dan kebajikan anda.

Elinglah selalu, psikologi anda menentukan dengan signifikan apa isi kepercayaan keagamaan anda; dan juga sebaliknya.

Selain itu, lokasi sosial anda dalam masyarakat, dan juga ekologi lingkungan hidup anda, serta tingkat dan jenis pendidikan anda, jalin-menjalin dengan psikologi dan kristologi anda. Tak ada kristologi lahir dalam kevakuman.

Catat pula satu hal ini. Jika isi kepercayaan kristologis anda sudah bagus dan keren dan etis, tetapi anda diam-diam menjalani suatu kehidupan yang jelek, najis dan tidak berakhlak, hal ini juga dimungkinkan terjadi, dan sudah banyak kali terjadi.

Jika aib itu yang terjadi, itu artinya jiwa anda sudah terbelah-belah. Anda menderita skizofrenia. Isi pikiran keagamaan anda dan isi pikiran dan kelakuan ekonomi dan politik anda berbenturan keras satu sama lain. Anda menjadi seorang hipokrit.

Dus, hidup anda kehilangan nilai dan martabat. Anda telah hidup sia-sia dan terus miskin dan kerdil meskipun harta dan kekayaan dan kekuasaan anda menumpuk setinggi gunung Gede.

Catatan-catatan

/**/ Tentang keterbukaan Vatikan di bawah Paus Fransiskus terhadap teologi pembebasan, lihat reportase Josephine McKenna, RNS, 4 Agustus 2014, “Pope Francis lifts 29-year suspension on liberation theology icon”, http://www.religionnews.com/2014/08/04/liberation-theology-miguel-descoto-pope-francis/.

Lihat juga reportase Alessandro Speciale, RNS, 9 September 2013, “Liberation theology finds new welcome in Pope Francis' Vatican”, http://www.religionnews.com/2013/09/09/liberation-theology-finds-new-welcome-in-pope-francis-vatican/.