Friday, November 29, 2013

Seekor keledai dungu yang ternyata cerdas



Suatu hari seekor keledai seorang petani jatuh ke dalam sebuah sumur di halaman belakang rumahnya. Binatang ini berteriak-teriak memilukan minta dikasihani selama berjam-jam sementara si petani berpikir-pikir apa yang dia harus lakukan.

Akhirnya dia sampai pada sebuah keputusan. Karena keledai ini sudah tua maka tak patut diselamatkan, lagi pula sumur itu memang mau dia uruk. Lalu dia memanggil semua tetangganya untuk datang ke rumahnya dan membantunya.

Setiap tetangganya datang membawa sebuah sekop dan mulai menyendok tanah lalu melemparkannya ke dalam lubang sumur.

Ketika si keledai yang malang itu menyadari apa yang sedang terjadi, ketakutanlah dia dan berteriak-teriaklah dia dengan sangat kencang dan memilukan hati.

Mengherankan sekali, tiba-tiba saja si keledai yang ketakutan mati itu membungkam seribu basa.

Setiap sekop terus melemparkan seonggok tanah ke dalam sumur. Terus demikian. Lalu si petani melongok ke dalam lubang sumur untuk melihat apa yang sudah terjadi pada si keledai. Semula dia berpikir si keledai tentu sudah terkubur; tetapi dia terkejut sekali ketika dia melihat si keledai masih hidup dan sudah dekat ke permukaan lubang sumur.

Apa yang sedang terjadi dengan si keledai, hewan yang dikenal dungu itu? Ketika setiap lemparan onggokan tanah menimpa punggungnya, si keledai langsung mengguncang-guncangkan tubuhnya sehingga onggokan tanah itu jatuh ke kakinya, lalu dia naik setindak ke atas dengan berpijak pada tanah yang makin bertimbun di bawahnya. Hal ini terus dilakukannya tanpa diketahui orang banyak yang terus saja melemparkan onggokan-onggokan tanah ke dalam sumur.

Segera saja semua orang menjadi terheran-heran ketika mereka melihat si keledai sudah sampai di permukaan sumur, lalu melompat melewati pinggiran sumur, sampai di udara terbuka, lalu berlari pergi meninggalkan kerumunan orang.

Apa yang mau disampaikan kisah di atas? Pikirkanlah dengan sungguh-sungguh!

Tak ada orang yang dilahirkan dengan otak normal, akan menjadi bodoh dalam kehidupannya. Kebodohan hanya dialami karena seseorang tak mau memakai otaknya untuk berpikir, tak mau mengasahnya sampai tajam. 

Para neurosaintis sudah menemukan fakta bahwa kecerdasan setiap orang akan terus berkembang dan berubah, karena otak kita memiliki apa yang dinamakan neuroplastisitas, yakni kemampuan sel-sel otak untuk berkembang dan berubah karena berbagai pengalaman kehidupan kita dan berbagai aktivitas internal mental kita. Semakin anda aktif bekerja dan berpikir, dan semakin banyak anda mengecap berbagai pengalaman, akan semakin cerdas diri anda. 

Richard J. Davidson dan Sharon Begley, dalam buku mereka The Emotional Life of Your Brain (2013), menyatakan bahwa otak kita dapat berubah sebagai akibat dari pengalaman-pengalaman yang kita miliki dalam duniabagaimana kita bergerak dan bertindak dan sinyal-sinyal indrawi apa yang tiba di korteks kita. Otak dapat juga berubah sebagai respons terhadap aktivitas-aktivitas mental murni, mulai dari meditasi sampai ke terapi perilaku kognitif, dengan akibat aktivitas di dalam sirkuit-sirkuit yang spesifik dapat bertambah atau berkurang./1/  

Bahkan, dalam kisah di atas, seekor keledai yang dikenal sebagai hewan yang dungu, berubah menjadi seekor hewan yang cerdas ketika sang hewan ini menenangkan pikirannya, berkonsentrasi penuh, untuk menemukan jalan keluar dari ancaman kematian yang mula-mula sudah sangat pasti akan menjenguknya.

Setelah meninggalkan kepanikannya, sang keledai mendapatkan sebuah pencerahan: setiap onggokan tanah yang dilemparkan ke dalam sumur, yang seharusnya akan menimbunnya sampai mati, dijadikannya semacam batu loncatan, untuk dia bisa berada makin dekat ke permukaan sumur. Setiap persoalan atau ancaman bencana, lewat konsentrasi pikiran, lewat meditasi, malah berubah fungsi menjadi suatu batu loncatan untuk tiba pada keselamatan, pada kehidupan, pada udara bebas.

Lewat konsentrasi, lewat meditasi, ketenangan pikiran didapat, dan ketika pikiran sudah menjadi begitu tenang, pencerahan muncul, lantas orang akan tahu apa yang dia akan perbuat terhadap setiap masalah yang mendatanginya, yang mengancam dengan serius kehidupannya. Ternyata: berbagai masalah berat apapun, bisa berubah menjadi batu-batu loncatan yang makin mendekatkan kita kepada kebebasan, kehidupan, dan terang.  

Lewat meditasi, kita dapat mengamati dengan netral semua pikiran kita yang datang mengalir, silih berganti, bersama dengan berbagai perasaan yang muncul menemani pikiran-pikiran kita. Lewat teknik meditasi ini, yang dinamakan Vipassana atau mindfulness meditation” atau meditasi keterjagaan, kita akan menemukan bahwa kondisi-kondisi kehidupan yang sedang kita jalani, entah membahagiakan atau mendukakan, semuanya dibentuk oleh isi pikiran-pikiran kita. 

Dengan pikiran kita sendiri, kita mengawasi, mengamati, memahami pikiran-pikiran dan aliran perasaan-perasaan kita sendiri. Inilah meditasi metakognisi, meditasi yang di dalamnya pikiran kita mengamati dan memikirkan pikiran dan perasaan kita sendiri.

Ketika kita sudah tiba pada penemuan kondisi-kondisi kehidupan kita ini, kitapun sadar bahwa kita harus tidak boleh menyerah pada pikiran-pikiran kita, khususnya pikiran-pikiran kita yang mematahkan semangat juang kita, tapi harus mampu mengelola pikiran-pikiran kita sendiri

Lewat thought management ini, kita dapat memilih dan merangkul pikiran-pikiran kita yang membangun kehidupan kita dan menolak pikiran-pikiran kita yang merusak dan menghancurkan kehidupan kita. Lewat manajemen pikiran ini juga kita akan sanggup melihat selalu ada sisi-sisi positif dari setiap persoalan berat yang sedang melanda kehidupan kita. Ketika kita tiba pada kondisi ini, kita tercerahkan. Pencerahan pikiran adalah kunci penting yang akan membawa anda masuk ke ruang-ruang kehidupan yang lebih sehat dan lebih membahagiakan. 

Yakinlah, jika seekor keledai bisa sangat cerdas, apalagi anda. Paculah otak anda, supaya anda menjadi lebih cerdas dari waktu ke waktu, dan karenanya hidup anda akan lebih sukses dan lebih berbahagia. 

Sebagai orang yang beragama, jangan biarkan pandangan-pandangan lama membebani pundak anda. Jika ini yang terjadi pada anda, ibaratnya anda sudah terjatuh ke dalam lubang sebuah sumur yang gelap dan dalam. Masih bisakah anda keluar dari lubang sumur kegelapan ini, lalu melompat sigap untuk masuk ke dunia terang yang leluasa? 

Seperti yang dilakukan sang keledai yang cerdas itu, guncang-guncangkanlah tubuh dan pikiran anda supaya beban-beban pandangan-pandangan lama tak lagi menumpuk dan menindih berat di pundak anda, tetapi semuanya berjatuhan, dan sebagai akibatnya anda akan merasakan kelapangan yang menakjubkan dalam batin dan pikiran anda. Saat itulah pencerahan datang ke dalam diri anda.

Dalam dunia agama-agama, anda akan dapat menghasilkan banyak pandangan baru yang mencerahkan jika anda mau berpikir tidak biasa, di luar yang tradisional atau konvensional, berpikir OUT-OF-THE-BOX! Anda melawan arus. Perlu energi besar, komitmen, kecakapan dan keikhlasan jika anda memutuskan untuk berenang menuju sumber mata air yang ada di puncak sebuah gunung.

Kalangan liberal adalah kalangan yang mau mengembangkan kemampuan otak mereka terus-menerus lewat banyak kegiatan pembelajaran dan latihan berpikir kritis, alhasil mereka dapat memberi banyak jawaban atas sebuah pertanyaan. Sedangkan kalangan konservatif terus-menerus menumpulkan otak mereka lewat berbagai kegiatan indoktrinasi yang sistematis dan jangka panjang, alhasil mereka mampu untuk memberikan hanya satu jawaban bagi segala pertanyaan.

Satu jawaban tunggal untuk semua persoalan, ya ada hanya dalam dongeng, seperti halnya sebutir kacang polong mustajab yang mampu menyembuhkan segala penyakit. Dongeng adalah dunia kanak-kanak. Kalau sekarang di usia dewasa anda butuh dongeng, namanya bukan dongeng lagi, tapi science fiction yang sangat saya sukai. 

ioanes Rakhmat 

• Diedit 29 Agustus 2023

----------------------

/1/ Richard J. Davidson dan Sharon Begley, The Emotional Life of Your Brain: How Its Unique Patterns Affect the Way You Think, Feel, and Live, and How You Can Change Them (New York, N.Y.: Plume Penguin Group, 2013), hlm. 175.