Monday, April 14, 2008

Yudas menurut Injil-injil Perjanjian Baru dan Injil Yudas


Baca juga teks Injil Yudas.

N.B. editing paragraf 26 Desember 2021

Dalam tulisan ini, saya menelusuri peran yang dimainkan Yudas Iskariot dalam hubungannya dengan penyerahan diri Yesus kepada para pemimpin Yahudi untuk ditangkap dan diadili, dan akhirnya dieksekusi oleh penguasa Romawi dengan menyalibkan-Nya. 

Pertama-tama akan ditelusuri bagaimana Injil-injil intrakanonik (= di dalam kanon Perjanjian Baru), Markus, Matius, Lukas (plus Kisah Para Rasul), dan Injil Yohanes, menampilkan figur Yudas. 





Buku karya April D. DeConick, The Thirteenth Apostle: What the Gospel of Judas Really Says (revised edition; London/New York: Continuum, 2007, 2009).


Sesudah itu, akan diangkat gambaran Injil gnostik (aliran Setian) Injil Yudas (teks asli Yunani ditulis pada abad kedua) tentang Yudas sendiri dan perannya dalam rangka penyerahan diri Yesus kepada para pemuka Yahudi. Akhirnya, akan dicoba dicari dan ditemukan bagaimana sebetulnya diri Yudas itu dalam sejarah.


Yudas menurut Injil-injil Perjanjian Baru

Injil Markus

Dalam Injil Markus, pada awal sekali sudah dikatakan bahwa “orang-orang Farisi … segera bersekongkol dengan orang-orang Herodian untuk membunuh Dia (= Yesus)” (Mrk 3:6). Dan kepada murid-murid-Nya, tiga kali Yesus memberitahukan bahwa Dia akan menderita dan mati dibunuh:



Yudas Iskariot mencium Yesus


Kemudian mulailah Yesus mengajarkan kepada mereka, bahwa Anak Manusia harus (dei) menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari. Hal itu dikatakan-Nya dengan terus-terang. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia (Mrk 8:31-32).

… Dia sedang mengajar murid-murid-Nya. Dia berkata kepada mereka: “Anak Manusia akan diserahkan (paradidotai) ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Dia dibunuh Dia akan bangkit. Mereka tidak mengerti perkataan itu, namun segan menanyakannya kepada-Nya (Mrk 9:31-32).

Pemberitahuan ketiga paling rinci:

Sekali lagi Yesus memanggil kedua belas murid-Nya, kata-Nya:
Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan (paradothēsetai) kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan menyerahkan (paradōsousin) Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, dan Dia akan diolok-olokkan, diludahi, disesah dan dibunuh, dan sesudah tiga hari Dia akan bangkit.” (Mrk 10:32-34)

Dengan tiga pemberitahuan ini, para murid, termasuk Yudas Iskariot, jelas tahu bahwa Yesus akan diserahkan ke tangan para penguasa Yahudi dan mereka akan menjatuhkan atas-Nya hukuman mati (ini sudah dikatakan Markus pada 3:6), dan di tangan bangsa-bangsa lain Dia akan dibunuh. Tetapi murid-murid tidak mengerti atau tidak dapat menerima kalau Yesus harus mengalami itu semua. 

Yesus sendiri melihat penderitaan dan kematiannya sebagai sesuatu yang diharuskan oleh Allah sendiri (dei), “untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mrk 10:45; bdk. 1 Kor 15:3-4).

Dua hari menjelang hari raya Paskah dan hari raya Roti Tidak Beragi, para pemimpin Yahudi kembali bermufakat untuk membunuh Yesus dengan tipu muslihat:

Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat mencari jalan untuk menangkap dan membunuh Yesus dengan tipu muslihat, sebab mereka berkata: “Jangan pada waktu perayaan, supaya jangan timbul keributan di antara rakyat.” (Mrk 14:1-2)

Pada waktu Yesus mengadakan perjamuan Paskah bersama murid-murid-Nya, terjadilah adegan ini:

Ketika mereka duduk di situ dan sedang makan, Yesus berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan (paradōsei) Aku, yaitu dia yang makan dengan Aku.” 

Maka sedihlah hati mereka dan seorang demi seorang berkata kepada-Nya: “Bukan aku, ya Tuhan?” 

Dia menjawab: “Orang itu ialah salah seorang dari kamu yang dua belas ini, dia yang mencelupkan roti ke dalam satu pinggan dengan Aku. Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan (paradidotai). Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya dia tidak dilahirkan.” (Mrk 14:18-21)

Yesus tahu bahwa Dia akan diserahkan oleh salah seorang dari dua belas murid-Nya, yaitu murid yang akan mencelupkan roti ke dalam satu pinggan dengan-Nya. Adegan mencelupkan roti memang tidak digambarkan. 

Berbeda dari para murid Yesus lainnya, pembaca Injil Markus sudah tahu sebelumnya siapa murid yang akan menyerahkan-Nya itu dari Markus 14:10-11, dan ini akan terbukti nanti ketika sudah tiba pada adegan di Taman Getsemani, kalau murid yang dimaksudkan Yesus itu adalah Yudas Iskariot. 

Dalam Markus 14:10-11 dinyatakan bahwa para pemimpin Yahudi berjanji akan memberi uang suap kepada Yudas:

Lalu pergilah Yudas Iskariot, salah seorang dari kedua belas murid itu, kepada imam-imam kepala dengan maksud untuk menyerahkan (paradoi) Yesus kepada mereka. Mereka sangat gembira waktu mendengarnya dan mereka berjanji akan memberikan uang kepadanya. Kemudian dia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan (paradoi) Yesus.

Dalam perjamuan itu sendiri, Yesus kembali menegaskan bahwa kesengsaraan dan kematiannya adalah kehendak Allah (“sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia”). 

Tetapi Markus menampilkan Yesus mengecam dan mengutuk murid yang akan melakukan tindakan penyerahan itu: 

“Celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya dia tidak dilahirkan.” 

Kecaman dan kutukan inilah yang selanjutnya menempatkan Yudas Iskariot sebagai figur yang terkena stigma buruk dari antara dua belas murid Yesus, sepanjang sejarah kekristenan. 

Orang sebetulnya bisa bertanya, bukankah Yudas Iskariot telah berperan untuk menggenapkan Kitab Suci, melaksanakan kehendak Allah dengan dia menyerahkan Yesus ke tangan para pemimpin Yahudi? 

Bukankah, dengan demikian, Yudas dilahirkan untuk tujuan itu; jika demikian, mengapa dirinya dan kelahirannya dikecam dan dikutuk? 

Bukankah kalau Yudas tidak dilahirkan, tidak akan ada orang yang menyerahkan Yesus, dan dengan demikian kehendak Allah akan tidak terpenuhi. Memang selalu ada ketegangan dalam setiap perkara hidup antara kehendak Allah dan tanggungjawab manusia.

Pada sisi tanggungjawab manusia, bagi Markus sudah jelas bahwa Yudas Iskariot memang harus dipersalahkan, karena dia, dalam narasi Markus, memang ambil bagian di dalam persekongkolan para pemimpin Yahudi untuk membunuh Yesus. Di sini Yudas Iskariot terlibat tindakan kriminal berkomplot dengan orang-orang yang mau membunuh Yesus. 

Yudas tentu saja sudah tahu setidaknya dari pemberitahuan Yesus sendiri (sampai tiga kali) bahwa Yesus akan disengsarakan dan dijatuhi hukuman mati oleh para pemimpin Yahudi, dan akan disalibkan oleh tangan bangsa lain. 

Dalam studinya tentang Yudas, William Klassen menyatakan bahwa keterlibatan Yudas di dalam penangkapan Yesus dimaksudkan Yudas supaya Yesus dan para pemimpin Yahudi dapat bertemu, dan di dalam pertemuan itu mereka dapat mewawancarai Yesus mengenai visi dan misi pembaharuan-Nya, dan Yesus juga dapat diyakinkan akan perlunya menempuh cara-cara tradisional dalam melakukan pembaruan kehidupan bangsa Yahudi. 

Dengan kata lain, Yudas Iskariot, dengan tindakannya menyerahkan Yesus, bermaksud menghasilkan titik-titik temu antara pandangan Yesus dan pandangan para pemimpin Yahudi melalui percakapan bersama./1/

Jelas, menyangkut narasi Markus, Klassen keliru, sebab para pemimpin Yahudi memperalat Yudas bukan dengan maksud supaya dapat bertemu Yesus dan mewawancarai-Nya, tetapi untuk membunuh-Nya; hal ini ditegaskan Markus sampai dua kali (Mrk 3:6; 14:1-2)./2/

Adapun adegan penangkapan Yesus di Taman Getsemani dengan jelas dilukiskan Markus, di dalam mana Yesus menegaskan kembali bahwa kejadian ini adalah untuk menggenapi apa yang tertulis dalam Kitab Suci (Mrk 14:49b). 

Dari adegan ini, lahir sebutan terkenal “ciuman Yudas”, ciuman yang membawa maut dari orang yang menyerahkan diri Yesus kepada para pemimpin Yahudi:

Waktu Yesus selesai berbicara, muncullah Yudas, salah seorang dari kedua belas murid itu, dan bersama-sama dia serombongan orang yang membawa pedang dan pentung, disuruh oleh imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua. 

Orang yang menyerahkan Dia telah memberitahukan tanda ini kepada mereka: 

“Orang yang akan kucium, itulah Dia, tangkaplah Dia dan bawalah Dia dengan selamat.” 

Dan ketika dia sampai di situ dia segera maju mendapatkan Yesus dan berkata: “Rabi,” lalu mencium Dia. 

Maka mereka memegang Yesus dan menangkap-Nya. Salah seorang dari mereka yang ada di situ menghunus pedangnya, lalu menetakkannya kepada hamba Imam Besar sehingga putus telinganya. 

Kata Yesus kepada mereka: “Sangkamu Aku ini penyamun, maka kamu datang lengkap dengan pedang dan pentung untuk menangkap Aku? Padahal tiap-tiap hari Aku ada di tengah-tengah kamu mengajar di Bait Allah, dan kamu tidak menangkap Aku. Tetapi haruslah digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci. Lalu semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri. (14:43-50)

Injil Matius

Sekarang fokus diarahkan pada Injil Matius. Matius memberi tambahan-tambahan penting pada catatan-catatan Markus tentang Yudas Iskariot yang perlu mendapat perhatian. 

Kalau dalam Markus, inisiatif untuk memberi uang suap kepada Yudas ada pada imam-imam kepala (Mrk 14:11), maka dalam Injil Matius, untuk memberi citra lebih buruk kepada Yudas, ditulis Yudaslah yang sebetulnya meminta kepada para imam kepala untuk mereka memberi uang kepadanya: “Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan (paradōsō) Dia kepada kamu?” 

Mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya. Dan mulai saat itu dia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan (paradō(i)) Yesus (Mat 26:15-16).

Pada Perjamuan Malam, ketika harus diidentifikasi siapa yang akan menyerahkan Yesus, fokus tertuju pada Yudas: Yudas yang hendak menyerahkan Dia itu menjawab, katanya: “Bukan aku, ya Rabi?” Kata Yesus kepadanya: “Engkau telah mengatakannya” (Mat 26:25). 

Walaupun tidak secara eksplisit diakui Yudas sendiri, jawaban Yesus segera membuat pembaca paham, bahwa memang Yudaslah yang akan menyerahkan Yesus. 

Pertanyaan Yudas, “Bukan aku, ya Rabi?”, menyapa Yesus sebagai Rabi, sementara dalam teks Markus Yesus disapa sebagai “Tuhan” (Mrk 14:19). 

Pemakaian sapaan “Rabi” kepada Yesus dalam Injil Markus kebanyakan dihindari oleh Matius (dan juga Lukas) (bdk. Mrk 10:51 dengan Mat 9:28 dan Luk 18:41; Mrk 9:5 dengan Mat 17:4 dan Luk 9:33; Mrk 11:21 dengan Mat 21:20). 

Sebetulnya, Matius memang secara eksplisit menolak pemakaian seruan Rabi di antara Yesus dan para murid-Nya, dengan alasan bahwa para ahli Taurat dan orang Farisi saja yang ingin dipanggil sebagai Rabi karena panggilan ini menempatkan mereka sebagai orang-orang terhormat (Mat 23:5-7). 

Yesus, dalam Injil Matius, dengan tegas menyatakan: “Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara” (Mat 23:8). 

Hanya di dalam dua konteks yang berkaitan dengan Yudas saja Matius menggunakan kata panggilan Rabi untuk Yesus: 

Pertama, dalam Mat 26:25 di atas (dalam konteks Perjamuan Malam; tanpa teks paralel satu pun)

Kedua, dalam Mat 26:49 (// Mrk 14:45) dalam konteks Yudas mencium Yesus sebagai tanda penyerahan diri-Nya kepada para penangkap-Nya: “Dan segera dia (Yudas) maju mendapatkan Yesus dan berkata: ‘Salam, Rabi,’ lalu mencium dia.” 

Jelas, dua kali pemakaian sebutan Rabi untuk Yesus oleh Yudas ini dimaksudkan Matius untuk menegaskan bahwa Yudas adalah murid yang tidak patut.

Di antara Injil-injil lainnya, hanya dalam Injil Matius saja dilaporkan bahwa Yudas menyesal atas perbuatannya menyerahkan Yesus; sekaligus dengan ini dosa Yudas diteguhkan dan cara kematiannya dicatat:

Pada waktu Yudas, yang menyerahkan (ho paradidous) Dia, melihat bahwa Yesus telah dijatuhkan hukuman mati, menyesallah dia. Lalu ia mengembalikan uang yang tiga puluh perak itu kepada imam-imam kepala dan tua-tua, dan berkata: 
Aku telah berdosa karena menyerahkan (paradous) darah orang yang tidak bersalah.” 

Tetapi jawab mereka: “Apa urusan kami dengan itu? Itu urusanmu sendiri!” Maka dia pun melemparkan uang perak itu ke dalam Bait Suci, lalu pergi dari situ dan menggantung diri.” (Mat 27:3-5)

Injil Lukas

Dalam Injil Lukas, dilaporkan bahwa setelah Iblis gagal mencobai Yesus, dia mundur daripada-Nya dan “menunggu waktu yang baik” (Luk 4:13). 

Waktu yang baik ini tiba ketika Kisah Sengsara akan dimulai, yaitu ketika Iblis masuk ke dalam diri Yudas Iskariot:

Maka masuklah Iblis ke dalam Yudas, yang bernama Iskariot, seorang dari kedua belas murid itu. Lalu pergilah Yudas kepada imam-imam kepala dan kepala-kepala pengawal Bait Allah dan berunding dengan mereka, bagaimana dia dapat menyerahkan (paradō(i)) Yesus kepada mereka. 

Mereka sangat bergembira dan bermufakat untuk memberikan sejumlah uang kepadanya. Dia menyetujuinya, dan mulai dari waktu itu dia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan (paradounai) Yesus kepada mereka tanpa setahu orang banyak.” (Luk 22:3-6)

Yudas, orang yang akan menyerahkan Yesus itu, adalah orang yang dirasuk Iblis, sementara murid-murid Yesus sendiri sudah diberi kemampuan untuk melakukan eksorsisme, seperti dilaporkan dalam Luk 10:17-18:

Kemudian ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata: “Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi nama-Mu.” Lalu kata Yesus kepada mereka: “Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit….”

Gambaran Yudas yang dirasuk Iblis dengan demikian adalah gambaran yang sangat menghancurkan Yudas, karena murid yang seharusnya mengalahkan Iblis malah kena dirasuk Iblis, dan tidak ada seorang pun dari antara para murid yang berinisiatif membebaskan Yudas dari kekuasaan Iblis. 

Yudas sepenuhnya dikuasai Iblis. Karena itu, orang bisa jadi tidak akan berkeberatan jika terhadap Yudas yang semacam ini, Yesus, pada kesempatan Perjamuan Malam, berkata:

Tetapi, lihat, tangan orang yang menyerahkan (tou paradidontos) Aku, ada bersama dengan Aku di meja ini. Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Dia diserahkan (paradidotai)!” 

Lalu mulailah mereka mempersoalkan, siapa di antara mereka yang akan berbuat demikian. (Luk 22:21-23)

Meskipun dari kayu salib Yesus berdoa dengan penuh kemurahan: “Ya, Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk 23:34); namun akhir hidup Yudas yang dilukiskan dengan sungguh mengenaskan dan menyeramkan membuat kita bertanya adakah pengampunan telah diterima Yudas:

Yudas ini telah membeli sebidang tanah dengan upah kejahatannya, lalu dia jatuh tertelungkup, dan perutnya terbelah sehingga semua isi perutnya tertumpah ke luar (Kis 1:18)

Injil Yohanes

Di dalam Injil Yohanes, pendiskreditan atas Yudas terjadi menyeluruh. Yudas adalah Iblis, dan hal ini sudah diketahui Yesus “dari semula.” Ini berarti Yudas memang sudah disiapkan dari awal untuk akhirnya menyerahkan Yesus:

Tetapi di antaramu ada yang tidak percaya. Sebab Yesus tahu dari semula, siapa yang tidak percaya dan siapa yang akan menyerahkan (ho paradōsōn) Dia.… Jawab Yesus kepada mereka: “Bukankah Aku sendiri yang telah memilih kamu yang dua belas ini? Namun seorang di antaramu ialah Iblis.” Yang dimaksudkan-Nya ialah Yudas, anak Simon Iskariot; sebab dialah yang akan menyerahkan (paradidonai) Yesus, dia seorang di antara kedua belas murid itu. (Yoh 6:70-71)

Yudas selanjutnya muncul dalam kisah pengurapan Yesus di Betania (Yoh 12:1-8), yang oleh James M. Robinson dipandang bukan sebagai fakta sejarah tetapi sebagai suatu polemik dari komunitas Yohanes terhadap Yudaisme:/3/


Enam hari sebelum Paskah, Yesus datang ke Betania, tempat tinggal Lazarus yang dibangkitkan Yesus dari antara orang mati. Di situ diadakan perjamuan untuk Dia dan Marta melayani, sedang salah seorang yang turut makan dengan Yesus adalah Lazarus. 

Maka Maria mengambil setengah kati minyak wangi narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau minyak wangi semerbak di seluruh rumah itu. 

Tetapi Yudas Iskariot, seorang dari murid-murid Yesus, yang akan segera menyerahkan (paradidonai) Dia, berkata: “Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?” 

Hal itu dikatakannya bukan karena dia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena dia adalah seorang pencuri; dia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya. 

Maka kata Yesus: “Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburan-Ku. Karena orang-orang miskin selalu ada pada kamu, tetapi Aku tidak akan selalu ada pada kamu.”

Dalam Perjamuan Terakhir (Yoh 13:1-30), Yudas ditampilkan dengan citra yang sangat negatif sebagai orang yang dibisiki dan dirasuk Iblis untuk segera menyerahkan Yesus:

Sementara itu sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus telah tahu, bahwa saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti Dia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah sekarang Dia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya. 

Mereka sedang makan bersama, dan Iblis telah membisikkan rencana dalam hati Yudas Iskariot, anak Simon, untuk mengkhianati (paradoi) Dia.…Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya. 

Dia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, kemudian Dia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu.… 

Kata Yesus kepadanya (Simon Petrus): 

“Barangsiapa telah mandi, dia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena dia sudah bersih seluruhnya. Juga kamu sudah bersih, hanya tidak semua.” Sebab Dia tahu, siapa yang akan menyerahkan (paradidonta) Dia. Karena itu Dia berkata: “Tidak semua kamu bersih.” 

“… Bukan tentang kamu semua Aku berkata. Aku tahu, siapa yang telah Kupilih. Tetapi haruslah genap nas ini: Orang yang makan roti-Ku, telah mengangkat tumitnya terhadap Aku. Aku mengatakannya kepadamu sekarang juga sebelum hal itu terjadi, supaya jika hal itu terjadi, kamu percaya, bahwa Akulah Dia. 

… Setelah Yesus berkata demikian Dia sangat terharu, lalu bersaksi: 

“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan (paradōsei) Aku.” 

Murid-murid itu memandang seorang kepada yang lain, mereka ragu-ragu siapa yang dimaksudkan-Nya. 

…Murid yang duduk dekat Yesus itu berpaling dan berkata kepada-Nya: “Tuhan, siapakah itu?” Jawab Yesus: “Dialah itu, yang kepadanya Aku akan memberikan roti, sesudah Aku mencelupkannya.” 

Sesudah berkata demikian Dia mengambil roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot. 

Dan sesudah Yudas menerima roti itu, dia kerasukan Iblis. Maka Yesus berkata kepadanya: “Apa yang hendak kau perbuat, perbuatlah dengan segera.” 

Tetapi tidak ada seorang pun dari antara mereka yang duduk makan itu mengerti, apa maksud Yesus mengatakan itu kepada Yudas. 

Karena Yudas memegang kas ada yang menyangka, bahwa Yesus menyuruh dia membeli apa-apa yang perlu untuk perayaan itu, atau memberi apa-apa kepada orang miskin. Yudas menerima roti itu lalu segera pergi. Pada waktu itu hari sudah malam.

Menjelang adegan penangkapan Yesus, ada rujukan ke belakang kepada Yudas di dalam doa Yesus dalam pasal 17: 

“Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorang pun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci.” (17:12)

Di sebuah taman di seberang sungai Kidron, Yudas muncul untuk menyerahkan Yesus, namun tanpa didahului ciuman Yudas kepada Yesus:

Setelah Yesus mengatakan semuanya itu keluarlah Dia dari situ bersama-sama dengan murid-murid-Nya dan mereka pergi ke seberang sungai Kidron. 

Di situ ada suatu taman dan Dia masuk ke taman itu bersama-sama dengan murid-murid-Nya. Yudas, yang mengkhianati (ho paradidous) Yesus, tahu juga tempat itu, karena Yesus sering berkumpul di situ dengan murid-murid-Nya. 

Maka datanglah Yudas juga ke situ dengan sepasukan prajurit dan penjaga-penjaga Bait Allah yang disuruh oleh imam-imam kepala dan orang-orang Farisi lengkap dengan lentera, suluh dan senjata. 

Maka Yesus, yang tahu semua yang akan menimpa diri-Nya, maju ke depan dan berkata kepada mereka: “Siapakah yang kamu cari?” Jawab mereka: “Yesus dari Nazareth.” 

Kata-Nya kepada mereka: “Akulah Dia.” 

Yudas yang mengkhianati (ho paradidous) Dia berdiri juga di situ bersama-sama mereka. 

Ketika Dia berkata kepada mereka: “Akulah Dia,” mundurlah mereka dan jatuh ke tanah. Maka Dia bertanya pula: “Siapakah yang kamu cari?” Kata mereka: “Yesus dari Nazareth.” 

Jawab Yesus: “Telah Kukatakan kepadamu, Akulah Dia. Jika Aku yang kamu cari, biarkanlah mereka ini pergi.” 

Demikian hendaknya supaya genaplah firman yang telah dikatakan-Nya: “Dari mereka yang Engkau serahkan kepada-Ku, tidak seorang pun yang Kubiarkan binasa.” 

Lalu Simon Petrus, yang membawa pedang, menghunus pedang itu, menetakkannya kepada hamba Imam Besar dan memutuskan telinga kanannya. Nama hamba itu Malkhus. 

Kata Yesus kepada Petrus: “Sarungkanlah pedangmu itu; bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepada-Ku?” 

Maka pasukan prajurit serta perwira dan penjaga-penjaga yang disuruh orang Yahudi itu menangkap Yesus dan membelenggu Dia. (Yoh 18:1-12)


Rangkuman

Dalam kajiannya atas Yudas Iskariot, khususnya atas pemakaian kata kerja paradidōmi, William Klassen menemukan bahwa kata kerja ini tidak pernah dipakai dalam bahasa Yunani klasik untuk pengertian “mengkhianati” atau (sebagai kata bendanya) “pengkhianat”. Kata kerja ini hanya berarti “menyerahkan”, menyerahkan seseorang kepada orang lainnya./4/

Dalam Injil-injil, jika kata kerja ini muncul sudah seharusnya tidak diterjemahkan “mengkhianati” melainkan “menyerahkan”; kecuali dalam Lukas 6:16 di mana muncul kata benda prodotēs, “pengkhianat”, yang ditujukan kepada Yudas. 

Jadi, Yudas digambarkan dalam Injil-injil Perjanjian Baru sebagai seorang yang menyerahkan Yesus kepada para pemimpin Yahudi karena peran ini, pada satu pihak, sudah dinubuatkan dalam Kitab Suci, sudah dilihat oleh Yesus atau bahkan sudah diperintahkan Yesus sebelumnya (dalam perjamuan terakhir seperti dicatat dalam Injil Yohanes 13:1-30). 

Jadi, Yudas berfungsi sebagai agen Allah atau seorang murid yang melakukan kehendak Allah sendiri. Meskipun demikian, Injil-injil juga menegaskan Yudas tetap bersalah atas tindakannya menyerahkan Yesus. 

Masing-masing Injil memberi tekanan yang berbeda pada bobot kesalahan Yudas. 

Tekanan yang keras muncul di dalam Injil Lukas dan khususnya di dalam Injil Yohanes, ketika digambarkan bahwa Yudas menyerahkan Yesus karena dia dirasuk Iblis. 

Secara umum, dalam Injil-injil PB Yudas dicitrakan negatif, dan citra ini masih tetap kuat dipegang oleh orang-orang Kristen sepanjang sejarah gereja hingga kini. 

Lain halnya kalau kita memperhatikan Injil Yudas, di dalam mana Yudas tampil sebagai seorang pahlawan yang melakukan perintah Yesus sendiri.


Figur Yudas menurut Injil Yudas

Dalam Injil Yudas, sosok Yudas Iskariot digambarkan sebagai rasul yang bisa bertahan berdiri di hadapan Yesus (= Yesus dalam pandangan aliran Gnostik Setian)
,/5/ sementara rasul-rasul yang lain tidak bisa. 

Bahkan hanya Yudaslah yang dikatakan mengenal siapa Yesus dan dari mana Dia datang. Karena kelebihannya ini, Yesus memisahkannya dari murid-murid yang lainnya, dengan maksud untuk mengungkapkan dan membeberkan rahasia-rahasia kerajaan (= kerajaan Allah dalam paham gnostik Setian) hanya kepada Yudas, rahasia-rahasia yang belum pernah diketahui dan dilihat siapa pun. 

Dilaporkan, Yudas juga memperoleh suatu penglihatan besar, yang antara lain menyingkapkan apa yang akan terjadi padanya di akhir kehidupannya (yakni dilempari batu dan disakiti dengan kejam oleh murid-murid lainnya). 

Diingatkan juga oleh Yesus bahwa Yudas akan dikutuki oleh generasi-generasi lainnya yang tidak terpilih (dikarenakan oleh apa yang mereka dengan keliru pahami sebagai “pengkhianatan” Yudas terhadap Yesus). 

Namun, meskipun Yudas mengalami banyak kekejaman, dia akan tetap berkuasa atas mereka bahkan dia akan mengalami pemuliaan, kembali ke asalnya di dalam Generasi terpilih yang kudus (Generasi Set). 

Menegaskan keunggulan Yudas, Yesus berkata kepada Yudas, “Lihatlah, segala sesuatu sudah diberitahukan kepadamu. Angkatlah matamu dan lihatlah awan itu dan terang yang ada di dalamnya dan bintang-bintang yang mengitarinya. Bintang yang memimpin di depan adalah bintangmu.” 

Setelah itu, Yudas pun masuk ke dalam awan kemuliaan.

Dalam Injil Yudas ini, tidak ada kisah kesengsaraan, penyaliban dan kematian Yesus; yang dikisahkan adalah perbuatan Yudas (atas perintah Yesus sendiri) untuk memisahkan Yesus yang sejati dari tubuh-Nya yang fana, yang menjadi penjara Jiwa-Nya yang agung, dengan cara menjual Yesus kepada para pemimpin bangsa Yahudi untuk akhirnya Dia dibunuh. 

Yudas diperintahkan Yesus untuk melakukan langkah pembebasan dan penyelamatan bagi Yesus sendiri. 

Manfaat kematian Yesus hanyalah untuk diri Yesus sendiri: yakni sebagai jalan untuk jiwa-Nya kembali ke asalnya, kawasan ilahi Barbelo. 

Dengan Yudas mengorbankan Yesus, Yudas menjadi rasul paling unggul. Kata Yesus kepadanya, “Tetapi engkau akan mengungguli mereka semua. Sebab engkau akan mengorbankan tubuh insani yang membungkus Aku.” 

Injil Yudas diakhiri dengan catatan: 

Mereka, beberapa ahli taurat, mendekati Yudas dan berkata kepadanya, “Apa yang engkau sedang kerjakan di sini? Engkau murid Yesus.” Yudas menjawab mereka seperti yang mereka kehendaki. 

Dan dia pun menerima sejumlah uang dan menyerahkan Yesus kepada mereka. 

Tampaknya Yudas berkhianat, serakah terhadap uang, namun, di balik semuanya itu, adalah perintah Yesus sendiri supaya dengan perbuatannya itu Yesus dibebaskan dari pakaian (= tubuh) yang membungkus diri-Nya yang sebenarnya. 

Dalam Injil Yudas, figur Yudas dus tampil sebagai seorang pahlawan ― suatu posisi dan status yang tidak bisa dilihat oleh kalangan luar, selain oleh kalangan Kristen gnostik Setian.

Bagaimana Yudas yang sebenarnya?

Tentu saja, dalam pandangan para ahli,/6/ yang ditemukan dalam Injil Yudas bukanlah kisah sejarah yang terjadi pada masa akhir kehidupan Yesus ketika Dia diserahkan oleh Yudas kepada para pemimpin Yahudi (pada awal tahun 30-an), melainkan kondisi-kondisi internal yang sedang berlangsung dalam komunitas-komunitas Kristen gnostik Setian pada abad kedua, ketika mereka berhadapan dengan kekristenan (proto-)ortodoks yang sedang mulai berkembang (yang kelak menetapkan kanon Perjanjian Baru). 

Meskipun demikian, kita masih bisa menarik gambaran-gambaran sejarah tentang figur Yudas Iskariot sendiri, dengan membandingkan gambaran dalam Injil Yudas dengan gambaran-gambaran yang terdapat dalam Injil-injil Perjanjian Baru.

Dalam Injil-injil dalam kanon Perjanjian Baru, dilaporkan bahwa Yesus tahu diri-Nya pada akhirnya akan diserahkan kepada para pemimpin Yahudi, dan yang akan melakukan hal itu adalah Yudas Iskariot. 

Bahkan di dalam Injil Yohanes juga dikatakan bahwa Yesus meminta Yudas segera melakukan hal itu. 

Dalam Injil Yudas, Yesus meminta hal yang sama dilakukan Yudas. Tetapi, bedanya, dalam Injil-injil Perjanjian Baru [yakni Injil-injil kalangan Kristen (proto-) Ortodoks yang sedang mulai berkembang], Yudas yang melakukan pekerjaan yang dikehendaki Allah atau yang diperintahkan oleh Yesus itu dikecam dan dikutuk; sedangkan dalam Injil Yudas perbuatan penyerahan diri Yesus itu dipuji, dan Yudas menjadi seorang hero bagi kekristenan gnostik Setian.

Kelima sumber ini (4 Injil dalam PB dan 1 Injil Yudas) yang berbeda satu sama lain, sama-sama mencatat bahwa Yudas menyerahkan Yesus, dengan menerima imbalan uang, ke tangan para pemimpin Yahudi. 

Adanya lima kesaksian literer ini membuat orang harus menyimpulkan bahwa Yudas, dalam sejarah, memang betul-betul menyerahkan (paradidōmi) Yesus kepada para pemuka Yahudi, dan untuk perbuatan ini Yudas menerima imbalan uang. 

Akibat perbuatan Yudas ini, yang menyetarakan Yesus dengan sejumlah uang, oleh kekristenan (proto-) Ortodoks Yudas dalam sejarahnya dikecam dan dikutuk (sebagaimana Yesus mengecam dan mengutuk Yudas) dan untuk selanjutnya dalam sejarah gereja dia terkena stigma sebagai “pengkhianat”. 

Sedangkan oleh kekristenan gnostik aliran Setian, Yudas, akibat perbuatannya, dalam sejarah kekristenan gnostik ini, dipuja dan dipandang sebagai rasul yang paling unggul dari antara rasul-rasul lainnya (sebagaimana juga ada kalangan gnostik yang memuja Kain, Esau, Korah dan penduduk Sodom dan Gomora, orang-orang atau kalangan yang terkenal berperilaku buruk dalam kesaksian Perjanjian Lama). 

Injil-injil PB meninggalkan ketegangan di antara permintaan atau kehendak Yesus untuk Yudas menyerahkan diri Yesus dan kecaman serta kutukan Yesus (dan kutukan kekristenan proto-Ortodoks PB) terhadapnya. Dalam Injil Yudas, ketegangan semacam ini tidak dijumpai.

Apa motivasi yang paling kuat mendorong Yudas sendiri untuk menyerahkan Yesus kepada para pemuka Yahudi? 

Tentang hal itu, empat Injil intra-kanonik berbeda: ada yang mengasalkan perbuatan Yudas ini pada keserakahannya sendiri (terhadap uang), dan ada juga (Injil Lukas dan Injil Yohanes) yang mengasalkannya pada dorongan Iblis yang merasuk diri Yudas. 

Gambaran seperti itu tentang Yudas (khususnya yang disajikan Lukas dan Yohanes) sangat mungkin lebih mencerminkan polemik yang tajam antara kekristenan (proto-)Ortodoks Perjanjian Baru terhadap Yudaisme yang dilihat terrepresentasikan dalam figur Yudas (patut diperhatikan, Yudaisme dan Yudas berasal dari kata yang sama!) ketimbang menampilkan pribadi Yudas yang sebenarnya. 

Dalam Injil Yudas, penyerahan diri Yesus kepada para pemuka bangsa Yahudi oleh Yudas, dan untuk ini dia menerima imbalan uang, jelas digambarkan tidak dimotivasi oleh keserakahan Yudas, tetapi oleh ketaatan Yudas terhadap kehendak dan permintaan Yesus sendiri supaya Yesus dilepaskan dari tubuh insani yang membungkus-Nya. 

Kalau Yudas dibutuhkan sebagai pahlawan, maka motivasi Yudas akan digambarkan dengan positif (seperti dalam Injil Yudas); tapi kalau Yudas dibutuhkan sebagai sasaran kebencian kekristenan (proto-) Ortodoks perdana terhadap Yudaisme, maka Yudas ditampilkan dengan sangat memalukan dan merendahkan. 

Apa motivasi Yudas yang sebenarnya dalam sejarah ketika dia menyerahkan Yesus, jelas kita tidak bisa mengetahuinya. 

Namun yang sudah pasti, adanya beragam versi tentang pribadi Yudas ini menunjukkan bahwa pada masa-masa kekristenan baru bertumbuh, kekristenan itu beragam jenis, plural, dan terlibat persaingan, tetapi belum ada yang dikalahkan atau yang mendapatkan kemenangan.

Bagaimana dengan akhir kehidupan Yudas sendiri? 

Matius mencatat bahwa Yudas memilih mati dengan menggantung diri akibat dari rasa bersalahnya yang amat dalam; Lukas (dalam Kisah Para Rasul) melaporkan Yudas jatuh tertelungkup (bisa jadi dengan sengaja!) dan isi perutnya terburai ke luar semua. 

Injil Yudas tidak melaporkan bagaimana akhir kehidupan Yudas; namun dalam suatu penglihatan (Injil Yudas 45), Yudas melihat dirinya dirajam dengan batu dan disakiti oleh murid-murid Yesus lainnya (yang merepresentasikan kekristenan proto-Ortodoks). 

Jadi, ada tiga laporan berbeda tentang bagaimana akhir kehidupan Yudas. 

Catatan dalam Injil Yudas tidak meyakinkan, sebab kalau memang akhir hidup Yudas adalah kematian di tangan para murid lainnya, seharusnya Injil-injil dalam Perjanjian Baru mencatat hal yang sangat tragis itu. 

Adanya tradisi tua dalam Kis 5:28 yang paralel dengan catatan Matius yang berkaitan dengan Yesus yang tidak bersalah yang telah diserahkan Yudas (Matius 27:4), membuat kita harus lebih memperhatikan catatan Matius tentang bagaimana Yudas mengakhiri kehidupannya: Yudas mati dengan bunuh diri.

Kita dapat yakin bahwa dengan mati bunuh diri, Yudas dibebani rasa bersalah dan penyesalan yang sangat besar dan dalam, yang dia tidak dapat tanggung, karena perbuatannya terhadap Yesus. Pastilah, perbuatan yang tercela dan aib.


Catatan-catatan

/1/ William Klassen, Judas: Betrayer or Friend of Jesus? (London: SCM, 1996) 69-74.

/2/ Bdk. James M. Robinson, The Secrets of Judas: The Story of the Misunderstood Disciple and His Lost Gospel (San Francisco: HarperSanFrancisco, 2006) 15.

/3/ James M. Robinson, The Secrets of Judas, 28.

/4/ William Klassen, Judas: Betrayer or Friend of Jesus?, 47-58.

/5/ Hal ini berarti Yudaslah yang dipenuhi Roh unggulan, berasal dari generasi terpilih, Generasi Set (= anak bungsu, ketiga, dari Adam dan Hawa, yang memulai kembali generasi manusia yang membawa harapan).

/6/ James M. Robinson, The Secrets of Judas, 78, 175, 177, 183; Gregor Wurst, “Irenaeus of Lyon and The Gospel of Judas” dalam Rodolphe Kasser et al., The Gospel of Judas, 133 [121-135]; Hal Taussig, “The Significance of the Gospel of Judas” dalam The Fourth R, Vol. 19, Number 4 (July-August 2006) 9 

Taussig menyebut 3 karakteristik Injil-injil gnostik: 1) menggunakan ajaran-ajaran rahasia; 2) sebuah kritik terhadap kepemimpinan apostolik dari sudut pandang kelompok minoritas; 3) gambaran tentang murid-murid Yesus bersifat simbolik ketimbang historis.