Saturday, December 16, 2017

Gempa Bumi dan Kesalehan Keagamaan

GEMPA KUAT 7,3 SR SEMALAM (JUMAT, 15 Des 2017, pukul 23:47:57) dan KESALEHAN KEAGAMAAN



N.B.
Updated 20 Agustus 2018

Seorang nona pekerja di bidang finance yang kenal saya memberi pendapatnya ke saya tentang gempa bumi semalam. Gempa yang menimbulkan kehebohan di Jakarta ini semalam segera saja diumumkan BMKG berpotensi timbulkan tsunami di beberapa kawasan Siaga dan Waspada di Jawa Barat.




Terkait rasa ngeri yang timbul karena gempa itu, dan ingatan traumatik tsunami Aceh sekian tahun lalu, si nona itu bilang: Harus perbanyak ibadah! Harus!

Berikut ini jawaban saya yang sudah saya perluas.

Ya, itu betul. Tapi sikap saleh perlu disertai juga oleh otak yang berisi dan aktif.

Karena kita berpikir, dan kita belajar dan memiliki ilmu pengetahuan, maka sebagai orang yang bertuhan, yakinlah kita bahwa gempa bumi sama sekali buka cara Tuhan untuk membunuh janin-janin, bayi-bayi dalam kandungan, ibu-ibu yang sedang hamil, kaum muda yang giat bekerja membangun bangsa, dan para manula.

Bagaimana gempa bumi (tektonik dan vulkanik) dapat terjadi, sudah bisa dijelaskan dengan gamblang oleh ilmu pengetahuan sebagai suatu kejadian yang natural, dan kekuatannya juga sudah dapat diukur lewat teknologi maju, dan kerusakan dahsyat yang ditimbulkannya juga dapat di atasi tahap demi tahap.

Ingatlah selalu, bahwa mengabdi dan cinta kepada Tuhan yang mahatahu dan mahatakterbatas, berarti juga mengabdikan diri kepada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai terapannya yang bersumber pada kemahatahuan Tuhan.

Jadi, kesalehan juga mendorong kita untuk bisa membangun dan mengembangkan iptek yang nanti bisa menangkal atau mencegah dan mengendalikan gempa bumi yang, jika berlangsung bebas, bisa menelan sangat banyak korban, manusia dan harta.

Sekarang iptek prediktor, pencegah, pelawan dan pengendali berbagai bencana alam dahsyat belum ada; tetapi para fisikawan dan teknolog futuris sudah memprediksi iptek antibencana alam suatu saat di masa depan akan kita punyai. Ahh, betulkah? Berkhayal ya?

Ketahuilah, di tahun 2018 ini, para ilmuwan untuk pertama kalinya mulai mengebor planet Bumi mulai dari dasar laut hingga 10 km menembus dan masuk ke mantel Bumi yang merupakan 80% dari massa Bumi.

Pengeboran ini dilakukan dari kapal laut iptek Jepang Chikyu di 3 tempat di Lautan Pasifik: Hawaii, Costa Rica dan Mexico. Total biaya 542 juta USD; sebagian dipikul pemerintah Jepang.

Tujuan yang ingin dicapai lewat pengeboran ini:

1. Mengetahui komposisi kimiawi mantel Bumi;
2. Menemukan mikroba yang bisa hidup di mantel Bumi;
3. Menginvestigasi batas antara kerak dan mantel Bumi;
4. Menemukan cara untuk memprediksi gempa Bumi;
5. Menemukan pengetahuan bagaimana planet Bumi terbentuk.

Saya sangat antusias dengan proyek iptek pengeboran planet Bumi ini. Jawaban-jawaban yang akan ditemukan nantinya akan juga bisa memberi pengetahuan tambahan tentang relasi kita, manusia, dengan planet Bumi dengan lebih luas, dan daya tahan kita hidup di planet ini.




Pengeboran Bumi dengan berbagai tujuannya (klik atau sentuh gambarnya untuk dapatkan ukuran yang lebih besar dan kata-kata yang terbaca jelas)


Dan, iptek memprediksi gempa (lihat poin ke empat di atas) akan kita miliki, tahap demi tahap, dan akan semakin maju.

Lebih jauh lagi, jika gempa nanti sudah bisa diprediksi dengan makin akurat, turutan-turutan kejadian alam lainnya seperti tsunami dan kawasan mana saja yang akan terlanda getaran dari pusat gempa juga akan dapat diprediksi bahkan penyebaran gelombang gempa akan dapat dikendalikan.

Teknologi yang makin maju, jika dilihat dari pengetahuan sekarang, tampak seperti fiksi atau magic.

Mari balik ke soal kesalehan. Kalau kesalehaan tidak ditopang oleh kecerdasan otak yang dihasilkan oleh sekolah yang tinggi dan proses pembelajaran yang terbuka dan makin maju, kita yang saleh akan makin ketinggalan dari negara-negara lain yang sudah melesat maju di dunia iptek dalam banyak bidang kehidupan.

Negara-negara tersebut bisa sangat maju karena warga mereka bukan cuma mementingkan kesalehaan tapi juga kecerdasan otak dan prestasi tanpa batas di dunia iptek.

Jika kita tidak bisa mengejar ketertinggalan kita, sudah pasti kita akan terus-menerus menjadi bangsa pecundang yang serba emosional dan tak mampu berpikir cerdas dan bernalar.

Si nona itu kemudian mengirimkan sebuah emotikon satu jempol ke WA saya. Jempol lelaki tampaknya. Padahal lebih indah jempol perempuan karena ada catnya.



GODZILLA, dewa gempa dalam mitologi Jepang di era modern


Tadi pagi, seorang teman baik dari gereja mengirimkan via WA sebuah renungan harian yang masih anyar, yang juga membicarakan gempa bumi semalam.

Isinya serupa dengan pendapat si nona di atas, tapi tidak sama.

Si penulis renungan harian itu menekankan, saya parafrasiskan, hal berikut ini.

Di tengah banyak ancaman kehidupan dalam dunia yang terus berubah, dan ancaman bencana alam seperti gempa bumi semalam, orang Kristen harus makin kuat, kokoh dan teguh beriman dan nempel pada Yesus Kristus, sang "batu karang" yang kokoh sebagai fondasi iman dan ketaatan kita.

Jangan bangun rumah di atas fondasi pasir karena pasti akan runtuh jika diterjang hujan dan banjir. Tapi bangunlah rumah iman kita di atas batu karang Yesus Kristus, sehingga kita akan tetap aman dan bertahan jika banjir menerpa bangunan iman kita.

Nah, ke teman saya yang berbudi luhur itu, dan seorang ayah yang sabar, saya berikan respons saya yang mirip, tapi tak sama, dengan yang saya sudah berikan ke si nona di atas. Berikut ini.

Iman dan sikap saleh dan sikap berserah ke Tuhan harus disertai otak yang berisi dan aktif. Kok? 

Ya, supaya orang yang soleh nantinya jadi mampu membangun dan mengembangkan iptek untuk mengendalikan dan memutar arah gempa dan tsunami atau bahkan membatalkan dan menangkal semua ancaman bencana alam. Untuk saat ini, iptek semacam itu tampak seperti sebuah fiksi sains.



Pak Presiden Joko Widodo di kawasan penampungan korban gempa di Lombok Utara, 13 Agustus 2018 


Agama dan iman dan doa yang kuat dan kokoh saja tak bisa membelokkan arah sebuah meteor besar yang suatu saat bisa jadi akan bergerak cepat persis menuju Bumi lalu menghantam planet kita ini. Serupa dengan kejadian 66 juta tahun lalu yang menewaskan nyaris seluruh dinosaurus non-avian di muka Bumi.



Gempa bumi Lombok sejak 29 Juli 2018


Coba kalau para dino zaman itu sudah punya teknologi pengalih gerak meteor besar yang masih jauh yang sedang melesat ke arah Bumi atau punya teknologi laser untuk menggeser tahap demi tahap lintasan meteor itu atau teknologi nuklir untuk meledakkan luluh meteor itu di angkasa luar pada kurun tersisa yang pendek, ya para dino itu masih hidup.

Itu pengandaian loh. Sebab otak reptilia besar dan dahsyat alias dinosaurus memang tidak atau belum memiliki neokorteks yang dimiliki oleh kita, organisme cerdas yang baru muncul di suatu tempat di Afrika 300.000 tahun lalu. Neokorteks inilah yang memampukan kita membangun iptek tanpa pernah berakhir.

Jadi, iman kepada Yesus Kristus perlu menjadi dasar yang kokoh bagi bangunan kehidupan keagamaan setiap orang Kristen.

Tapi jika sebuah rumah dibangun hanya berdasar iman dan kesalehan keagamaan, tanpa berlandaskan ilmu pengetahuan dan teknologi yang relevan, ya rumah yang kuat iman itu akan roboh juga jika diterjang badai dan banjir besar, atau jika kulit Bumi menggeliat kuat atau mengulet saat baru bangun tidur.

Rumah yang dibangun di atas bebatuan yang terserak, tak tertata dan tak terintegrasi kuat, sama lemahnya dengan rumah yang dibangun di atas pasir. Menata dan menyatukan bebatuan sebagai fondasi kokoh sebuah rumah memerlukan iptek, tidak bisa memakai iman.

Iman dan iptek memberi kita kehidupan. Tidak boleh dipisah jika kita mau hidup sehat, maju dan benar, sama halnya otak tidak bisa dilepas dan dibuang dari kepala jika kita mau hidup. Iman itu bisa ada karena kerja sel-sel otak kita, sel-sel neural yang juga membuat kita mampu bernalar dan berpikir cerdas.

Tetapi beriman dan bernalar berada dalam dua wilayah yang berbeda, meski keduanya produk aktivitas neurologis.

Beda keduanya dapat dijelaskan begini: beriman pada Tuhan memampukan kita hidup tabah dan tetap bersyukur meski sedang dalam penderitaan berat dan lama. Bernalar dan berpikir cerdas membuat kita mampu membangun peradaban yang kian maju di atas fondasi iptek modern. Dengan iptek modern juga kita kian mampu mengurangi dan mengalahkan berbagai bentuk penderitaan dan azab, seperti berbagai penyakit dan kelaparan dan kemiskinan dan bencana alam.

Beriman itu ibarat sedang mengapresiasi sebuah puisi yang mengesankan. Sedangkan ilmu pengetahuan itu adalah sebuah perjalanan puitis menuju misteri-misteri yang tidak kita ketahui, yang tak pernah habis.

Asyik juga bisa berkomunikasi lewat WA dan merenungi gempa bumi semalam.

Bedanya dari si nona, saya belum terima sebuah emotikon jempol perempuan dari teman gereja saya itu.

Silakan share. Tq.

Salam,
ioanes rakhmat

Sabtu, 16 Des 2017
Diedit 20 Nov 2021