Monday, January 25, 2016

Ideologi Ekstrimisme Religius

“Beranilah hidup. Kalau soal mati, ya siapa pun dapat mati.
― Robert Cody

“Orang muda kini menjadi radikal atas nama agama untuk menebar kekacauan dan ketakutan, dan untuk mencabik-cabik tenunan masyarakat kita.
― Paus Fransiskus

N.B 
Update mutakhir: 3 Juni 2018
(belum tuntas)

Kemiskinan dan pendidikan yang rendah (atau kebodohan) dapat menjadi sumber ekstrimisme religius, tapi bukan penyebab yang utama dan mendasar. 

Faktanya, orang kaya (seperti mendiang Osama bin Laden) dan orang yang sudah mengecap pendidikan tinggi (seperti mendiang Dr. Azahari Husin) juga banyak yang menjadi pentolan gerakan-gerakan religius ekstrimis. 

Juga adalah fakta, banyak agamawan agung lahir dan dibesarkan dalam keluarga-keluarga miskin, yang tidak mau menjual harga diri mereka hanya demi meraup kekuasaan dan kekayaan yang tidak halal.


Bukan kemiskinan

Pakar pengkaji terorisme dari Pennsylvania State University, James A. Piazza, menegaskan bahwa kemiskinan paling banter menjadi suatu penyebab kecil terorisme. Selengkapnya James A. Piazza menyatakan hal berikut ini:/1/

"Bagaimana pun, bantuan kemanusiaan dan pembangunan tidak mungkin mengurangi ancaman terorisme. 

Meski para pembuat kebijakan telah membuat pernyataan-pernyataan yang bertujuan sangat baik, yakni ingin menangani penyebab akar teorisme dalam dunia modern, tetap tidak ada bukti kuat bahwa kemiskinan, ketimpangan sosioekonomi atau peringkat perkembangan ekonomi yang rendah menjadi penyebab terorisme atau membangkitkan simpati publik pada gerakan-gerakan teroris. 

Malah, para pakar yang mengkaji terorisme sepakat hanya pada sedikit hal sebagai penyebab akar terorisme. Tetapi baru saja mereka menghasilkan suatu konsensus bahwa terorisme bukanlah suatu produk sampingan langsung dari faktor-faktor ekonomi.... 

Sementara para ilmuwan sosial mendapatkan akses ke data yang lebih komprehensif dan akurat mengenai standard hidup manusia, atau apa yang dikenal di antara para ekonom pembangunan sebagai 'indikator-indikator pembangunan manusia', dan juga statistik yang lebih baik tentang terorisme dan tipe-tipe lain kekerasan politis, maka argumen bahwa kemiskinan adalah akar utama terorisme telah mulai tergerus.

Pendek kata, hanya ada sedikit bukti empiris untuk mendukung hipotesis bahwa kemiskinan dan kinerja ekonomi yang sangat lemah, atau ketidakadilan ekonomi, terkait dengan pola dan bentuk terorisme pada peringkat apapun di mana penyebab-penyebab terorisme biasa diinvestigasi, yakni peringkat individual, peringkat nasional, dan peringkat global."




Kehidupan itu sangat berharga! Pertahankanlah!


Ideologi radikal

Jika begitu, apa penyebab akar terorisme? Jawaban atas pertanyaan ini menunjuk pada belief system atau ideologi yang dipercaya dengan absolut yang menjadi bahan bakar mesin gerakan teroris apapun.

Pengkaji terorisme dari Ludwig-Maximillians University, Munich, Alexander Spencer, menyatakan bahwa

"Dalam terorisme, ancaman yang lebih strategis dan berjangka panjang adalah sistem kepercayaan (belief system) yang dianut gerakan-gerakan teroris. Inti kampanye ideologis yang terus-menerus dikobarkan oleh al-Qaeda, misalnya, adalah kepercayaan bahwa Amerika Serikat, negara-negara Barat, dan Israel, sedang memimpin suatu konspirasi global untuk melawan agama Islam dan para Muslim.... 

Al-Qaeda memandang bahwa pemerintah Amerika Serikat, orang Amerika, dan kebijakan luar negeri Amerika, bertanggungjawab atas kekacauan yang timbul dalam dunia Muslim. 

Para ideolog al-Qaeda berpendapat bahwa satu-satunya jalan untuk bangsa Muslim dapat hidup di bawah naungan Islam adalah seluruh Muslim harus dipersatukan dan bekerja untuk mendirikan suatu khilafah Islamiyah, lewat kekerasan jika diperlukan.

Sejak tragedi 11 September, target utama gerakan al-Qaeda adalah sekutu-sekutu Amerika, khususnya Eropa, Kanada, dan Australia, dan sahabat-sahabat Amerika khususnya negara-negara Muslim yang mendukung Barat.

Meski cita-cita jangka panjang al-Qaeda adalah menciptakan khilafah Islamiyah global, tujuan jangka pendek mereka adalah mendirikan negara-negara Islam di mana pun para Muslim tinggal. Metode untuk mencapai cita-cita ini adalah jihad."/2/ 

Jika diabstraksikan ke ranah teologi, kita dapat menyatakan bahwa doktrin ideologis utama yang melahirkan ekstrimisme religius atau terorisme adalah bahwa tatanan sosial, politis, militer dan ekonomi dunia yang ada sekarang dibangun bukan oleh Tuhan tapi oleh setan. 

Kata otak gerakan ekstrimis, tatanan yang setanik ini tidak dikehendaki Tuhan yang sebaliknya ingin merobohkannya sampai ke akar-akarnya. Inilah radikalisme, suatu usaha untuk menghancurkan suatu negara dengan menumbangkan dan mengganti ideologi negara dengan ideologi khilafah Islamiyah. Kata Latin radix, berarti akar.

Kata otak gerakan ekstrimis juga, tatanan setanik ini hanya mendatangkan azab, penderitaan, kemiskinan, ketidakadilan, kebodohan, kekacauan dan kematian bagi umat Tuhan. 

Jadi, katanya, tatanan setanik ini harus dirobohkan sampai ke akar-akarnya jika umat ingin lepas dari kuasa setan dan tatanannya. 

Tatanan dunia setanik ini harus diganti dengan tatanan baru dunia ilahi yang di dalamnya umat akan hidup bebas, berbahagia dan luput dari azab dan kuasa kematian. 

Tatanan baru ini akan diatur oleh Tuhan sendiri lewat hukum-hukum-Nya, lewat ideologi Tuhan, yang akan menghancurkan dan mengganti semua hukum dan ideologi lain buatan manusia (terma teknisnya hukum positif) dan semua struktur yang membentuk suatu sistem politis ideologis suatu negara hingga ke akar-akarnya. 

Ideologi tentang perobohan sampai ke akar-akarnya tatanan sosiopolitis dan ideologis yang diklaim tidak dikehendaki Allah inilah yang dinamakan radikalisme, yang, seperti sudah ditulis di atas, berasal dari kata Latin radix, yang artinya akar.

Jadi, gerakan religiopolitik radikal adalah gerakan yang bertujuan menumbangkan suatu rezim pemerintahan suatu negara sampai ke AKAR-nya, artinya IDEOLOGI DASARIAH negara mau diganti total dengan ideologi lain yang bertabrakan.



Karena keterbatasan sumber-sumber daya, dan keyakinan “waktu Tuhan” sudah tiba, usaha menegakkan tatanan ilahi dan ideologi tandingan ini dipercaya tidak bisa dijalankan evolusioner tapi harus revolusioner

Dalam kasus apapun, saat revolusi fisik militeristik jadi pilihan, pertumpahan darah tidak bisa dihindari. Kekerasan dan teror menjadi niscaya.

Dalam kajian ilmiah ekstrimisme religius, visi revolusioner penegakan tatanan ilahi dan penumbangan radikal tatanan lama buatan manusia ini dinamakan apokaliptisisme. Kapan dan di manapun juga, gerakan apokaliptis revolusioner selalu menampakkan diri sebagai gerakan ideologis militeristik keras.

Karena yang mau digerakkan dalam revolusi membangun tatanan ilahi adalah umat Tuhan, teks-teks kitab suci pun digunakan. Dalam setiap gerakan apokaliptis, ideologi dan kepentingan politis pemimpin gerakan dan teks-teks kitab suci dibuat saling terjalin. Penggunaan teks-teks kitab suci membuat ideologi dan kepentingan pribadi sang pemimpin mendapatkan semacam legitimasi ilahi.

Jadi, sangatlah salah jika banyak orang yang terpelajar tetapi punya kencenderungan membela para radikalis menyatakan bahwa para teroris itu tidak punya agama atau tidak memiliki suatu belief system yang menafasi aksi-aksi teror mereka. 

Bergantung pada kontennya, suatu belief system dapat dengan kuat mendorong seseorang untuk mencintai sesama manusia dan memelihara kehidupan dan memajukan peradaban. 

Sebaliknya juga terjadi, suatu belief system dapat memotivasi orang untuk membenci dan membunuh sesama mereka, menghancurkan kehidupan dan memporakporandakan peradaban.

Jenis belief system yang bagaimana yang akan diterima dan dianut seseorang dengan gigih, ditentukan oleh interaksi psikologi, genetika, kondisi otak, lokasi sosiologis, pengasuhan, pendidikan, pergaulan, pengalaman, dan ekologi orang tersebut.


Cuci otak

Faktor teknis metodis yang paling mendasar bagi tumbuhnya gerakan ekstrimis religius adalah indoktrinasi ideologis yang masif dan efektif dalam komunitas-komunitas religius, yang diteruskan dengan bergelombang ke komunitas-komunitas religius sejenis di berbagai tempat lain, lewat berbagai cara dan media dan dengan kecepatan yang tidak sama.

Selain itu kita juga sudah tahu bahwa sel-sel dalam penjara (Lembaga Pemasyarakatan Khusus) telah menjadi ruang-ruang yang efektif untuk radikalisme religius diindoktrinasikan dalam waktu yang relatif cepat.

Kata para pengamat, umumnya teroris yang telah keluar dari penjara malah makin menjadi lebih sungguh-sungguh menyerahkan kehidupan mereka untuk organisasi-organisasi radikal keagamaan yang ada banyak di luar penjara. Usaha deradikalisasi yang sudah dijalankan kepada mereka ternyata tidak mempan.

Deradikalisasi memang sulit lantaran indoktrinasi yang masif membuat ideologi dan kepentingan sang pemimpin gerakan yang dilegitimasi dengan teks-teks suci tertanam sangat kuat dalam benak umat, individual dan komunal, dan mengendalikan akal dan kesadaran mereka.

Mustahil menjadikan seseorang radikalis religiopolitis hanya dalam waktu 15 menit hingga 30 menit. Perlu waktu lama. Jika bom waktu radikalisme sudah berhasil ditanam ke dalam otak seseorang lewat indoktrinasi yang gigih dan tak terputus yang dinamakan cuci otak, memang untuk mengaktifkan bom waktu ini cuma diperlukan waktu belasan menit saja.

Janji-janji perubahan radikal yang segera atas tatanan sospol yang ada, yang dipersepsi sebagai tatanan setanik, dan ideologi dan metode-metode perjuangan, gencar diinjeksi ke dalam otak umat. Cuci otak terjadi. Perhatikan hal yang ditulis oleh neurosaintis Kathleen Taylor tentang cuci otak, berikut ini.

“Pada intinya cuci otak adalah suatu ide yang sangat jahat, yang didasarkan pada impian untuk sepenuh-penuhnya mengontrol pikiran manusia, yang mempengaruhi kita semua dengan cara-cara tertentu. 

Cuci otak pada dasarnya adalah penyerbuan terhadap privasi, yang berusaha mengendalikan bukan hanya bagaimana orang bertindak, tetapi juga apa yang mereka pikirkan. 

Cuci otak menimbulkan ketakutan-ketakutan kita yang terdalam karena mengancam akan menghilangkan kebebasan dan bahkan identitas manusia. 

Kami menemukan bahwa cuci otak adalah suatu bentuk ekstrim pengaruh sosial yang menggunakan mekanisme-mekanisme yang makin banyak dikaji dan dipahami para psikolog sosial. 

Pengaruh sosial tersebut dapat sangat bervariasi dalam intensitasnya. Dan kami mengeksplorasi sejumlah situasi yang melibatkan individu-individu, kelompok-kelompok kecil, dan keseluruhan masyarakat-masyarakat. 

Dalam semua segmen ini, tipe-tipe pengaruh yang kami sebut cuci otak dicirikan oleh penggunaan kekuatan pemaksa atau tipu daya atau keduanya sekaligus.”/3/

Kalau otak anda telah berhasil dicuci oleh para pentolan gerakan keagamaan radikal, maka bagian-bagian otak yang menjadi pusat saraf terbangunnya agresivitas, kemarahan, kebencian, kekerasan, intoleransi, nafsu permusuhan, gelora untuk membunuh dan memusnahkan, dan irasionalitas (yakni sistim limbik, khususnya struktur yang dinamakan amygdala) akan mengendalikan seluruh isi pikiran, watak, kelakuan dan tindakan anda.

Sebaliknya, jika dalam pendidikan dan pengasuhan yang anda jalani, anda menerima dengan teratur ajaran-ajaran dan teladan-teladan tentang cinta kasih, kemampuan untuk memaafkan, toleransi, empati, bela rasa, respek pada sesama dan pada kehidupan, dan juga dilatih untuk berpikir rasional, maka bagian lobus frontalis dan struktur anterior cingulate dan striatum dalam otak anda akan aktif dan memegang kendali atas isi pikiran, watak, kelakuan dan tindakan anda.

Nah, dilihat dari sudut neurosains, deradikalisasi adalah suatu usaha reparasi mental (yang harus dijalankan dengan ilmiah) untuk mengembalikan otak manusia untuk dikendalikan kembali oleh lobus frontalis dan anterior cingulate yang sebelumnya disetir dan dikomando oleh sistem limbik dan amygdala.

Apa penyebab orang memilih visi radikal apokaliptis lalu memulai sebuah gerakan keagamaan ekstrimis yang menjanjikan perubahan radikal? Sekali lagi saya ingin garisbawahi, ada banyak faktor yang mendorong munculnya gerakan ekstrimis apokaliptis, jalinan dari politik, sosiologi, ekologi, ideologi atau sistem kepercayaan (baik yang religius maupun yang sekuler), genetika, neurosains dan psikologi.

Dari banyak hal yang dialaminya pribadi, dan juga oleh komunitasnya, otak gerakan ekstrimis apokaliptis menjadi murka besar atas tatanan sosial yang ada, lalu terdorong untuk melawan, memerangi dan menumbangkannya. Otak gerakan ekstrimis apokaliptis menghendaki tatanan sospol yang ada diganti dan pemerintahan yang ada ditumbangkan dengan radikal, sampai ke akar-akarnya.

Sebagaimana sudah dibeberkan di atas, dewasa ini semua otak gerakan ekstrimis religius yang berbasis di kawasan Islam Timur Tengah nyaris seragam dalam melihat Barat sebagai setan, dengan Amerika Serikat sebagai sang setan besar. 

Segala masalah buruk, keterbelakangan dan kekacauan dalam negeri mereka selalu diproyeksikan ke Barat, dilihat sebagai akibat intervensi Barat atas negeri mereka yang mereka anggap terus diubek-ubek dan dilecehkan.

Karena Barat dan sekutu-sekutu serta teman-teman mereka dijadikan kambing hitam tunggal semua keburukan negeri-negeri Muslim, maka para radikalis yang anti-Barat ini gagal melihat keburukan internal negeri sendiri. 

Ihwal bahwa negeri sendiri buruk karena para penguasanya korup, memperjuangkan kepentingan sendiri, tak punya visi besar kenegaraan, bermental paranoid, terdisintegrasi oleh gerakan-gerakan separatis, jauh ketinggalan iptek, penduduknya tidak mau bekerja keras dan bekerja cerdas, dan tidak memiliki dorongan untuk serba tahu dan mengeskplorasi, tidak mereka mau lihat.


Ideologi martyrdom

Sebagai manusia, kita semua ingin kehidupan kita punya tujuan, nilai dan makna. Orang jahat dan orang bodoh pun demikian. 

Otak semua gerakan ekstrimis religius juga ingin hidup punya makna, nilai dan tujuan, dan mencari jalan untuk memperolehnya. 

Dalam berbagai gerakan keagamaan ekstrimis di segala zaman, makna, nilai dan tujuan hidup diyakini didapat lewat martyrdom. Mati syahid, yakni mati dalam membela keyakinan yang diabsolutkan, didambakan oleh semua aktivis suatu gerakan keagamaan apokaliptis sebagai nilai, makna dan tujuan puncak kehidupan mereka.

Martyrdom atau mati dalam berjihad diyakini sebagai jalan termulia untuk langsung bisa menemui Tuhan dan menerima banyak hadiah sorgawi, ya lewat kematian. Kesyahidan dipandang mereka sebagai suatu keperkasaan, watak satria dan keberanian luar biasa meskipun untuk itu mereka sebelumnya telah meminum sekian tablet obat penenang saraf. 

Dalam terminologi teknis psikiatris, martyrdom dalam gerakan-gerakan teroris adalah kematian yang disengaja atas diri sendiri karena delusi, maksudnya: karena kepercayaan membuta terhadap suatu kepercayaan ideologis yang diabsolutkan. Ini berbeda dari patriotisme.

Para patriot adalah semua warganegara yang berjuang lewat cara-cara yang agung, dinamis dan bermartabat untuk membela dan mempertahankan bangsa dan negara mereka seutuhnya dari ancaman, serangan dan penjajahan oleh bangsa dan negara lain. Mereka tidak membunuh dan menebar teror, tapi berani, cerdas, agung dan paham serta ikhlas mengapa mereka, jika situasi menjadi niscaya, harus berjuang sampai titik darah penghabisan.

Tidak bisa masuk dalam keyakinan para teroris pembela ideologi martyrdom, bahwa berjuang lewat usaha membela kehidupan, bukan memilih kematian, jauh lebih mulia dan jauh lebih berani dan jauh lebih ksatria. 

Mati itu mudah, perlu waktu pendek, tidak sampai tujuh menit. Tapi hidup itu sulit, harus dijalani puluhan tahun, tujuh puluh tahun katakanlah, dengan perjuangan dan ketabahan, jatuh bangun, sukses dan gagal silih berganti.

Perlu diketahui, di saat genting yang akan berakhir dengan martyrdom semua anggota komunitas, sang pemimpin gerakan umumnya menyelinap pergi. Kasus semacam ini sudah banyak terjadi, bukan rahasia lagi.


Menyebarkan teologi perang

Di era Internet dan teknologi informasi dan komunikasi modern, sebuah gerakan ekstrimis religius yang semula lokal/nasional dapat dengan cepat berkembang menjadi sebuah jejaring atau network gerakan global. 

Alexander Spencer telah mengobservasi suatu fenomena yang penting untuk diketahui lebih banyak orang. Berikut ini parafrasis apa yang telah dituliskannya:

Semua gerakan teroris, pun jika mereka sudah dipreteli, sangat mungkin tetap bertahan hidup sebagai suatu jejaring. Jika suatu gerakan memiliki struktur hierarki, gerakan ini mudah dihancurkan dengan melumpuhkan atau membunuh kepala gerakan. Tetapi dengan berubah menjadi suatu jejaring internasional, grup-grup teroris masa kini jauh lebih sulit dilumpuhkan. 

Dalam jejaring ini, grup-grup teroris lama dan "baru" (sebelum dan sesudah 11 September 2001) bergabung membentuk grup-grup hibrid, dengan mengambil komponen-komponen paling berbahaya dari grup-grup teroris yang ada sebelumnya. 

Sekarang ini, grup-grup teroris sedang berada pada tahap transisi, dan konstan berevolusi. Jika yang dilihat skala dan frekuensi serangan teror, ancaman kini ternyata meningkat. Terorisme baru yang bercorak hibrid ini ditemukan lebih berdayatahan dan kenyal dibandingkan terorisme sebelumnya./4/

ISIS bermula sebagai sebuah gerakan ekstrimis religius yang melawan pemerintah Suriah yang berpangkalan di kawasan timur negara ini dan juga berbasis di timur laut Irak. 

Kini ISIS sudah berevolusi menjadi sebuah fenomena global antara lain karena jasa Internet, entah Internet membuat ISIS makin mendapat lebih banyak pendukung atau malah, sebaliknya, makin ditentang dan dibenci jauh lebih banyak orang di dunia. 

ISIS kini sedang mengoperasikan doktrin khilafah/daulah islamiyah global sebagai sebuah tatanan (yang diklaim) Islami global versus tatanan Barat. 

Teologi perang yang sudah dibangun sejak Islam berdiri di abad ke-7 M di Jazirah Arab kini dioperasikan oleh ISIS. 

Mereka tidak tahu, atau lebih tepat: tidak peduli, kalau di abad ke-21 ini dunia sudah berubah dan berbeda jauh dan tajam dari dunia abad ke-7 di Jarizah Arab. Juga mereka tidak sadar, atau lebih tepat: menutup mata, kalau budaya global bukan budaya Arab kurun 14 abad lampau. Mereka telah salah zaman (terminologi ilmiahnya: anakronistik) dan telah salah budaya (terminologi akademiknya: etnosentrik).

Jika suatu agama terjatuh ke dalam parit gelap anakronisme dan etnosentrisme, yang sebetulnya umum dialami para literalis skriptural dalam agama apapun, maka agama ini akan terus-menerus ditinggal oleh kereta peluru modernitas yang melesat laju ke depan dengan sangat cepat. 

Akibatnya, para pemeluk agama ini tercecer di emper-emper bangunan dunia modern, tak berdaya mengejar ketertinggalan mereka, lalu terperosok ke dalam parit rasa frustrasi dan kemarahan dan dipenuhi rasa dendam terhadap para pemenang kompetisi kemajuan peradaban. 

Dengan sikap mental yang keliru, yakni penuh permusuhan dan kegeraman alih-alih mengoreksi diri dan meninjau ulang tafsiran atau pendapat mereka atas teks-teks keagamaan yang mereka pertahankan sudah selama ratusan tahun, mereka menampilkan diri sebagai para pecundang yang sedang kalap. 

Lalu mereka dengan sisa-sisa tenaga mereka menyerang dunia Barat dan apapun dan siapapun yang mereka persepsi sebagai musuh-musuh. Ini betul-betul benturan antara dua peradaban, antara peradaban pramodern dan prailmiah dan peradaban modern dan ilmiah. 

Ya ada bukti-bukti (setidaknya ada dalam genggaman Presiden Putin) bahwa sebagian negara Barat dan orang-orang kaya di sana pernah ikut berperan dalam pendanaan dan pelatihan militer grup ISIS. Kita umumnya sudah tahu, kelahiran ISIS dibidani oleh Qatar, Turki dan Arab Saudi dengan tujuan awal menjadikan kawasan Timteng dan Asia Kecil sebagai Negara Islam atau Daulah Islamiyah.

Kalifah utama ISIS yang bermarkas di Suriah, kota Raqqa, Abu Bakr al-Baghdadi, dapat anda tanya, apakah dia saat ini juga siap mati syahid dengan langsung terjun bertempur di garis terdepan.


Aksi teror di Prancis

Ringleader serangan teror di Prancis 13 Nov 2015, Abdelhamid Abaaoud (warganegara Belgia, asal Maroko), bersama sepupunya Hasna Ait Boulahcen, tewas demi keyakinan religiusnya ketika apartemen yang ditinggalinya bersama para teroris lainnya yang berlokasi di Saint-Denis, utara Paris, diserbu polisi dan terjadi tembak-menembak pada 18 November 2015. 

Selain Abaaoud, masih ada tujuh Muslim ISIS yang tewas dalam aksi teror di Prancis itu, dan satu berhasil lolos lalu kabur ke Belgia. 

Menurut informasi terbaru, kawanan teroris ISIS yang diotaki Abaaoud ini berencana untuk juga menyerang tempat-tempat Yahudi, menghancurkan sistem transportasi Paris dan mengacaukan sekolah-sekolah./5/ 

Lalu, bagaimana dengan Abu Bakr al-Baghdadi? Sang kalifah utama ISIS ini tentu ingin hidup lama karena dia punya berbagai ambisi pribadi.

Nah, apakah aksi teror di Prancis itu membahagiakan? Semua orang pasti sudah tahu jawabannya.

Aksi teror di Prancis itu (129 orang tewas, dan 352 orang terluka) menimbulkan stres panjang dan rasa takut dalam diri rakyat Prancis. Kondisi psikologis inilah yang jadi salah satu tujuan aksi tersebut. 

Setiap aksi teror ingin menyebar rasa takut dan panik dalam masyarakat, mula-mula lewat aksi teror itu sendiri, lalu dilanjutkan lewat penyebaran cepat lewat berbagai media foto-foto dan video-video yang menayangkan aksi teror mereka. Aksi ini gagal total jika masyarakat tetap tenang, rasional dan berani, dan cepat menyetop penyebaran berita-berita dan foto-foto dan video-video aksi teror apapun.

Masyarakat Prancis cepat menguasai diri kembali, berhasil mengalahkan rasa takut. Bahkan Prancis sudah dan sedang menyerang balik ISIS di Suriah lewat pemboman dari udara ke pangkalan-pangkalan militer mereka. 

Pemerintah Prancis sudah menyatakan perang terhadap ISIS sebagai respon cepat negara menara Eifel ini atas tantangan ISIS sendiri. Pemerintah Prancis sudah memutuskan untuk mengontrol dan membatasi kebebasan sipil (civil liberty) di dalam negara mereka./6/ 

Dalam kebebasan sipil ini termasuk kebebasan untuk berkumpul di rumah-rumah ibadah, apapun juga hal yang dipercakapkan dalam rumah-rumah ibadah itu. Kini pemerintah Prancis mulai menutup-nutupi masjid-masjid di sana yang sudah terlihat digunakan sebagai tempat-tempat menyebarkan kebencian dan ideologi-ideologi keagamaan radikal lewat indoktrinasi./7/

Perempuan politikus Front Nasional Prancis yang berhaluan kanan dan nasionalis populis, yang anti-imigran Muslim dan menolak kawasan Eropa Barat yang terbuka, Ms. Marine Le Pen, kini sedang naik daun dan mulai mendapatkan dukungan makin banyak dari saat ke saat./8/ 

Jelas, Ms. Le Pen harus siap sedia jatuh bangun dan jatuh lagi sebelum dia bisa menjadi sosok politikus penting yang paling berpengaruh di Prancis. Sebab lawan-lawan politiknya yang kini sedang berkuasa masih sangat kuat. Paling tidak, Le Pen sedang memberi visi-visi politik strategis alternatif yang harus diperhitungkan oleh pemerintah yang sekarang sedang berkuasa./9/

Tampaknya Dalai Lama XIV lebih menampilkan diri sebagai seorang nabi akal sehat, ketika dia baru-baru ini, berkaitan dengan serangan teror di Paris, berkata:

“Stop berdoa kepada Tuhan untuk Paris. Manusia yang sudah membuat masalahnya, manusia jugalah yang harus mencari solusinya.”

Maksud Dalai Lama jelas: karena kasus serangan teror ini dimotivasi kuat oleh agama, maka agama tidak bisa dilibatkan lagi dalam mencari jalan keluar dari masalah global terorisme yang telah dan akan dilancarkan terus oleh gerakan-gerakan ekstrimis religius. Tetapi tentu ada aliran-aliran dalam setiap agama yang juga menentang terorisme. Mereka jugalah yang diharapkan Dalai Lama untuk mampu mencari solusi.


Aksi teror dan Internet

Suatu grup hacktivists yang memberi nama diri Anonymous bahkan sedang menyerang ISIS di dunia cyber dan terlihat mereka berhasil menghancurkan banyak jaringan cyber ISIS. Dalam dua hari, 5.500 akun ISIS berhasil dihancurkan oleh mereka./10/

Para peneliti dari Social Media and Political Participation Lab Universitas New York telah menganalisis lebih dari 4 juta twit yang dikirim dalam 24 jam setelah serangan teror di Paris. Dalam sampel yang mereka perhatikan, twit-twit yang dengan eksplisit menggunakan ungkapan-ungkapan anti-ISIS muncul dua puluh kali lebih banyak (total 8.000 twit) dibandingkan yang pro-ISIS (hanya 400 twit). 

Media sosial yang menggunakan Internet, Twitter misalnya, melibatkan kita semua, yang dekat maupun yang jauh dari Paris, dengan serangan teror itu

Seperti ditulis kolumnis John Cassidy dari The New Yorker

“Teknologi informasi masa kini memediasi kesadaran kita tentang kejadian-kejadian yang mengerikan seperti serangan-serangan teroris dengan suatu cara yang membuat kejadian-kejadian itu terasa lebih dekat dan lebih menekan mental. Kecuali kita sedang sial dan naas betul, bom-bom dan peluru-peluru yang sebenarnya, tidak secara langsung kita alami; tetapi lewat media sosial, kita menjadi bagian dari segala hal yang berlangsung sesudah kejadian-kejadian itu.”/11/ 


Barat makin kompak

Negara-negara Eropa bahkan sudah terkoordinasi untuk menyingkap dan membinasakan gerakan-gerakan teror di sana dengan cepat dan efektif. Kewaspadaan terhadap ancaman ekstrimisme Islam sekarang ini makin tinggi. 

Sebetulnya, sebelum serangan teror di Paris 13 November 2015 di sejumlah negara, khususnya Prancis dan Spanyol, termasuk di negara-negara mayoritas Muslim, kekhawatiran terhadap aksi-aksi teror yang terkait ISIS meningkat tajam sebagaimana ditemukan dalam survai PEW atas 21 negara sejak 5 April hingga 21 Mei 2015./12/

Sekarang ini Presiden Prancis, Hollande, sedang sibuk menggalang dukungan negara-negara Barat, juga Rusia, untuk bersama-sama menggempur ISIS di Suriah, lewat serangan udara, dan tak lama lagi juga lewat serangan darat./13/ 

Dalam pertemuan di Amerika, 24 November 2015, Presiden Barack Obama dan Presiden Hollande bersama-sama mendesak semua sekutu mereka untuk mengerahkan lebih banyak aset mereka dalam menggempur ISIS. Antara lain dengan lebih banyak melakukan serangan udara, saling membagi informasi intelejen, melatih dan melengkapi para pejuang lokal, dan mengerahkan pasukan-pasukan operasi khusus masing-masing. 

Obama sendiri sudah memerintahkan pengerahan 50 satuan pasukan Operasi Khusus Amerika yang membantu orang Arab Suriah dan Kurdi dalam mengorganisasi dan mengoordinasi diri dalam memerangi para militan di bagian utara-tengah dan timur Suriah./14/

Ketimbang berhasil membuat negara-negara Eropa Barat kocar-kacir karena serangan teror ISIS (yang pasti masih akan berlanjut di mana-mana), sebaliknyalah yang sedang dan akan terjadi. 

Seperti diprediksi kolumnis Hans-Werner Sinn dalam berita online World Economic Forum, serangan teror oleh ISIS akan membuat negara-negara Eropa bukan hanya memantapkan kesatuan fiskal mereka, tapi juga kesatuan politik dan militer yang lebih erat, kokoh dan kuat dibandingkan kesatuan yang sekarang yang masih longgar betul./15/


Penderitaan Muslim makin bertambah

Pada sisi lain, penderitaan kini bukan berkurang dari dunia Muslim: keresahan dan ketakutan kini sedang melanda banyak Muslim yang diam di Barat. 

Banyak cara sedang dicoba oleh mereka untuk menunjukkan bahwa para Muslim dan Muslimah di sana adalah manusia-manusia pencinta kedamaian dan sama patriotiknya dengan warganegara kulit putih. 

Ms. Saba Ahmed, ketua dan pendiri Koalisi Muslim Republik, misalnya, sampai harus mengenakan sebuah hijab bermotif bendera Amerika untuk menunjukkan dirinya Muslimah patriotik, bukan seorang teroris. Tentu saja banyak juga yang melihat cara Saba Ahmed ini sebagai pelecehan terhadap bendera Amerika. Muslim Amerika kini berada dalam situasi serba salah. 




Ms. Saba Ahmed berjilbab bendera Amerika.... 


Keluarga Abaaoud yang sudah tewas pun ikut sangat tertekan, fisik dan mental. Ayahnya sudah menyatakan dia psikopat.

Kita sudah tahu, gerakan ekstrimis ISIS pun menimbulkan banyak penderitaan dan kematian di antara sesama Muslim di Timteng, termasuk khususnya kaum perempuan dan anak-anak Muslim.

Bahkan Amerika dan negeri Barat lain di luar Eropa makin mewaspadai gerak-gerik para Muslim dalam negara masing-masing. Logis jika arus masuk para imigran Suriah dll ke negeri-negeri Barat akan makin terbendung, sebagian sudah ditutup, sebagian masih dibuka. Meningkat dari sebelumnya, kini 54% orang Amerika menolak menerima 10.000 imigran Suriah baru./16/ 


Serangan teror lagi di Amerika

Serangan teror, ya ampun, terjadi juga di San Bernardino County, California, Amerika Serikat, 2 Desember 2015, kali ini oleh suami-istri Muslim, Syed Farook dan Tashfeen Malik, yang berkiblat ke ISIS dan sudah pernah dilatih di Timteng. 

Dalam serangan yang oleh FBI dikategorikan sebagai aksi teror ini, 14 tewas dan 21 luka-luka./17/ 

Segera setelah serangan teror ini, calon presiden Amerika dari Partai Republik yang kontroversial, Donald Trump, menyatakan bahwa Amerika harus segera menutup pintu bagi semua imigran baru Muslim dan para wisatawan Muslim yang mau berkunjung ke AS. 

Katanya juga, masjid-masjid di AS harus diawasi mengingat, katanya, seperempat Muslim di AS membenci Amerika dan orang kulit putih. Ini semua harus dilakukan sebagai suatu kewaspadaan nasional sampai segalanya sudah bisa dengan jelas dipahami dan Amerika memegang kendali penuh./18/ 

Posisi Trump ini ternyata didukung kuat oleh para simpatisannya. Kata mereka, yang sedang mereka lawan adalah para Muslim ISIS./19/


Islamofobia dan Islamofilia

Tempatkan diri anda sebagai orang Barat, sebagai orang Amerika, lalu uji akal sehat dan nurani anda, apakah Trump bersikap realistik, ataukah dia itu rasis dan Islamofobik. Menyebut Trump rasis adalah suatu kesalahan besar, sebab Islam itu sebuah agama, bukan suatu ras, kecuali anda menyamakan Islam begitu saja dengan bangsa Arab. 

Hemat saya, terhadap Islam versi ISIS dan yang sejenis, orang memang harus tidak suka, harus menolak dan melawannya. Islamofobia kepada ISIS dkk adalah sebuah kewarasan moral dan politik. 

Sebaliknya, Islamofilia, yakni cinta, dukungan dan persahabatan dengan Islam adalah juga suatu kewarasan moral dan politik sejauh Islam yang dicintai, dirangkul dan didukung ini adalah Islam sejenis Islam Nusantara yang damai, ramah, bersahabat, toleran dan inklusif seperti yang di Indonesia diperjuangkan oleh Gus Dur dkk, dan juga oleh Presiden Joko Widodo. 

Juga ada Islamofilia yang buruk, salah sasaran, tidak waras, yakni cinta, dukungan dan pengabdian kepada Islam radikal yang memakai cara-cara teroristik dalam usaha mencapai ideal-ideal mereka sendiri.

Lalu, jika anda mempersalahkan dan mengutuk Trump sebagai sosok anti-demokrasi, dunia sudah tahu apa yang dinamakan Paradoks Demokrasi: Jika ada sesuatu yang sedang mengancam dan akan mematikan demokrasi, maka atas nama demokrasi sesuatu yang mengancam dan akan mematikan demokrasi itu harus ditentang, dilawan dan tidak dibiarkan bebas semau-maunya. 

Terorisme jelas bertentangan frontal dengan demokrasi, dan para teroris tidak bisa mencari pembenaran aksi mereka atas nama demokrasi.

Tentu saja saya dapat mengantisipasi bahwa para pendukung Trump di lapangan dapat bertindak berlebihan juga, di luar batas-batas keadaban yang justru melawan demokrasi sendiri. Mereka bisa terpancing untuk melampiaskan kemarahan mereka, tetapi jelas tindakan mereka bukan aksi teror yang telah direncanakan dengan sistimatis dan militeristik, gaya para teroris ISIS.

Sebagai ilustrasi, ucapan yang konon tidak autentik dari Presiden Rusia Vladimir Putin ini menggambarkan dengan jelas sikap tanpa kompromi terhadap aksi-aksi teror, sama seperti sikap Densus 88 di negeri kita sendiri. Kata Putin:

“Apakah para teroris itu akan dimaafkan atau tidak, itu tugas Tuhan. Tugas saya adalah mengirim mereka ke Tuhan!”


Di mana persaudaraan global Muslim? 

Ada satu hal serius yang hingga saat ini tidak bisa saya pahami dengan nalar sehat saya. 

Arab Saudi itu negara superkaya karena minyak. Juga relatif aman. Di sana tersedia 100.000 tenda ber-AC yang cukup untuk menampung 3 juta orang, misalnya 3 juta imigran Muslim asal Suriah dll sebagai negara-negara yang sedang gagal.

Tetapi Arab Saudi tidak menerima satu pun pengungsi Muslim dan umumnya tak ada imigran Muslim di luar Arab Saudi yang mau cari suaka politik ke Arab Saudi./20/ Mereka memilih negeri-negeri kafir Barat sebagai the dream lands atau negeri-negeri impian mereka. Aneh ya? 

Menurut sebuah sumber, lima negara Muslim Teluk terkaya di Jazirah Arab sekarang ini menolak menampung para pengungsi dari Suriah dll karena alasan di antara para pengungsi pasti para teroris sudah menyusup./21/

Di mana the Muslim Global Brotherhood terkait negara Arab Saudi? Jika tidak 100 persen Muslim luar Arab Saudi yang mau cari suaka ke Arab Saudi, ya katakanlah 50 persen saja, atau malah 5 persen saja. Kok tidak ada yang mau ya? Kenapa ya?

Di mana the Muslim Global Brotherhood? Di mana Persaudaraan Muslim Sedunia yang selama ini disanjung-sanjung? 

Kenapa Tanah Arab tidak menjadi the dream lands Muslim sedunia? Kenapa malah Amerika? Kenapa malah Eropa Barat? Kenapa malah Australia? Saya butuh jawaban yang cerdas dan jujur, bukan jawaban berkelit atau bersikap “in denial”. Jika anda belum tahu apa itu denialisme, saya sudah menulisnya. Bacalah dan resapi./22/



Adam, money, and the invisible hand!


Wahabisme diekspor Arab Saudi 

Selain itu, kita semua tahu, ketimbang menampung para imigran Muslim, Arab Saudi sudah lama diketahui sebagai sebuah negara kaya raya yang menyebarkan Wahabisme ke seluruh dunia dan membiayai gerakan radikal ini dengan dana yang besar. 

Saya berharap anda sudah tahu hal ini. Partai Hijau Jerman (Bündis 90 atau Die Grünen), lewat Kepala Parlemennya Mr. Anton Hoferenz, pada Senin, 7 Desember 2015, kepada surat kabar Jerman Saarbruecker Zeitung, menegaskan bahwa 

“Saudi bukan hanya diktator yang berkedok wajah ‘Islam’, dan siapapun yang berani menentangnya akan ditindas dan bahkan mungkin dibunuh. Saudi juga si kaya raya yang mendukung ideologi radikal di seluruh dunia.” 

Lebih lanjut Hoferenz menandaskan bahwa untuk membuat Riyadh bertobat, Barat harus segera siap menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Arab Saudi.

Pernyataan Hoferenz ini dimuat dalam koran online berbahasa Indonesia Arrahmah News edisi 9 Desember 2015./23/

Ihwal kaitan antara pemerintah Arab Saudi, penyebaran Wahabisme ke seluruh dunia, kucuran dana dari negara yang kaya karena minyak ini, dan kekerasan yang dilakukan atas nama Islam, oleh peneliti dari LIPI, Ahmad Najib Burhani, diungkap demikian:

“Pemerintah Saudi itu menggelontorkan dana untuk pembangunan masjid-masjid dan pembentukan yayasan-yayasan pendidikan. Nah, kemudian mereka menetapkan persyaratan yang ketat agar dana besar itu bisa dicairkan. 

Dalam konteks masjid, misalnya, nama-nama khatib dan materi khutbah Jumat dan pengajian mingguan harus sesuai dengan doktrin Wahabi.

Begitu juga dengan yayasan pendidikan. Yang diajarkan kepada para murid haruslah buku-buku yang berisi doktrin-doktrin Wahabi. 

Jadi, penggelontoran dana itu bukan untuk aksi kekerasan. Strategi mereka untuk menyebarkan pandangan Wahabi dan bukan aksi kekerasan yang bersifat langsung. 

Saya tidak punya data yang mengungkap bahwa dana itu digunakan untuk aksi kekerasan yang bersifat langsung. 

Tapi saya punya banyak data yang menyatakan bahwa dana itu digunakan untuk penyebaran pandangan Wahabisme melalui kamuflase pembangunan masjid, selebaran, pendidikan, dan lain sebagainya…. 

Ada faktor lain yang memungkinkan mengapa kekerasan agama itu massif terjadi, yaitu kesempatan aktor lokal untuk mengekspresikan pandangannya.”/24/

Senada dengan Najib Burhani yang pernah menerima penghargaan The Professor Charles Wendell Memorial Award 2012-2013 dari Universitas California Santa Barbara, Amerika Serikat, salah seorang pemikir utama dari Jaringan Islam Liberal (JIL) di Indonesia dan politikus Partai Demokrat, Ulil Abshar-Abdalla, pernah menyatakan hal berikut:

“Salah satu sebab kenapa mutu perdebatan di dunia Islam sekarang ini merosot secara keseluruhan, menurut saya karena pengaruh Saudi Arabia melalui ekspor ideologi Wahabi. 

Saya berani memastikan bahwa salah satu [sebab] kenapa atmosfir kehidupan keagamaan di dunia Islam sekarang ini semakin terpolarisasi antara Sunni-Syiah, ini semua gara-gara persaingan antara Saudi dan Iran dalam memperebutkan pengaruh di dunia Islam. 

Karena Wahabi dijadikan ideologi resmi di negara-negara Arab teluk yang kebetulan kaya minyak, mereka lalu mendanai kegiatan propaganda pemikiran semacam ini ke seluruh dunia Islam termasuk Indonesia. 

Lihat saja di Indonesia sekarang ini, televisi dan radio Wahabi itu cukup banyak. Dari mana mereka dapat dana untuk mendanai itu semua kalau tidak ada dukungan dana dari luar. 

Nah, yang saya heran adalah pemerintah Indonesia sekarang ini menyensor uang-uang asing yang masuk ke Indonesia. Yang disensor bukan uang yang datang dari Timur Tengah yang mendanai kegiatan-kegiatan penyebaran propaganda ideologi Wahabisme dan Salafisme ini, tapi uang yang datang dari Barat untuk mendanai LSM-LSM yang memperjuangkan isu-isu yang terkait dengan demokrasi. Saya menyesalkan pemerintah Indonesia melakukan hal ini.”/25/

Bagaimana halnya dengan dana asing untuk gerakan gereja-gereja yang ekspansif di Indonesia sekarang ini? Adakah? Dan mengalir ke mana?

Ini poin saya: Sebagai sebuah negara, NKRI kita adalah negara yang berdaulat penuh. Sebagai bangsa, kita punya kebudayaan dan kepribadian Indonesia, kebudayaan dan kepribadian nusantara. Sebagai masyarakat, kita hidup dalam kemajemukan multidimensional. 

Jadi, jangan biarkan bangsa dan negara serta masyarakat dan kepribadian kita, dan juga cara berpikir, cara hidup, cara berbudaya, cara beragama dan cara bermartabat kita, ditentukan dan dikendalikan pihak asing dengan semena-mena, baik asing Barat maupun asing Timur Tengah, kendatipun kita hidup dalam era globalisasi.

Di suatu kesempatan wawancara lain, Ulil Abshar-Abdalla menunjuk dengan lebih terang tempat-tempat gagasan-gagasan radikal diajarkan. Tanpa ragu, dia pernah menyatakan hal berikut ini.

“Pemerintah ini harus memberikan perhatian kepada beberapa masjid yang sudah jelas-jelas dipakai untuk menyebarkan gagasan [radikal] seperti ini. Saya yakin BIN itu sudah punya data mengenai ini. 

Ada beberapa masjid di Bekasi ditengarai menjadi pusat dakwah kelompok-kelompok ini. Saya tidak mengerti kok Polisi tidak melakukan koordinasi untuk mendisiplinkan masjid-masjid seperti ini. Ini masjid besar lho di Bekasi. Menjadi tempat penyebaran gagasan khilafah seperti ini. Saya tidak mengerti, masjid besar. 

Nah sekolah-sekolah Islam di Jakarta yang sudah ditengarai mengajarkan radikal kepada muridnya itu juga perlu diatasi. Itu jumlahnya tidak banyak dan mudah diidentifikasi. Saya yakin BIN sudah punya data soal itu. 

Sekarang sikap berikutnya adalah bagaimana mengawasi itu. Jadi kita tidak perlu mengawasi masjid secara keseluruhan seperti pada zaman Orde Baru, tetapi mengawasi yang relevan saja. Itu tidak apa-apa. 

Jadi yang perlu mendapatkan perhatian serius adalah penangkalan penyebaran terorisme atau jihadisme. Kalau yang sudah tercuci otaknya sudahlah, mereka diawasi jangan sampai berbuat sesuatu yang membahayakan. Melakukan kekerasan. Itu juga tidak banyak yang telah direkrut oleh mereka. Tetapi simpatisannya itu banyak di masyarakat. Itu yang saya cemaskan. Saya tidak mau menyebut [nama] sekolahnya. 

Saya dapat informasi sering kali sekolah Islam besar punya tendensi fundamentalis, simpati kepada jihad dan mengajarkan murid-muridnya [gagasan tentang jihad] yang biasa dipakai oleh kelompok-kelompok radikal. Ada yang mengajarkan untuk tidak hormat bendera, tidak boleh menyanyikan lagu Indonesia Raya. Itu tidak banyak sebetulnya. Tetapi yang seperti itu seharusnya diawasi.”/26/

H. Nurson Wahid dari PBNU baru-baru ini menyatakan bahwa ustad-ustad Wahabi berkeliaran di dunia maya tanpa henti. Anak muda yang aktif di dunia maya menjadi target utama mereka. Selain itu, di sekolah-sekolah negeri, Rohis berfungsi sebagai corong Wahabi di kalangan siswa. Guru-guru di sana berasal dari kampus-kampus. Keadaan ini harus diatasi dengan serius lewat pendampingan yang menyeluruh. 

Nurson antara lain juga nenemukan fakta bahwa karena satu orang anggota keluarga NU kebetulan kuliah di luar kota, belakangan satu keluarga ini secara keseluruhan menjadi Wahabi, lalu mereka mengharamkan tradisi-tradisi NU seperti Mauludan dan lain-lain. Dia juga mengingatkan bahwa 1.600 penerima beasiswa LPDP disinyalir sedang disiapkan bagi antek Wahabi./27/   


Diikat satu kemanusiaan

Terkait dengan persaudaraan insani transnasional, hemat saya, Barat jauh lebih maju, karena mereka memandang seluruh insan di muka Bumi sebagai sesama saudara bukan karena alasan keagamaan apapun, tetapi karena alasan bahwa semua manusia diikat dan disatukan oleh hakikat yang sama, yakni kemanusiaan kita. Bukan religious brotherhood, tetapi human brotherhood, itulah yang menjadi filsafat Barat tentang umat manusia. 

Tentu anda sudah tahu, menurut kisah-kisah dan teks-teks skriptural tiga agama teistik Yahudi, Kristen dan Islam, kita semua, umat manusia, diikat oleh satu tali persaudaraan dan kemanusiaan yang tidak bisa dihilangkan, karena kita semua keturunan pasangan manusia pertama di Bumi, Adam dan Hawa, keduanya manusia, ketika agama terlembaga apapun belum ada di planet ini. 

Tapi faktanya adalah bahwa sejak dulu hingga kini, ketika agama-agama terlembaga sudah lahir dan masing-masing giat berpropaganda, umat manusia oleh agama-agama ini diceraiberaikan dan dibuat berperang satu sama lain.

Anda boleh membela Arab Saudi sebagai sebuah negara teokratis Islami yang baik hati kepada para pengungsi Muslim yang sekarang ini sedang membanjiri negeri-negeri Barat, dan mungkin, kata anda, Saudi juga sudah menawarkan suaka politik kepada mereka. Tidak ada yang istimewa, malah sudah seharusnya, jika Arab Saudi ikhlas khlas khlas khlas menerima para pengungsi Muslim dari seluruh dunia; tokh, setahu saya, umat Muslim sangat menyanjung doktrin persaudaraan global seluruh Muslim yang ada di muka Bumi. 

Doktrin tersebut perlu dilaksanakan, bukan hanya disanjung. Tetapi berapa gelintir pengungsi Muslim yang mau masuk ke Arab Saudi?

Harapan bahwa manusia bisa akur dan saling menerima dan saling menghargai masih bisa dipertahankan sejauh kita semua melihat dan mengakui bahwa kita semua diikat oleh satu hakikat dasar kita, bahwa kita semua adalah manusia. Meskipun manusia memiliki ciri fisik dan watak mental yang tidak seragam, kita semua adalah satu umat manusia. Kemanusiaan, bukan agama, itulah faktor paling mendasar yang membuat kita semua bersaudara. 

Kajian-kajian genetik mutakhir bahkan sudah menemukan fakta bahwa gen-gen yang ada dalam setiap sel tubuh kita adalah gen-gen hasil kombinasi yang kaya dari berbagai macam gen dari banyak dan beranekaragam ras, bangsa dan suku bangsa Homo sapiens. Tentang hal ini, akan saya beberkan lebih luas di bawah.

Nah, jika seseorang menyangkal orang lain sebagai sesama manusia, maka pada dirinya ada tiga kemungkinan: pertama, dia memandang dirinya sudah berada di atas manusia lain, sudah superhuman, adi-insani; kedua, dia melihat dirinya bukan manusia, mungkin suatu alien dari angkasa luar; dan ketiga, dia memandang dirinya lebih rendah dari manusia. 

Tentu saja, orang jenis pertama ini tidak ada, dan hanya diklaim oleh para pengidap penyakit mental megalomania atau paranoia. Jika termasuk jenis kedua, mungkin orang itu sedang terserang psikosis yang membuatnya berhalusinasi luar biasa berlebihan.

Kalau Barat membuka diri untuk menerima ribuan, ratusan ribu hingga jutaan pengungsi Muslim, dulu dan kini, itu dilakukan hanya atas dasar pertimbangan kemanusiaan saja: para pengungsi adalah manusia-manusia yang sedang susah dan menderita, dan karena itu mereka, Barat, harus menolong mereka sebisa mungkin, dengan harapan mereka tidak akan kelak menimbulkan masalah keamanan serius buat kehidupan dalam negeri negara-negara yang menerima mereka dengan baik hati dan terbuka. 

Selain itu, ada UU atau kesepakatan internasional yang mengikat banyak negara di dunia (setahu saya, negara-negara Arab Teluk tidak ikut serta dalam menandatangani kesepakatan internasional ini) dalam kewajiban untuk menerima dan menolong para pengungsi, siapapun mereka dan apapun agama mereka, sebagai manusia yang sedang ditimpa kemalangan.


Arab Saudi mau menumpas terorisme?

Baru saja, 15 Desember 2015, CNN memberitakan bahwa pemerintah Arab Saudi kini sedang mengajak semua negara Islam di dunia (34 negara) bersatu padu untuk memerangi terorisme dengan Riyadh menjadi basis militernya. Saudi menyebut ekstrimis Muslim sebagai penyakit. 

Berita ini tentu saja diberi banyak komentar sumbang yang mengungkapkan kemunafikan Saudi Arabia yang dilihat sedang melakukan perang propaganda untuk menutupi diri dari fakta sebenarnya keterlibatan besar Arab Saudi dalam kelahiran dan perkembangan gerakan-gerakan Islam radikal di seluruh dunia./28/ 

Bagaimanapun juga, menyatukan seluruh negara Islam dunia dalam koalisi ini, pragmatis sekalipun sifatnya, akan bisa menyusutkan jumlah negara dan orang yang dapat direkrut ISIS. Masih harus dilihat, apakah koalisi ini betul-betul kompak, atau hanya kepura-puraan dan taktik kamuflatif saja. 

Indonesia sendiri sudah menyatakan sikap politiknya dengan jelas, yakni menolak bergabung dalam koalisi bentukan Arab Saudi ini, dan hanya mau bergabung di bawah koordinasi PBB. Menurut jubir Kementerian Luar Negeri RI, negara-negara Islam yang bergabung dalam koalisi itu adalah negara-negara Islam di luar arus utama, selain itu bergabung dengan koalisi militer di luar koordinasi PBB tidak sejalan dengan UU RI./29/


Basis biologi ras-ras yang berbeda

Dewasa ini salah satu alasan terpenting mengapa ada perang adalah rasisme yang kini memegang kendali. Marilah rasisme kita akhiri. Aku menolak pandangan bahwa umat manusia dengan sangat tragis terikat pada tengah malam rasisme dan perang yang tanpa bintang sehingga fajar terang perdamaian dan persaudaraan tidak pernah dapat menjadi kenyataan. Aku percaya bahwa kebenaran yang tak dipersenjatai dan cinta tanpa syarat akan pada akhirnya menentukan segalanya.
• Martin Luther King, Jr.

Kalau agama-agama sangat potensial memecahbelah umat manusia karena kredo-kredo atau syahadat-syahadat yang berbeda dan berkompetisi, maka ras atau warna kulit manusia yang berlain-lainan juga selama ini menjadi suatu sumber pemecahbelah manusia lewat ideologi rasisme.

Bahkan tidak jarang aliran-aliran radikal dalam agama-agama memakai ideologi rasisme juga untuk mencapai tujuan-tujuan sosiopolitis mereka. Karena itu, kita juga perlu meninjau keberadaan ras-ras yang beranekaragam dari sudut ilmu pengetahuan untuk menentukan apakah rasisme itu pro-kemanusiaan atau kontra-kemanusiaan.

Ide tentang ras-ras manusia yang berlainan semula diinvensi oleh para antropolog seperti Johann Friedrich Blumenbach pada abad ke-18. Istilah ras” diciptakannya dalam usahanya untuk mengkategorisasi grup-grup populasi manusia yang baru, yang dijumpai lalu dieksploitasi sebagai bagian dari kolonialisme Eropa yang makin meluas. 

Di tahun 1775, Blumenbach menyusun klasifikasi lima ras manusia. Minat membuat klasifikasi atas hal-hal yang ada dalam dunia ini sudah muncul setidaknya sejak Aristoteles.

Ketika diinvensi pada awalnya, kategori-kategori ras ini dibangun dengan landasan yang acak, sembarangan dan subjektif, yakni hanya pada perbedaan-perbedaan kebudayaan dan bahasa di antara grup-grup manusia, bukan pada biologi manusia yang memang belum mungkin dikaji waktu itu. 

Kini para antropolog umumnya, dan biolog, tentu tidak semua, tidak lagi berpendapat bahwa ras atau warna kulit adalah suatu kategori ilmiah yang absah yang perlu dipakai untuk memisah-misahkan manusia./30/ 

Telah diketahui, riset-riset genetik yang telah dilakukan dalam beberapa dekade terakhir menunjukkan bahwa varian-varian warna kulit manusia tidak dapat diklasifikasi ke dalam kategori-kategori yang dinamakan ras.

Klasifikasi ras-ras ini selanjutnya, sejauh ini, telah memunculkan prasangka-prasangka rasial yang tidak adil dan merendahkan, dan mendehumanisasi. Kondisi ini kerap bermuara pada segregasi dan pertikaian rasial atas nama ideologi rasisme.

Menurut biolog dari Universitas Stanford, yang ikut mempelopori riset-riset perbedaan-perbedaan di antara populasi-populasi manusia, keanekaragaman ras manusia dihasilkan oleh 40 gen (sedangkan untuk tinggi tubuh, beberapa ratus gen terlibat). Dari keseluruhan genom, menurut biolog Richard Lewontin di tahun 1972, hanya 10% hingga 15% saja yang berhubungan dengan ras. 

Di luar faktor genetik, ada faktor-faktor environmental yang ikut memberi andil pada keanekaragaman ras manusia. Yakni faktor-faktor budaya, penyakit genetik, kendala-kendala sosiologis (seperti kemiskinan atau pilihan-pilihan makanan yang tersedia), ukuran populasi awal, ekologi dan seleksi alamiah (misalnya toleransi pada tekanan oksigen yang rendah di antara populasi orang Tibet dan orang pegunungan Andes).

Menurut Feldman, sebutan ras” condong pejoratif dan tidak relevan lagi, tapi ideologi rasisme tetap hidup dan tidak menurun kekuatannya.  

Menurutnya, sekarang ini banyak biolog sudah mengganti sebutan ras dengan moyang kontinental” atau moyang benua”. Maksudnya, setiap orang memiliki moyang-moyang yang berasal lebih dari satu benua, dengan gen-gen masing-masing terkombinasi. Feldman menandaskan, Moyang setiap orang lebih mungkin mencakup wakil-wakil dari satu set benua-benua yang ada.”/31/

Pada kesempatan ini baiklah kita berpaling pada suatu studi genetik mutakhir yang berhasil menyingkap pengetahuan-pengetahuan baru tentang relasi beranekaragam warna kulit manusia dengan varian-varian genetik insani yang berkaitan dengan pigmentasi kulit tubuh manusia.

Genetikus dari Penn University, Sarah Tishkoff, dkk, belum lama ini telah melakukan riset genetik atas sejumlah 1.570 relawan Afrika yang berasal dari populasi-populasi yang berbeda genetik dan etnis di Ethiopia, Tanzania, dan Bostwana. 

Para relawan Afrika itu mencakup orang yang berkulit terang seperti beberapa bangsa Asia hingga yang berkulit terhitam di dunia, dan yang berada di antara dua jenis warna kulit ini. 

Riset Sarah Tishkoff dkk ini dijalankan lewat kajian pigmen kulit melanin (via pantulan atau refleksi cahaya yang terpancar dari kulit partisipan) dan sampel DNA mereka. 

Sarah Tishkoff dkk menemukan sedikitnya ada 6 varian genetik (penanda biologis”) yang terkait signifikan dengan pigmentasi kulit, dan keseluruhannya bertanggungjawab atas 29% varian-varian warna kulit di antara orang-orang di Ethiopia, Tanzania, dan Botswana. Enam varian genetik itu dikenal sebagai SLC24A5, MFSD12, DDB1, TMEM138, OCA2, dan HERC2.

Suatu kajian sebelumnya atas pigmentasi kulit telah berhasil mengidentifikasi varian-varian genetik yang sama, yakni HERC2 dan OCA2, yang ada di balik orang-orang Eropa dan Asia yang umumnya berkulit lebih terang.

Meskipun masih harus dilakukan penelitian lanjutan atas keseluruhan varian genetik yang berhubungan dengan warna kulit, varian-varian genetik yang sudah diidentifikasi itu, yang menghasilkan warna kulit terhitam hingga warna kulit yang lebih terang, menurut Sarah Tishkoff, dipastikan telah ada lebih dari 300.000 tahun yang lalu (saat kemunculan Homo sapiens di Afrika), dan beberapa di antaranya telah berusia hampir 1 juta tahun. 

Artinya, varian-varian genetik ini ada lebih dulu dari manusia berpostur modern (Homo sapiens) dan telah membantu mengontrol pigmentasi pada moyang-moyang kita yang primitif. 

Selain itu, sangat mungkin varian-varian genetik HERC2 dan OCA2 yang menghasilkan pigmentasi yang lebih terang, telah muncul di Afrika hampir 1 juta tahun lalu, sebelum menyebar ke Eropa dan ke Asia. 

Dengan demikian, moyang-moyang purba kita tidak memiliki warna kulit yang gelap atau hitam, tetapi warna kulit yang lebih terang sebelum mereka beradaptasi dengan kondisi-kondisi alam dan kehidupan yang baru. Dulu sekali, di saat kita kehilangan bulu-bulu lebat penutup tubuh yang dan pindah ke savana-savana yang terbuka, meninggalkan hutan-hutan rimba, tubuh kita beradaptasi dengan menghasilkan kulit yang berwarna lebih gelap dan makin gelap. 

Bukti genetik juga menunjukkan bahwa varian pigmentasi yang terang pada SLC24A5 masuk ke Afrika Timur lewat aliran gen dari orang bukan-Afrika. Artinya, lewat kawin silang dengan populasi dari pigmen kulit yang berbeda, warna-warna kulit yang bervariasi dihasilkan lewat kombinasi gen-gen.

Pada sejumlah lokasi genetik itu varian-varian genetik yang terkait dengan pigmentasi gelap orang Afrika identik dengan varian-varian genetik populasi orang Asia Selatan dan populasi orang Australo-Melanesia.

Sarah Tishkoff menyimpulkan bahwa studi kami ini sungguh-sungguh membuat kita tidak bisa lagi mempercayai ide tentang suatu konstruk biologis bagi setiap ras manusia. Kami temukan, tidak ada batas-batas yang khas dan tersendiri, yang unik, di antara grup-grup ras manusia, yang konsisten dengan varian-varian genetik.

Artinya, varian-varian genetik itu terkombinasi, tercampur, dalam memunculkan anekaragam warna kulit manusia. Bukan eksklusi, tapi inklusi varian-varian genetik-lah yang berlangsung di saat beranekaragam ras manusia muncul di zaman-zaman yang sangat lampau.

Lalu Sarah Tishkoff menandaskan bahwa ada lebih banyak hal dalam warna kulit kita yang mempersatukan kita alih-alih memisahkan kita. Jadi, pandangan-pandangan rasis dan dugaan-dugaan yang tak berpijak pada sejarah tentang ciri-ciri [fenotipik] yang terkait warna kulit bukan saja tidak bermoral, tapi juga salah sama sekali jika dilihat dari perspektif ilmu pengetahuan.

Statistikus biologis dari Universitas Michigan, Jedidiah Carlson, menyatakan bahwa pigmentasi yang berwarna terang, dan mungkin juga ciri-ciri fenotipik lainnya orang Eropa, tidak unik bagi orang Eropa. Populasi-populasi manusia telah dan terus berkawinsilang sepanjang keberadaan kita sebagai suatu spesies.”/32/

Dengan kata lain, warna-warna kulit yang berlainan muncul sebagai hasil membangun relasi-relasi kekerabatan yang luas antaretnis dan antarras yang tidak bisa dibatasi, dan lintasbenua.

Jadi, ras-ras manusia yang dikenal sekarang berpangkal pada persaudaraan dan kekerabatan yang luas yang melibatkan lebih dari satu benua, bukan pada permusuhan dan perpecahan yang menyakitkan dan menimbulkan azab antarras dan antaretnis moyang-moyang manusia dulu.

Akhirnya, satu poin penting perlu jelas dipahami. Ras atau warna kulit tidak sama dengan etnisitas meski keduanya dapat bertumpangtindih.

Ada banyak usaha untuk mendefinisikan etnisitas supaya orang tidak menyamakan begitu saja etnisitas dengan ras.

Etnisitas (dari kata Yunani ethnos”, artinya bangsa”) didefinisikan, misalnya, sebagai suatu grup manusia yang satu sama lain mengidentifikasi diri berdasarkan pengalaman-pengalaman dan tradisi-tradisi yang sama di bidang-bidang sosial, kultural, bahasa, politik, dan kebangsaan (lewat kelahiran atau naturalisasi atau asal kedatangan), dan juga memiliki moyang yang sama dan pengalaman sejarah yang sama.

Ada juga yang dengan ringkas menyatakan bahwa ras terkait dengan biologi, sedangkan etnisitas terkait dengan kebudayaan.” 

Sedikit lebih rinci, etnisitas dipandang sebagai suatu istilah untuk kebudayaan manusia dalam suatu wilayah geografis tertentu, termasuk di dalamnya pranata-pranata bahasa, peninggalan sejarah, agama, politik kebangsaan, dan adat-istiadat mereka.” Menjadi anggota suatu kelompok etnis, dengan demikian, mengharuskan orang untuk hidup selaras dengan beberapa atau seluruh hal yang dipraktekkan lewat dan dalam pranata-pranata kebudayaan itu.

Tetapi sama seperti etnisitas atau kebangsaan seseorang dapat berubah (lewat proses hukum yang dinamakan naturalisasi, misalnya), ras juga secara biologis tidak langgeng selamanya. Kajian-kajian genetik belakangan ini menunjukkan bahwa warna kulit dapat berubah drastis dalam minimal 100 generasi dalam kurun 2.500 tahun, akibat pengaruh-pengaruh environmental.

Dalam keperluan di bidang sosial dan administrasi kependudukan, jika acuan ke ras dipakai, acuan ini adalah suatu konstruk sosial yang harus bebas dari ideologi rasisme yang, kita tahu, memisah-misahkan manusia berdasarkan warna kulit demi kepentingan-kepentingan segregasi politik dan perlakuan sosial dan ekonomi yang tidak adil. 

Biro Sensus Amerika Serikat, misalnya, menegaskan bahwa jika ras dipakai sebagai bagian dari identitas diri, dalam hal ini ras dipandang sebagai suatu definisi sosial atas setiap ras yang diakui, dan bukan suatu upaya untuk mendefinisikan ras secara biologis, antropologis atau genetik.”/33/

Nah, jika rasisme bisa ditinggalkan oleh kita yang hidup di zaman modern, interpenetrasi radikalisme religius dan rasisme akan bisa dihindari, alhasil problem besar pertikaian antarmanusia dapat sedikit dikecilkan.


Kondisi di Kanada

Bagaimana dengan Kanada? Sebuah artikel analitis investigatif tentang multikulturalisme di Kanada yang link-nya saya berikan di bawah ini merisaukan hati saya kendatipun saya bukan seorang penduduk Kanada./34/

Betapa tidak! Dalam negara yang pernah terkenal karena multikulturalismenya ini, gerakan Islam radikal di sana dinilai sedang terus menjalar bagai kanker. Saya mengibaratkannya sebagai bom-bom waktu ekstrimisme religius yang akan segera meledak dengan dahsyat.

PM Kanada yang baru, Justin Trudeau, 43, sedang hangat dibicarakan sebagai seorang multikulturalis sejati yang baru saja dengan sangat hangat menerima keluarga Muslim pengungsi pertama yang datang dari Suriah. Mulai sekarang hingga Maret 2016, Kanada berencana akan menampung 25.000 pengungsi Suriah.

Artikel yang saya telah sebut di atas membeberkan bahwa sikap dan tindakan PM Trudeau yang sangat simpatik terhadap para Muslim pengungsi dari Suriah dan terhadap Muslim di Kanada adalah bagian dari politik balas jasanya atas kemenangan politiknya. Duuuhh. Saya masih berharap, kenegarawanan Trudeau nantinya tetap unggul sehingga dia berhasil membuang pendekatan politik transaksionalnya, politik dagang untung rugi.

Kini para Muslim sekular, moderat dan liberal Kanada sedang bangkit dan bersuara mengingatkan pemerintah Kanada bahwa kanker jihadis Islam radikal sedang menjalar di sana. Negara Arab Saudi ditunjuk sebagai penggerak dan pendana gerakan-gerakan Islamis radikal di sana yang menolak untuk setia kepada negara Kanada.

Semoga Kanada mampu bermawasdiri dan mampu juga menjalankan operasi intelejen dan aksi preventif anti-terorisme, tidak tertidur lelap dalam selimut tebal multikulturalisme mereka yang dipersonifikasi dalam diri Justin Trudeau sekarang ini.

Tindakan belas kasih kemanusiaan terhadap semua pengungsi harus dijaga untuk tidak disusupi dan dikhianati oleh para teroris yang membenci apa yang dunia modern agungkan sebagai kemanusiaan dan multikulturalisme. Tetapi dalam realitas kehidupan ini di mana-mana, sejak dulu, selalu ada risiko ini: kebaikan dibalas dengan kejahatan. Air susu dibalas dengan air tuba. 

Bagaimana pun juga, hukum evolusi tetap bekerja: siapapun yang tidak bisa adaptif dengan dunia modern, pada akhirnya akan lenyap. Tetapi, hukum alamiah evolusi saja tidak cukup, dan baru menampakkan hasilnya setelah melewati kurun yang sangat panjang. 

Hukum positif domestik dan internasional buatan manusia harus ditegakkan sekokoh-kokohnya dan diberlakukan sepenuh-penuhnya demi menangkal dan mengalahkan aksi-aksi teror yang dilakukan atas nama agama atau ideologi apapun. 

Baru saja, 27 Januari 2016, Mendagri Swedia, Anders Ygeman, menyatakan bahwa Swedia akan segera mengusir kurang lebih 80.000 migran yang telah datang dari negeri-negeri Muslim yang penuh konflik (Suriah, Irak dan Afghanistan) dan telah tiba di negeri itu tahun 2015 dan yang aplikasi suakanya telah ditolak. Sebagai suatu negeri kecil berpenduduk 9,8 juta orang, Swedia di tahun 2015 telah menerima 160.000 Muslim pencari suaka./35/  


Narasi kosong  

Jelas sudah, aksi setiap gerakan ekstrimis religius bukan meniadakan penderitaan, kemiskinan, ketidakadilan dan kematian seperti yang konon diinginkan gerakan ini. 

Sebaliknya, aksi teroristik gerakan ekstrimis hanya melipatgandakan penderitaan dan kematian di antara umat yang konon mau dibela. 

Narasi para pentolan gerakan ekstrimis apokaliptik bahwa mereka mau membebaskan umat dari penderitaan, kematian, kemiskinan dan ketidakadilan nyatanya adalah narasi yang kosong.

Seandainya gerakan ekstrimis religius apapun dapat menguasai instalasi persenjataan nuklir, mereka akan menggunakan ini untuk melenyapkan dunia. Teologi kiamat membuat mereka memuja kematian dan kepunahan dunia dan peradaban, bukan membela kehidupan dan kelestarian peradaban. 

Tidak salah jika ISIS dikategorikan oleh sejumlah pengkaji terorisme sebagai a narcissistic cult of death, suatu sekte narsis pemuja kematian, bukan kematian diri mereka sendiri, tetapi kematian massal orang lain yang tidak sekeyakinan yang mereka bunuh dengan berdarah dingin. Sungguh tepat apa yang dikatakan aktivis politis dan filsuf Inggris, Bertrand Russell (1872-1970), bahwa para patriot selalu berbicara tentang mati untuk negeri dan tidak pernah tentang membunuh untuk negeri mereka.

Mata para radikalis rabun sehingga tidak bisa melihat nilai luhur dan mulia adanya planet Bumi, kehidupan di dalamnya dan peradaban insani yang sudah dan terus dibangun di planet ini. Sebaliknya, tatapan mereka nanar, begitu jauh, merindukan sebuah dunia lain di luar sejarah, suatu dunia gaib, yang di dalamnya peradaban insani tidak pernah ada dan bahkan tubuh mereka sendiri juga sudah punah. 


Teologi kiamat dan senjata nuklir

Teologi kiamat dan senjata nuklir yang digunakan untuk memusnahkan dunia, inilah dua hal yang diwaspadai Barat saat mereka mengevaluasi setiap gerakan ekstrimis religius dan negara-negara yang diduga mendukung gerakan ini.

Saat ini bahan-bahan dan teknologi untuk membangun persenjataan nuklir mudah didapat, juga oleh gerakan ekstrimis apokaliptik.

Keterbukaan negara-negara Eropa Barat sehingga siapapun yang sudah ada di dalamnya dapat berpindah-pindah dengan bebas dari satu negara ke negara lain, makin memperbesar kemungkinan jatuhnya bahan-bahan persenjataan nuklir ke tangan para teroris. Yang juga sangat mematikan adalah persenjataan kimia dan biologis, selain nuklir. 

Sudah ditemukan bukti bahwa pada 14 Maret 2015 ISIS menggunakan senjata kimia gas klorin ketika sedang menghadapi pasukan Kurdi. Korban yang menghirup gas ini terserang pusing kepala, muntah, lemas lalu tewas. Di bulan Oktober 2014, ISIS juga menggunakan gas kimia yang sama di kota Balad dan Duluiya. Jubir pemerintah Irak menyatakanbahwa penggunaan persenjataan kimia menunjukkan bahwa ISIS sudah kehabisan taktik dan merasa putus asa./36/ 

Jadi, bukan hanya umat yang katanya mau dibebaskan dan dibela, tapi seluruh dunia dan peradaban insani pun dibawa ke dalam bahaya oleh mereka. Jadi, narasi yang sebetulnya disusun para pentolan setiap gerakan radikal religius adalah narasi kematian umat dan kepunahan dunia.

Kalau Tuhan yang anda percayai adalah Tuhan sang pencipta dan pemelihara kehidupan, Tuhan anda ini tidak akan membenarkan teologi kiamat yang dibangun para ekstrimis religius. Kalau Tuhan yang anda percayai itu al-rahman dan al-rahim, Tuhan anda ini tidak akan pernah membenarkan kekejaman dan teror.

Jadi, gerakan ekstrimis religius bukan gerakan pembebasan dan kehidupan, tapi gerakan perbudakan nafsu manusia untuk berkuasa dan pemuja kematian. Para ekstrimis religius yang memilih mati dengan bom bunuh diri dan lewat aksi teror bukan sahabat tapi musuh kehidupan dan kebahagiaan.

Mereka bukan “freedom fighters”, sebab mereka mau membawa anda dan negara anda ke dalam lebih banyak penderitaan, perbudakan dan kemusnahan. Kebebasan yang mereka janjikan adalah kebebasan menggunakan cara-cara teroristik dalam mencapai tujuan-tujuan dan kepentingan-kepentingan mereka sendiri, bukan tujuan-tujuan dan kepentingan-kepentingan anda sendiri.

Tentu semua negara di dunia ini, termasuk yang paling maju, paling adil, dan paling demokratis, tidak akan pernah bisa memuaskan semua orang di dalamnya. Jika anda tak puas dengan pemerintah negara anda dan dengan kehidupan sospol dan ekonominya, usahakanlah memperbaikinya dengan cara-cara yang konstitusional.

Jika anda didatangi orang yang menjanjikan sorga yang segera untuk anda lewat aksi teroristik, mintalah dia dulu untuk segera masuk sorga. Katakan kepadanya bahwa anda memilih cinta kehidupan dalam dunia ini selama dimungkinkan, dan menolak kematian yang segera. 

Mati itu sangat mudah dan cepat; tetapi hidup itu berjalan panjang dan memerlukan keteguhan, ketabahan dan perjuangan tak kenal lelah. 

Berani mati itu sangat gampang. Berani hidup itu sangat sulit. Mati lewat bom bunuh diri dengan ikut menewaskan sangat banyak orang lain yang tidak bersalah, adalah suatu kekalahan telak. Hidup puluhan tahun dengan jatuh dan bangun, dengan tabah dan tegar, apalagi dengan menabur cinta kasih, adalah kemenangan dan pahala.

Hendaknya pendapat sufi perempuan Rabiah al-Adawiyyah (717-801 M) juga pendapat anda: Aku memilih memberi cinta. Hadiah sorga tak kuminati. Neraka tak kutakuti.

Ya, berjuang di jalan cinta jauh lebih berat, memerlukan kesabaran, ketekunan, ketabahan dan pengorbanan diri sendiri dengan cara yang agung. Ambil contoh sosok agung politikus perempuan Asia.


Perjuangan Aung San Suu Kyi

Aung San Suu Kyi tidak bisa mendukung pemerintahan militer di negaranya. Dia berjuang untuk membawa negerinya ke demokrasi. Sekian dekade Daw Suu berjuang lewat cara konstitusional, lama dan harus sabar, dangan cara damai dan tanpa kekerasan, di Myanmar. 

Daw Suu, sosok politikus Asia, diakui dunia sebagai sosok besar yang menempuh jalan non-kekerasan. Dia menerima Nobel perdamaian. Baru saja partainya NLD menang besar dalam Pemilu yang membuka jalan bagi demokrasi Myanmar. Tapi banyak problem raksasa masih akan menghadangnya./37/

Sebaliknya, kekerasan dan teror hanya akan menimbulkan penderitaan lebih berat bagi umat yang katanya mau dibela, dan kematian lebih banyak dalam masyarakat.

Jika anda rindu sorga dan berbagai hadiah di dalamnya, ya mari bersama-sama kita jadikan dunia ini sorga secara bertahap via kebajikan dan cinta. Selain itu, lewat kecerdasan, ilmu pengetahuan dan teknologi, yang dilandasi akhlak yang agung, mari kita ubah dunia ini ke arah yang lebih baik lagi.

Ilmu pengetahuan dan teknologi modern berkembang di Barat. Bukan di Asia. Bukan di Timteng umumnya. Juga bukan di Afrika. Belakangan China maju pesat dalam sains dan teknologi modern, juga India, Jepang dan Korsel, dan konon juga Iran, dan jangan diabaikan juga Israel. Tapi jelas pusatnya kini masih di Barat.


Melawan Barat dengan bermartabat

Anda mau melawan Barat? Saya juga. Tapi hanya lewat penguasaan sains-tek modern kita dapat membangun NKRI lebih besar dari Barat. Ini adalah sebuah visi jangka panjang. Sebuah perlawanan cerdas dan bermartabat.

Tanpa kita bisa menguasai dan mengembangkan sains-tek dengan mandiri, negara dan bangsa kita hanya akan menjadi negara dan bangsa yang terus dimata-matai oleh berbagai satelit Barat. Atau hanya menjadi kawasan pemasaran produk-produk teknologi Barat yang dijual dengan harga mahal oleh mereka demi keuntungan besar banyak perusahaan multinasional yang berbasis di Barat atau berbasis di negara-negara Asia yang sudah mengalami kemajuan pesat di dunia sains-tek, jauh meninggalkan kita.

Kita hanya bisa mengembangkan sains-tek modern dengan pertama-tama menguasainya dulu. Kita harus sekolah di Barat. Sains-tek modern hanya bisa kita kembangkan lebih jauh jika kita punya sentra-sentra RD dan banyak laboratorium untuk eksperimen berbagai disiplin sains dan teknologi.

Hanya dengan dana yang besar kita bisa menjadi bangsa penguasa sains-tek yang mampu membuat terobosan-terobosan baru di dunia sains-tek. Dana besar hanya bisa tersedia jika bangsa dan negeri kita bebas korupsi dan semua anak bangsa bermental pejuang yang cerdas, tekun dan tangguh. Mari kita lawan Barat dengan menjadikan negeri kita bebas korupsi dan dipimpin para politikus setangguh dan seagung Aung San Suu Kyi.

Jangan anda terpedaya oleh orang yang mengatakan bahwa Daw Suu tidak agung, sebab dia mengabaikan Muslim Rohingya di Burma. Daw Suu punya komitmen tinggi terhadap semua kelompok minoritas di dalam negaranya; dia membela mereka tetapi dengan sangat hati-hati supaya dia tidak mengalami kembali masa gelap yang pernah dialaminya, yang akan membuat perjuangan jangka panjangnya kandas kembali. Juga jangan dilupakan, Daw Suu memang dulu telah menerima Nobel Perdamaian; tapi kini sebagai seorang politikus aktif, dia harus memperhitungkan banyak hal yang ruwet./38/

Kita harus bangun masyarakat sipil yang luas dan tangguh sebagai barisan warganegara yang tercerahkan, terdidik dan berakhlak agung. Masyarakat sipil inilah yang terus-menerus mengontrol dengan cerdas dan berani segala kiprah dan isi pikiran para politikus kita. Membangun masyarakat sipil yang tangguh juga bagian dari perjuangan jangka panjang kita untuk mengalahkan Barat.

Jika para politikus kita menjadi tangguh lewat kontrol masyarakat sipil dan melalui berbagai lembaga pengkaderan politik yang dapat diunggulkan, mereka akan mampu menyaingi dan mengalahkan para politikus Barat, sehebat apapun para politikus Barat ini dan seluas apapun pengaruh global mereka. Jangan datangi mereka dengan rendah diri. Biarkan mereka mendatangi kita dengan penuh hormat.

Selain kita harus punya lembaga RD yang hebat, kita juga perlu punya sumber daya manusia (HR) yang mampu lewat sains-tek mengalahkan Barat. Lembaga RD dan HRD yang banyak masih harus kita siapkan, dan ini membutuhkan dana yang besar, waktu yang panjang dan kerja keras dan kerja cerdas semua elemen bangsa. 

Kekayaan sumber-sumber alam kita yang luar biasa banyak dan besar tentu saja seharusnya membuat kita mampu membangun ekonomi sendiri yang kuat, kokoh, tangguh dan kompetitif di arena global. Jika ekonomi kita ternyata kacau, morat-marit, lemah dan menyedihkan, ini adalah sebuah problem raksasa yang kita buat sendiri, bukan buatan setan Barat manapun.

Jadi ada banyak urusan internal negara dan bangsa yang kita perlu bereskan, perbaiki dan ubah jika kita mau maju dan dapat kalahkan Barat.

Mengkambinghitamkan Barat dan sekutunya apalagi menyerang mereka dengan aksi teror, hanya akan membuat si penyerang makin histeris, tersudut dan dimusuhi dunia, lalu hidupnya akan berakhir selamanya tanpa makna, nilai, harga dan martabat apapun buat kemanusiaan sejagat dan kemajuan peradaban yang agung.

Dengan memperbaiki kekurangan dan kebobrokan internal negara sendiri, lewat cara yang agung, masa depan setiap bangsa akan lebih baik. 

Sebaliknya, terorisme hanya akan menimbulkan penderitaan, ketidakadilan, kemiskinan dan kematian lebih banyak di antara umat yang konon mau dibela para teroris dan di dalam dunia. 


Aksi teror di Indonesia

Di Indonesia sendiri, ancaman teror grup ISIS sangat real. 

BIN dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sudah merilis berita bahwa sekarang ini 145 WNI yang sudah dilatih ISIS di Suriah sudah kembali ke Indonesia. BIN meminta semua warga masyarakat untuk siaga dan mewaspadai setiap gerak-gerik para teroris ISIS ini di lingkungan RT/RW masing-masing./39/ 

Ketenangan dan kewaspadaan dibutuhkan dari kita semua, untuk bisa menangkal bau kematian.

Itulah perspektif yang saya tawarkan, yang tidak klise, yang menebarkan keharuman kehidupan, sementara ekstrimisme religius menebarkan bau kematian.

Bau kematian baru saja tersebar lewat aksi teror di kawasan Sarinah, Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, yang mencakup kawasan Starbucks Coffee Shop, gedung Djakarta Theater, dan pusat perbelanjaan Lotus, 14 Januari 2016, mulai pukul 10.40 WIB. Dalam tempo 3 hingga 4 jam aparat kepolisian berhasil merebut kendali dan mengembalikan keadaan menjadi normal kembali. Suatu prestasi yang patut dipuji.

Menurut berita terawal setelah kejadian, ada tujuh pelaku aksi teror ini, dengan dua diantaranya meledakkan diri dengan bom, dan satu tewas ditembak di tempat, sedangkan empat orang teroris lainnya dilumpuhkan dengan timah panas lalu ditangkap. 

Belakangan diberitakan, Polri berhasil menembak lima orang teroris Jalan Thamrin itu, dan dua diantaranya teridentifikasi sebagai teroris. Korban sipil yang tewas ada dua orang dan belasan lainnya luka-luka. Para teroris berhasil meledakkan sebuah pos polisi di sekitar kawasan kejadian; melemparkan sebuah bom lempar ke dalam ruang warung kopi transnasional itu dan bom itu meledak. Satu bom lagi meledak di jalan raya depan warung kopi ini.

Tak lama sesudah aksi teror Jalan Thamrin itu, ISIS menyatakan sebagai pihak yang merencanakan dan melaksanakan aksi teror itu (tentu saja klaim ISIS ini tidak mungkin diverifikasi). 

Seorang WNI yang bernama Bahrun Naim (nama lengkap: Muhammad Bahrun Naim Anggih Tamtomo) lewat blognya belakangan menyatakan menjadi sang dalang aksi teror tersebut, yang ilhamnya, katanya, didapat dari aksi teror Paris 13 November 2015. 

Menurut Polri sendiri, Bahrun Naim telah berangkat ke Suriah dan bergabung dengan ISIS sejak 2014. 

Dalam suatu wawancara live di Tempo TV Primetime News, 15 Januari 2016, mulai pukul 18.00 WIB, Jenderal Polisi Badrodin Haiti menyatakan bahwa kini sudah ada 308 WNI yang telah berangkat ke Suriah dan bergabung dengan ISIS.

Sebagai tanggapan cepat terhadap situasi ancaman aksi teror dan radikalisme keagamaan, pemerintah RI kini sedang mempersiapkan sebuah RUU untuk menjadi sebuah landasan hukum yang komprehensif dan berlaku jangka panjang untuk mencegah, menanggulangi dan memberantas radikalisme dan ekstrimisme keagamaan dan aksi teror. 

Tetapi karena proses membuat suatu RUU butuh waktu lama sampai disahkan, Perppu tentang hal yang sama akan segera didahulukan. Sudah diingatkan juga oleh pemerintah RI bahwa kewarganegaraan setiap WNI yang terbukti telah bergabung dengan ISIS dan menjadi tentara ISIS akan dicabut.

Aksi teror bom bunuh diri (berupa bom panci yang berisi paku dan gotri) oleh dua pelaku (AS dan INS) telah terjadi di Kampung Melayu, dekat shelter Transjakarta, Rabu malam, 24 Mei 2017. Menurut Kapolri Jenderal Tito Karnavian, aksi teror ini adalah bagian dari serangan ISIS lewat jejaring sel-selnya di luar kota Raqqa, Suriah. 

Sel-sel tidur ISIS di bagian-bagian lain dunia, termasuk di Asia Tenggara, kini mulai diaktifkan sebagai pengalih perhatian di saat pusat ISIS di Suriah makin lemah karena diserang dengan gencar dan bertubi-tubi oleh pasukan-pasukan gabungan banyak negara.

Dua pelaku aksi bom bunuh diri di Kampung Melayu ini (yang menewaskan 3 polisi, dua pelaku, dan melukai 6 personel Polri dan 5 warga sipil) adalah kader-kader ISIS dari jaringan radikalis takfiri Jemaah Ansharut Daulah atau JAD Indonesia yang dipimpin oleh Amman Abdurrahman yang kini menjadi terpidana dengan vonis hukuman mati. JAD juga terhubung dengan Bahrun Naim, WNI yang telah bergabung dengan ISIS di Raqqa Suriah./40/ 

Dikabarkan, Bahrun Naim telah tewas di Suriah akibat serangan bom oleh pasukan rezim Suriah pimpinan Bashar al-Assad pada Desember 2017, yang disusul beberapa hari kemudian oleh kematian putrinya, Marriyah, yang menderita kurang gizi dan infeksi saluran pernafasan. Tapi Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, pada 12 Januari 2018, menyatakan bahwa berita kematian Bahrun Naim di Suriah masih harus berulangkali dicek ulang kebenarannya./41/

Saat membicarakan kasus bom bunuh diri di Kampung Melayu tersebut, Kapolri Jenderal Tito Karnavian lebih lanjut menyatakan bahwa masalah utama mengapa orang jadi teroris, bukan masalah pendidikan dan pekerjaan (artinya, kategori kaya atau miskin, tidak menjadi faktor penentu; begitu juga tingkat pendidikan), tapi psikologi. Tegas Tito, “Psychology is a matter.”

Orang yang jiwanya tidak tegar, lemah, rapuh dan submisif, paling mudah direkrut jadi teroris. Sebaliknya, orang yang cerewet, terus kritis bertanya balik, penuh selidik, tidak mau tunduk pada kemauan si pencuci otak, ditinggalkan oleh si perekrut./42/

Jelas, faktor psikologi individual dan komunal ikut berperan signifikan dalam aksi-aksi bom bunuh diri yang dilakukan para teroris. 


Kemiskinan mengubah otak

Tentu saya setuju dengan siapapun yang menyatakan bahwa kemiskinan bukan faktor penentu orang berubah jadi teroris. Namun pada kesempatan ini, saya mau tambahkan info tentang suatu temuan mutakhir neurosains yang juga membantu kita dalam memahami para pelaku teror lebih jauh terkait kemiskinan jangka panjang.

Sebetulnya, kemiskinan parah yang berlarut-larut--yang membuat siapapun mengalami stres dan depresi, juga berubah watak menjadi sangat sensitif dan agresif, dan menanggung beban mental yang sangat berat seperti ketakutan dan kecemasan--membuat bagian pemroses emosi (dan memori jangka panjang) dalam otak yang dinamakan sistem limbik (mencakup amygdala, thalamus, hippokampus, hypothalamus, basal ganglia, dan cingulate gyrus) “overloaded”, kelebihan muatan.

Akibatnya, sistim limbik ini meneruskan beban neural stres dan rasa takut yang berlebihan ini ke bagian otak yang ada di depannya, yakni lobus prafrontalis yang menjadi semacam CPU” bagi kecerdasan dan aktivitas bernalar untuk menyelesaikan masalah, merencanakan tujuan dan sasaran serta melaksanakan tugas dan kewajiban.

Penerusan beban stres mental ini dari sistim limbik membuat lobus prafrontalis tidak leluasa, tak penuh dan tidak lentur lagi bekerja dengan efisien. Kondisi neural inilah yang menyebabkan orang yang hidup dalam kemiskinan jangka panjang kurang atau tidak mampu lagi berpikir cerdas, rasional, terfokus dan kritis. 

Mereka tidak semua dilahirkan bodoh, tetapi kemiskinan parah jangka panjang menjadi salah satu faktor utama yang membuat mereka kurang berakal dan tidak mampu berargumentasi rasional dan memenuhi tugas dan tanggungjawab sosial yang sehat./43/

Alhasil, mereka menjadi rentan dan submisif terhadap indoktrinasi, cuci otak, janji-janji kehidupan baka yang terbebas dari penderitaan dan tirani yang dibayang-bayangkan, saat sedang direkrut menjadi para teroris.

Jadi faktor utama yang menciptakan para teroris memang indoktrinasi dan “brainwashing”, yang prosesnya jauh lebih mudah dijalankan dan hasilnya cepat didapat oleh para perekrut jika yang menjadi sasaran mereka adalah orang-orang yang berjiwa rapuh dan submisif pada janji-janji pembebasan sekaligus agresif. 

Nah, kerapuhan dan kerentanan psikologis ini, serta sifat submisif dan agresif, tidak sedikit juga timbul dari kemiskinan jangka panjang yang tidak mau diatasi khususnya oleh mereka sendiri. Ya karena aktivitas lobus prafrontalis dalam otak mereka sudah sangat lemah, seandainya belum padam.

Mereka, sekali lagi saya tekankan, tidak dilahirkan bodoh, tetapi lingkungan kehidupan mereka yang keras dan miskin menjadikan mereka lambat laun tidak mampu berpikir rasional untuk mencari jalan keluar dari masalah-masalah mereka sendiri yang rumit dan multidimensional. 

Dengan demikian, pihak-pihak luar (yang terpelajar dan tidak miskin, tapi menganut suatu belief system yang ekstrim radikal) dengan mudah mengintervensi kehidupan dan isi pikiran mereka untuk mencapai tujuan-tujuan yang membahayakan masyarakat dan dunia. Mereka adalah makanan-makanan empuk bagi para perekrut radikalis ekstrimis.

Akhirnya, ini doa saya: Ya Tuhan yang mahapengasih, bantulah kami semua menjadikan Indonesia sebuah negeri besar yang damai, maju, sejahtera dan modern!

Stay blessed.
Ioanes Rakhmat

Jakarta, 21 November 2015
Editing mutakhir 3 Juni 2018 (belum tuntas)


Sumber-sumber

/1/ Lihat James A. Piazza, "Does Poverty Serve as a Root Cause of Terrorism?", dalam Stuart Gottlieb, ed., Debating Terrorism and Counterterrorism: Conflicting Perspectives on Causes, Contexts, and Responses, edisi kedua (Los Angeles, etc.: Sage/CQpress, 2014), hlm. 39 (pp. 35 ff.).

/2/ Alexander Spencer, "Is the 'New Terrorism' Really New?" dalam Stuart Gottlieb, ed., Debating Terrorism and Counterterrorism: Conflicting Perspectives on Causes, Contexts, and Responses, edisi kedua (Los Angeles, etc.: Sage/CQpress, 2014), hlm. 25 (1-34).

/3/ Kathleen Taylor, Brainwashing: The Science of Thought Control (New York, N.Y.: Oxford University Press, 2004; edisi paperback 2006), hlm. ix-x.

/4/ Alexander Spencer, "Is the New Terrorism Really New?" dalam Stuart Gottlieb, ed., Debating Terrorism and Counterterrorism: Conflicting Perspectives on Causes, Contexts, and Responses, edisi kedua (Los Angeles, etc.: Sage/CQpress, 2014), hlm. 30-34 (1-34).

/5/ Lihat reportase Chine Labbé dan John Irish, “Ringleader of Paris attacks planned more strikes, mocked open borders―sources”, Reuters, 27 November 2015, http://uk.reuters.com/article/2015/11/27/uk-france-shooting-report-abbaoud-idUKKBN0TG22L20151127.

/6/ Lihat reportase Ryu Spaeth, “France is already moving to curb civil liberties”, New Republic, 18 November 2015, https://newrepublic.com/minutes/123985/france-is-already-moving-to-curb-civil-liberties.

/7/ Lihat antara lain reportase Willa Frej, “France Shuts Three Mosques Suspected of Radicalization”, TheWorldPost, 2 December 2015, http://www.huffingtonpost.com/entry/france-closes-three-mosques-suspected-of-radicalization_565ee8e7e4b08e945fed6f47.

/8/ Lihat reportase Timekeeper “Terror in France Has Marine Le Pen on the Verge of a Big Victory”, The Economist, 4 December 2015, http://www.economist.com/news/europe/21679566-successive-crises-europe-have-played-straight-hands-frances-far-right-terror.

/9/ Helena Fouquet dan Mark Deen, “Le Pen’s National Front Shut Out of French Regional Governments’’, Bloomberg Institute, 14 December 2015, http://www.bloomberg.com/news/articles/2015-12-13/le-pen-s-national-front-shut-out-of-french-regional-governments.

/10/ Lihat reportase Jay Syrmopoulos, “Anonymous Takes Down 5,500 ISIS Accounts―24 Hours After ISIS Called Them ‘Idiots’’’, The Free Thought Project, 17 November 2015, http://thefreethoughtproject.com/opparis-anonymous-takes-5500-isis-twitter-accounts-24-hours/.

/11/ John Cassidy, “Terrorism in the Age of Twitter”, The New Yorker, 23 November 2015, http://www.newyorker.com/news/john-cassidy/terrorism-in-the-age-of-twitter.

/12/ Lihat reportase Jacob Poushter, “Extremism Concerns Growing in West and Predominantly Muslim Countries”, Pew Research Center, 16 July 2015, http://www.pewglobal.org/2015/07/16/extremism-concerns-growing-in-west-and-predominantly-muslim-countries/.

/13/ Lihat “In search of allies: Hollande’s travels”, The Economist. Espresso, 24 November 2015, https://espresso.economist.com/42b4513ab3b7345808adc98d138c5354.

/14/ Karen de Young, “U.S., France to press allies for more assets in fighting against the Islamic State”, The Washington Post, 24 November 2015, https://www.washingtonpost.com/world/national-security/us-france-to-press-allies-for-more-assets-in-fight-against-the-islamic-state/2015/11/24/34d02346-92e0-11e5-8aa0-5d0946560a97_story.html.

/15/ Lihat analisis Hans-Werner Sinn, “Can ISIS bring Europe closer together?”, World Economic Forum, 27 November 2015, https://agenda.weforum.org/2015/11/can-isis-bring-europe-closer-together/.

/16/ Amber Philips, “Americans are increasingly skeptical of Muslims. But most Americans don’t talk to Muslims”, TheWashington Post, 24 November 2015, https://www.washingtonpost.com/news/the-fix/wp/2015/11/24/americans-are-increasingly-skeptical-of-muslims-but-most-americans-dont-talk-to-muslims/.

/17/ Lihat reportase Michael Schmidt dan Richard Pérez-Peña, “F.B.I. Treating San Bernardino Attack as Terrorism Case”, The New York Times, 4 December 2015, http://www.nytimes.com/2015/12/05/us/tashfeen-malik-islamic-state.html.

/18/ Jeremy Diamond, “Trump: Ban all Muslim Travel to U.S.”, CNN Politics, 8 December 2015, http://edition.cnn.com/2015/12/07/politics/donald-trump-muslim-ban-immigration/index.html.

/19/ Jeremy Diamond, “Trump Supporters Embrace Muslim Travel Ban Plan”, CNN Politics, 8 December 2015, http://edition.cnn.com/2015/12/07/politics/donald-trump-muslim-travel-ban-rally/index.html.

/20/ Lihat observasi yang menarik tentang fakta Arab Saudi ini oleh Paul Joseph Watson, “Saudi Arabia Has 100,000 Empty Tents with AC for 3 Million People―They’ve Taken Zero Refugees”, The Free Thought Project, 10 September 2015, http://thefreethoughtproject.com/saudi-arabia-100000-empty-tents-ac-3-million-people-refugees/.

/21/ Lihat juga berita Donna Rachel Edmunds, “Muslim Countries Refuse to Take a Single Syrian Refugee, Cite Risk of Exposure to Terrorism”, Breitbart, 5 September 2015, http://www.breitbart.com/london/2015/09/05/gulf-states-refuse-to-take-a-single-syrian-refugee-say-doing-so-exposes-them-to-risk-of-terrorism/.

/22/ Ioanes Rakhmat, “Denial: Apa Penyebabnya?”, The Freethinker Blog, 31 Juli 2012, http://ioanesrakhmat.blogspot.co.id/2012/07/denial-apa-penyebabnya.html.

/23/ Lihat berita “Jerman Sebut Saudi sebagai Bapak Radikalisme”, Arrahmah News, 9 Desember 2015, http://arrahmahnews.com/2015/12/09/jerman-sebut-saudi-sebagai-bapak-radikalisme/.

/24/ Lihat reportase wawancara oleh Madina, “Ahmad Najib Burhani: Peran Kerajaan Saudi dalam Kekerasan Keagamaan Bersifat Tak Langsung”, Madina Online, 22 Juli 2015, http://www.madinaonline.id/sosok/wawancara/ahmad-najib-burhani-peran-kerajaan-saudi-dalam-kekerasan-keagamaan-bersifat-tak-langsung/#2.

/25/ Lihat reportase wawancara oleh Madina, “Ulil Abshar-Abdalla: Dana Asing untuk Perjuangan HAM Dihambat, tapi Dana Asing Wahabi Dibiarkan”, Madina Online, 24 Januari 2016, http://www.madinaonline.id/sosok/ulil-abshar-abdalla-dana-asing-untuk-perjuangan-ham-dihambat-tapi-dana-asing-wahabi-dibiarkan/.

/26/ Lihat wawancara dengan Ulil Abshar-Abdalla oleh Arbi Sumandoyo, “Ada Sekolah Islam di Jakarta Mengajarkan Ideologi Terorisme”, Merdeka.com, 22 Januari 2016, http://www.merdeka.com/khas/ada-sekolah-islam-di-jakarta-mengajarkan-ideologi-terorisme-wawancara-ulil-abshar-2.html.

/27/ Syaiful Mustaqim, “Nurson Wahid: Wahabi Gentayangan di Dunia Maya dan Pendidikan”, Suara Nahdlatul Ulama, 28 Januari 2016, http://nu.or.id/post/read/65331/nusron-wahid-wahabi-gentayangan-di-dunia-maya-dan-pendidikan.

/28/ Ed Payne, “Islamic nations form coalition to fight teror, call Muslim extrimism ‘disease’”, CNN, 15 December 2015, http://edition.cnn.com/2015/12/14/middleeast/islamic-coalition-isis-saudi-arabia/index.html.

/29/ Lida Puspaningtyas, “Tolak Aliansi Militer Islam, Indonesia Hanya Mau Gabung di bawah PBB”, News Republika, 15 Desember 2015, http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/15/12/15/nzeamk377-tolak-aliansi-militer-islam-indonesia-hanya-mau-gabung-di-bawah-pbb.

/30/ Baca lebih lanjut Darren Curnoe, "Opinion: Classification of humans into races 'the biggest mistake in the history of science'", Phys.org, 20 Dec 2016, https://m.phys.org/news/2016-12-opinion-classification-humans-biggest-history.html. Semula, artikel ini terbit di https://theconversation.com/the-biggest-mistake-in-the-history-of-science-70575.

/31/ Selanjutnya lihat David Freeman, "The Science of Race, Revisited", HuffPost Science, updated 6 Dec 2017, https://m.huffpost.com/us/entry/7699490.

/32/ Lebih lanjut, baca artikel riset Nicholas G. Crawford, Derek E. Kelly, Matthew E.B. Hansen,...., Sarah Tishkoff, "Loci associated with skin pigmentation identified in African Populations", Science, 12 Oct 2017: eaan8433, http://science.sciencemag.org/content/early/2017/10/11/science.aan8433.full.

Lihat juga artikel populernya yang ditulis oleh Peter Dockrill, "Gene Variants That Affect Skin Colour Suggest The Concept of Race Is Deeply Flawed", Science Alert, 16 October 2017, https://www.sciencealert.com/gene-variants-that-affect-skin-colour-suggest-the-concept-of-race-is-deeply-flawed.

/33/ Penjelasan tentang perbedaan antara etnisitas dan ras yang diajukan di atas memakai dua sumber. Lihat Neta Bomani, "Understanding the Difference between Race and Ethnicity", The Daily Dot, 30 Maret 2018, update mutakhir 8 Mei 2018, https://www.dailydot.com/irl/what-is-ethnicity/. Lihat juga Live Science Staff, "What is the Difference between Race and Ethnicity?", Live Science, 9 May 2012, https://www.livescience.com/33903-difference-race-ethnicity.html.

/34/ Dana Kennedy, “Canada’s Growing Jihadi Cancer”, The Daily Beast, 14 December 2015, http://www.thedailybeast.com/articles/2015/12/14/canada-s-growing-jihadist-cancer.html.

/35/ Lihat berita Egidius Patnistik, “Swedia Akan Usir 80.000 Pencari Suaka”, Kompas.com Internasional, 28 Januari 2016, http://internasional.kompas.com/read/2016/01/28/10301181/Swedia.Akan.Usir.80.000.Pencari.Suaka.

/36/ Lihat berita “ISIS Gunakan Senjata Kimia Hadapi Tentara Kurdi”, Tempo.co. Dunia, 16 Maret 2015, http://dunia.tempo.co/read/news/2015/03/16/115650182/isis-gunakan-senjata-kimia-hadapi-tentara-kurdi.

/37/ Lihat analisis Joseph Allchin, “Challenges lie ahead after Aung San Suu Kyi’s victory in Burma”, New Statesman, 14 November 2015, http://www.newstatesman.com/culture/2015/11/challenges-lie-ahead-after-aung-san-suu-kyis-victory-burma.

/38/ Lihat tulisan saya tentang Muslim Rohingya dan apa isi pikiran Aung San Suu Kyi tentang kelompok-kelompok minoritas di Myanmar: Ioanes Rakhmat, “Isu Puluhan Ribu Muslim Rohingya di Burma Sedang Dibantai: Di mana Posisi Saya?”, The Freethinker Blog, 22 Juli 2012, http://ioanesrakhmat.blogspot.co.id/2012/07/isu-puluhan-ribu-muslim-rohingya-di.html.

/39/ Lihat reportase “100 WNI pulang dari Suriah”, Duta.co, 25 November 2015, http://duta.co/?p=9233.

/40/ Fabian Januarius Kuwado, "Apa Analisis Kapolri atas Peristiwa Bom Bunuh Diri di Kampung Melayu?", Kompas.com, 26 Mei 2017, https://nasional.kompas.com/read/2017/05/26/21454071/apa.analisis.kapolri.atas.peristiwa.bom.bunuh.diri.di.kampung.melayu

/41/ Lihat Ahmad Rafiq, "CIIA: Bahrun Naim Tewas di Suriah, Juga Anaknya Yang Kurang Gizi", Tempo.co, 12 Januari 2018, https://nasional.tempo.co/read/1049969/ciia-bahrun-naim-tewas-di-suriah-juga-anaknya-yang-kurang-gizi.

/42/ Ambaranie N.K. Movanita, "Kapolri Sebutkan Ciri-ciri Orang Yang Berpotensi Jadi Teroris", Kompas.com, 27 Mei 2017, https://nasional.kompas.com/read/2017/05/27/08392221/kapolri.sebutkan.ciri-ciri.orang.yang.berpotensi.jadi.teroris.

/43/ Tara García Mathewson, "How Poverty Changes the Brain", The Atlantic, 19 April 2017, https://www.theatlantic.com/education/archive/2017/04/can-brain-science-pull-families-out-of-poverty/523479/.