Tuesday, December 2, 2014

Bagaimana rupa wajah Yesus yang sebenarnya? Bule atau berkulit coklat hitam?

Diedit 01 September 2021

Menurut anda bagaimana rupa wajah Yesus yang sebenarnya?

Pertanyaan itu penting berhubung kita tidak mempunyai lukisan wajah Yesus langsung yang dibuat pada masa kehidupan-Nya di abad pertama.




Di atas ini adalah gambar wajah Yesus yang kita umumnya kenali, dan sangat sulit atau tak bisa kita lepaskan dalam bayangan mental kita ketika kita berdoa memanggil nama-Nya berhubung kita sudah sangat lama terkondisikan begitu. Sumber gambar: wallpaperaccess.com

Apakah Yesus itu sosok yang berkulit putih, berambut panjang pirang dan berombak, berbiji mata biru, berjanggut dan berkumis tebal, seperti misalnya tampak pada gambar di atas, yang mungkin dipajang pada dinding kamar belajar anda?

Aah, itu adalah wajah Yesus dari para pelukis Zaman Barok (Renaissance) di Eropa (abad 14 sampai abad 16), yang mula-mula merupakan salah satu dari sekian lukisan wajah Ceasare Borgia, seorang putera berkepribadian buruk dari Paus Aleksander VI (dikenal juga sebagai Rodrigo Borgia) (1431-1503).



Ceasare Borgia yang wajahnya dijadikan model wajah Yesus Zaman Barok


Wajah Ceasare Borgia ini dilukis oleh Michelangelo Buonarroti dan Leonardo da Vinci atas permintaan ayahnya pada tahun 1492 (menurut sebuah catatan Aleksandre Dumes, Celebrated Crimes, jilid I). Loh, jika memang begitu, lantas wajah Yesus yang sebenarnya bagaimana? Ya, tentu anda penasaran, dan juga saya. 

Namun tak sedikit peneliti yang menarik suatu kesimpulan bahwa wajah Yesus model Zaman Barok sebetulnya diambil dari wajah suatu dewa Mesir, yang bernama Serapis, yang dipandang mempunyai fitur-fitur gabungan dewa-dewa Mesir dan dewa-dewa Yunani. 

Pemodelan wajah Serapis sebagai wajah Yesus Kristus sudah terjadi jauh sebelum Zaman Barok, yakni ketika Kaisar Konstantinus Agung berkuasa (abad ke-4 M) dan menetapkan wajah Dewa Serapis sebagai wajah Yesus sang Kristus. Tentu, dalam hal ini, motif sang Kaisar adalah gabungan motif politik dan motif keagamaan lewat sinkretisme simbol-simbol religiopolitik, untuk mengkonsolidasi kekaisarannya.


 
Wajah Dewa Serapis yang menjadi model wajah Yesus Kristus sejak abad ke-4 M


Sekarang kita masuk ke suatu usaha merekonstruksi wajah Yesus dengan memakai sains dan teknologi modern. 

Patung 3-Dimensi kepala dan wajah seorang laki-laki di bawah ini tentu tidak anda kenal, bukan? Perhatikanlah: dia berkulit gelap sawo matang dan sedikit hitam, berambut tebal, lurus, pendek, berkeriting kusut dan berwarna hitam, serta kedua biji matanya berwarna coklat. 

Anda perlu tahu, patung ini adalah sebuah patung kepala Yesus orang Nazareth yang dirancangbangun dengan suatu metode ilmiah oleh sebuah tim yang ditugaskan oleh TV BBC London dengan memakai bukti-bukti medis forensik, arkeologis, geografis dan artistik yang diperoleh dari abad pertama Masehi, masa kehidupan Yesus sendiri. 

Potret wajah Yesus ini dipublikasi pertama kali secara khusus pada suatu acara tayangan TV BBC selama musim Paskah 2001. Ini tayangan serial yang terdiri atas 3 bagian, yang diberi judul Son of God. Tayangan perdana dimulai Minggu, 25 Maret 2001./1/




Gambar 1: Wajah Yesus menurut tim ilmuwan BBC. Ganteng dan teguh!


Bentuk dan volume tengkorak patung ini dirancang dengan memakai sebuah model dari sebuah tengkorak laki-laki yang ditemukan di Israel, yang berasal dari abad pertama. 

Hal itu harus dilakukan sebab, seperti dijelaskan oleh tim BBC itu, “Kepala orang-orang Yahudi pada masa kini berbeda dari kepala mereka pada 2000 tahun lalu; karena itulah tim kami mencari sebuah tengkorak seorang laki-laki Yahudi dari masa kehidupan Yesus.”

Selain itu, tim BBC juga mempelajari dengan cermat wajah-wajah orang Yahudi pada abad pertama.

Pengonstruksian patung kepala sosok Yesus orang Nazareth ini sendiri ditangani oleh seorang seniman medis forensik Richard Neave dari Universitas Manchester. Setelah semua tahap riset keilmuan dijalankan, wajah Yesus tim BBC dihasilkan lewat komputer. Tim BBC menyatakan, potret wajah Yesus yang mereka hasilkan adalah potret wajah pertama yang true-to-life.

Salah seorang anggota tim BBC itu, Joe Zias, seorang arkeolog Israel, menyatakan,

“Dalam merekonstruksi kepala ini, kami tidak mengklaim bahwa inilah persisnya wajah Yesus; tetapi kami mencoba untuk menyingkirkan semua citra buruk sekian banyak figur Yesus yang bukan-bukan, yang dilukiskan berambut pirang, bermata biru, yang menjadi ciri produk-produk Hollywood.” 

Jeremy Brown, presenter tayangan Son of God ini, berkomentar, “Yesus bukanlah seorang yang berambut pirang dan bermata biru, seperti yang sangat sering digambarkan dalam kartu-kartu Paskah. Citra yang kami telah bangun jauh lebih realistik.”

Ya, kita perlu menyatakan bahwa wajah Yesus yang dihasilkan tim BBC itu juga suatu tafsiran. Suatu tafsiran rekonstruktif keilmuan, bukan suatu tafsiran teologis.

Kalau ditelusuri ke belakang, ternyata gambar-gambar wajah Yesus yang bukan gambar-gambar dari Zaman Barok cukup banyak tersedia, yang memperlihatkan Yesus bukan seorang kulit putih, berambut pirang dan bermata biru. 

Perhatikanlah beberapa gambar dan patung di bawah ini, yang lebih mirip dengan gambar patung Yesus orang Nazareth yang dihasilkan tim BBC di atas.



Gambar 2


Wajah Yesus berkulit gelap kehitaman dengan sepasang mata hitam di atas ini berasal dari sebuah gereja di Roma, dari kurun tahun 530 M. Gambar ini sama sekali tidak mirip dengan gambar wajah Yesus Zaman Barok manapun yang dilukis jauh lebih kemudian.



Gambar 3


Patung seorang perempuan di atas ini terkenal sebagai Black Madonna, Bunda Maria Hitam, yang sedang memangku kanak-kanak Yesus yang tentu saja juga berkulit hitam. 

Patung itu bukanlah patung-patung yang dibangun di zaman modern untuk mempropagandakan Teologi Hitam sebagaimana dihayati banyak orang Kristen kulit hitam di Afrika maupun di Amerika Utara oleh orang-orang Amerika kulit hitam modern. 

Patung-patung Madonna Hitam semacam ini, ada yang dibuat dari kayu dan ada juga yang dari batu, jumlahnya sampai lima atau enam ratusan dan dibuat pra-zaman Barok, pada zaman Abad Pertengahan (abad ke-11 sampai abad ke-15), dan sekarang ini tersebar di banyak gereja, kuil, tempat suci dan museum di banyak kota di Eropa Barat, mula-mula dibuat di Italia pada abad ke-13 atau abad ke-14. 

Mengapa keduanya berkulit hitam? Salah satu penjelasan yang paling masuk akal, sebagaimana dipertahankan banyak peneliti, adalah bahwa Black Madonna menampilkan warna kulit yang sebenarnya dari Bunda Maria dan puteranya, Yesus.



Gambar 4


Perhatikan raut wajah Yesus dari Ethiopia abad ke-17 atau abad ke-18 pada gambar di atas ini. Kulit wajahnya berwarna sawo matang, dengan rambutnya hitam kelam tebal dan sepasang biji matanya berwarna hitam. Wajah Yesus Ethiopia abad ke-17 ini sama sekali tidak mirip dengan wajah bule Yesus Zaman Barok.



Gambar 5


Di atas ini adalah sebuah lukisan wajah Yesus berkulit gelap, berambut hitam tebal kusut dan bermata hitam, dari tahun 1960. Wajahnya hampir serupa dengan wajah Yesus yang dibangun oleh tim BBC di atas. 

Apa kesimpulan yang bisa ditarik? 

Ya, tidak lain, bahwa wajah Yesus berkulit putih, berambut pirang panjang dan bermata biru, Yesus Zaman Barok, bukanlah wajah asli Yesus orang Nazareth. Dan, tentu saja, orang Kristen yang sudah terbiasa berpaling ke Eropa untuk mencari sumber-sumber kekayaan dogmatis dan spiritual mereka akan sangat tidak menyukai sang Yesus yang berkulit gelap sawo matang, berambut hitam pekat, pendek dan agak kusut, serta berbijimata coklat, seperti yang telah berhasil direkonstruksi oleh tim BBC. 

Bagi orang-orang Kristen ortodoks Eropa, termasuk orang-orang Kristen ortodoks Indonesia, Yesus dari tim BBC ini sungguh tidak membahagiakan, sungguh suatu ajaran yang heterodoks dan karenanya patut ditolak. 

Yesus heterodoks dari tim BBC ini sangat membuat mereka merasa diserang dan dilukai.
 Persis sama dengan perasaan orang-orang Farisi ketika mereka melihat Yesus orang Nazareth sedang duduk dan makan semeja dengan para pemungut cukai dan orang-orang berdosa, padahal sang rabi informal ini boleh dikata sama pekerjaannya dengan mereka sebagai guru-guru masyarakat. 

Tetapi, orang harus tidak boleh lupa, di dalam heterodoksi terdapat juga kebenaran yang malah sering lebih kentara, ketimbang yang ada di dalam ortodoksi. 

Pujangga yang juga dikenal sebagai penulis dan filsuf kebangsaan Inggris, G. K. Chesterton (1874-1936), berkata, 

“Filsuf modern mengatakan kepadaku berulang-ulang bahwa aku berada di tempat yang benar, namun aku tetap merasa sangat tertekan sekalipun diam-diam aku setuju. Tapi ketika sebelumnya aku mendengar bahwa aku berada di tempat yang salah, malah jiwaku bernyanyi gembira bak seekor burung di musim semi.” 

Jadi, berbahagialah dan bergembiralah mereka yang berani heterodoks dengan terpelajar! Kata benda heterodoksi berarti ajaran yang berbeda, yang lain, perspektif lain. Makin banyak perspektif yang diambil terhadap sesuatu, semakin kita diperkaya, semakin kita terkesan. Warna-warni itu indah, dan alamiah.

Lalu, apa makna rekonstruksi ilmiah wajah asli Yesus itu bagi saya, dan bagi anda juga?

Bagi saya, temuan ini membuat saya berbahagia sebab telah ditunjukkan kepada kita bahwa Yesus orang Nazareth ternyata adalah bagian dari umat manusia yang memiliki kulit berwarna, seperti kulit saya, bukan bagian dari mereka yang berkulit putih.

Kenyataan ini bisa meningkatkan penghayatan persekutuan kita masing-masing dengan sang Tuhan gereja ini. Yesus ternyata bukan orang Barat, tapi orang berkulit sawo matang, dengan wajah non-Barat. 

Anda yang menjadi kecewa dengan wajah sebenarnya Yesus (keluh anda, “Kok wajah Yesus begitu ya!”) mungkin sekali akan menghibur diri; kata anda, “Wajah tidak penting. Yang penting adalah ajaran-ajaran Yesus!” 

OK, ajaran-ajaran Yesus tentu penting. Tapi bagi saya, mengetahui wajah Yesus dan ajaran-ajaran Yesus, sama-sama menarik dan signifikan. Ajaran bisa diekspresikan lewat gambar wajah, dan wajah juga menyimpan banyak pesan dan makna.




Beranekaragam wajah Yesus terus dilukis, karena Yesus Kristus itu Tuhan yang hidup, yang selalu mengelak jika ada kalangan yang mau menguasai-Nya. Kolase tafsiran wajah Yesus di atas dihasilkan oleh Project Odessa Life. Sumber gambar: stjameswh.org.


Ini hanya bisa dialami dalam gereja-gereja Kristen, yang sama sekali tidak melarang warga mereka untuk menggambar wajah-wajah Yesus yang beranekaragam, sejalan dengan kemajemukan watak, ciri dan sistem sosiokultural and sosioantropologis yang di dalamnya perenungan-perenungan tentang siapa dan bagaimana sosok Yesus itu dilakukan dengan serius. 

Wajah Yesus yang sebenarnya kini untuk pertama kalinya, lewat rekonstruksi ilmiah, berhasil diketahui, sampai kita nanti mendapatkan sebuah rekonstruksi lain hasil kajian tim-tim yang lain. 

Mengenal dan menjumpai Yesus, sesungguhnya tidak pernah selesai. Setelah bertemu Yesus dan hidup di dalam-Nya, suatu saat nanti kita dapat berjumpa Dia kembali, dari sudut pandang yang baru, untuk pertama kalinya./2/ 

Yesus tidak bisa dikuasai siapapun. Yesus selalu mengelak, “elusive”, ketika siapapun mau menyimpan-Nya dalam saku atau celengan sendiri. He is the Living Lord! The Living Word.

Tapi, hemat saya, sejauh yang dipakai adalah ilmu pengetahuan dan metode ilmiah, hasil-hasil rekonstruksi wajah asli Yesus oleh siapapun tidak akan berbeda jauh satu sama lain. 

Hanya ada satu wajah asli sosok Yesus orang Nazareth, tetapi ada banyak dan beranekaragam perenungan tentang siapa dan bagaimana sosok Yesus sang Kristus, yang dengan dinamis terus dilakukan dari zaman ke zaman, dan dari tempat ke tempat. Yesus yang satu, melahirkan empat kitab injil yang berbeda dalam Perjanjian Baru. Ini sudah terjadi di abad pertama M (antara tahun 70 hingga tahun 95). Apalagi sampai abad ke-21.

Hanya ada satu sosok Yesus sejarah, tetapi ada banyak perenungan dan kepercayaan tentang siapa dan bagaimana Yesus itu bagi orang yang hidup di zaman-zaman lain dan di tempat-tempat yang berbeda, dengan kebudayaan dan alam pemikiran yang tentu saja juga berlain-lainan. 

Perenungan dan kepercayaan ini kita namakan kristologi atau doktrin atau ajaran atau dogma tentang siapa dan bagaimana Yesus ketika sosok historis ini sudah tidak ada dalam dunia, tetapi tetap disembah dalam gereja-gereja sebagai sang Kristus dan Tuhan. Fakta ini biasa diungkap begini: There is only one historical Jesus, but there are so many Christs of faith! Hanya ada satu sosok Yesus dalam sejarah, tetapi ada begitu banyak Kristus yang menjadi isi kepercayaan gereja!

Kok bisa begitu? Ya karena satu sosok Yesus orang Nazareth ditafsir dan ditafsir, direnungi dan direnungi, terus-menerus, dari bermacam-macam perspektif, sejak Yesus hidup bersama para pengikut-Nya di abad pertama hingga abad ke-21, dan seterusnya.

Kristologi-kristologi tidak akan berakhir dicari dan diartikulasikan, lewat banyak tulisan, banyak syahadat, dan lewat gambar-gambar, madah-madah, puisi-puisi, novel-novel, dan patung-patung yang terus disusun dan diciptakan! 

Di saat kristologi-kristologi dirancang dan dibangun, dan bersamaan dengan itu wajah-wajah Yesus dengan imajinatif digambar untuk keperluan-keperluan kontekstualisasi kristologi, maka seni dan kristologi pun menyatu, melahirkan keindahan dan spiritualitas yang artistik, spiritualitas yang puitis! A poetic spirituality.

Pelukis dan pemahat patung terkenal Pablo Picasso melihat tujuan “seni adalah mencuci bersih debu-debu dari kehidupan jiwa kita sehari-hari.”/3/ Jadi, wajah-wajah Yesus yang dilukis, ketika dihayati, diresapi dan diapresiasi, mampu membersihkan debu-debu kotor dari kehidupan kita setiap hari.

Selain itu, ingatlah, kristologi adalah meditasi, perenungan dan pengagungan sosok Yesus Kristus, bukan sejarah meskipun berfondasi pada sosok faktual Yesus orang Nazareth yang pernah hidup dalam sejarah, di abad pertama Masehi di Tanah Yahudi yang sedang dijajah Imperium Romawi.  

Semua orang Kristen diberi kebebasan untuk merumuskan sendiri kristologi masing-masing. Dalam hal ini, kekristenan sudah dewasa. Dalam dunia ini, kekristenan itu tidak cuma satu, tetapi banyak. Hanya orang yang mempertuhan diri mereka sendiri akan ngotot menyatakan bahwa kekristenan ada cuma satu, yaitu kekristenan versi mereka.

Supaya kristologi yang dihasilkan sehat dan bertanggungjawab, tidak serampangan dan hanya untuk melayani kepentingan dan ketamakan diri sendiri, tentu ada sejumlah kriteria yang perlu dipenuhi. Tentang kriteria kristologis ini, sudah pernah saya tulis juga. 

Aah, untuk ketamakan diri sendiri? Ya, ada kristologi yang dibangun untuk melegitimasi dan memuaskan kerakusan manusia terhadap harta. Lazimnya dinamakan teologi sukses atau teologi anak Raja, atau teologi keberlimpahan harta, atau teologi kemakmuran individual. Dus, ada kristologi sukses juga.  

Nah, siapapun juga yang memperalat dan memakai Yesus untuk melegitimasi kerakusan mereka terhadap uang dan harta, akan selalu terbentur keras pada ucapan Yesus yang ditujukan-Nya kepada seorang yang sangat kaya. Sabda Yesus kepadanya, “... pergilah, juallah apa yang engkau miliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin.” (Markus 10:21 dan par.)

Nah, saya telah mendaftarkan dua belas poin kriteria yang perlu dijadikan pemandu dalam usaha-usaha merumuskan kristologi-kristologi yang setia pada sosok Yesus orang Nazareth sekaligus relevan dengan zaman dan dunia yang terus berubah. Bacalah tulisan yang telah matang dipikirkan, berjudul Kriteria Kristologi Autentik./4/

Ioanes Rakhmat

02 Desember 2014

N.B. Dibaca kembali dan ditambahkan dua ilustrasi 28 Agustus 2021. Diperluas 1 September 2021.


Notes

/1/ Lihat Jason Deans, Is this the face of Christ?”, The Guardian, 26 March 2001,
https://www.theguardian.com/media/2001/mar/26/bbc.broadcasting1. Lihat juga BBC News, Why do we think Christ was white?”, BBC NEWS, 27 March 2001,
http://news.bbc.co.uk/2/hi/1244037.stm.

/2/ Ihwal berjumpa Yesus kembali untuk pertama kalinya, lihat misalnya Marcus J. Borg, Meeting Jesus Again for the First Time: The Historical Jesus and the Heart of Contemporary Faith (San Francisco: HarperCollins, 1994). Terjemahan Indonesia oleh Ioanes Rakhmat, Kali Pertama Jumpa Yesus Kembali: Yesus Sejarah dan Hakikat Iman Kristen Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997).

/3/ Pablo Picasso dianggap sebagai pencipta ucapan tersebut oleh kritikus sastra Aline Saarinen pada acara tinjauan program jejaring TV NBC, 21 Januari 1964, yang diberi nama The Art of Collecting.

Namun, ucapan terkenal tersebut sebenarnya berasal dari Berthold Auerbach dalam novel Jermannya yang berjudul Auf der Höhe: Roman in acht Buchern von Berthold Auerbach, Vol. 2, (Stuttgart, Germany: Cotta'schen Buchhandlung, 1864, 1866), hlm. 70, https://babel.hathitrust.org/cgi/pt?id=hvd.hwdrn7&view=1up&seq=6.

Dalam buku berbahasa Jerman itu, Auerbach menulis “...die Musik wäscht ihnen den Alltagsstaub von der Seele...

Dalam bahasa Inggris, Fanny Elizabeth Bunnett menerjemahkannya “Music washes away from the soul, the dust of everyday life” (1867). Terjemahan 1883, “Music washes away from the soul the dust of everyday life.” (dalam “The Speaker's Garland and Literary Bouquet”).

Jadi, aslinya ucapan Auerbach tersebut berbunyi “Musik mencuci bersih debu-debu kehidupan sehari-hari dari jiwa kita.

Untuk riset singkat literatur tentang sumber ucapan tersebut, lihat Quote Investigator, “Music Washes Away from the Soul the dust of Everyday Life”, 17 February 2016, https://quoteinvestigator.com/2016/02/17/soul/. 

/4/ Lihat Ioanes Rakhmat, “Dua belas kriteria kristologi yang autentik”, Freidenk Blog, 6 Agustus 2014, diedit 6 Maret 2020,  https://ioanesrakhmat.blogspot.com/2014/08/dua-belas-kriteria-kristologi-yang.html?m=0.