Saturday, September 20, 2014

Kita semua anak-anak langit!



Pandanglah ke atas, ke langit pagi yang biru menawan. Atau ke langit malam yang hitam, dihiasi bintang-bintang yang terang gemerlap menyapa. Kagumilah. Jangan hanya terpesona, tapi juga pahami pengetahuan yang menakjubkan berikut ini.

Asal-usul kita paling awal adalah langit. Atom-atom tubuh kita berasal dari zat-zat kimia yang disebar bintang-bintang yang meledak (supernovae) ke ruang-ruang hampa di seantero jagat raya tanpa tepi./1/ Unsur-unsur kimia organik pembentuk DNA, atau malah DNA-DNA antariksa sendiri, menyebar di seantero kevakuman jagat raya. Oleh forsa gravitasi planet-planet, kimia organik dan DNA-DNA antariksa lewat bebatuan meteorit menerjang masuk ke planet-planet, salah satunya planet Bumi. Sudah diukur, tubuh kita terdiri atas 53 % air (asal-usul air sendiri adalah angkasa luar) dan 38 % debu-debu bintang (oksigen, carbon, nitrogen, dan calcium). 

Kita adalah putra-putri langit. Hebat, bukan?

Saat kimia organik dari langit mau membentuk DNA, ekologi yang diperlukan pertama-tama adalah laut. Tanpa air tidak akan ada kehidupan, sejauh kita ketahui dari ilmu pengetahuan hingga saat ini. Sangat mungkin, di planet-planet lain di luar tata surya kita dalam berbagai galaksi, syarat-syarat terbentuknya kehidupan tidak sama dengan syarat-syarat yang diperlukan di planet Bumi. Sudah teramati, kimia inorganik (dalam bentuk materi plasma) di angkasa luar mampu membentuk DNA-DNA antariksa./2/

Gerak pasang surut air laut dan gerak ombaknya di permukaan Bumi dan di dalam laut, serta tiupan angin dan cahaya Matahari dan cahaya Bulan, menjadi sumber energi utama yang diperlukan untuk menghasilkan kehidupan. Tanpa energi, kehidupan tidak akan muncul.

Kita adalah putra-putri laut. Menakjubkan, bukan?

Selamat pagi putra-putri langit dan laut. Yang bekerja di langit, pergilah. Yang bekerja di laut, berangkatlah. Jumpai orangtua asali kita di sana.  

Bermilyar-milyar tahun sebelum planet Bumi terbentuk, air sudah ada di ruang-ruang hampa jagat raya. Tempat asal-usul air juga langit. Bersama air atau berdiri sendiri atau bergabung dengan unsur-unsur kimia lain, atom-atom dan gas oksigen juga mengisi ruang-ruang hampa jagat raya. Kita dan laut berasal-usul dari ruang-ruang yang sama di angkasa luar.

Secara intuitif, moyang manusia dulu lama menatap ke langit, ke arah sana mereka memanggil sang Pencipta, seolah mereka tahu asal-usul kita memang langit. Dengan mengherankan, Native Americans punya sebuah pepatah kuno yang bunyinya demikian, Kita semua adalah satu anak Ibu Langit (Shawnee 19202). Entah apa yang mereka maksudkan dengan Ibu Langit!

Bentuk kehidupan pertama di planet Bumi adalah mikrobakteri prokariota, juga eukariota, bersel tunggal, mula-mula hidup di laut, di udara terbuka dan juga di atmosfir, kurang lebih sejak 3,5 milyar tahun lalu. Sekarang mereka malah hidup dalam tubuh kita juga. Tetapi, untuk berbagai bentuk kehidupan yang lebih kompleks tercipta, oksigen diperlukan. Dari mana oksigen di planet Bumi berasal?  

Menurut para pakar, selama beberapa milyar tahun pertama usianya, planet Bumi kita masih belum berisi oksigen. Ketika mikroba-mikroba yang memiliki kemampuan melakukan fotosintesis muncul di lautan-lautan 3 milyar tahun lalu, mulailah sedikit demi sedikit oksigen dihasilkan. Sementara mengapung di permukaan laut, mikroba-mikroba ini menciptakan makanan (glukosa, khususnya) dengan cara menggunakan hanya energi cahaya Matahari untuk mengikat CO2 dan air. Dari proses fotosintesis ini oksigen terlepas sebagai limbah, yang lalu mulai mengisi atmosfir Bumi dengan bertahap. Sebagian oksigen ini dari atmosfir disedot oleh Bumi yang masih vakum oksigen; dan sebagian lagi bereaksi dengan Carbon dari mikroba-mikroba yang mati, dan sisanya tetap berada di udara. Dalam kurun 3 milyar tahun lalu ini, tersedia oksigen hanya 0,03 % dari volumenya sekarang. Tapi sejak 2,6 milyar hingga 2,7 milyar tahun lalu, volume oksigen di atmosfir meningkat luar biasa, dan ini berakibat pada kemunculan lebih banyak mikroba, dan selanjutnya membuka jalan bagi kemunculan berbagai jenis bentuk kehidupan lainnya./3/     

Evolusi adalah proses selanjutnya, dengan diawali bakteri, lalu jauh sesudahnya muncul ikan yang berevolusi menjadi amfibi, lalu naik ke darat. Dari jenis-jenis ikan tertentu, bermilyar tahun ke depan terbentuk berbagai rupa hominin, dari sini lahir homo sapiens, organisme cerdas, kita semua, 300.000 sampai 400.000 tahun lalu di benua Afrika.

Darat menjadi ekologi tempat kehidupan homo sapiens selanjutnya, setelah sebelumnya berasal dari langit dan laut. Meskipun kita berasal dari angkasa, kita bukanlah burung. Kendatipun asal kita juga dari laut, kita bukanlah ikan. Darat adalah tempat utama kita hidup dan bekerja, bersama semua organisme darat lainnya. Kita sama dengan onta dan kuda, menginjak permukaan Bumi saat berjalan.

Saat kita mati, jasad kita diserahkan ke Bumi, ke dalam liang makam, menyatu dengan tanah. Jasad kita diolah lagi oleh alam, kembali berubah menjadi kimia organik yang tersebar dalam Bumi dan di permukaan tanah, yang diperlukan dan diserap oleh organisme-organisme lain untuk mereka hidup. Kesadaran dan jati diri kita telah lenyap, tapi atom-atom dan molekul-molekul jasad kita tetap tinggal abadi sebagai kimia organik, tersebar di seantero permukaan Bumi. Carbon selalu abadi dalam jagat raya ini. Menakjubkan, bukan?



Jadi, kita homo sapiens memang terikat pada langit, laut dan darat. Karena itu, hormati dan cintailah langit, laut dan darat, dan semua bentuk kehidupan lainnya, karena kita semua punya ikatan abadi dengan keempatnya, dengan langit, laut, darat dan semua organisme. Jangan mata rantai panjang ini kita putuskan dengan paksa.

Dorong anak-anak kita untuk mencinta langit sejak dini supaya saat dewasa mereka suka dan mahir mengeksplorasi langit, alhasil ilmu antariksa dan kedirgantaraan kita makin maju. Jangan manjakan mereka hanya dengan iPhone atau iPad, tapi belikan mereka juga teropong-teropong bintang. Latih mereka untuk menjadi putra dan putri Galileo Galilei, dengan meneropong bentangan langit malam, mencari planet-planet baru dalam galaksi kita, Bima Sakti. Dorong mereka, motivasi mereka, supaya nanti nama-nama mereka menjadi nama-nama bintang-bintang yang baru, yang mereka sendiri temukan untuk pertama kali.



Dorong anak-anak kita untuk mencintai laut sejak dini, supaya saat mereka dewasa kita makin jaya di perairan laut kita sendiri lewat peran mereka. Jangan ajak mereka menonton atraksi ketangkasan lumba-lumba yang sebelumnya disiksa para pelatih supaya cerdas dan penurut, yang membuat mereka stres dan berumur sangat pendek. Tapi ajaklah anak-anak kita ke taman-taman laut yang banyak tersebar di negeri kita yang bahari ini.

Dorong anak-anak kita sejak dini untuk mencintai Bumi supaya nanti mereka bisa menjaga planet biru rumah kita ini dari berbagai ancaman mematikan. Ajak mereka untuk memahami, apa penyebab musnahnya banyak jenis dinosaurus 66 juta tahun yang silam dari muka Bumi./4/ Ajak juga mereka untuk memahami, mengapa sedang terjadi perubahan iklim di seantero planet Bumi, dan apa dampak-dampak mengerikan yang akan ditimbulkannya pada semua organisme di Bumi, khususnya pada kita, manusia, di masa yang tidak lama lagi. Ajak mereka untuk juga memikirkan, jalan-jalan keluar apa yang bisa kita bersama sebagai penduduk dunia lakukan untuk bisa mengelakkan dampak-dampak mematikan dari perubahan iklim ini.

Dorong anak-anak kita sejak dini untuk mencintai semua bentuk kehidupan, khususnya sesama manusia, supaya nanti perang tidak ada lagi di Bumi, dan semua orang, seperti visi John Lennon dalam lagunya Imagine, hidup dalam kedamaian abadi.

Tataplah langit biru, dan temukan betapa mahabesar ruang rumah asal-usul kita di sana. Masuklah ke sana secepatnya dengan menggunakan berbagai wantariksa kita yang digerakkan oleh mesin-mesin modern yang sangat hebat! Dari semula pandai membuat pesawat-pesawat terbang kertas, dorong anak-anak kita untuk nanti bisa membuat sendiri berbagai wantariksa hebat penjelajah jagat raya.

Laut kita luas, tapi langit kita jauh lebih luas, tanpa batas ke atas. Jadi bangsa bahari bagus. Lebih bagus lagi jadi bangsa angkasa. Katakan kepada Pak Jokowi. Jangan bangun hanya Tol Laut. Bangun  juga Tol Angkasa, yang akan membawa kita ke planet-planet lain sebagai rumah ke-2, ke-3 dan ke-4 kita nanti.

Suatu saat di masa depan, Bumi dan tata surya kita mungkin tidak akan terselamatkan. Entah karena berbagai bencana dahsyat yang kita buat sendiri. Atau karena bencana-bencana mematikan yang datang dari angkasa luar. Di depan, dua milyar tahun dari sekarang, galaksi kita Bima Sakti akan bertabrakan dengan galaksi tetangga kita Andromeda.Tabrakan yang sangat dahsyat. Kita juga musti punya teknologi penangkal bahaya-bahaya yang dapat datang sewaktu-waktu dari angkasa luar. Terjangan meteor-meteor besar ke Bumi, misalnya. Atau, membengkaknya bintang Matahari kita sehingga akan menelan dan memanggang planet Bumi kita. Hal yang sangat penting dan mendesak adalah kita musti punya planet-planet lain untuk kita diami. Perang nuklir dapat pecah sewaktu-waktu tanpa diduga sebelumnya di planet kita. Jika pecah, Bumi tercemar oleh radiasi radio aktif untuk jangka sangat panjang, dan homo sapiens mungkin sekali juga akan tidak bisa bertahan hidup, punah. Kita berlomba dengan waktu. Bergegaslah untuk membangun rumah-rumah lain kita di planet-planet lain, mulai dari yang terdekat sampai yang berada di luar tata surya kita! Stephen Hawking, lebih dari para saintis lainnya manapun, sangat menyadari kegentingan dan urgensi ini. Kepada koran Spanyol El Mundo, saat diwawancara, Hawking untuk kesekian kalinya menyatakan, Umat manusia dapat terhindar dari kepunahan jika mereka menghuni planet-planet lain./5/

Jika anda setuju dengan penglihatan Hawking itu, maka didiklah anak-anak kita supaya mereka di masa depan dapat menjadikan kita bangsa angkasa dan bagian dari peradaban antar-galaksi. Bukan hanya di laut kita harus jaya, tapi juga di angkasa, di ruang-ruang di bawah kubah atmosfir dan di luarnya di angkasa luar tanpa batas dan tanpa tepi.

Jadikan anak-anak kita sejak dini terbiasa dan kenal betul dengan dunia sains dan teknologi. Ini tugas kita kini yang tidak bisa ditawar-tawar lagi! Ini pertaruhan kita demi masa depan! Kita sedang berlomba dengan waktu yang terus maju cepat.

Baca kitab-kitab suci, silakan. Beribadah di rumah-rumah ibadah, silakan. Tapi bacalah juga banyak buku sains dan teknologi, tanpa bosan dan tanpa lelah―ini juga ibadah agung kita dengan pahala masa depan yang tidak ternilai harganya!

Jangan kitab-kitab suci dan buku-buku ilmu pengetahuan dicampur aduk jadi gado-gado yang tidak enak. Fisika ya fisika, agama ya agama. Jangan keduanya dibuat nginap satu kamar, kumpul kerbau. Beritahu menteri-menteri pendidikan kita dalam Kabinet Kerja 2014-2019 Pak Presiden Joko Widodo, bahwa kumpul kerbau itu sungguh-sungguh berbahaya.

 

Catatan-catatan

/1/ Tentang temuan mutakhir molekul rumit berbasis Carbon di awan gas dalam ruang antar-bintang, yang mengindikasikan kehidupan terbentuk di angkasa luar, lihat Blaine Friedlander, New molecule found in space connotes life origins, ScienceDaily, 26 September 2014, pada http://www.sciencedaily.com/releases/2014/09/140926213634.htm.

/2/ Lihat Institute of Physics, Physicists Discover Inorganic Dust With Lifelike Qualities, ScienceDaily, 15 August 2007, pada http://www.sciencedaily.com/releases/2007/08/070814150630.htm.

/3/ Tentang proses terbentuknya oksigen di atmosfir Bumi, lihat Carl Zimmer, The Mystery of Earth's Oxygen, New York Times, 3 October 2013, pada http://www.nytimes.com/2013/10/03/science/earths-oxygen-a-mystery-easy-to-take-for-granted.html. Untuk laporan hasil kajian ilmiahnya, lihat Donald E. Canfield, Sean A. Crowe, et al., Atmospheric oxygenation three billion years ago, Nature 501 (26 September 2013), hlm. 535-538. Doi:10.1038/nature12426. Laporan ini tersedia online pada http://www.nature.com/nature/journal/v501/n7468/full/nature12426.html.

/4/ Tentang ihwal penyebab kepunahan dinosaurus dari planet Bumi, lihat Ioanes Rakhmat, Beragama dalam Era Sains Modern (Jakarta: Pustaka Surya Daun, 2013), bab 10, hlm. 325-341.

/5/ Lihat kolom Alan Boyle, ‘I’am an Atheist: Stephen Hawking on God and Space Travel”, NBCNews, 24 September 2014, pada http://www.nbcnews.com/science/space/im-atheist-stephen-hawking-god-space-travel-n210076.