Friday, June 20, 2014

Para perempuan PSK Dolly, siapakah mereka?
Sebuah Pesan untuk Bu Risma!


Jelas, mereka sebetulnya tidak mau jadi PSK! Mereka merasa malu!


Apa titik tolak pemberantasan prostitusi, supaya efektif? Saya kira penyediaan lapangan pekerjaan pengganti dulu, bukan deklarasi yang menggaung dan tindakan represif. 

Supaya efektif, kita juga tetap harus eling bahwa yang kita hadapi adalah manusia perempuan yang real, yang punya pikiran dan perasaan, bukan benda mati yang tidak bergerak. Serendah apapun masyarakat yang mengaku beradab memandang para PSK, mereka tetap para perempuan yang punya pendapat sendiri tentang kehidupan dan masa depan. Dengarkanlah mereka dengan serius!  

Menyangkut kompleks prostitusi terbesar di Asia Tenggara, Gang Dolly di Surabaya, tidak bisa ujuk-ujuk kompleks ini ditutup ketika kepala daerahnya seorang pejabat baru. Adakanlah dulu riset di Dolly, dan temukan pekerjaan pengganti yang wajar apakah yang mereka masing-masing inginkan. Dengarkan mereka. Di antara kita pasti banyak orang yang sudah lama mengkaji seluk-beluk kehidupan dan “mind-set” para PSK. Libatkanlah mereka! Dan bekerjalah dengan sabar! 

Mengatasi masalah PSK pendekatannya harus holistik, interdisipliner, tidak bisa ujuk-ujuk langsung menutup Dolly yang ternyata tidak efektif. Tentu harus ada kemauan politik untuk selesaikan masalah PSK, tapi itu saja tidak cukup, sebab yang kita hadapi adalah kaum perempuan yang real yang hidup dalam dunia yang juga real betapapun berbedanya dari dunia masyarakat kebanyakan. Jika mereka harus diatur, ingatlah mereka juga punya hak untuk mengatur diri mereka sendiri. Pertemukanlah dua kemauan ini. Politik yang bagus adalah politik yang berdasar temuan-temuan ilmu pengetahuan. 

Dibutuhkan waktu lama untuk para PSK mengalami perubahan pemahaman mengenai harkat dan martabat manusia sehingga sejalan dengan yang dibela dan dipertahankan orang yang mengaku beradab. Untuk ubah mind-set para PSK, mind-set para pengambil kebijakan publik juga harus diubah, tidak bisa sepihak. Tanpa perubahan mind-set dua pihak ini, menutup Gang Dolly hanya akan mengalirkan air yang tersumbat ke kawasan-kawasan lain.

Menutup rumah-rumah bordil sangat mudah, sehari juga selesai, tapi membangun kembali mind-set kaum perempuan PSK sangat sulit dan membutuhkan waktu lama. Dibutuhkan kesabaran seorang ibu dan seorang ayah untuk bisa memenangkan satu perempuan PSK. Untuk mengatasi soal yang ditimbulkan Dolly, Bu Risma tidak bisa bertindak sendirian, tapi harus melibatkan banyak pakar. Tentu beliau sedang menempuh cara ini supaya langkah-langkahnya profesional dan efektif. Tidak perlu berjibaku, sebab para PSK itu juga WNI dan sesama manusia.

Biasakanlah untuk memandang segala persoalan dari berbagai sudut pandang keilmuan, supaya  penyelesaian yang dicapai komprehensif dan memang tepat. Tidak tambal sulam atau artifisial. Politik digunakan justru untuk mencapai solusi yang komprehensif, adil dan tepat, bukan malah membuat segala persoalan kacau dan tidak kunjung selesai. Politik yang tidak matang dan tidak science-based hanya akan membuahkan banyak kesalahan manajemen masyarakat.

Yang umumnya membenci para perempuan PSK adalah kaum lelaki. Mereka hanya bisa membenci dan mengutuk, tapi tidak bisa memberi solusi yang komprehensif, adil dan tepat. Suci semuakah kaum pria sehingga kaum ini merasa pantas untuk mencerca para PSK? Perempuan PSK ada karena ada kaum pria yang membutuhkan tubuh mereka. Fakta terang benderang ini anehnya tidak bisa kelihatan oleh mata kaum pria pembenci PSK. Semua orang sudah tahu, selama syahwat masih ada pada pria, dan selama homo sapiens makhluk seksual, prostitusi (tingkat tinggi maupun tingkat rendah) tidak bisa diberantas dari muka Bumi ini. Lantas? Ya dunia prostitusi memang harus diatur dengan rasional, tidak bisa direpresi, demi kebaikan semua pihak. Tanpa pengaturan yang rasional, dan hanya direpresi, prostitusi gelap dan tidak aman malah akan menjamur, dan ini akan menjadi bencana besar buat generasi muda, lewat serangan gencar AIDS di mana-mana!

Jika anda melihat diri paling suci dan satu-satunya yang tidak berdosa di dunia ini, anda punya hak moral untuk merajam seorang perempuan PSK. Itu kata Yesus dalam konteks dunia sosioreligiusnya pada zamannya saat kepadanya dibawa seorang perempuan yang kedapatan berzinah dan orang banyak mau menghukum mati sang perempuan. Apakah anda orang yang dimaksudkan Yesus itu? Periksalah diri anda dengan jujur. 

Ucapan Yesus itu tetap relevan hingga kini saat kita berhadapan dengan segudang persoalan para perempuan PSK, dari persoalan moral, mind-set hingga persoalan perdagangan manusia dan mafia-mafianya. Ucapan ini juga membuat kita eling bahwa untuk mengembalikan kehidupan para perempuan PSK ke kehidupan yang dipandang bermartabat oleh masyarakat yang mengaku beradab, kita tetap perlu mencintai dan menyayangi mereka sebagai sesama manusia. 

Merepresi para perempuan PSK, membenci mereka apalagi berlaku keras dan keji kepada mereka, tidak akan menyelesaikan persoalan yang sebetulnya kita mau selesaikan. Cinta, bukan kebencian, akan menyelesaikan banyak persoalan dunia. 





Ada gunanya kita renungkan kembali lagu Titiek Puspa yang berjudul Kupu-kupu Malam. Ini liriknya.

Ada yang benci dirinya
Ada yang butuh dirinya
Ada yang berlutut mencintanya
Ada pula yang kejam menyiksa dirinya

Ini hidup, wanita
Si kupu-kupu malam
Bekerja bertaruh seluruh jiwa raga
Bibir senyum, kata halus
Merayu memanja
Kepada setiap mereka yang datang

Dosakah yang dia kerjakan
Sucikah mereka yang datang
Kadang dia senyum dalam tangis
Kadang dia menangis
Di dalam senyuman

Oh apa yang terjadi, terjadilah
Yang dia tahu
Tuhan penyayang umatnya
Oh apa yang terjadi, terjadilah
Yang dia tahu hanyalah menyambung nyawa

 
Ya, kita harus akui, Titiek Puspa benar! Bu Risma saya kira ada baiknya bisa menyanyikan lagu yang menyentuh ini dengan baik sebaik-baiknya. Lagu yang bagus mampu membentuk batin dan pikiran yang juga bagus. Dunia ini dibentuk bukan hanya oleh politik, tetapi juga oleh ilmu pengetahuan dan seni.