Saturday, August 3, 2013

Ingin berbahagia dalam beragama?


Kesalahan terbesar umat beragama pada umumnya adalah mereka memperlakukan kitab suci mereka sebagai buku sejarah dan buku ilmu pengetahuan.

Akibatnya, ketika terlihat banyak benturan antara kajian sejarah sebagai suatu disiplin ilmu dan isi kitab suci, mereka resah sendiri.

Dalam keresahan ini, mereka bisa keras kepala menolak hasil-hasil kajian sejarah sebagai ilmu, dan dengan kekeh mempertahankan isi kitab suci mereka mati-matian.

Atau mereka bingung seumur kehidupan mereka, mana yang harus dipegang, kebenaran kajian sejarah sebagai ilmu atau isi kitab suci mereka yang mereka yakini berisi kebenaran yang tak bisa salah. Kebingungan seumur hidup ini menyebabkan mereka menjadi orang beragama yang selalu mengalami tekanan kejiwaan, seumur kehidupan mereka.

Akibatnya juga, ketika hasil-hasil kajian ilmiah tentang berbagai fenomena alam dan realitas berbenturan dengan teks-teks kitab suci mereka yang mereka yakini juga sebagai buku ilmu pengetahuan, mereka menjadi anti-ilmu pengetahuan bahkan membencinya dan selalu menyerangnya. Bagaimana seorang pemeluk suatu agama bisa cerdas dan terpelajar, jika agama yang dianutnya ini membuatnya benci pada ilmu pengetahuan?

Tetapi, sebagai reaksi negatif untuk menunjukkan mereka juga bisa cinta ilmu pengetahuan, mereka berupaya mati-matian untuk menunjukkan bahwa kitab suci mereka juga kitab sains dengan membangun apa yang dinamakan "sains skriptural" yang sebenar-benarnya bukan sains sejati, tetapi doktrin-doktrin keagamaan yang mereka secara sepihak klaim sebagai ilmu pengetahuan.

Hidup beragama dalam kondisi-kondisi tersebut di atas sangat tidak membahagiakan, dan tidak akan memberikan sumbangan signifikan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban modern insani, bahkan memperbodoh masyarakat dan suatu bangsa dan memenjarakan masyarakat dalam zaman-zaman kuno yang sudah lama ditinggalkan.

Untuk mengelakkan kondisi-kondisi buruk tersebut di atas, tak ada jalan lain selain dengan konsisten memandang dan memperlakukan kitab-kitab suci sebagai kitab-kitab keagamaan, kitab-kitab yang memuat doktrin-doktrin keagamaan yang berkaitan dengan kebutuhan manusia akan sejumlah nilai-nilai dan moralitas, bukan berisi fakta-fakta sains. Agama itu ya agama, sebuah sistem kepercayaan pada hal-hal yang tidak empirik, jadi sebetulnya sama sekali tidak bisa dijadikan sains. Kitab suci itu ya kitab keagamaan, kitab yang memuat perenungan-perenungan insani tentang siapa dan bagaimana Tuhan itu; jadi sebetulnya sama sekali tidak bisa diperlakukan sebagai sebuah ensiklopedia ilmu pengetahuan.

Jadi, jelaslah bahwa beragama itu ada batas-batasnya, dan jika batas-batas ini diakui dan dihormati, berbahagialah manusia. Tetapi jika batas-batas ini dilanggar, dan agama ingin dan harus diberlakukan mutlak untuk semua bidang kehidupan dan untuk segala zaman dan tempat, menderitalah manusia.

Bukankah agama pada dasarnya bertujuan untuk membahagiakan manusia?


Agama sungguh-sungguh suatu sumber kebahagiaan untuk manusia sejauh batas-batasnya tidak dipaksa diterjang dan dilampaui.

Segala sesuatu dalam dunia ini ada batas-batasnya, juga agama, dan hanya kasih sayang Tuhan YM kuasa patut dipercaya tak ada batasnya. Karena kasih sayang Tuhan itu tak ada batasnya, kasih sayang ini tidak bisa habis diungkap oleh hanya satu agama atau bahkan oleh semua agama. Kasih sayang Tuhan juga bekerja di luar dunia agama-agama, bahkan di dalam dunia yang tanpa agama sekalipun.