Sunday, December 2, 2012

Menuju Spiritualitas Saintifik

Agama itu sesungguhnya seperti pakaian yang anda pakai. Jika pakaian ini sudah kekecilan, anda tidak lagi memakainya, anda melepaskannya, lalu mencari sebuah pakaian baru. Jangan sekali-kali anda serahkan kehidupan anda kepada agama anda, dan jangan sekali-kali anda mau mati demi agama anda, tapi serahkanlah hidup anda kepada usaha-usaha mengembangkan ilmu pengetahuan dan usaha-usaha mengalahkan penderitaan umat manusia. Ilmu pengetahuan dan kebahagiaan manusia jauh lebih penting ketimbang agama anda. 
ioanes rakhmat

Kata anda sebagai orang beragama, agama diturunkan Allah ke dalam dunia tak lain untuk membuat manusia mengalami kebebasan; tapi, kataku, burung-burung camar yang berterbangan di atas laut, kendatipun jelas-jelas tidak beragama, hidup jauh lebih bebas dibandingkan manusia yang beragama, sedangkan anda, sebaliknya, dari hari ke hari makin terpenjara oleh agama anda sendiri yang anda sendiri absolutkan.

ioanes rakhmat




+ Maaf, Pak, apakah anda sekarang seorang ateis?
- Apa yang membedakan seorang beragama dari seorang ateis?
+ Seorang beragama percaya pada adanya Allah, seorang ateis tidak percaya.
- Apakah Allah itu dalam pemahaman anda?
+ Allah itu suatu entitas di luar dunia, yang maha kuasa, transenden, maha agung.
- Lalu apa hubungan Allah yang semacam itu dengan dunia, dengan anda?
+ Allah yang transenden itu menciptakan agama-agama untuk kehidupan manusia dalam dunia, dan saya memilih percaya pada satu agama.
- OK-lah, jika Allah bagi anda suatu entitas yang transenden, saya juga percaya pada suatu hakikat yang transenden.
+ Oh, jadi anda masih percaya pada Allah? Betulkah?
- Oh saya tak katakan saya percaya pada Allah seperti yang anda percayai, tapi saya akui ada suatu hakikat besar yang transenden.
+ Jika hakikat besar yang transenden yang anda akui itu bukan Allah, habis apa?
- Saya sedang berpikir dalam kerangka sains, ilmu pengetahuan, ketika saya  mengatakan ada suatu hakikat yang transenden.
+ Saya tak paham, bisa anda  jelaskan?
- Semua ilmuwan, khususnya yang bergelut dalam dunia material, tahu/sadar, objek kajian sains tak pernah bisa habis. Kalangan saintis tahu, selalu ada wilayah yang lebih besar, yang belum bisa dimasuki sains untuk dikaji, dan terus menantang sains.
+ Wilayah yang kudus, wilayah “the sacred”, wilayah ilahikah?
- Uups, saya tak mengatakan itu wilayah ilahi, tapi wilayah yang selalu mentransendir sains, kawasan yang selalu “beyond the present science”.
+ Wilayah yang bagaimana, apakah dalam wilayah yang anda sebut itu ada hakikat yang dinamakan Allah?
- Nah, sebaiknya anda mendengar dulu, jangan terus mendesakkan keyakinan anda.
+ OK deh, saya bersedia mendengar dulu.
- Kalangan saintis tahu, selalu ada kawasan “beyond the present science”, yang menantang untuk mereka eksplorasi terus, lalu menjelaskannya.
Kawasan ini, kalau boleh, saya sebut kawasan “super-scientific”, kawasan yang selalu berada di atas/melampaui sains yang dikenal pada masa kini. Jadi, sebagaimana orang bertuhan menganggap ada kawasan “supernatural”, adi-kodrati, ada juga kawasan “super-scientific”, kawasan adi-saintifik.
Sebagaimana ada makhluk yang adi-insani, super-human, begitu juga ada kawasan yang adi-saintifik, melampaui sains yang dikenal sekarang.
Sekalipun sekarang fisika Newton dan prinsip-prinsip relativitas Einstein bisa menjelaskan “kerja” jagat raya, dan “the standard model” untuk fisika partikel bisa menjelaskan dunia tak kasat mata sub-atomik,/1/ penjelasan-penjelasan dan model-model ini belum mencapai garis “finish”, terbuka kemungkinan di masa depan harus “re-modelled”, dibuat modelnya kembali, dan penjelasan-penjelasan baru harus diajukan, jika misteri-misteri alam makin terkuak. Seperti baru saja ditulis Michael Slezak, misalnya, suatu “fisika baru diperlukan dengan sangat mendesak berhubung model standard tidak menyebut materi gelap, membuat prediksi-prediksi yang tidak benar mengenai anti-materi jagat raya dan memerlukan ‘penyetelan kembali’ yang janggal untuk memasukkan massa Higgs.”/2/
Masih banyak fenomena alam yang belum bisa dijelaskan oleh sains sekarang, dan  hukum-hukum alam juga belum sepenuhnya kita mengerti. Masih sangat banyak hal dalam alam ini yang belum kita tahu. Selalu masih ada kawasan “beyond the present science”, tapi kawasan ini bukan kawasan ilahi seperti yang dipahami agama-agama.
Kalaupun seluruh jagat raya kita dan semua fenomena alam dan hukum-hukum alam di dalamnya sudah bisa dijelaskan, ini bukanlah titik finish.
Menurut teori dawai (“string theory”), jagat raya kita bukan satu-satunya jagat raya; masih ada nyaris tak terhitung jumlahnya jagat raya lain. Kalau satu jagat raya kita saja nyaris tak bisa dijelaskan tuntas, apalagi kalau kita masih harus menjelaskan jagat-jagat raya lain. Mission impossible!
Anda tahu, berapa jumlah jagat raya yang mungkin ada menurut prediksi teori dawai? Jumlahnya fantastis: 10500 (10 pangkat 500) (yakni angka 1 diikuti angka nol sebanyak 500)!
Sekarang, para saintis memakai bukan lagi kata “universe” (satu jagat raya tunggal), tapi “multiverse” (jagat raya berganda-ganda). Jangan dulu kita berkhayal bahwa multiverse akan kita bisa masuki sekarang ini. No way!
Dalam jagat raya kita saja, sekarang ini salah satu misteri besar yang belum dapat dijelaskan adalah misteri adanya apa yang para saintis namakan “energi gelap” (dark energy), yang tak terlihat, dan hingga kini mereka belum bisa menjelaskan hakikatnya, kendatipun energi gelap ini merupakan 73 persen (bayangkan!) dari isi seluruh jagat raya kita dan mengisi “ruang-waktu vakum” (yang dinamakan “kekosongan kosmik”, cosmic voids) dalam jagat raya kita. Dalam perhitungan mereka, energi gelap ini terbentuk ketika jagat raya kita berusia 8 milyar tahun setelah the big bang, dan sejak terbentuk energi ini sudah menguasai jagat raya kita dan diketahui merupakan energi yang makin mempercepat pengembangan jagat raya kita./3/
Tetapi, ada satu dunia lainnya yang sangat menawan.
Kalau anda masuk ke dunia tak kasat mata, dunia sub-atomik, yang biasa disebut dunia mekanika quantum, anda akan tercengang tak paham atas apa yang sebenarnya berlangsung di dalamnya. Kata Feynman, Jika seseorang mengklaim sudah paham sepenuhnya dunia quantum, orang ini sesungguhnya belum memahaminya sama sekali.
+ Dunia sub-atomik mencengangkan? Memang ada apa di dalamnya?
- Dalam dunia sub-atomik, dunia yang kata para saintis “weird”, dunia mekanika quantum, anda menemukan banyak “marvel”. Sekalipun dunia quantum sudah dapat dijelaskan oleh “the standard model” (fisika partikel), tetap saja dunia ini weird dan marvellous.
+ Marvel? Jadi mukjizat itu nyata?
- Ya boleh disebut “marvel”, keajaiban, tapi bukan “marvel” seperti yang anda sedang pikirkan sebagai orang bertuhan.
+ Loh? Habis apa?
- Dalam dunia sub-atomik mekanika quantum, terdapat sekian fenomena aneh/“weird”, yang memusingkan sekaligus menantang para saintis.
Sejauh yang saya sudah ketahui, selain sekian fenomena di dalamnya sudah bisa dijelaskan, namun ada sekian lagi yang masih tak terpahami benar, karena sangat weird.
Dalam dunia sub-atomik quantum, ada kejadian-kejadian yang timbul begitu saja tanpa penyebab, “without cause, from nothing to something”.
“Prinsip ketidakpastian” Werner Heisenberg dirumuskan justru dari fenomena dalam dunia yang sangat kecil, dunia quantum mechanics.
Dalam dunia mekanika quantum, sudah terpantau, “penyebab” bisa menjadi “akibat”, dan “akibat” bisa menjadi “penyebab”.  Puzzling indeed!
Ada yang berpendapat, “cause” bisa menjadi “effect” and vice versa, dalam dunia quantum, karena partikel-partikel di dalamnya bergerak melebihi kecepatan cahaya. Tapi, mungkinkah prinsip relativitas khusus Einstein tak berlaku dalam dunia quantum? Masih harus dibuktikan!
Apapun usaha para saintis untuk menjelaskan dunia quantum, dunia ini tetap weird, bizarre and  marvellous.
Tapi ingat, kendatipun dunia quantum sangat weird, tetap tak ada roh tuhan di dalamnya: Higgs Boson bukan partikel tuhan apapun.
+ Lah, katanya Higgs Boson itu bukti adanya tuhan?! Kok anda bisa katakan begitu?
- Higgs Boson itu sebuah partikel (berwujud “material”), sangat penting karena berfungsi memberi massa pada semua materi dalam jagat raya.
Tanpa Higgs Boson, tak akan ada materi massif dan kohesif dalam jagat raya, dus jagat raya tak akan terbentuk, juga tubuh anda dan kancing-kancing baju anda, dan, maaf, dua puting susu anda. Higgs Boson itu bak seorang pengantin perempuan yang luar biasa cantik didandani dan luar biasa harum lembut, sehingga menarik semua tamu untuk berada dan terkonsentrasi di dekatnya, ketika dia baru memasuki ruang perjamuan kawin.
+ Oh, begitu ya duduk perkaranya. Kalau begitu selama ini saya telah  memegang sebuah pandangan keliru tentang Higgs Boson.
- Ya, banyak orang beragama terperdaya oleh info-info keliru tentang sains tanpa mereka sadari. Mereka ignorantly korban pembodohan.
Nah, apa arti semua hal yang saya sudah kemukakan ini? Anda tentu tak sabar ingin tahu, bukan?
+ Ya saya ingin segera tahu, apa arti semua hal yang anda telah katakan.
- Artinya sebetulnya sudah jelas: saya menerima, dalam jagat raya kita dan jagat-jagat raya lain, selalu ada kawasan yang mentransendir sains.
Kawasan ini sangat menakjubkan, weird, bizarre, marvellous, so great, and scientifically transcendent. Inilah kawasan adi-saintifik: melampaui sains, tapi tidak menentang sains, dan hanya bisa dimasuki oleh sains secara parsial dan kumulatif.
Harus dicatat, kendatipun kawasan ini adi-saintifik, kawasan ini tidak ilahi, tidak divine, tapi tetap kawasan material duniawi.
Meskipun kawasan adi-saintifik ini tidak ilahi, kawasan ini sangat menakjubkan, menimbulkan rasa hormat, kerendahan hati, dan cinta. Karena semakin misteri-misteri jagat raya terungkap tahap demi tahap lewat sains, anda akan makin mencintai jagat raya ini dan semua isi di dalamnya, sebab lewat sains kita menjadi tahu bahwa kita adalah sama dan bagian tak terpisah dari jagat raya.
Pada level fundamental, dalam dunia quantum, sains sudah menunjukkan, kita ini dan semua materi dalam jagat raya terdiri dari partikel-partikel yang sama: quark, proton, neutron, positron, dan elektron.
Pada level fundamental, anda tidak beda dari kecoak, simpanse, tanah liat, batu kali, cacing, kubis, pisang, pohon beringin, toge, debu bintang, abu gosok, komet, mouse di tangan anda, dan Coca Cola yang sedang anda hirup. 
Kita dan jagat raya bersaudara, yang pada level mekanika quantum sehakikat, sebentuk. Maka cinta mengalir deras dalam diri kita, tertumpah ke seluruh jagat raya. Anda harus mengasihi tanah liat, genteng dan kendi dan tempayan, karena, kata kitab-kitab suci agama teistik, anda berasal dari situ. Jika anda bisa mencintai genteng dan kendi, pastilah anda bisa mencinta semua orang lain yang ada di sekitar anda, termasuk orang-orang yang anda harus cap bidah, heretik, kafir berhubung anda ditekan para pemimpin agama anda.
Jika rasa takjub, rasa hormat, kerendahan hati dan cinta ini dapat disebut sebagai spiritualitas, saya memiliki spiritualitas ini.
Spiritualitas ini tidak ilahi, tapi tetap transenden, adi-saintifik, juga saintifik, sekaligus imanen dan material, dan super-human, adi-insani.
+ Kalau tidak ilahi, ya Allah tetap ditolak. Jadi, tetap ateis, apakah demikian?
- Nah, tentang poin ini, saya sekarang ini ingin berbicara banyak.
+ Silakan.
- Orang beragama jelas akan menuduh orang ateis telah menolak Allah; tapi, apakah seorang Kristen tidak menolak Allah Muslim, tidak menolak Allah sang Nabi Musa? Apakah seorang Muslim tidak menolak Allah bangsa Yahudi (sementara sebagian Muslim hingga saat ini bebuyutan benci benar terhadap bangsa Yahudi), tidak menolak dengan keras tanpa kompromi Allah Kristen yang ada tiga namun tetap bersatu, Tritunggal, the three-in-one, yang mereka pandang sebagai kemusyrikan? Semua orang beragama, to the point saja, adalah teis, sekaligus ateis! This is the real fact! Jangan sangkal fakta ini! 
Tetapi, fakta ini sudah dan terus disangkal oleh kebanyakan umat dari tiga agama monoteistik, Yahudi, Kristen dan Islam, bahkan juga oleh para pemuka keagamaan mereka masing-masing yang sebenarnya terpelajar. Umumnya mereka mengklaim, bahwa mereka semua sama-sama percaya dan menyembah Satu Allah, Allah Yang Maha Esa, Allah yang satu dan sama. Benarkah? Sama sekali tidak benar! Klaim ini hanya mitos, bukan fakta. Orang yang beragama Yahudi (Yudaisme), orang Kristen (yang menyembah the divine three-in-one), dan umat Muslim, meskipun masing-masing mengklaim percaya dan menyembah Satu Allah, konsep (baca: teologi) mereka tentang Allah Yang Esa ini berbeda tajam di sana-sini, bahkan bertentangan dalam banyak segi! 
Bagi bangsa Yahudi YHWH itu Allah, bagi umat Kristen Bapa di surga (dan Yesus, dan Roh Kudus) itu Allah, dan bagi umat Muslim Allohu Akbar itu Allah. Problem buat mereka semua: konsep mereka masing-masing tentang Allah tidak ada yang sama, bahkan berbenturan satu sama lain. Allah mana yang paling benar, paling asli, dari tiga Allah agama monoteistik ini? Masing-masing akan mengklaim, Allah sendirilah yang paling benar, paling asli, lalu mereka berkelahi, saling menjelekkan, saling bersaing memperebutkan para pengikut, dan... bunuh-bunuhan!
Orang Kristen mengklaim, Allah Yang Maha Esa sudah menjelma menjadi satu manusia suci yang bernama Yesus Kristus, yang menjadi satu-satunya mediator yang menghubungkan surga dan Bumi, Allah dan manusia, lewat dirinya dan lewat ajaran-ajarannya; tapi, orang Yahudi hingga kini tidak bisa menerima klaim Kristen ini, sebab bagi mereka, mediator mulia dan agung antara YHWH dan bangsa Yahudi hanyalah Nabi Musa yang memberi bangsa Israel Taurat Allah. Begitu juga, sangat mustahil seorang Muslim bisa menerima kepercayaan teologis Kristen bahwa Allah YME telah menjelma menjadi manusia, yang namanya Yesus Kristus; sebab, dalam pandangan agama Islam, Allah YME, yang mereka panggil Allohhu Akbar SWT, adalah Allah yang sangat transenden, berada jauh di atas dunia kodrati, sang Khalik yang berbeda sangat tajam dari manusia sebagai makhluk. Konsep teologis inkarnasi (“Allah menjadi daging/manusia”) hanya ada dalam kekristenan, tidak ada dalam Islam dan dalam Yudaisme. 
Sementara orang Kristen mengklaim bahwa kitab suci Yahudi (yang orang Yahudi namakan Tanakh, yang dengan keliru dan pejoratif dinamakan Perjanjian Lama orang orang Kristen) sudah digenapi oleh tulisan-tulisan apostolis yang mereka namakan Perjanjian Baru, orang Yahudi tidak menerima klaim ini, dan mereka memandang kitab suci mereka, Tanakh mereka, sudah penuh dan sempurna pada dirinya sendiri dan tak perlu digenapi oleh kitab-kitab suci lain yang ditulis belakangan. 
Selain itu, bagi orang Yahudi, Allah Yang Esa yang mereka sembah, mustahil disamakan dengan seorang manusia yang bernama Yesus Kristus; syahadat mereka mengenai keesaan Allah, yang dikenal sebagai Shema, melarang keras mereka untuk menyamakan manusia manapun dengan Allah Yang Maha Esa yang mereka sembah. Jadi, sementara orang Kristen tidak bisa hidup jika tidak menyembah Tuhan Yesus, orang Yahudi akan mati jika menyembah manusia Yesus, apalagi menyamakan sang manusia ini dengan Yahweh Elohim mereka. Selain itu, sebagai seorang mukmin Yahudi yang memegang kuat-kuat Tawhid Yahudi, yang diungkap dalam syahadat Shema, mustahil Yesus dari Nazareth memandang dirinya sendiri sebagai Tuhan Allah. Orang Kristen musti menyadari, kalau mereka yakin  bahwa Yesus itu Tuhan, ini bukan karena Yesus dari Nazareth pada dirinya sendiri Tuhan (Yahweh Elohim bangsa Yahudi), melainkan karena dia oleh gereja-gereja Kristen perdana dulu dijadikan Tuhan, di-apotheosis-kan, di-deifikasi-kan, sebuah praktek religio-politis yang lazim dilakukan di dunia Yunani-Romawi, kawasan yang dari dalamnya kekristenan dilahirkan.
Masih banyak hal yang sebetulnya bisa diperlihatkan bahwa kendatipun umat Yahudi, umat Kristen dan umat Muslim masing-masing mengklaim percaya pada Allah Yang Esa, teologi mereka berbeda tajam di sana dan di sini, dan bertolakbelakang dalam banyak segi. Untuk saat ini, ulasan-ulasan yang saya sudah berikan di atas cukup memadai. Hanya perlu ditegaskan sekali lagi: Klaim bahwa mereka percaya dan menyembah Allah Yang Esa yang sama dan sebangun, adalah mitos. Jika klaim ini bukan mitos, mustinya tidak pernah terjadi persaingan sengit, bahkan peperangan, antara umat tiga agama ini yang masing-masing menyatakan diri sebagai penganut monoteisme, dan mustinya tiga agama mereka sudah bisa dilebur jadi satu dengan harmonis sejak dulu, demi kemenangan monoteisme di atas politeisme atau ateisme.
Nah, pendek kata, saya sudah tak mau lagi hidup dalam dunia keagamaan yang takabur dan bengis semacam itu, yang penuh konflik dan penuh kemunafikan. Tapi, saya punya sebuah  alternatif yang signifikan, sebuah spiritualitas alternatif
+ Oh begitu ya keputusan anda.
- Ya.
+ Bisa jelaskan lebih jauh tentang spiritualitas anda ini?!
- Isi spiritualitas yang saya hayati tidak bisa diberi nama apapun, karena melampaui dan ada di atas semua nama, beyond every name, above every name, scientifically transcendent.
Di hadapan kawasan yang mentransendir sains ini, kawasan yang weird and marvellous, so great to be conquered by the human mind, saya tunduk. Seperti tunduknya Albert Einstein di hadapan kemahabesaran jagat raya yang dilihatnya tertata dengan begitu mengagumkan, yang membuatnya terpesona, dazzled, sementara dia sendiri sudah tidak bisa lagi percaya pada Allah YHWH personal yang ditakuti nenek moyang Yahudinya. Sama seperti Baruch de Spinoza, juga seorang Yahudi, bisa menemukan Allah hanya sebagai nature, jagat raya, alam ini, sehingga dia menulis Deus sive Natura!
Kawasan yang mentransendir sains ini juga too great, too big, too weird, too huge, to be conquered and absorbed by any religious system.
Kawasan yang di hadapannya saya tunduk ini too immense, too enermous, too large, to be absorbed completely by any holy book.
Agama dan kitab suci apapun, sistem kepercayaan keagamaan apapun, jauh terlalu kecil, jauh terlalu terbatas, far too limited, far too small, untuk bisa menyerap kawasan ini.
Media yang dapat mendekati kawasan yang “scientifically transcendent” ini bukan agama, tetapi sains dan nalar manusia, dan human affection, cinta kasih yang ada pada manusia.
Nah, jika orang mau menamakan penghayatan saya yang semacam itu tentang dunia transenden saintifik, sebagaimana sudah saya katakan di atas, sebagai “spiritualitas”, silakan.
+ Oh, saya mulai memahami anda; jadi anda meyakini punya spiritualitas juga?
- Ya, saya memiliki spiritualitas yang sangat dalam, sebuah “spiritualitas saintifik”, dalam terma-terma yang sudah saya uraikan tadi. Dalam spiritualitas saintifik ini, tak ada akidah, tak ada dogma; yang ada adalah keterpesonaan, kegentaran dan kekaguman tanpa batas terhadap kosmos, pemikiran saintifik, dan cinta.
+ Jadi, pendek kata, anda bukan seorang ateis?
- Hingga saat ini saya tak pernah menyatakan diri saya ateis kok. Cuma, orang-orang yang tak kenal saya dengan semberono menuduh saya ateis, lalu mengancamkan ini dan itu kepada saya. Para penuduh saya ini, maklumlah, adalah orang-orang beragama yang anti-sains. Too young to know me! Terlalu muda untuk bisa kenal saya! Too proud to be humble! Terlalu sombong untuk bisa rendah hati! Menutup percakapan kita, saya mau mengutip sebuah ucapan Richard P. Feynman, “Pandangan-pandangan saintifik bermuara pada rasa takjub dan misteri, terhilang di ambang ketidakpastian, tetapi pandangan-pandangan ini tampak sangat dalam dan sangat mengesankan, sehingga teori yang menyatakan bahwa segala sesuatu telah dirancang dan disusun sebagai suatu tahap untuk Allah mengawasi pergumulan manusia antara hal yang baik dan hal yang buruk tampak tidak memadai.”/4/


Catatan-catatan


/1/ Sejauh ini, hanya dalam kajian-kajian fisika atas “black hole” prinsip relativitas umum Einstein dan mekanika quantum dapat diterapkan bersama-sama, suatu kasus yang tak sama dengan kasus-kasus lainnya dalam jagat raya di mana objek-objek pada skala subatomik diatur oleh mekanika quantum dan pada skala makro oleh relativitas umum; tentang ini, lihat Jennifer Quellette dan Simons Science News, “Black Hole Firewalls Confound Theoretical Physicists”, Scientific American, 21 Desember 2012, pada http://www.scientificamerican.com/article.cfm?id=black-hole-firewalls-confound-theoretical-physicists&print=true.

/2/ Michael Slezak, “Higgs Boson is too saintly and supersymmetry too shy” (23 November 2012) pada http://www.newscientist.com/article/mg21628923.800-higgs-boson-is-too-saintly-and-supersymmetry-too-shy.html.

/3/ Lihat ulasan pendek tentang dark energy pada http://www.ras.org.uk/news-and-press/219-news-2012/2167-dark-energy-is-real-say-portsmouth-astronomers; juga tulisan Anil Ananthaswamy, “Dark energy hints hidden in cosmic voids” (22 November 2012) pada http://www.newscientist.com/article/mg21628924.100-dark-energy-hints-hidden-in-cosmic-voids.html. Tanpa diyakini Einstein sendiri, gagasan tentang adanya “dark energy” sebetulnya sudah muncul dalam persamaan matematis baru yang diajukan Einstein, ketika Erwin Schroedinger, di tahun 1918, memindahkan geometri ruang-waktu di sebelah kiri persamaan Einstein ke sebelah kanan (yang sebelumnya menjadi tempat energi), sehingga geometri ruang-waktu ini berubah menjadi suatu sumber energi bagi jagat raya; tentang ini lihat Lisa Grossman, “Einstein was first to dream up dark energy”, 10 December 2012, pada http://www.newscientist.com/article/dn22608-einstein-was-first-to-dream-up-dark-energy.html?full=true&print=true

/4/ Lihat pada http://www.brainyquote.com/quotes/authors/r/richard_p_feynman.html.